Akar perpecahan

Started by truth lover, 17 February 2009, 06:50:37 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

The Ronald

wew... walau aku theravada, aku kira2 bisa nangkap, yg mungkin mahayana maksudkan dgn "tingkat" bodhisatta, di Trevada sendiri kesempurnaan parami hanya di raih boddhisatta di beberapa kehidupan boddhisatta(banyak seh, tp di banding kehidupannya selama 4 aksekya kappa dan 100ribu kalpa.. jd di bilang beberapa)

pada kehidupan2 dimana tingkat paraminya sempurna dan yg paling terakhir adalah Pangeran Wessantara (dimana keseluruhan parami telah sempurna) sebelum masuk ke surga Tusita, mungkin..itu tingkat yg paling tinggi seorang boddhisatta (mungkin loh, aku ga tau cara pandang Mahayana)
...

Indra

 [at]  Chingik,

menurut RAPB, bagaimana menurut anda sehubungan dengan kisah Bodhisatta Jotipala yg menghina Buddha Kassapa, dan sebagai akibatnya, Bodhisatta Sidhartha harus menjalani 6 tahun sengsara.

marcedes

Quote from: GandalfTheElder on 20 December 2009, 02:09:59 PM
Quotedan tambahan lagi,menurut mahayana
apapun yg dilakukan boddhisatva...baik / buruk, hina / terpandang... semua itu upaya kausalya...

Belum tentu.

Yang bisa melakukan upaya kauslaya adalah Bodhisattva yang pencerahannya lebih tinggi daripada seorang Arhat.

Kalau masih Bhumi 1 -6, amit-amit deh mau upaya kausalya. Kalau masih Bhumi 1 - 6 alias masih rendah dari Arhat, maka segala tindakan akusala Sang Bodhisattva ya tetep akusala.

Quotemasalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.

Sudah dijelaskan bahwa sudah tercerahkan sejak masa lalu, itu hanya perumpamaan bagi Dharmakaya saja, jadi ya tidak secara harafiah diartikan sudah tercerahkan sejak masa lampau.

Seperti kita2 ini makhluk samsara, ada perumpamaan mengatakan bahwa "kita dulu sebenarnya adalah Buddha", nah ini apa diharafiahkan bahwa dulu kita sudah jadi Samyaksambuddha? Ya tentu bukan kan? Maksud dari perumpamaan itu adalah kita seharusnya kembali ke "asal" yaitu Dharmakaya. Dikatakan karena pikiran menciptakan semua fenomena, maka pikiran yang tersubtil dan tercerahkan itu, dianggap / diumpamakan sebagai sebuah "asal". Nah pikiran yang tercerahkan sempurna itu identik dengan "mencapai Dharmakaya".

Masa jalurnya Samyaksambuddha - Bodhisattva - Samyaksambuddha. Ini lucu bin aneh.

Yang bener adalah Sravakabuddha - Bodhisattva - Samyaksambuddha. Ini baru bener.

Maka kalau dikatakan "Bodhisattva kembali dari Nirvana" itu ya bukan dari Nirvana Samyasambuddha (Apratishtita Nirvana), tetapi "kembali" dari Nirvana Sravaka Arhat (Anupadisesa Nirvana).

_/\_
The Siddha Wanderer
waduh, perumpamaan dari mana itu? yg benarkan "kita semua punya potensi untuk mencapai kebuddhaan"

QuoteDikatakan karena pikiran menciptakan semua fenomena, maka pikiran yang tersubtil dan tercerahkan itu, dianggap / diumpamakan sebagai sebuah "asal". Nah pikiran yang tercerahkan sempurna itu identik dengan "mencapai Dharmakaya".
bisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?
dan lagi...dalam mahayana kaya gotama salah satunya boddhisatva avalokistsvara bukan?...
jadi boddhisatva = buddha,blom lagi ada Amitabha nya....
ini mirip Trinitas saja dalam nasrani.
entah trinitas yg mencopy konsep mahayana, atau mahayana yg mencopy trinitas.

Quotekemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
benar mana?

QuoteBuddha pun tak bisa menghalangi suku Kosala menghabisi dan membunuhi para suku Sakya, padahal untuk mencegahnya sudah dinasehati beberapa kali oleh seorang Samyaksambuddha!

Kenapa Buddha tidak memakai Abhinna (Abhijna) untuk menghalanginya???
sudah dibilang dalam Theravada, Buddha bukan orang yg bernafsu menghalangi pembantaian ataupun tidak menghalangi pembantaian...alias membiarkan apa adanya, jika terjadi maka terjadi..jika tidak terjadi maka tidak terjadi...
dalam hal ini Buddha tidak TERLIBAT dalam adegan kamma...
paling hanya menasehati, selebih nya urusan sendiri.

seandainya kejadian ini dikaitkan dengan pangeran Mahasatva..
apa pangeran Mahasatva membunuh semua suku Kosala?


masalah perumpamaan yg anda katakan, memang dalam Saddhamapundarika Sutra..disitu seperti tertulis jelas....kalau memang kenyataan Buddha Gotama tidak akan pernah menghilang, dan akan muncul entah dimana kemudian mengajarkan (kembali berakting mencapai kebuddhaan) dhamma juga entah dimana.

dan juga dikatakan dalam Sutra tersebut
sudah tak terhitung kalpa lama-nya, Gotama telah mencapai pencerahan sempurna.

berarti jauh sebelum 4 assenkhayakappa dan 100 rb kappa...Gotama telah mencapai pencerahan sempurna...
dan waktu 4 dan 100ribu hanya aktingan betapa susah nya mencapai pencerahan...tetapi sebenarnya kapan Gotama mencapai pencerahan tidak diketahui..
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

dilbert

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

chingik

#169
Quote from: Indra on 20 December 2009, 09:37:56 PM
[at]  Chingik,

menurut RAPB, bagaimana menurut anda sehubungan dengan kisah Bodhisatta Jotipala yg menghina Buddha Kassapa, dan sebagai akibatnya, Bodhisatta Sidhartha harus menjalani 6 tahun sengsara.

Dalam versi Mahayana tentu tidak begitu. Saat itu Jotipala dianggap bukan menghina, tapi memiliki tujuan mengarahkan 5 teman brahmana lainnya utk membangkitkan bodhicitta (5 teman brahmana ini tidak ditemukan kisahnya dlm Theravada). Kalau benar2 menghina, tidak mungkin Gathikara sanggup menyeretnya hingga bahkan menjadi murid Buddha Kassapa. Karena bukan menghina, maka menjalani 6 tahun itu juga bukan akibat dari karma menghina.  
6 tahun pertapaan keras (sengsara) itu jg memiliki tujuan mengarahkan para praktisi ekstrim agar memiliki rasa respek pd Sang Buddha. Semua ini telah dijelaskan oleh Hyang Buddha (tentu dlm versi Mahayana) hehe..
Jadi tetap tidk kontradiktif , karena masih dalam koridor bhw Bodhisatva yg telah menempuh Parami  tidak melakukan perbuatan buruk.  

chingik

#170
 [at] bro Marcedes
Quote
Quote
kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
benar mana?
Dalam Sutra Mahayana , Buddha menjelaskan bahwa pd saat itu ia bukan menghina. Tetapi memliki maksud ingin mengarahkan 5 teman brahmana agar membangkitkan bodhicitta. Karena bukan menghina, maka tentu bukan karma buruk.

