Ketika Uang Menjadi Panglima

Started by DharmaGavesin, 11 February 2009, 06:44:10 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

DharmaGavesin

Ketika Uang Menjadi Panglima

"Uang hanyalah sebuah alat. Ia dapat membawa Anda kemanapun tempat yang di inginkan, tetapi ia tak akan dapat menggantikan Anda sebagai pengemudinya."
-- Ayn Rand, penulis asal Amerika kelahiran Rusia, 1905-1982

BEBERAPA waktu yang lalu seorang penegak hukum diberitakan tertangkap basah menerima uang suap dalam jumlah miliaran rupiah terkait kasus yang diselidikinya. Reputasinya yang selama ini dikenal baik, hancur lebur dalam sesaat. Perjalanan karirnya pun akhirnya terhenti cukup sampai disini. Anggota Dewan kita yang terhormat pun tak luput dari berita yang tak sedap. Walau penghasilan resminya di atas rata-rata dibandingkan penghasilan kebanyakan rakyat, plus ditambah tunjangan sana-sini, tetapi toh tetap saja kita mendengar ada Anggota Dewan tertangkap basah sedang menerima suap. Banyak kasus serupa yang terjadi. Mulai dari penegak hukum, Anggota Dewan, hingga pejabat Pemerintah level bawah, terlibat kasus suap.

Kesemua kasus tersebut bermuara pada satu hal, yakni uang. Pada satu titik tertentu, uang mungkin menjadi sumber masalah, tetapi di titik lain, uang dapat pula menjadi sumber kebahagiaan. Kahlil Gibran, seorang penyair kelahiran Lebanon, pernah mengingatkan, "Uang seperti cinta, yang dapat membunuh dan melukai orang yang hanya bisa menggenggamnya saja, tapi juga dapat menjadi penambah semarak kehidupan bagi yang dapat memberikannya kepada orang lain."

Sebagian orang mempersepsikan, bahwa dengan memiliki banyak uang akan membuat hidup menjadi lebih baik dan bahagia. Pada tingkat tertentu, bisa jadi uang mungkin dapat memberikan kebahagiaan. Seseorang tidak harus memiliki banyak uang untuk menjadi bahagia. Sebaliknya, jika tidak memiliki uang yang cukup, tidak berarti orang tidak bisa bahagia.

Pada hakekatnya, kebahagiaan lebih ditentukan oleh pikiran dan hati yang ada dalam diri seseorang. Jika sedari awal Anda berpikir dan merasa tidak bahagia, maka tidak bahagialah Anda. Barangkali malang bagi mereka yang berpikir seperti ini. Pepatah yang mengatakan bahwa uang tak dapat membeli kebahagiaan mungkin ada benarnya. Meskipun harus diakui uang dapat mempercepat proses mencapai kebahagiaan tersebut jika diperoleh dan digunakan secara bijaksana.

Tak selamanya orang melakukan sesuatu demi uang. Seorang public figure di negeri ini rela melepaskan jabatan komisaris di berbagai perusahaan, hanya untuk menjadi seorang pejabat publik. Padahal insentif yang didapatkan ketika ia menjadi pejabat publik jauh lebih kecil dibandingkan sebelumnya ketika ia masih menjabat komisaris di berbagai perusahaan tersebut. Tetapi mengapa ia mau melakukan hal itu? Ternyata ada hal yang lebih bermakna daripada sekedar uang. Ada tingkat kepuasan tertentu yang dirasakan ketika ia menjabat sebagai pejabat publik. Pekerjaan-pekerjaan yang digeluti merupakan sesuatu hal yang jauh lebih bermakna. Nilainya dirasakan jauh lebih berharga daripada hanya sekedar uang.

Memiliki uang memang jauh lebih baik daripada tidak memilikinya. Kepemilikan atas uang mungkin diperlukan, misalnya untuk menjalani hidup ini atau untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Dengan uang, Anda dapat melakukan banyak hal. Namun mungkin perlu disadari, bahwa uang sesungguhnya hanyalah suatu cara, suatu alat bantu untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri atau penggantinya.

