Timur dan Barat : Kultur Harmoni

Started by purnama, 11 February 2009, 03:27:45 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

purnama

Kutipan dari buku:
Nilai Budaya Timur dan Barat, konflik atau harmoni?
Judul asli: Eastern and Western Cultural Values
Penulis: To Thi Anh (Budayawan asal Vietnam)
Penerjemah: John Yap Pareira
Penerbit: PT Gramedia, 1984

Halaman 5:

TIGA aliran kebudayaan Timur yakni Konfusianisme, Taoisme, dan Budhisme telah
mempengaruhi seluruh Asia lebih dari 2.000 tahun. Ketiganya mengilhami sistem
pendidikan, seni, sastra, perundang-undangan, organisasi sosial, dan dalam
tingkat yang lebih dalam, membentuk "ketaksadaran kolektif" yang mendasari hidup
yang sadar rakyat Asia.

Saya melihat Konfusianisme sebagai suatu humanisme, tujuannya adalah
kesejahteraan manusia dalam hubungan yang harmonis dengan masyarakatnya.
Pusatnya adalah manusia dan alamnya.

Taoisme terarah pada kenyataan-kenyataan di luar duniawi; temanya yang utama
adalah keselarasan manusia dengan Tao dan realisasi dari suatu model kosmis yang
nampak dalam semua benda.

Budhisme merupakan suatu jawaban terhadap persoalan penderitaan manusia. Ia
menunjukkan langkah menuju keselamatan; setiap manusia diundang untuk mengikuti
jejak langkah itu agar mencapai Kesadaran, yang pertama kali dialami Budha.

Timur dan Barat (2): Konfusianisme

Halaman 6:

Tiga baris kalimat pembukaan dari buku Chung Yung (Jalan Tengah) menunjukkan
pedoman pikiran Konfusius dalam usahanya mencari realisasi tujuan hidup manusia:

Apa yang diberikan oleh langit adalah yang kita sebut kodrat manusia. Memenuhi
hukum dari kodrat manusia itulah yang kita sebut hukum moral. Memelihara hukum
moral itulah yang kita sebut pembudayaan.

Bagi Konfusius, hukum kodrat manusia tidak terpisah dari alam semesta yang lain:
"peraturan moral membentuk sistem yang sama dengan aturan pergantian musim-musim
yang saling menunjang serta matahari dan bulan yang muncul seiring pergantian
siang dan malam".

Manusia adalah bagian konstitutif dari alam semesta. Manusia harus berhubungan
secara indah dan harmonis dengan harmoni alam di luarnya. Ini diharapkan dari
dia, agar tercapai kepenuhan "langit dan bumi". "Jika inti diri kita yang benar
dan harmoni diwujudkan, alam semesta akan menjadi suatu keseluruhan yang terpadu
dan segala sesuatu akan bertumbuh semarak dan berkembang".

Halaman 7:

Seorang Kiun Tse dikenal dari kesadarannya akan "jalan langit" dan dari
pelaksanaan beberapa kebajikan. Kebajikan pertama adalah jen. Marilah kita
berbicara mengenai hakikat jen yang merupakan titik sentral ajaran
Konfusianisme. Huruf China untuk jen 仁 dibentuk dari tanda kata untuk manusia
人 dan tanda kata untuk dua 二. Jen berarti hubungan antara manusia dan
manusia berdasarkan kemanusiaan yang sama. Jen biasa diterjemahkan dengan:
kemanusiaan yang sempurna, kemurahan hati, kemanusiaan yang benar, kehendak
baik, manusia yang mempunyai hati, empati, hubungan antarmanusia. Semua kata ini
coba mengungkapkan kemanusiaan dalam kepenuhan dan keagungannya.
Apakah ada peraturan, tanya Tse-Kong, yang dapat membimbing tindakan manusia
selama hidupnya?

Cinta, jawab Konfusius, jangan berbuat kepada orang lain apa yang dia tak suka
orang lain berbuat terhadap dirinya.


Halaman 8:

Huston Smith menunjukkan bahwa jen adalah kata kunci untuk Konfusianisme:

Jen serentak mengandung rasa perikemanusiaan terhadap orang lain dan penghargaan
terhadap diri sendiri, suatu yang harus ada dalam kelayakan martabat hidup
manusia di mana saja ia berada. Kelapangan hati seperti ini tidak mengenal
batas-batas negara, karena seorang manusia jen tahu bahwa "dalam batas empat
samudra semua orang bersaudara".

Pada dasarnya, Konfusianisme adalah suatu sikap humanistis yang mengesampingkan
segala metafisika dan mistisisme yang tak berguna, menaruh perhatian yang
sungguh dalam hubungan hakiki antara manusia, dan tidak dalam dunia roh atau
dalam keabadian. Ajaran paling kuat dari humanisme ini ialah: "ukuran manusia
adalah manusia", suatu ajaran yang memungkinkan siapa saja untuk mulai di mana
saja menjadi seorang pengikut Konfusianisme, dengan hanya mengikuti instink yang
tertinggi dari kodrat kemanusiaannya sendiri, dan tidak mencari kesempurnaan
dalam suatu ideal ilahi.