chingik

Quote
bisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?
dan lagi...dalam mahayana kaya gotama salah satunya boddhisatva avalokistsvara bukan?...
jadi boddhisatva = buddha,blom lagi ada Amitabha nya....
ini mirip Trinitas saja dalam nasrani.
entah trinitas yg mencopy konsep mahayana, atau mahayana yg mencopy trinitas.
Bodhisatva= Buddha, apakah bro benar2 berpikir demikian? Jika benar, berarti ada kesalah pahaman.
Secara definisi saja sudah beda, ini tentu bro sudah tahu jelas. Tidak perlu dijabarkan lagi.
Tapi ketika ada pernyataan bahwa bodhisatva=buddha , ini tentu harus dilihat konteks pembicaraannya. Dalam memahami sesuatu tentu tidak boleh selalu terpaku pd satu sisi.
Begitu juga mengenai Amitabha, Avalokitesvara, yang tidak anda pahami, tidak seharusnya langsung menjudge itu nonsens. Setidaknya anda juga berpegang pada prinsip Kalama Sutta bukan? Bukannya lebih baik jika memperluas cakrawala pikiran dengan tidak menerima tapi juga tidak menolak, lalu selidiki secara komprehensif. Setidaknya kita juga dapat belajar bagaimana menghargai aliran lain. Bukankah Kaisar Asoka telah mengajarkan kita ttg ini? Di mana letak rasa respek kita terhadap maklumat yg ditulis di pilar Asoka?

Mengenai Trinitas, tidak seharusnya menyamakannya dgn konsep Trikaya secara asal. Secara fundamental saja tidak sama.
Jika cara perbandingan anda seperti itu, tentu sangat absurd. Jika anda membandingkan dgn cara demikian, maka semua orang juga bisa melakukannya terhadap ajaran yg anda pegang. Saya juga bisa mengatakan begini :
"Theravada mengakui hanya ada Satu Buddha (Buddha Gotama) di alam semesta sekarang ini, kok mirip konsep Monotheisme. "Tiada Buddha lain selain Buddha Gotama,  entah monotheisme yg mencopy Theravada atau Theravada yg mencopy monotheisme". 
Tapi karena cara perbandingan seperti ini adalah tidak mengikuti kaidah yg benar, tentu saya tidak akan mengjudge nya seperti itu seperti yang bro lakukan. hehe..

Indra

Quote from: chingik on 21 December 2009, 12:31:13 AM
[at] bro Marcedes
Quote
Quote
kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
benar mana?
Dalam Sutra Mahayana , Buddha menjelaskan bahwa pd saat itu ia bukan menghina. Tetapi memliki maksud ingin mengarahkan 5 teman brahmana agar membangkitkan bodhicitta. Karena bukan menghina, maka tentu bukan karma buruk.


ref pls, dengan kutipan bagian ini.

GandalfTheElder

#173
Quotewaduh, perumpamaan dari mana itu? yg benarkan "kita semua punya potensi untuk mencapai kebuddhaan"

Di kalangan Mahayana Asia Timur banyak. Anda yang blm pernah denger.....  :))  :))

Quotebisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?
dan lagi...dalam mahayana kaya gotama salah satunya boddhisatva avalokistsvara bukan?...
jadi boddhisatva = buddha,blom lagi ada Amitabha nya....
ini mirip Trinitas saja dalam nasrani.
entah trinitas yg mencopy konsep mahayana, atau mahayana yg mencopy trinitas.

Haha,.... referensi pasti ada, tapi nggak sempet kalau harus postingkan sekarang...  :)) Dasabhumika Sutra saja masih utang sama bro. Jerry.

Wah... jangan pake metode gathuk-gathukan dong dalam membahas suatu sejarah. Bisa-bisa gak dianggep sama para sejarawan!!....hehehe..... sampai sekarang nggak ada bukti kalau konsep Trikaya dan Trinitas itu saling mengkopi dikopi. Justru para peneliti kr****n ada menyebutkan bahwa kitab Pali Nidanakatha dan kisah Asita Kaladevala dalam Tipitaka Pali itu, kemungkinan merupakan produk pengaruh Kristiani!!