Ketika orang-orang mulai meletakkan uang sebagai sesuatu keharusan dan akhir dari apa yang dicari, barangkali disitulah awal mula kekeliruan yang terus berlanjut pada kekeliruan berikutnya yang lebih fatal. Karena akhirnya uang menjadi panglima atas dirinya, bukan sebaliknya. Uang seharusnya diletakkan dalam fungsi sebagai instrumen belaka, dan selayaknya harus berada di bawah kendali kita.

Berbicara tentang uang tidak akan pernah habis, karena begitu besar pengaruhnya dalam seluruh aspek kehidupan kita. Tetapi seperti juga benda-benda kebutuhan hidup lainnya, sesungguhnya masih banyak di dunia ini yang jauh lebih penting daripada sekedar uang. Tujuan hidup kita di dunia ini misalnya, seringkali terlupakan, termasuk upaya-upaya pencapaiannya, karena terlampau mengacu pada uang dan materi yang menjadi tolok ukurnya. Akibatnya, kita lalai dalam mengukur hal-hal yang seharusnya tidak dapat diukur dengan uang, kebahagiaan misalnya.

Barangkali kita harus memulai sebuah perencanaan hidup yang lebih baik, yang menempatkan uang bukan sebagai satuan ukuran semata. Melainkan sebagai bagian untuk mewujudkan rencana hidup kita dalam mencapai tujuan hidup yang lebih mulia di dunia ini, sesuai dengan cara dan kecepatan kita dan yang kita inginkan. Semoga. (221208)

Sumber: Ketika Uang Menjadi Panglima oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta

inJulia

==========quote=======
Tak selamanya orang melakukan sesuatu demi uang. Seorang public figure di negeri ini rela melepaskan jabatan komisaris di berbagai perusahaan, hanya untuk menjadi seorang pejabat publik. Padahal insentif yang didapatkan ketika ia menjadi pejabat publik jauh lebih kecil dibandingkan sebelumnya ketika ia masih menjabat komisaris di berbagai perusahaan tersebut. Tetapi mengapa ia mau melakukan hal itu? Ternyata ada hal yang lebih bermakna daripada sekedar uang. Ada tingkat kepuasan tertentu yang dirasakan ketika ia menjabat sebagai pejabat publik. Pekerjaan-pekerjaan yang digeluti merupakan sesuatu hal yang jauh lebih bermakna. Nilainya dirasakan jauh lebih berharga daripada hanya sekedar uang.
========Unquote===========

Apa maksudnya,
Ia sudah mencapai pembebasan dari uang (ia sudah punya uang yg lebih dari cukup), baru DENGAN AMAN mengejar yg lain?

klik juga:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?action=post;quote=150142;topic=8898.0;num_replies=1;sesc=4d7ad5aaea3e0accbe22f8d07fd47d6f

:)
_/\_

inJulia

#2
Tulisan Bpk. Sonny Wibisono sepertinya ditujukan buat CEO, pengusaha besar, Boss Boss, yang uangnya sudah berlebih masih terus memburu. Tapi realita orang Indonesia yang nota bene masih jauh lebih banyak yg diklas menengah kebawah, menurut saya kalau tidak teliti membaca, bisa ikut2an meremehkan uang/materi.

Masih lebih banyak yang harus banting tulang dulu untuk sesuap nasi. Maksudnya, lebih banyak penduduk yang kekurangan dan kesulitan memperoleh uang. jadi kalau yang kesulitan memperoleh uang membaca tulisan Pak Sonny, gimana perasaannya ya?


"Memiliki uang memang jauh lebih baik daripada tidak memilikinya. Kepemilikan atas uang mungkin diperlukan, misalnya untuk menjalani hidup ini atau untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Dengan uang, Anda dapat melakukan banyak hal. Namun mungkin perlu disadari, bahwa uang sesungguhnya hanyalah suatu cara, suatu alat bantu untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri atau penggantinya. "
---------
Setuju dg kalimat pertama. Tapi kalimat selanjutnya, yang pakai kata "mungkin diperlukan...", saya pikir ditujukan bukan buat orang Indonesia kebanyakan. Itu tulisan buat para Boss Boss.