Dalam kenyataan humanisme ini cukup sederhana, sebagaimana ia berasal dari
pikiran sehat: kau berada di sini, siapa pun engkau, bukalah matamu, lihat di
mana kau berada, dengan siapa, dan bawalah dirimu sebaik mungkin, sesuai dengan
situasimu yang aktual. Berada dalam dunia, entah suka atau tidak, manusia
merupakan pusat dari hubungan-hubungan yang fundamental. Menjadi manusia berarti
menyadari bahwa dia selalu berhubungan dengan yang lain, dan berpikir dan
bertindak agar hubungan itu selalu harmonis, dengan segala implikasinya.


purnama

Halaman 9:

Ada lima hubungan dasar: "antara penguasa dan bawahan, antara bapa dan anak,
antara suami dan istri, antara yang lebih tua dan lebih muda, dan antara sesama
teman". Hubungan-hubungan ini tidak berada dalam tingkat yang sama. Hubungan
yang utama dan pertama ada dalam keluarga. Anak yang baik akan menjadi kawan
yang baik dan warga negara yang baik. Setiap orang tahu akan rasa kekeluargaan
yang kuat di Asia. Northrop menganggap ini sebagai suatu ciri hakiki kebudayaan
China:

Keluarga menduduki posisi begitu sentral dan menentukan dalam kebudayaan China.
Ini berpusat pada kepercayaan bahwa kerja sama dan persatuan yang lebih luas
dalam masyarakat tidak akan mungkin jika tidak dirasakan lebih dahulu pengalaman
yang intim dan hangat, secara biologis dan alamiah dalam keluarga.

Halaman 9:

Kebajikan kedua dari seorang Kiun Tse, yang selalu dihubungkan dengan Jen,
adalah kebajikan yi: kesamaan, keadilan. Yi adalah keadilan distributif dan jen
dalam suatu sistem hubungan antarpribadi. Suatu ikatan yang memustahilkan
hubungan acuh tak acuh antara satu dengan yang lain. Jika seseorang tidak sadar
akan ikatan ini, ia sungguh menyangkal suatu yang konstitutif dalam dirinya
sendiri. Ia mengingkari kemanusiaannya. Inilah salah satu ajaran Konfusius yang
paling berpengaruh, kuat berakar dalam perasaan orang Asia.


Halaman 10:

Ini merupakan ajaran masyhur dalam Ta Hsueh (Sekolah Besar), yang saya anggap
sebagai pidato pengukuhan Konfusius:

Orang-orang purba yang ingin melindungi watak yang murni dan bersih dari manusia
di dunia, pertama-tama harus mengatur hidup bangsanya. Mereka yang ingin
mengatur hidup bangsanya, pertama-tama harus mengatur hidup keluarganya. Mereka
yang ingin mengatur hidup keluarganya, harus membudayakan hidup pribadinya,
harus membentuk hati mereka secara benar. Jika hati telah dibentuk secara benar,
maka kehidupan pribadi sudah dibudayakan; jika kehidupan pribadi telah
dibudayakan, maka hidup keluarga sudah teratur; jika hidup keluarga telah
teratur, maka kehidupan bangsa pun teratur; jika kehidupan bangsa teratur maka
akan ada damai di dunia.

Catatan:
Di bawah ini salah satu pengamatan To Thi Anh, bahwa dengan semangat
kekeluargaannya, orang Asia/China cenderung kehilangan hak-hak individu dan
kebebasannya.

Halaman 10:

Apakah ada kelemahan dalam sistem yang dibangun secara begitu koheren dan
rasional? Menurut pendapat saya, memang ada sesuatu yang sangat penting untuk
masyarakat, tetapi ada juga pengingkaran hak-hak individu dan kebebasan.
Beberapa pemikir China tidak berpendapat demikian:
Pandangan biasa yang keliru ialah bahwa, sejak etik Konfusius menekankan
pentingnya keluarga, etik China menganggap keluarga sebagai basis atau pusat,
tempat semua individu harus diatur, bahwa keluarga adalah segala-galanya; dan
individu bukan suatu yang penting, bahwa ia harus tunduk kepada keluarga dan
bekerja untuk keluarga. Ini tidak benar.

Mungkin ini tidak benar dalam teori, tetapi dalam praktek hal ini hampir sering
benar. Meskipun saya selalu mengagumi rasa solidaritas dari rakyat saya, rasa
turut memiliki dalam kelompok dan tindakan-tindakan berdasarkan kesadaran ini,
saya tak dapat menyangkal adanya kewajiban untuk mengorbankan aspirasi yang
paling sah dan asli demi kebaikan komunitas. Kalau ada konflik antara individu
dan keluarga, berdasarkan pengalaman saya, seseorang diharapkan melepaskan
haknya, demi kebajikan ketaatan seorang anak. Perkawinan misalnya, sampai
sekarang masih diselenggarakan oleh orang tua demi abadinya garis turunan
keluarga. Poligami secara sah diijinkan demi alasan yang sama. Seorang yang
menganut etik Konfusius selalu diyakinkan bahwa ia tidak berada untuk dirinya
sendiri tetapi untuk orang lain. Hal ini memang mulia, tetapi bukan kebenaran
menyeluruh tentang manusia. Inilah sebabnya, ketika angin Barat berhembus di
atas Asia, hal pertama yang dipelajari dan
dicari ialah kebebasan.

