Buddha Bar Dinilai Melecehkan Agama Buddha

Started by aitristina, 23 February 2009, 05:44:48 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Hendra Susanto


johan3000

Bagaimana tanggapan SBY tentang Buddha Bar?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Lily W

~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

johan3000

Quote from: Lily W on 26 March 2009, 07:11:58 AM
^coba pergi tanya ama SBY sendiri.... :))

_/\_ :lotus:

http://www.facebook.com/pages/Susilo-Bambang-Yudhoyono/34617474664

Siapakah yg lebih bisa MENULIS... utk mendptkan tanggapan dari SBY ?

Silahkan...

Saya juga tunggu kabarnya!...
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

xenocross

Dari: Irma Gunawan
Topik: [samaggiphala] Catatan Iseng Seorang Demonstran ( Anti Buddha Bar ) --
Kepada: samaggiphala [at] yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 24 Maret, 2009, 6:42 PM


Catatan Iseng Seorang Demonstran ( Anti Buddha Bar )3


Gelombang ketiga ( ini yang paling sentimentil )

Jumlah peserta demo kali ini lebih besar dibandingkan demo-demo sebelumnya (sekitar seribu seratusan orang ). Rute perjalanan aksi demo kali ini lebih panjang, aksi entertainmentnya gabungan orang klenteng dan mahasiwa. Kalangan partisipan peserta demo dari yang muda sampai yang tuwe. Para oratornya
sepanjang jalan berganti-gantian  dari umat , mahasiswa, guru, pandita sampai
dengan "pejabat luar yang eksentrik". Sebenarnya kalangan demonstran ini
mayoritas berasal dari Banten, dari wihara yang berbeda , sekte yang berbeda,
organisasi yang berbeda, namun agar tidak disusupi kebetulan ada sponsor kaos
WALUBI plus pita. Kesannya akur gitu..

Demo yang ini membangkitkan sentimentil tersendiri dalam diri saya. Saya bertemu
mantan guru agama Buddha sewaktu saya di SMP. Bapak guru ini sampai nekad bolos
ngajar karena merasa prihatin dengan masalah Buddha Bar. Katanya, kalau bukan
kita siapa lagi? Saya juga bertemu dengan teman-teman lama dari kalangan
Tridharma. Mereka adalah aktivis sejati dari tahun delapan puluhan sampai dengan
sekarang ini. Ada lagi bertemu dengan teman satu panitia gabungan Waisak
sewaktu di bangku kuliah. Katanya, payah nih mahasiswa dari universitas swasta
jaman sekarang, gak kayak jaman kita dulu ya, bersatu, walau dari beberapa
universitas yang minoritas Buddhis. Bpk. Oka juga sempat ikut aksi demo di dekat
Monas, saya hanya berpikir nang gaek ini mungkin lebih nasionalis Buddhisme
daripada anak muda sekarang. Kira2 ada gak ya "angkatan gue" ini yang bisa
mengikuti jejak beliau?

Sempat juga kenalan, yang ternyata seorang guru dan juga bolos ngajar, beliau
ini juga ikutan dari demo yang pertama tapi menutupi wajahnya terus karena takut
ketahuan pihak sekolahan tempat dia ngajar. Hayoooo. Pak guru bolos
yaaaa..

Beberapa rekan juga terpaksa bolos kerja (termasuk saya) demi mengikuti demo
ini, gak ada jabatan, gak punya banyak uang, ya sumbang tenaga dan waktu lah

Sepanjang perjalanan itu, saya juga trenyuh melihat beberapa ibu dan bapak tua
yang masih dengan semangat mengikuti rute perjalanan yang cukup panjang. Malah
ada yang dengan kaki terpincang-pincang. Siapapun beliau, semoga semangat kalian
menyebar ke dalam sanubari para demonstran muda (termasuk saya) sampai akhir
hayat membela Buddha Dhamma..

Yang paling seru, tentu saja seorang Romo yang dikenal sabar dan arif ini,
ternyata tetaplah seorang manusia. Di luar dugaan tiba-tiba beliau jadi obor
bagi aksi demo kali ini. Tidak tampak kelelahan selama perjalanan ini, teriakan
motivatornya disambut semangat oleh para umat. "Tolak Buddha Bar,"
teriaknya ."Tolak" umat menyambut.