***

"Berbicara tentang uang tidak akan pernah habis, karena begitu besar pengaruhnya dalam seluruh aspek kehidupan kita. Tetapi seperti juga benda-benda kebutuhan hidup lainnya, sesungguhnya masih banyak di dunia ini yang jauh lebih penting daripada sekedar uang. Tujuan hidup kita di dunia ini misalnya, seringkali terlupakan, termasuk upaya-upaya pencapaiannya, karena terlampau mengacu pada uang dan materi yang menjadi tolok ukurnya. Akibatnya, kita lalai dalam mengukur hal-hal yang seharusnya tidak dapat diukur dengan uang, kebahagiaan misalnya."
--------------
Setuju dengan kalimat pertamanya. Uang memang sangat besar pengaruhnya, so logikanya: JANGAN MEREMEHKAN uang/materi, kan? Ngga logis meremehkan, menyepelekan sesuatu yang ditahu berpengaruh besar.

Tapi kalimat selanjutnya, nah itu menurut saya, ditujukan buat para Boss, orang yang minimal berkecukupan,  bukan untuk orang Indonesia kebanyakan.


Kesimpulan, Tulisan Pak Sonny, cocok dan tepat buat para Boss(yang duit sudah banyak, masih terus mengejar dan menomor satukan uang), tapi tidak cocok--bahkan mungkin bisa menyakitkan hati--bila dibaca oleh orang2 yang ekonominya pas2an atau yg masih kesulitan memperoleh nafkah yg memadai.


Uang/materi memang BUAT SANG BUDDHA atau yg batinnya sudah matang, mungkin sesuatu yang remeh, tapi bila batin kita masih mentah, ekonomi pas2an, masih muda, kemudian SUDAH MEREMEHKAN uang/materi, ini sangat riskan...

Bagi batin yg masih mentah, kemiskinan dekat dg KETERPAKSAAN (terpaksa: mencuri, berbohong, "kewajiban membela klien" :D, penipu dlsb.).

Sebelum meremehkan uang/materi, sadari kemampuan batin sendiri dulu, kalau tahu sudah matang, tahan uji, silahkan meremehkan uang/materi.


Repotnya, banyak Bhante yg isi kotbahnya  kesanya meremehkan Uang/materi ala Pak Sonny itu.....

_/\_

DharmaGavesin

Dalam membuat suatu cerita/naskah tentunya yang ditinjau adalah persepsi masyarakat secara umum, kehidupan masyarakat secara umum... (kecuali topiknya topik khusus).

Jadi topik uang diatas adalah untuk kondisi masyarakat secara umum, bukan ditinjau dari sisi misalnya pengemis, gelandangan, dan sejenisnya... :)

Kalau di bilang lebih pantas ditujukan untuk Bos2 , belum tentu juga... bagi banyak Bos.. uang tak pernah cukup dan tak pernah habis dikejar....

Dunia ini relatis, semua hal relatif... karena semuanya tergantung PIKIRAN kita + Pengalaman hidup kita + Suasana hati sekarang + kondisi....

Karena yang menjadi banyak akar kejahatan di dunia ini adalah uang, tentunya Bhante akan banyak berkhotbah tentang jgn mengagungkan uang... tujuannya supaya jangan terlalu melekat...

Begini saja :

UANG.... nah pada umur 1 th bgm pendapat saudara/i semua ttg uang? bgm dgn pd umur 5th? 10th? 20th? 30th? 50th? 80th?

Dengan semakin lama mengarungi hidup ini, semakin bertambah kebijaksanaan, maka persepsi akan UANG itu akan berubah-ubah... dan pada akhirnya akan sama seperti yang diajarkan Bhante :)

Believe it or not? Silahkan dibuktikan kelak... :) Cia yoo....

inJulia

Quote from: DharmaGavesin on 02 March 2009, 03:21:51 PM
Dalam membuat suatu cerita/naskah tentunya yang ditinjau adalah persepsi masyarakat secara umum, kehidupan masyarakat secara umum... (kecuali topiknya topik khusus).