Bagaimanapun juga, beberapa pemikir lain menyadari kenyataan ini:

Salah satu ciri pemikiran sosial orang China ialah lebih menekankan kewajiban
daripada hak-hak individu dalam hubungannya dengan masyarakat. Jangan tanya apa
yang dapat masyarakat buat untuk engkau; tanyalah apa yang dapat kaubuat untuk
masyarakat. Ajakan semacam ini tepat dengan semangat orang China.

Halaman 11:

Telah dikatakan bahwa Konfusianisme tidak menghiraukan beberapa dimensi
transenden. Tetapi: "Konfusius harus dinilai dalam bidang praktek moral: inilah
pokoknya yang utama. Dalam bidang ini, Konfusianisme menampilkan suatu
keberanian dalam menyesuaikan diri dengan dunia. Sehubungan dengan ini,
Chuang-Tse berkata benar untuk Konfusius, "Orang lain (para Taois) bertindak di
luar peraturan hidup. Tetapi saya, saya bekerja di dalam batas-batas peraturan
itu."

Sekarang mari kita berbicara mengenai "orang lain" itu, para Taois, dan melihat
apa yang ingin mereka capai dengan bertindak "di luar peraturan hidup".

Catatan:

Dengan kalimat di atas Tho Thi Anh mengakhiri penjelasan ringkasnya mengenai
Konfusianisme untuk beralih ke Taoisme. Sebelumnya ia mengutip kata-kata Lin
Yutang pada buku The Wisdom of Confucius bahwa Konfusianisme merupakan "Ajaran
yang memungkinkan siapa saja untuk mulai di mana saja menjadi seorang pengikut
Konfusianisme, dengan hanya mengikuti instink yang tertinggi dari kodrat
kemanusiaannya sendiri".

Hal ini barangkali juga benar untuk kebalikannya bahwa orang-orang yang
mempelajari ajaran Konfusianisme tanpa mengkuti instink tertinggi kodrat
kemanusiaannya sendiri berarti tidak benar-benar mempraktekkan ajaran agung
Konfusius tersebut.

purnama

Halaman 12:

Kebajikan pertama Taoisme adalah wu-wei. Istilah ini sering diterjemahkan
sebagai tanpa aksi, yang oleh sementara orang Barat dipakai untuk menunjukkan
sikap pasif orang Timur. Arti wu-wei digambarkan lebih baik oleh Alan Watts
sebagai "jangan memaksa" dan oleh Huston Smith sebagai "ketenangan kreatif".
Tetapi bagi saya, terjemahan yang paling memuaskan adalah yang dikemukakan Lin
Yutang: "tidak mencampuri". Untuk mengerti kebajikan ini, pertama-tama orang
harus memahami konsep sentral Taoisme: Tao.

Tao berarti 'jalan', dan dalam arti lebih luas: realitas absolut, yang tak
terselami, dasar penyebab, akal budi, logos. Kalimat pertama dari Tao-Teh-Ching
diterjemahkan secara berbeda, menurut arti yang diberikan kepada Tao oleh
masing-masing pengarang.

"Tao yang dapat dikatakan bukanlah Tao Absolut."
Lin Yutang

"Jalan yang dapat dilukiskan bukan lagi jalan yang sesungguhnya."
Houang Kia Tcheng

"Adanya berada di luar jangkauan daya kata-kata yang mendefinisikan."
Witter Bynner

"Nama yang dapat dinamakan bukanlah nama yang abadi."
Martin Buber

"Arus yang dapat diikuti bukanlah arus yang sebenarnya."
Alan Watts

====

Segala sesuatu mempunyai jalannya. Alam semesta sebagai suatu keseluruhan juga
mempunyai jalannya. Jalan setiap individu adalah kodratnya, kebiasaannya, hukum
perkembangannya, segala keseluruhannya. Itulah Tao setiap benda. Alam semesta
sebagai keseluruhan juga menampakkan Tao melalui cara adanya. Semua elemen
terpancar dari sumber asli yang sama, memperlihatkan kemampuannya dalam hidup,
lalu kembali ke asalnya, setelah memenuhi tujuannya. Itulah jalan, Tao dunia.
Jadi, Tao adalah asal asli dan pemersatu segala sesuatu.

Halaman 13:

Jika "semua yang berada di bawah langit mempunyai jalannya", apalah artinya
tindakan manusia? Niscaya orang hanya harus meneliti jalan itu dan mengikuti
jejak yang sama, tanpa coba memaksakan pandangannya yang sempit, tanpa hendak
menyeleweng dari yang alamiah demi keuntungan pribadi. Sikap semacam inilah yang
dinamakan wu-wei, tidak mencampuri.