Terik panas matahari yang bisa menguliti tubuh, debu kendaraan, kaki yang pegal,
mulut yang kehausan tertutupi dengan semangat maju tak gentar membela yang
bayar. Ups! itu mah slogan para kroni yang maem di Buddha Bar ya..

Ngomong-ngomong soal bayar, apa gak lebih mulia menyokong umat yang lebih peduli
dengan "harga diri sebagai umat Buddha". Dalam aksi ini gak sedikit, para
relawan dan donatur yang habis-habisan mengeluarkan dana dan bahkan ada yang
langsung turun tangan sendiri melayani para demonstran, padahal dia bos
gak ada yang ngeh siapa mereka dan mereka gak peduli dengan muka mereka perlu
dikenal apa tidak, yang penting kita bersatu. Tenaga dan dana bila bersatu
adalah kekuatan.

Tolong yang merasa dari demo pertama tiba-tiba nongol cuma nebeng action or
bergaya depan kamera, nyebur aja ke laut biar gak mati gaya

Yah, demo yang ini memang menyisakan rasa sentimentil yang sangat mendalam dan
terus saya bawa sampai pulang, kayaknya baru berasa, betapa agama Buddha
mendapat pelecehan dan p*n*staan. Bayangkan, umat Buddha seperti pengemis yang
memohon agar diberi pengakuan bahwa dia tetaplah manusia. Umat Buddha harus
berteriak-teriak memanggil namaNYA agar orang lain tahu bahwa Dia ada.

Aku menangis di sudut kamar
Kau tertawa di dalam bar

Umat Buddha bukan penyembah Buddha Rupang
Memang hanya simbol untuk sembahyang
Apalah arti sebuah nama untuk sebuah bar
Tapi nama Buddha bukan sekadar nama bar
yang sekadar menjadi senandung
Buddha adalah Guru Agung


Kawanku, demo bukanlah aksi barbar sekedar untuk merubah nama bar. Kalau bukan
umat Buddha yang peduli , siapa lagi?

Salam telur busuk beserta metta

Sati,

Ling
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

xenocross

Catatan Iseng Seorang Demonstran ( Anti Buddha Bar ) 1

Gelombang pertama
Pertama kali mengikuti aksi demo menentang Buddha Bar yang dipelopori oleh
rekan-rekan mahasiswa beberapa sekolah tinggi agama Buddha ( sekitar dua ratusan
orang ) dan dikoordinatori oleh HIKMAHBUDHI.
Aksi yang diawali dengan pembacaan paritta Vandana dan sepanjang perjalanan
memegang bunga sembari melantunkan Namo Amitofo. Tiba di depan Buddha Bar,
pembakaran dupa dan kembali membacakan paritta-paritta suci di bawah terik
matahari yang menyengat. Dilanjutkan dengan orasi, aksi, nyanyian  yang sudah
pasti berkesan ekspresif dari para mahasiswa dan spanduk-spanduk yang berisi
slogan penolakan , pokoknya sangatlah seru! Demo damai tapi ciri khas anak muda.
Karena mayoritas mahasiswa adalah berkulit gelap dan mata belo, sempat ada yang
bilang kalo mereka adalah mahasiwa bayaran. Tapi siapa yang bisa menghasut lagi
kala mereka dengan fasih membacakan paritta-paritta. Kulit hitam, siapa takut?
Memang negara ini butuh mahasiswa yang membumi , berpendidikan tapi tidak
berlakon layaknya seorang elite pendidikan yang  menganggap demo adalah
kampungan. Justru dengan demo, dunia jadi tahu apa yang menimpa kita.
Jalur hukum, sudah pasti---wajib, tapi demo is other way to show the world.
Ingat demo rakyat Tibet, apa kata dunia?