Quotesudah dibilang dalam Theravada, Buddha bukan orang yg bernafsu menghalangi pembantaian ataupun tidak menghalangi pembantaian...alias membiarkan apa adanya, jika terjadi maka terjadi..jika tidak terjadi maka tidak terjadi...
dalam hal ini Buddha tidak TERLIBAT dalam adegan kamma...
paling hanya menasehati, selebih nya urusan sendiri.

Saya mengaitkannya untuk menjelaskan bahwa Buddha-pun gak selalu pakai Abhinna (Abhijna).

Oh jadi kalau negara mau saling berperang, kita membiarkan apa adanya ya? Perang toh ya perang biar sajalah.... itu kan karma mereka.... gitu?

Apakah ketika itu Sang Buddha berpikir "saya paling hanya menasehati ah, selebihnya urursan mereka sendiri". Tentu tidak.

Patut diketahui pula, Sang Buddha itu menasehati, itu demi melindungi suku Sakya dan mencegah suku Kosala berbuat akusala karma. Apalagi konon semua suku Sakya itu sudah Srotapanna!! (Ref: Pembebasan di Tangan kita oleh Pabongkha Rinpoche). Ini jelas-jelas Sang Buddha dengan welas asih-Nya MAU MASUK ke dalam urusan suku Sakya dan Kosala, sampai tiga kali lagi. Tapi karena karma buruk suku Sakya terlalu berat, maka akhirnya Sang Buddha undur diri dan kita bahkan tidak tahu kenapa Sang Buddha tidak menggunakan abhijna (tapi sangat mungkin Abhijna pun tidak dapat membantu, karena Sang Buddha selalu mempertimbangkan sesuatu dengan penuh kebijaksanaan dan ketepatan, maka ia mampu melihat cara-cara yang mesti Ia gunakan), yang pasti adalah karmanya terlalu berat dan Sang Buddha melihat dengan jelas bagaimana karma tersebut bekerja.

Demikian juga sebagai Pangeran Mahasattva, beliau melihat jelas bagaimana karma-karma tersebut akan bekerja, dan apa akibatnya, maka beliau memutuskan untuk membunuh penjahat tersebut tanpa menggunakan Abhijna. Karena beliau tahu Abhijna tidak ada gunanya dalam kondisi seperti itu, sama seperti ketika beliau sebagai Buddha tidak menggunakan Abhijna untuk menghentikan suku Sakya dan Kosala.

Jangan bilang kalau Sang Buddha tidak pernah menggunakan Abhijna untuk "mencampuri suatu permasalahan" lo!  :))  :)) Bahkan tidak semua bisa diselesaikan dengan nasehat.

Quoteseandainya kejadian ini dikaitkan dengan pangeran Mahasatva..
apa pangeran Mahasatva membunuh semua suku Kosala?

Suku Kosala dan suku Sakya itu berapa banding berapa mas...... kalau yang kisah Bodhisattva itu 1: 500, nah kalau Sakya : Kosala bisa2 1000 : 1000 alias setara???  :))  :))

Lagipula, sudah dikatakan bahwa opsinya tidak mesti bunuh dan membunuh. Kok bolak balik yang ditekankan selalu "aspek membunuhnya"?? Bila Bodhisattva mempertimbangkan bahwa dalam kondisi tersebut tidak perlu membunuh, maka ya tidak membunuh, dan tentu sebisa mungkin dan seharus-harusnya membunuh itu dihindari, kecuali dalam kondisi yang mana tidak ada pilihan lain lagi.

Bila nanti beliau melihat bahwa dibunuhnya penjahat di atas kapal, itu berdampak positif maka beliau juga baru akan melakukannya. Jadi Sang Bodhisattva lengkap melihat sebab, akibat, motivasi, baru beliau memutuskan mengambil tindakan. Bila Buddha tidak mengambil upaya kausalya ketika menghalangi suku Kosala, maka ini tentu atas pertimbangan Beliau bahwa secara sebab, akibat dan motivasi, menghalangi suku Kosala dengan cara2 yang keras adalah tidak sesuai.