====

Wu-wei merupakan lawan dari kekerasan. Lao-Tse yakin bahwa memakai kekuatan
menunjukkan gejala kelemahan dan akhirnya akan menghasilkan kegagalan:

Ada yang mau mengalahkan dunia
Dan menjadikannya sesuai keinginannya
Saya yakin mereka tidak akan berhasil
Karena dunia adalah bejana milik langit
Yang tak dapat dibentuk oleh campur tangan manusia
Ia yang membuat itu akan merusakkan
Ia yang memilikinya akan kehilangan.
Timur dan Barat (13): Taoisme - 3

Halaman 14:

Dalam suatu studi tentang Taoisme, Karl Jaspers mengartikan wu-wei sebagai
"tidak-berkeinginan" dan menunjukkan tempat yang sentral dalam sistem Taoisme:

Keinginan dapat mengatur setiap benda di dunia, tetapi ia hanya dapat mencapai
realitasnya yang fundamental bila ia berada dalam suatu keadaan
"tidak-berkeinginan". Tidak-berkeinginan atau tidak-beraksi ini adalah inti etos
Lao- Tse. Dalam Lao- Tse tekanan diberikan pada aktivitas hidup yang berdasar
dalam Tao dan menjadi satu dengannya, bukan pada menderita dan berkorban.
"Tidak-beraksi"nya Lao- Tse adalah suatu kekuatan hidup yang memancar dari
kedalaman batin.

Halaman 14:

Masih dalam garis yang sama, Martin Buber menunjukkan keterlibatan yang mendalam
pada inti wu-wei:

Mencampuri hidup benda-benda berarti merugikan benda-benda dan juga diri
sendiri. Tetapi tidak mencampuri berarti mempengaruhi, memurnikan jiwa sendiri
berarti memurnikan dunia, menyabarkan diri berarti membarui lagi ciptaan. Ia
yang memaksa hanya mempunyai sedikit, yang kelihatan; ia yang tidak memaksa
mempunyai banyak, yang tak kelihatan. Ia yang 'tidak berbuat apa-apa' memberi
pengaruh. Ia yang berada dalam harmoni yang lengkap selalu menerima cinta dari
dunia... Tindakan ini, yaitu 'tidak-beraksi' ada dalam harmoni dengan alam dan
tujuan segala sesuatu, dengan Tao.
Halaman 16:

Bersumber pada kebajikan dasar tentang "tidak mencampuri" dalam Tao-Teh-Ching,
muncul tiga kebajikan ini: lemah-lembut, rendah hati, dan menyangkal diri.

Kesan paling kuat yang saya (To Thi Anh) dapat bila saya membaca Lao- Tse ialah
adanya keramahan dan kelembutan yang menyolok. Saya kutip di sini tiga teks dari
antaranya:

Zat yang paling lembut di dunia menembusi yang paling keras.

Ketika manusia dilahirkan, ia lembut dan lemah
Waktu mati, ia menjadi keras dan kaku.
Ketika benda-benda dan tumbuhan masih hidup,
mereka begitu lembut dan gemulai,
Bila mati mereka menjadi rapuh dan kering.
Karena itu kekerasan dan kekakuan
merupakan teman kematian,
Kelembutan dan kehalusan adalah teman kehidupan.

Tidak ada benda yang lebih lemah dari air
Tetapi tak satu pun yang lebih kuat daripadanya dalam mengalahkan kekerasan
Untuk ini tidak ada yang bisa menggantikan
Bahwa kelemahan mengalahkan kekerasan
Dan kelembutan mengalahkan kekakuan
Semua orang tahu itu,
Tetapi tidak ada yang dapat melaksanakannya.



purnama

Halaman 18:

Kebajikan ketiga yang berasal dari wu-wei: mengingkari diri, suatu sikap paling
mulia seorang bijaksana, sama dengan ideal Budhisme. Chuang- Tse, murid utama
Lao- Tse, menerangkannya dcngan komentar ini:

Dirimu adalah suatu tubuh yang dipinjamkan kepadamu oleh alam semesta. Hidupmu
bukan milikmu; ia adalah suatu harmoni yang dipinjamkan kepadamu oleh alam
semesta. Kodratmu bukan milikmu; ia adalah perkembangan alamiah yang dipinjamkan
kepadamu oleh alam semesta. Engkau tidak memiliki dirimu sendiri.

Karena itu, orang bijaksana "mempercayakan milik alam semesta kepada alam
semesta itu sendiri". Orang seharusnya meluluhkan diri sendiri ke dalam Tao,
seperti ikan menghilangkan diri dalam air. Dengan titik pandangan ini, seseorang
dapat menjadi bebas dari semua kegelisahan:

Apa yang kita hargai dan apa yang kita takuti
ada dalam diri kita sendiri
Kita merasa takut karena kita mempunyai sebuah diri
Bila kita tidak menganggapnya sebagai diri
Apa yang harus kita takutkan.?