Sati,
Ling
--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan Iseng Seorang Demonstran ( Anti Buddha Bar ) - 2

Gelombang kedua
Dibandingkan aksi demo yang pertama, yang kedua ini dipelopori oleh rombongan
pandita dari MAGABUDHI dan umat-umat ( sekitar seratus lima puluhan ) juga
menyertai di barisan belakang. Sepi spanduk dan slogan, berjalan dengan tertib,
kaku, hening dan nyaris tanpa ekspresi. Hari itu panasnya dua kali lipat dari
demo yang pertama, karena dilaksanakan setelah tengah hari. Tentu saja pembacaan
paritta juga tidak ketinggalan. Tapi yang bawa bunga hanya diperuntukkan untuk
para pandita, umat cukup bawa payung saja. Hehehe
Dibandingkan dengan demo mahasiwa sebelumnya yang nyaris nonstop
ber-entertainment , sumpah deh, para demonstran tertib dan kaku ini memang
dibiarkan seperti ikan asin digaringin/dipanasin, ha...ha….ha…
Namun berada di antara pandita-pandita terkenal menimbulkan perasaan bangga
sendiri, seperti melihat selebritis Buddhis. Bpk. Oka pun sempat ikut aksi demo
ini walau belakangan terpaksa minggir karena gak kuat dengan panas matahari yang
memang benar-benar nyolot.
Menyikapi polemik Buddha Bar ini gak cukup di bibir atau di pikiran atau di
forum ceramah di wihara-wihara dengan gaya sok bijaksana, tapi partisipasi yang
penting. Talk less, action more!
Salut untuk para pandita ini yang walau tetap mengenakan jubah panditanya tapi
melepaskan atribut arogan seorang pemuka agama dan rela turun ke jalan. Buktikan
jinggamu!

Sati,
Ling
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

xenocross

Perenungan Pro dan Kontra Buddha Bar
Dharma Protector Beings <Aritation [at] ...>
dari milis Mahayana Indonesia

Buddha Bar - Dharma or against-Dharma?

Saudara/i seDhamma yang berbahagia,

Mengingat maraknya perdebatan keberadaan Buddha Bar di tanah air tercinta ini, perkenankan saya berbagi satu cerita Dharma.

Seorang Bhikkhu terjebak di rumah seorang cewek cantik. Wanita yang hanya berumur 19 tahun ini melarang dia angkat kaki dari rumahnya: "Kamu boleh meniduri saya, mencuri ayam di peternakan tetangga saya sebelah, membunuh ayam itu, dan meminum arak di meja ini. Sebelum kau memilih satu di antara pilihan2 ini, kamu dilarang angkat kaki dari rumah saya ini."

Kira2 menurut saudara/i seDharma, apa yang akan dipilih Bhiksu tersebut? Coba tempatkan posisi Anda sebagai beliau. Opsi apa yang terbaik?

Bhiksu itu pun berpikir, "Sebagai Bhiksu, adalah keterlaluan jika saya meniduri wanita.. Sekian tahun menjalankan sila, mana mungkin saya tega membunuh apalagi mencuri ayam tsb. Kayaknya, pilihan meminum arak inilah yang paling tidak merugikan siapapun... "

Akhirnya Bhiksu itu pun meminum arak tersebut. Alhasil, dalam kemabukannya, ia akhirnya meniduri wanita tersebut. Terdorong nafsu arak dan birahinya, ia mencuri ayam tetangga dan membunuhnya sebagai sesaji penambah enerji hura2nya. Ketika tetangganya datang bertanya kemana ayamnya, apakah bhiksu itu telah melihatnya. Si Bhiksu dengan lantang menjawab tidak dan malah berucap kotor mengusir tetangga tersebut karena telah mengganggu sesi hura2nya.

Mari kita merenungkan pelajaran ini dengan kasus Buddha Bar...

....

...

Satu sila terlanggar saja, sila2 lain ikut terjebol tak bersisa.
Sesi hura2 dalam hidup ini sangat besar godaannya. Siapa yang tidak mau senang? Siapa yang tidak mau uang? Siapa yang tidak mau nama?

Dengan atau tanpa keyakinan kita terhadap ajaran para Buddha, hukum alam tetap berjalan. Prinsip ketidakabadian fenomena dunia fana mutlak terjadi, tidak peduli siapa anda--baik binatang, dewa, setan, dsb.