Quotemasalah perumpamaan yg anda katakan, memang dalam Saddhamapundarika Sutra..disitu seperti tertulis jelas....kalau memang kenyataan Buddha Gotama tidak akan pernah menghilang, dan akan muncul entah dimana kemudian mengajarkan (kembali berakting mencapai kebuddhaan) dhamma juga entah dimana.

dan juga dikatakan dalam Sutra tersebut
sudah tak terhitung kalpa lama-nya, Gotama telah mencapai pencerahan sempurna.

berarti jauh sebelum 4 assenkhayakappa dan 100 rb kappa...Gotama telah mencapai pencerahan sempurna...
dan waktu 4 dan 100ribu hanya aktingan betapa susah nya mencapai pencerahan...tetapi sebenarnya kapan Gotama mencapai pencerahan tidak diketahui..

Kalau anda belajar Mahayana, jelas-jelas itu menunjukkan Dharmakaya.

Kalau anda masih tetap ngotot tidak mau menerima makna yang ini, maka saya punya interpretasi makna yang lain lagi.

Dulu saya pernah posting bahwa Bodhisattva tingkat 10 itu dalam tingkat tertentu mendapat gelar Samyaksambuddha padahal belum menjadi Samyaksambuddha yang sesungguhnya. Ini ada sutranya.

Nah selama beliau berdiam di Tanah Suci Akanishta - Gandavyuha sebagai Bodhisattva Bhumi 10 itu kan tentu sangat lama waktunya. Tanah Suci Gandavyuha itu berada di surga bagian dalam Surga Akanishta [Akanittha].

Jangka waktu hidup di sana adalah berkalpa-kalpa lamanya. Jadi, ketika mengatakan bahwa sejak zaman dahulu Sang Buddha itu sudah tercerahkan itu sebenarnya adalah: bahwa berkalpa-kalpa yang lalu, beliau menjadi Bodhisattva Bhumi 10 yang telah dikonsekrasi [abhiseka] dengan sebutan Samyaksambuddha, namun sejati2nya belum menjadi Samyaksambuddha.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

Quoteupaya kausalya.....

Wah sering banget posting kaya gini... ikut ah...

"Upaya kosalla"  ;D

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

ryu

makin membingungkan, otak gw memang gak nyampe buat memahami mahayana :'(

Berarti perbedaan Mahayana dengan Theravada makin jauh nih :
Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak pernah salah (sempurna sekali)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha pernah melakukan kesalahan (tidak sempurna)

Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha banyak akting nya (upaya kausalya)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak berakting
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

truth lover

#176
QuoteMas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Mungkin mas Chingik lupa, pertanyaan saya belum dijawab nih. Tambahan lagi pertanyaannya: sebagai singa atau harimau mahluk mana yang ditolong?
The truth, and nothing but the truth...

truth lover

Quote from: dilbert on 21 December 2009, 12:05:44 AM
upaya kausalya.....

Kalau tetangga bilang: mana kita tahu rencana Tuhan?
The truth, and nothing but the truth...

GandalfTheElder

QuoteKalau tetangga bilang: mana kita tahu rencana Tuhan?

Bedanya:
1. yang tetangga gak mungkin bisa dipahami bagaimanapun caranya,
2. yang rumah sendiri berkata: bisa, asal anda mau belajar dan merealisasi.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

QuoteMahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak pernah salah (sempurna sekali)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha pernah melakukan kesalahan (tidak sempurna)

Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha banyak akting nya (upaya kausalya)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak berakting

Ooh  gitu... gampang, ada jalan tengahnya....

Bisa dikatakan:
1. Ketika masih Bodhisattva Bhumi 1 - 5, beliau masih melakukan kesalahan dan tidak "berakting".
2. Ketika berada di Bodhisattva Bhumi 6, beliau tidak lagi melakukan kesalahan dan tidak "berakting"
3. Ketika sudah Bodhisattva Bhumi 7 - 10, maka beliau tidak lagi melakukan kesalahan dan kadangkala "berakting".

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.