Chuang- Tse melukiskan bagaimana orang bijaksana merasa tenang karena telah
mencapai tingkat penyangkalan diri ini:

Orang bijaksana merasa tenang bukan karena ia bicara pada dirinya sendiri,
'adalah baik untuk bersikap tenang', dan karena itu ia bersikap demikian. la
merasa tenang karena memang tiada sesuatu pun di dunia yang mengganggu
pikirannya. Jika air bisa begitu jernih bila sedang tenang, betapa pula batin
manusia? Jika pikiran orang bijaksana tenang, ia menjadi cermin alam semesta,
yang memantulkan semua yang ada di dalamnya. Sikap pasif, tenang, lembut, tanpa
prasangka, dan tanpa aksi menunjukkan alam semesta dalam keadaan damai, dan
menampakkan tingginya perkembangan Tao dan watak manusia.

Halaman 19:

Taoisme dianggap sebagai suatu aliran romantis oleh sementara orang. Ajarannya
tidak memupuk sikap ambisi, perjuangan, dan persaingan karena ia menganggap
keberuntungan, sukses, dan keharuman nama laksana asap rokok yang hilang dalam
sekejap. Kita akan melihat bahwa dari sudut pandangan ini Budhisme mirip dengan
Taoisme, tetapi persamaan ini timbul dari motif dasar yang berbeda.

Catatan:

Paragraf di atas mengakhiri penjelasan To Thi Anh mengenai Taoisme. Huston
Smith dalam buku Agama-agama Manusia menjelaskan perbedaan Konfusianisme dan
Taoisme sbb:

Membaur ibarat yang dan yin itu sendiri, Taoisme dan agama Kong Hu Cu merupakan
dua buah kutub asli dari pandangan China. Konfusius memiliki pandangan klasik,
sedangkan Lao Tzu mewakili pandangan romantik. Konfusius menekankan rasa
tanggung jawab sosial, Lao Tzu menyanjung-nyanjung spontanitas dan sifat
alamiah. Titik pusat perhatian Konfusius selalu pada manusia, sedangkan Lao Tzu
memperhatikan apa yang ada di balik manusia itu. Seperti yang dikatakan oleh
orang China sendiri, Konfusius berkelana dalam masyarakat, Lao Tzu bertualang di
balik masyarakat itu. Dalam kehidupan ini ada sesuatu yang menjangkau
masing-masing arah ini, dan peradaban China pasti akan lebih miskin sekiranya
salah satunya tidak tampil ke permukaan.



purnama

Catatan:

Sejak pertama kali membaca kalimat-kalimat dari Tao Te Ching, buku ini sangat
mengesankan untuk saya. Kalau harus menganjurkan satu buku filsafat China untuk
dibaca, saya akan menganjurkan orang membaca Tao Te Ching.

Ada penulis yang menggambarkan Tao Te Ching sebagai buku filsafat tentang
kekuatan yang muncul dari menyatukan diri dengan alam semesta, dengan sesuatu di
balik yang tampak.

Untuk yang mungkin belum tahu, buku ini sangat singkat, hanya memuat 5,000 huruf
Mandarin dan terdiri dari 81 bab. Angka 81 ini konon bukan tanpa makna, tapi
juga melambangkan simetri angka = 9 X 9 yang merupakan angka penting bagi filsuf
China. Masing-masing bab bisa diwakilkan dengan tetragram berjumlah total 81
tetragram, seperti 64 heksagram yang mewakili 64 bab dalam buku I Ching (Yi
Jing).

Info lebih lanjut tentang Tao Te Ching (Dao De Jing) tentunya bisa dicari lewat
google. Ada yang bisa memberi rekomendasi versi terbaik terjemahan Tao Te Ching
dalam bahasa Indonesia?

Huston Smith menggambarkan Tao Te Ching sbb:

Ada buku-buku yang pengaruhnya terhadap kita tidak pernah lenyap sejak kita
membacanya pertama kali, karena buku-buku tersebut berbicara kepada "saya" yang
terdalam dalam diri pembacanya. Bagi semua orang yang beranggapan bahwa Tao
dapat berada dalam diri kita di mana pun dan kapan pun, Tao Te-Ching adalah buku
yang akan memenuhi harapan itu.

Demikianlah keadaan sebagian besar orang China, tetapi seorang penyair Amerika
zaman ini mempunyai perasaan yang sama terhadap buku tersebut dan menemukannya
sebagai "penjelasan yang paling lurus dan paling masuk akal yang pernah diajukan
sampai saat ini tentang kesinambungan hidup, dan sebagai nasihat yang paling
masuk akal tentang cara untuk menikmatinya." Walaupun jelas tidak pernah
diramalkan secara sempurna, ajarannya tentang kesederhanaan dan keterbukaan
merupakan petunjuk yang menggembirakan bagi berjuta-juta orang China.