Justru dengan kehampaan usaha2 pengejaran di dunia ini, kita harus kembali mendasarkan hidup berdasarkan Buddha Dharma agar tidak mengakibatkan penderitaan bagi diri sendiri. Kalau mau dikatakan bagi makhluk lain, selama kita tidak sayang dengan benih keBuddhaan yang kita sendiri miliki, niscaya kita mampu berwelas asih terhadap kepentingan makhluk lain.

Apakah keberadaan Buddha Bar bertentangan atau sesuai dengan prinsip hidup anda adalah sesuatu yang berpulang kepada perenungan dan kesadaran anda sendiri. Namun, siapa saja yang terus mengumpulkan data dan bukti untuk membenarkan, mempromosikan, mengagung-agungkan keberadaan Buddha Bar bahkan membujuk kaum umum untuk menyokong keberadaannya tidak beda dengan membunuh, mencuri, berbohong, berasusila, dan segala perbuatan tidak senonoh lainnya yang diakibatkan (baik secara langsung/tidak langsung). Ibarat menyiram api nafsu2 manusia yang konon sudah "bodoh" dengan berbagai macam minyak--kedele, sawit, bahkan minyak tanah, minyak bumi, kayu putih, dsb., orang tersebut dengan dengkinya memakai topeng Buddha menganjurkan ajaran yang pada dasarnya menghantarkan orang2 ke tempat tujuan yang bertentangan dengan niat para Buddha. Bukannya menyadarkan manusia dari "kebodohan," orang ini malah mengupayakan segala cara untuk menyesatkan masyarakat umum dan melama-lamakan penderitaan di lingkaran samsara ini.

Perbuatan kotor ini tentunya akan membuahkan hasil. Cepat atau lambat. Seperti bayangan yang selalu akan mengikutinya, kendati ia terbang ke langitpun, setapak ia menyentuh tanah, bayangan tersebut tetap ada. Mari kita lihat sejauh mana orang tersebut bisa bertahan di langit tanpa menyentuh tanah.

Pengalaman pribadi saya, anda boleh percaya boleh tidak, sudah lebih dari 19 orang teman2 saya yang meninggal akibat berkunjung ke Buddha Bar. Buddha Bar yg dimaksud di sini adalah teman2 saya yang di Paris, London dan New York. Saya tidak tahu bagaimana pengalaman anda di kota2 lain. Keluarga mereka mengatakan setelah ke Buddha Bar, seolah-olah mereka selalu dihantui kesialan2 saja. Ada yang mengalami kecelakan mobil, puntung kakinya. Ada yang terpeleset dari lantai tinggi di suatu mall--ini bukan lelucon main-main bunuh diri--kepala bocor, sekarang hidup sebagai orang idiot tidak mampu berkata, bergerak, seperti orang mati saja. Ada yang istrinya melarikan seluruh harta dan dokumen penting sehingga akhirnya ia bangkrut. Ada yang kena penyakit2 berkepanjangan, menghabiskan duit yang tak terhitung banyaknya.

Bukannya Buddha menghukum orang yang berkunjung ke Buddha Bar. Buddha telah mencapai kesucian; apapun perbuatan anda terhadap lukisannya, patungnya, bahkan ajarannya, sama sekali tidak akan berpengaruh terhadapnya. Yang berpengaruh adalah pelaku perbuatan itu sendiri. Perbuatan yang tidak terpuji sudah tentu akan menghapus keberuntungan, dan mengikis karma baik yang anda pupuk dalam kehidupan lampau. Sebelum anda sadar seberapa tipis karma baik yang anda miliki, kesialan dan bencana udah mengakhiri hidup anda sebelum mata anda menyadari ataupun melihatnya.

Hidup manusia terlalu singkat untuk dimain-mainkan seperti ini. Semoga tulisan saya ini bisa menjadi bahan perenungan anda masing-masing.

Salam Dharma,

Semoga semua makhluk berbahagia.
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

xenocross

ALWAYS SAY NO TO BUDDHA BAR


BUDDHA KEMBAR

Di masa lalu ,
seorang anak bertanya pada mamanya

Ma, Buddha ada dimana?

Kamu ke wihara ,nak, disana ada Buddha

Dengan gembira
anak itu ke wihara, bersujud, bernamaskara

memasang dupa, mempersembahkan air dan bunga

Di masa kini,
anak itu mulai beranjak remaja dan bertanya lagi pada mamanya

Ma, Buddha sudah pindah dari wihara ?

