Beberapa bulan yang lalu di meja pemesanan kamar di sebuah hotel,
saya melihat suatu kejadian yang menarik, bagaimana seseorang
menghadapi orang yang penuh emosi.
Saat itu pukul 17.00 lebih sedikit, dan hotel sibuk mendaftar tamu-tamu
yang baru datang. Orang yang persis di depan saya memberikan namanya
kepada pegawai di belakang meja dengan nada memerintah.
Pegawai tersebut berkata, "Ya, Tuan, kami sediakan satu kamar 'single'
untuk Anda."
"Single?!" bentak orang itu. "Saya memesan double!"
Pegawai tersebut berkata dengan sopan, "Coba saya periksa sebentar."
Ia menarik permintaan pesanan tamu dari arsip dan berkata, "Maaf, Tuan.
Telegram Anda menyebutkan single. Saya akan senang sekali menempat-
kan Anda di kamar double, kalau memang ada, tetapi semua kamar double
sudah penuh."
Tamu yang berang itu berkata, "Saya tidak perduli apa bunyi kertas itu,
saya mau kamar double."
Kemudian ia mulai bersikap 'Anda-tahu-siapa- saya' lalu berkata,
"Saya akan usahakan agar Anda di pecat. Anda lihat nanti. Saya akan
buat Anda di pecat."
Di bawah serangan gencar, pegawai muda tersebut menyela, "Tuan, kami
menyesal sekali, tetapi kami bertindak berdasarkan instruksi Anda."
Akhirnya, sang tamu yang benar-benar marah itu berkata, "Saya tidak akan
mau tinggal di kamar yang terbagus di hotel ini sekarang, manajemennya
benar-benar buruk." Lalu ia pun pergi keluar.
Saya menghampiri meja penerimaan tamu sambil berpikir, si pegawai pasti
marah setelah baru saja dimarahi habis-habisan. Sebaliknya, ia menyambut
semua dengan salam yang ramah sekali, "Selamat malam, Tuan."
Ketika ia mengerjakan hal yang rutin, yaitu mengatur kamar untuk saya,
saya berkata kepadanya, "Saya mengagumi cara Anda mengendalikan diri
tadi. Anda benar-benar sabar."
"Ya, Tuan" katanya. "Saya tidak dapat marah kepada orang seperti itu.
Anda lihat, dia sebenarnya bukan marah kepada saya. Saya cuma korban
pelampiasan kemarahannya. Orang yang malang tadi mungkin baru saja
ribut dengan isterinya, atau bisnisnya mungkin sedang lesu, atau barang-
kali dia merasa rendah diri, dan ini adalah peluang emasnya untuk me-
lampiaskan kekesalannya. "
Pegawai tadi menambahkan, "Pada dasarnya dia mungkin orang yang
sangat baik. Kebanyakan orang begitu."
Sambil melangkah menuju lift, saya mengulang-ulang perkataannya,
"Pada dasarnya dia mungkin orang yang sangat baik.
Kebanyakan orang begitu."