Ada suatu kehidupan, mengagumkan, sempurna;
Ia ada sebelum langit dan bumi ada.
Alangkah tenangnya!
Alangkah rohaniahnya!
Ia mandiri dan tidak berubah.
Ia berputar terus menerus, tetapi tidak menderita karenanya.
Semua kehidupan bersumber dari dirinya.
Ia menyelimuti segalanya dengan cintanya ibarat jubah,
Dan karena ia tidak menghendaki penghormatan, ia juga tidak menuntut menjadi
Tuhan.
Aku tidak tahu apa namanya, karena itu aku sebut ia Tao, Jalan dan saya
bergembira dalam kekuasaannya.

(Tao Te Ching, bab 25)

=============

R.L. Wing dalam bukunya The Tao of Power (Tao Kekuatan, Penerbit Elex Media
Komputindo, halaman ix) menulis sbb:

Saya percaya pengalaman yang paling bagus digambarkan oleh seorang penerjemah
Tao Te Ching dari Inggris, Dr. Lionel Giles, Penjaga Naskah Timur di British
Museum. Ia membuat komentar ini pada tahun 1937:

Tak pernah ada, begitu banyak pemikiran diringkas dalam ruang yang begitu kecil.
Di seluruh jagat bertebaran sejumlah bintang yang termasuk ke dalam kelas
"kurcaci putih". Mereka biasanya sangat kecil, tapi atom yang membentuk mereka
berimpitan begitu rapat sehingga berat mereka begitu besar dibandingkan dengan
ukurannya, dan memancarkan radiasi begitu banyak energi sehingga permukaannya
berada dalam suhu yang jauh lebih panas daripada suhu matahari. Tao Te Ching
bisa disebut "kurcaci putih" dari sastra filsafat, begitu berat, begitu kompak,
begitu sugestif dari sebuah benak yang memancarkan pikiran pada panas yang luar
biasa.

Tao Te Ching

Bab 12:

Lima warna akan membutakan mata seseorang.
Lima nada akan menulikan telinga seseorang.
Lima aroma akan membekukan rasa seseorang.

Berlomba dan berburu akan mengganggu pikiran seseorang.
Benda-benda yang sukar diperoleh akan menghalangi jalan seseorang.

Karena itu, Orang Bijaksana
Memperhatikan pusat dan bukan mata.
Maka mereka membuang yang satu dan menerima yang lain.

Bab 14:

Dilihat tapi tidak terlihat:
Namanya adalah tak berbentuk
Didengar tapi tidak terdengar:
Namanya adalah tanpa suara.
Dijangkau tapi tidak teraih:
Namanya adalah tak tersentuh.

Tiga hal ini tak bisa dianalisis,
Jadi mereka bercampur dan bertindak sebagai kesatuan

Terbitnya tidak terang;
Tenggelamnya tidak gelap
Tanpa akhir, yang tak bernama terus berlalu,
Bercampur dan kembali kepada ketiadaan.

Itulah sebabnya ia disebut
Bentuk dari yang tak berbentuk,
Citra dari ketiadaan.
Itulah sebabnya ia dikatakan rumit.
Dihadapi, awalnya tidak terlihat.
Diikuti, akhirnya tidak terlihat.

Berpeganglah pada Tao kuno:
Kendalikan realitas sekarang.
Waspadalah dengan asal-usul kuno;
Inilah yang disebut inti Tao.

Bab 48:

Memburu pengetahuan, tambahkan setiap hari.
Memburu Tao, kurangi setiap hari.
Kurangi dan kurangi lagi,
Sampai pada keadaan tak bertindak.
Melalui sikap tanpa tindakan tidak ada yang tak dikerjakan.

Dunia selalu dikuasai tanpa usaha.
Ketika ada usaha,
Dunia di luar kekuasaan.

Timur dan Barat (20): Taoisme - 10


Catatan:

Di bawah ini kutipan yang sangat menarik tentang legenda kelahiran Lao Zi,
Konfusius bertemu Lao Zi, dan bagaimana, seperti isi teks Tao Te Ching itu
sendiri, Lao Zi kelihatan begitu tidak peduli betapa besar dampak pemikirannya
untuk orang banyak.

Kutipannya agak panjang, masih diambil dari buku Agama-agama Manusia, karangan
Huston Smith, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, halaman 231:

Sang Guru Tua

Menurut tradisi, Taoisme berasal dari seorang yang bernama Lao Tzu, yang
dikabarkan lahir kira-kira tahun 640 S.M. Beberapa sarjana menyatakan bahwa
beliau hidup tiga abad kemudian dari tahun tersebut, sedangkan sarjana lainnya
lagi bersikap ragu-ragu apakah beliau ini pernah benar-benar ada. Jika ia
memang pernah hidup, kita hampir tidak tahu apa-apa mengenai hidupnya itu. Kita
bahkan tidak tahu tentang namanya. Lao Tzu, yang dapat diterjemahkan sebagai
"Putra Tua", "Sahabat Tua", ataupun "Sang Guru Tua", jelas sekali hanya
merupakan suatu gelar kecintaan dan penghormatan. Apa yang kita ketahui adalah
himpunan legenda. Beberapa di antara legenda itu hampir tidak dapat dipercaya:
bahwa ia dilahirkan tanpa dosa sama sekali oleh sebuah meteor; dan dikandung
oleh ibunya selama delapan puluh dua tahun; dan lahir sebagai seorang tua yang
bijaksana dengan rambut yang sudah memutih. Bagian lain dari ceritera itu
mempunyai nada yang lebih otentik: bahwa
pekerjaannya adalah sebagai pemelihara arsip di negara asalnya di sebelah barat
China; dan bahwa dengan pekerjaannya itu ia hidup secara sederhana dan tidak
banyak tuntutan.