Mamanya kaget,
Apa, siapa bilang ?

Benar ma,
Buddha sudah pindah, di wihara sudah tidak ada lagi

"Jangan sembarangan bicara kamu , nak, karma buruk" mamanya menghardik

anak itu dengan muka merah dan suara tinggi.
"Mama tidak percaya sama aku, lihat saja sendiri di Buddha Bar"

Dengan sombong anak itu pergi ke Buddha Bar sambil mengajak mamanya

Anak itu berdiri dan lalu membungkuk memberi hormat di depan Buddha

"Nak, ini bukan wihara, ini bar"

"Tapi di depan kita ada Buddha, kita tetap harus menghormati NYA kan?"

"Nak, ini bukan wihara, ini bar" mamanya mulai menangis sesenggukan

"Ma, di depan kita juga Buddha, gimana sih"
Bentak anak itu dengan kurang ajar  sambil mendorong bahu mamanya.

"Nak, ini bukan wihara, ini bar" isak mamanya tambah kencang

"Mah, Namanya saja Buddha Bar "

Anak itu lalu tertawa terbahak-bahak sambil menyambar bir di depannya, meminumnya
sementara mamanya terus menangis

Kemudian hari, si mama semakin menua, anaknya pun telah beranak pinak.
Cucunya bertanya pada si nenek

Oma, ayo kita ke Buddha Bar, aku mau melihat Buddha !
dengan penuh semangat cucunya menarik lengan si nenek.

Cucuku,Buddha sekarang punya saudara kembar ya ?

Si cucu tidak mengerti

"Apa oma, Buddha punya saudara kembar?"

"Lah iyalah, dulu oma hanya tau Buddha ada di wihara, sekarang
oma bisa lihat Buddha di bar, berarti Buddha punya saudara kembar ya?"

Si cucu tetap tidak mengerti, karena Buddha yang dikenalnya
hanyalah di Buddha Bar.


Irma Gunawan
28 Maret 2009
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

xenocross

#803
http://vgsiahaya.wordpress.com/2009/03/26/buddha-bar-dan-primadonaisasi-agama/

Buddha Bar dan Primadonaisasi Agama

Hingga kini pimpinan dan umat Buddha belum berhenti memprotes keberadaan sebuah restoran di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, yang bernama Buddha Bar.

Sebenarnya bukan restoran itu sendiri yang ditentang, melainkan namanya yang dianggap tidak menghormati perasaan seluruh komunitas agama Buddha di Indonesia. Minggu siang 15 Maret lalu, saya bercakap-cakap dengan Aggy Tjetje, Ketua Umum DPP Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia yang juga Rektor Institut Agama Buddha Nasional, dan beberapa biksu di Vihara Avalokiteshvara di bilangan Mangga Besar, Jakarta Pusat.

Di tengah percakapan yang menyoroti isu hangat ini, ada yang berkata begini: "Masak ada pejabat Pemprov DKI yang mengatakan bahwa kata 'bar' dalam label restoran itu bermakna 'tiang'. Lho, kalaupun itu benar, tetap saja jangan pakai nama Buddha, dong. Jadi mau Tiang Buddha kek, Bengkel Buddha kek, tetap saja itu menyinggung perasaan kami. Coba kalau namanya kr****n Bar, apa umat kr****n tidak tersinggung? Kalau Islam Bar, apa umat Islam tidak tersinggung? Pokoknya, kami menuntut agar nama Buddha dihapus dalam label restoran itu."

Saya maklum. Saya pun akan marah kalau restoran itu bernama Christian Bar. Tapi, yang mengherankan, mengapa restoran sekaligus tempat menghibur diri ini aman-aman saja di negara asalnya, Prancis?

Menurut saya pertanyaan ini harus dijawab dengan dua poin. Pertama, itu urusan Prancis. Artinya, apa yang baik di luar negeri tidak dengan sendirinya harus dianggap baik juga di sini. Kedua, meski berbentuk negara hukum, sejak dulu Indonesia tak pernah membiarkan agama-agama bebas lepas dari jangkauannya.