Jadi topik uang diatas adalah untuk kondisi masyarakat secara umum, bukan ditinjau dari sisi misalnya pengemis, gelandangan, dan sejenisnya... :)

Kalau di bilang lebih pantas ditujukan untuk Bos2 , belum tentu juga... bagi banyak Bos.. uang tak pernah cukup dan tak pernah habis dikejar....
Coba teliti lagi Bro tulisan saya. Lalu simpulkan, kebanyakan penduduk Indonesia, di posisi mana.

Yang saya bold, kan membenarkan analisa saya. he he he
Artikel ini memang lebih cocok buat mereka, kan? :D

Quote from: DharmaGavesin on 02 March 2009, 03:21:51 PM
Dunia ini relatis, semua hal relatif... karena semuanya tergantung PIKIRAN kita + Pengalaman hidup kita + Suasana hati sekarang + kondisi...
Setuju, walau nulis seperti di atas, saya pribadi santai bahkan cendrung malas memburu uang. :) Mohon tidak ditiru....
Nasib, Tuhan, karma lampau (atau apalah istilahnya) sepertinya banyak membantu saya. Saya masih merasa bersyukur atas kondisi saya. 

Quote from: DharmaGavesin on 02 March 2009, 03:21:51 PM
Karena yang menjadi banyak akar kejahatan di dunia ini adalah uang, tentunya Bhante akan banyak berkhotbah tentang jgn mengagungkan uang... tujuannya supaya jangan terlalu melekat...
Bagus, di sini saya bisa mempertegas maksud saya.

Artikel itu tepatnya, soal jangan MENGAGUNGKAN/MENDEWAKAN uang/materi. Memang bagus, spitual sekali, luhur sekali, sangat tidak keduniawian.
Tapi menjauhi ekstrem mengagungkan, bukan berarti menjadi ektrem MEREMEHKAN uang/materi adalah tepat dan baik.
Sadari posisi bathin dan diri kita dahulu, baru kita selanjutnya melakukan pilihan:
= mendewakan uang/materi,
= meremehkan materi,
= Jalan tengah, tetap semangat berusaha mencari uang materi, tapi tidak berlebihan.

Jadi kita jangan melakukan generalisir, mengikuti sikap orag lain. Sikon kita berbeda-beda.


Quote from: DharmaGavesin on 02 March 2009, 03:21:51 PM
Begini saja :

UANG.... nah pada umur 1 th bgm pendapat saudara/i semua ttg uang? bgm dgn pd umur 5th? 10th? 20th? 30th? 50th? 80th?

Dengan semakin lama mengarungi hidup ini, semakin bertambah kebijaksanaan, maka persepsi akan UANG itu akan berubah-ubah... dan pada akhirnya akan sama seperti yang diajarkan Bhante :)

Believe it or not? Silahkan dibuktikan kelak... :) Cia yoo....
Bagus, setuju Bro. Ada saat --masih muda, tenaga pikiran kuat--buat mengejar uang, serta tanggung jawab pada keluarga, masyarakat dan ada saat sudah loyo, pikun, lemah. Ada saat kita punya kewajiban, tanggungan. Ada saat kita sendiri yg ditanggung. :D

Pointnya setelah menerima respon Bro, saya bisa pertegas:
Jalan tengah, jangan memberhalakan uang/materi, tapi juga jangan meremehkan uang materi. Lihat posisi kita masing2 ada di level mana.

coedabgf

#5
bro injulia wah anda sungguh beruntung dong.

Teman-teman, saya sumbang saran cara memandang gampangnya sih begini saja,
kita semua harus berusaha meningkatkan potensi kita masing-masing setinggi-tingginya, tetapi keberadaan kehidupan kita untuk menjadi berkat bagi semua. Ini yang disebut jalan boddhisatva, dimana masing-masing kita mengambil bagian apa yang sepatutnya kita jalankan dalam kehidupan nyata. (say no to lobha, dosa & moha)


semoga menginspirasikan
good hope and love
ur friend, coeda
iKuT NGeRumPI Akh..!

F.T

Singkat kata : Uang bukan segala2nya, tapi Segala2nya butuh uang. *titik*


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] [url="//yahoo.com"]yahoo.com[/url]