Perkiraan tentang kepribadiannya hampir seluruhnya didasarkan pada sebuah buku
kecil yang dianggap ditulis beliau sendiri. Dari buku tersebut dianggap oleh
beberapa orang pengamat bahwa beliau pasti seorang pertapa yang kesepian, yang
hanyut dalam meditasi okultis personalnya; sedangkan yang lainnya menggambarkan
beliau sebagai "tetangga abadi" yang sama cerdiknya dan sederhananya, dan
mempunyai kodrat yang sama seperti Lincoln dengan perasaan humor dan
keseimbangan pribadi yang juga sama seperti Lincoln. Sebuah gambaran dewasa ini
yang sengaja disusun, hanya bicara tentang kesan teka-teki yang ditinggalkannya,
perasaan bahwa di sini ada kedalaman yang menantang pemahaman kita yang lazim.

Konfusius, yang tertarik oleh apa yang didengarnya mengenai Lao Tzu, pernah
mengunjunginya. Gambaran yang diberikannya menunjukkan bahwa beliau juga
bingung terhadap orang yang aneh itu, tetapi ia juga akhirnya menghormati
beliau. "Mengenai burung," ujarnya kepada murid-muridnya, "saya tahu mereka
punya sayap untuk terbang, tentang ikan, mereka punya sirip untuk berenang,
tentang binatang, mereka punya kaki untuk lari. Untuk kaki ada jebakan, untuk
sirip ada pukat, dan untuk sayap ada panah. Tetapi siapakah yang tahu bagaimana
naga mengatasi angin dan awan menuju langit. Hari ini saya telah melihat Lao
Tzu. Hari ini saya telah melihat sang naga."

Sedih karena kecenderungan orang untuk mengambil manfaat kebaikan yang
diajarkannya, dan berusaha mencari kedamaian pribadi yang lebih besar pada
usianya yang semakin lanjut, akhirnya dikabarkan bahwa Lao Tzu menunggang seekor
kerbau pergi ke arah barat, yaitu ke daerah yang sekarang disebut sebagai Tibet.
Di Lembah Hankao, seroang penjaga gerbang yang merasakan watak luar biasa sang
musafir itu berusaha membujuknya untuk kembali. Karena usahanya itu tidak
berhasil, ia meminta kepada "Putra Tua" untuk setidak-tidaknya meninggalkan
suatu catatan tentang apa yang dipercayainya bagi kebudayaan yang sedang
ditinggalkannya itu. Hal ini disetujui oleh Lao Tzu. Ia beristirahat selama
tiga hari dan kembali dengan sebuah buku kecil yang memuat 5.000 buah huruf
China yang berjudul Tao Te Ching, atau "Jalan dan Kekuatannya". Buku itu
merupakan suatu kesaksian dari keserasian manusia dengan alam semesta ini, dapat
dibaca sampai selesai dalam waktu setengah jam
ataupun sepanjang hidup, dan sampai hari ini merupakan teks dasar bagi
keseluruhan pemikiran Tao.

Alangkah anehnya kehidupan demikian bagi seorang yang dipandang sebagai pendiri
suatu agama. Beliau tidak berkotbah, beliau tidak mengorganisir sebuah Gereja,
beliau hanya menulis beberapa halaman saja, berangkat menunggang seeekor kerbau
dan sejauh ceritera tentang dirinya sendiri, di sanalah berakhir segalanya.
Demikian besar bedanya dengan Buddha, yang dengan susah payah menyelusuri
jalan-jalan berdebu India selama 45 tahun untuk menjelaskan ajarannya. Demikian
berbeda dengan Konfusius yang mengunjungi berbagai ibu kota selama tiga belas
tahun sambil berusaha untuk mendapatkan dukungan pemerintahan bagi filsafatnya.
Di sini kita berhadapan dengan seseorang yang demikian kecil perhatiannya bagi
keberhasilan pemikirannya sendiri, apalagi bagi kemasyhuran dan harta, sehingga
ia tidak mau tinggal bahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Dan, entah
ceritera tentang hidupnya itu merupakan fakta ataupun hanya dongeng belaka,
tetapi sesuai dengan
nilai-nilai Tao, ia akan menjadi bagian dari agama itu selama-lamanya.

purnama

Timur dan Barat (21): Taoisme - 11


Tao Te Ching

Bab 42:

Tao menghasilkan Satu.
Satu menghasilkan Dua.
Dua menghasilkan Tiga.
Tiga menghasilkan Semua Benda.

Semua Benda membawa Yin dan memegang Yang;
Pengaruh dari campurannya membawa keseimbangan.
Orang membenci kesendirian, kesunyian, dan tak disenangi;
Akan tetapi pemimpin mengambil nama ini.