Disini agama-agama harus menyesuaikan diri dengan negara. Artinya, kalau tidak mendapat restu dari negara, bisa-bisa agama tersebut dimasukkan dalam kategori "agama yang tidak diakui". Masalah agama ini memang cukup ketat diatur negara. Buktinya, setiap orang harus menyatakan nama agamanya di dalam kartu tanda penduduk (KTP) yang menjadi kartu identitasnya sebagai warga negara.

Kerepotan pun timbul karena pemerintah dan aparatnya merasa berkewajiban untuk senantiasa mengawasi hal-ihwal keagamaan rakyatnya. Tujuannya, selain demi pencatatan statistik dan tertib administratif, juga untuk mencegah adanya ajaran dan perilaku keagamaan yang "sesat". Indonesia bukanlah negara sekuler yang membiarkan agamaagama berada jauh di luar kendalinya.

Kalau begitu, pertanyaan penting yang harus dijawab Pemprov DKI Jakarta adalah: mengapa membiarkan saja komunitas agama Buddha merasa terlecehkan dengan dilegalkannya Buddha Bar itu? Mengapa terkesan tak ada sensitivitas di dalam diri pimpinan dan aparat Pemprov DKI Jakarta, padahal sejumlah pemimpin dan umat Buddha, disertai pelbagai pihak, sudah berulang kali berdemo menggugat keberadaan bar tersebut?

Di sisi lain, diberitakan bahwa DPRD DKI telah meminta Pemprov DKI mengamankan asetnya berupa gedung bekas Kantor Imigrasi di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, yang kini menjadi polemik karena digunakan sebagai bar itu. Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Muhayar mengatakan, bangunan bersejarah itu dibeli Pemprov DKI atas persetujuan DPRD untuk dijadikan sebagai cagar budaya yang akan difungsikan sebagai museum.

Menurutnya dulu DPRD menyetujui alokasi anggaran karena Pemprov merencanakan bangunan itu untuk museum, bukannya kepentingan komersial. Kalau begitu, tidakkah keberadaan Buddha Bar di lokasi itu pun sebenarnya juga telah menyalahi rencana awal peruntukannya? Jadi, pihak mana yang harus bertanggung jawab atas terjadinya penyimpangan rencana awal tersebut?

Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, atau kedua-duanya? Terlepas dari pihakpihak yang harus bertanggung jawab itu,perihal ini kiranya cocok disebut sebagai "komersialisasi agama". Secara sosiologis, agama memang selalu memiliki dua wajah.

Di satu sisi agama bernilai spiritual yang mampu menumbuhkan kebutuhan sekaligus kesadaran untuk senantiasa menjaga relasi yang harmonis dengan Yang Mahakuasa. Di sisi lain agama juga bisa membangkitkan amarah untuk mengalahkan musuh (bernilai politik), kegairahan untuk mencari profit dengan menyebutnya sebagai "rezeki dari atas" atau "berkat ilahi" (bernilai ekonomis), dan lainnya.

Hampir sama halnya dalam bidang politik, dalam bidang ekonomi pun semua yang bernuansa atau bercorak agama dengan mudah dieksploitasi dan disalahgunakan demi mencapai kepentingan yang sebenarnya tak berkait sama sekali dengan hakikat agama itu sendiri.

Usaha-usaha bisnis bercorak dan bernuansa agama didirikan dan dikembangkan, tentu tidak ada yang salah sepanjang komunitas agama yang bersangkutan mendukungnya. Namun, mengapa negara harus merasa terpanggil untuk melegalisasinya dengan membuat landasan hukumnya? Doktrin dan jargon agama yang dilegalisasi negara di bidang ekonomi (juga politik, hukum, dan lainnya), bagaimanapun, niscaya memiliki konsekuensi tersendiri, yakni terjadinya primadonaisasi agama tertentu di antara agamaagama lain.

Hukum yang bersifat nasional tanpa embel-embel agama atau hukum yang (juga) bersifat nasional dengan embel-embel agama? Inilah yang sulit,sekaligus ambigu itu ,karena keduanya tentu memiliki perbedaan. Sangat mungkin ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu. Kembali pada primadonaisasi agama,Buddha jelas tidak terikut dalam persoalan ini. Itu sebabnya nama "Buddha" begitu mudahnya dipasarkan, tetapi begitu sulitnya dilindungi ketika komunitas agama Buddha sendiri memprotesnya.

