Kisah perumpamaan kecapi

Started by Indra, 23 March 2009, 05:19:25 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Indra

sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka?
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

_/\_

hatRed

nambah : kalau tidak salah ingat pengamen tersebut adalah perwujudan dewa.. (nah loh... ternyata dibantuin ma dewa)
i'm just a mammal with troubled soul



Indra

Quote from: hatRed on 23 March 2009, 05:25:08 PM
nambah : kalau tidak salah ingat pengamen tersebut adalah perwujudan dewa.. (nah loh... ternyata dibantuin ma dewa)

apakah dewa itu sudah tau mengenai ajaran Jalan Tengah, padalah bukankah Dhamma sudah terlupakan?

hatRed

#3
jangan tanya i.. om  :hammer:

dulu juga i pernah menanyakan hal serupa... T_T

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=8271.msg136010#msg136010
i'm just a mammal with troubled soul



wen78

Quote from: Indra on 23 March 2009, 05:19:25 PM
sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka?
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

_/\_
1. I don't know ;D
sewaktu dulu msh dlm bimbingan guru, guru gua sangat menekankan hal ini. cuma anologinya adalah senar kecapi.
terlalu kencang akan putus. terlalu kendor, tidak berbunyi. harus "pas" agar menghasilkan suara yg merdu.

2. I don't know ;D
mengenai pengamen tersebut mengetahui ilmu Jalan tengah ato tidak, saya gak tau ;D
mengenai pengamen tersebut mengajari Sang Bodhisatta, saya juga gak tau ;D

IMO,
syair tsb, memberikan jawaban kepada Sang Bodhisatta, bahwa praktik pertapaan keras bukanlah jawabannya(kl gak salah tidak makan/harus puasa).

_/\_
segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.

Shining Moon

Iya..yah..good question. Kira2 siape yang tau yah?
Life is beautiful, let's rock and roll..

marcedes

Quote from: Indra on 23 March 2009, 05:19:25 PM
sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka?
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

_/\_
saudara indra yang bijak,
andai anda seorang pelajar,
ketika anda sedang belajar matematika terlalu giat sehingga duduk dimeja belajar tanpa makan minum selama 1 hari...
, ketika ibu anda melihat hal ini, kira-kira apa yang dikatakan ibu anda?

tentu " anak-ku belajar tidaklah perlu se-ekstrim itu"

jika saya balik bertanya, apakah ibu anda sangat pandai matematika?

jawabannya tentu anda tahu sendiri...^^

salam metta.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

hatRed

 [at]  atas

=))
=))

apa hubungannya suruh istirahat ma orang yg jago matematika =))
i'm just a mammal with troubled soul



Mr. Bagus

Bisa jadi karena Metta sehingga makhluk yang melihat begitu kerasnya Bodhisatta berlatih menjadi iba. Dalam bahasa Mr. Bagus: "Bro, jangan terlalu keras nanti bisa-bisa mati, istirahatlah sejenak, pulihkan stamina." Kemudian ingat lagu yg lagi hits masa itu, hehehe
:x Persepsi yang saya dapat dari pengalaman saya sendiri sebagai orang buta tidak bisa dibandingkan dengan orang yang melihat dengan terang. >:)<

Lily W

Quote from: Indra on 23 March 2009, 05:19:25 PM
sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka? ---> tunggu "tipitaka berjalan" yah...2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?---> kisah itu benar (tapi sy ga tau sumbernya dlm tipitaka)... sy rasa pengamen itu tidak mengetahui ilmu jalan tengah karena jalan tengah itu adalah hasil renungan Sang Bodhisatta ketika mendengar nyanyian itu.
_/\_

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

Indra

awaiting for walking Tipitaka

N1AR

bukankah cuma ilham dari pemain kecapi?

cunda

#12
Quote from: Indra on 23 March 2009, 05:19:25 PM
sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka?
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

_/\_


namaste suvatthi hotu

aku belum pernah menemukan sutta yang menceritakan serombongan pengamen yang memberikan petunujuk pada bodhisatta berupa sanjak seperti di atas.

Namun aku telah menemukan sutta yang serupa yang diucapkan Buddha ketika memberi nasihat pada bhikkhu Sona.

Silahkan baca:

Aṅguttaranikāyo; Chakkanipātapāḷi; 2. Dutiyapaṇṇāsakaṃ; 6. Mahāvaggo; 1. Soṇasuttaṃ

Semoga bermanfaat

Thuti

Indra

betul, Rocun, itu adalah nasihat Sang Buddha kepada Sona Thera, jadi kisah pengamen ini cuma rekayasa?

N1AR

oh... bergitu yah... jadi cuma rekayasa. biar tidak oot , siapa pengarang pertama kisah Buddha Gautama?