Jika negara ini memang betulbetul menghormati setiap agama, mestinya ada tindakan urgen untuk mengakomodasi keluhan komunitas agama Buddha itu. Apalagi bagi mereka, Buddha bukan sekadar nama agama, tetapi juga merujuk pada Sidharta Gautama, sosok Sang Pangeran yang dijunjung tinggi karena keprihatinannya yang besar terhadap penderitaan sesamanya.

Sudah saatnya pemerintah memberikan perlindungan bagi kepentingan semua warga negaranya agar warga negara juga menghargai pemerintah pada level yang sepantasnya.

Victor Silaen, Dosen Fisipol UKI, Pengamat Sospol
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

coedabgf

hayo lebih keras lagi berdemo atau menuntut... kerna sebentar lagi mo pemilu loh. Atau paling-paling (dengan malu-malu) minta ke bu Megawati bila jadi 'Presiden RI' dengan baik-baik, dikabulkan deh.  ;D :))  :whistle:
iKuT NGeRumPI Akh..!

nyanadhana

Di tengah percakapan yang menyoroti isu hangat ini, ada yang berkata begini: "Masak ada pejabat Pemprov DKI yang mengatakan bahwa kata 'bar' dalam label restoran itu bermakna 'tiang'.

aku suka guyonan ini hauhahaha bar = tiang...ada2 aja.
Well, menurut gw sih, berhubung dekat2 sama pemilu, ada keanehan yang terjadi untuk Buddha Bar ini mengingat pemilik franchisenya anak Sutiyoso,beberapa parpol sengaja manas2in umat Buddha untuk di kambeng hitamkan biar milih parpol dan caleg tertentu...saya melihat sebuah Forum yang katanya anti juga turut memeriahkan pemilihan caleg ini.

Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

coedabgf

#806
keliatannya semakin dekat hari H pemilu makin sepi/makin kurang gregetnya nih tentang Buddha bar.
makanye aye pesen buat pejuang-pejuang 'hayo lebih keras lagi berdemo atau menuntut... biar pemerinteh bertindak (gak diem aje seolah-olah gak denger) kerna sebentar lagi mo pemilu loh. Bisa ada 2 kemungkinan :
pertama setelah pemilu lewat pejuang-pejuang di muke seperti petasen melepes melempem gak meleduk diem sepi seperti angin lewat aje (seperti jadi kude tunggangan).
atau lebih baik paling-paling (dengan malu-malu) minta ke (kebijakan) bu Megawati bila jadi 'Presiden RI' dengan baik-baik, dikabulkan deh.'.
pesan aye jangan golput leh...!  :))  ^:)^
iKuT NGeRumPI Akh..!

nyanadhana

Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Sumedho

Senin 30/3/09

Aksi KESATUAN UMAT BERAGAMA TOLAK BUDDHA BAR & p*n*sTAAN AGAMA (HIKMAHBUDHI< PMII, ANSOR, IPNU, IPPNU, KMHDI, PMKRI, GMKI & Umat Buddha sejabodetabek: MBI, MAGABUDHI, TRIDHARMA, MAHAYANA, WALUBI)

Rute: Jam 10 wib kumpul di DPRD Jkt, ke Kedutaan PERANCIS, Dinas Pariwisata, Buddha Bar

2500 orang
There is no place like 127.0.0.1

coedabgf

#809
bukan hal jumlah pendemonya bro sumedho, tetapi tanggapannya atau dukungan (kebijakan) politik dari pemerintah pusat? makanya saya bilang ati-ati jangan jadi kuda tunggangan, ada yang memancing di air keruh.
klo menurut ai sih, deal...mendingan nanti minta kebijakan pada pemerintahan yang baru. Syukur-syukur klo bisa dipercaya (pemerintahan yang barunya).
elegan gitu, bukan jadi kuda tunggangan yang lari kenceng-kenceng sradak sruduk panas dipanas-panasi.
iKuT NGeRumPI Akh..!