Maka di dalam Hukum Alam
Beberapa kerugian mendatangkan keuntungan.
Beberapa keuntungan mendatangkan kerugian.

Apa yang diajarkan orang lain, juga kuajarkan:
Mereka yang kejam tidak mati secara wajar.
Aku akan membuat hal ini menjadi ajaran utamaku.


Bab 40:

Polaritas adalah gerakan Tao.
Penerimaan adalah jalan yang digunakan.
Bumi dan Semua Benda dihasilkan dari keberadaannya.
Keberadaannya dihasilkan dari ketiadaan.


Bab 81:

Kata-kata yang tulus bukanlah hiasan;
Kata-kata hiasan tidaklah tulus.
Mereka yang baik tidak defensif;
Mereka yang defensif tidaklah baik.
Mereka yang tahu tidaklah terpelajar;
Mereka yang terpelajar tidak tahu.

Orang Bijak tidaklah mengumpulkan.
Semakin banyak yang mereka lakukan untuk yang lain, semakin banyak yang mereka
dapatkan;
Semakin banyak mereka memberi kepada orang lain, semakin banyak yang mereka
miliki.

Tao Alam
Adalah melayani tanpa memanjakan.
Tao Orang Bijak
Adalah bertindak tanpa melawan.


coedabgf

#6
kutipan purnama :
Polaritas adalah gerakan Tao.
Penerimaan adalah jalan yang digunakan.
Bumi dan Semua Benda dihasilkan dari keberadaannya.
Keberadaannya dihasilkan dari ketiadaan.



kata-kata ketiadaan ini, yang bisa menimbulkan polaritas kesalah-pandangan. sehingga perlu dicari, penerjemahan yang menggambarkan tepat makna sesungguhnya asal kata ini.
ketiadaan sama dengan kehampaan/kekosongan kosong atau
kepenuhan yang sempurna (dalam segala hal yang baik sesungguhnya bahkan untuk menuju kekekalan (kehidupan)) sehingga penuh melingkupi semua sehingga terlihat kosong secara jasmaniah/duniawi/daging/nama-rupa.
bisa juga sedikit berbeda jika diterjemahkan sebagai ketakterhinggaan (baik yang baik maupun yang buruk, sebab klo dilihat dalam semua penjelasan semuanya adalah mengandung (tujuan) hal-hal yang baik (akhirnya) bukan menuju/rancangan hal-hal yang buruk atau kecelakaan/kebinasaan).
logis gak nih tulisan saya?
iKuT NGeRumPI Akh..!

purnama

Quote from: coedabgf on 06 March 2009, 10:17:48 AM
kutipan purnama :
Polaritas adalah gerakan Tao.
Penerimaan adalah jalan yang digunakan.
Bumi dan Semua Benda dihasilkan dari keberadaannya.
Keberadaannya dihasilkan dari ketiadaan.



kata-kata ketiadaan ini, yang bisa menimbulkan polaritas kesalah-pandangan. sehingga perlu dicari, penerjemahan yang menggambarkan tepat makna sesungguhnya asal kata ini.
ketiadaan sama dengan kehampaan/kekosongan kosong atau
kepenuhan yang sempurna (dalam segala hal yang baik sesungguhnya bahkan untuk menuju kekekalan (kehidupan)) sehingga penuh melingkupi semua sehingga terlihat kosong secara jasmaniah/duniawi/daging/nama-rupa.
bisa juga sedikit berbeda jika diterjemahkan sebagai ketakterhinggaan (baik yang baik maupun yang buruk, sebab klo dilihat dalam semua penjelasan semuanya adalah mengandung (tujuan) hal-hal yang baik (akhirnya) bukan menuju/rancangan hal-hal yang buruk atau kecelakaan/kebinasaan).
logis gak nih tulisan saya?

Yap kira - kira seperti itu tepatnya.

purnama

Catatan:

Karena ini milis budaya Timur (budaya Tionghoa), untuk budaya Barat hanya
ditulis rangkumannya.

To Thi Anh menggunakan istilah Timur untuk India, China, Korea, Jepang, dan
negara-negara Asia Tenggara yang dipengaruhi India dan China. Istilah Barat
untuk Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.

Budaya Timur dipengaruhi oleh Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme, sedangkan
budaya Barat dipengaruhi oleh orang Yunani, kr****n, dan Romawi.

Orang Yunani menekankan pada pengetahuan rasional. Agama kr****n menekankan
manusia sebagai pembangun dunia. Orang Romawi memberi sumbangan pada teori dan
praktek hukum.

Ada 3 ciri dominan dalam budaya Barat:

Yang pertama adalah "penghargaan terhadap martabat manusia". Hal ini bisa
dilihat pada nilai-nilai seperti: demokrasi, institusi sosial, dan kesejahteraan
ekonomi.

Yang kedua adalah "kebebasan". Di Barat anak-anak berbicara terbuka di depan
orang dewasa, orang-orang berpakaian menurut selera masing-masing, mengemukakan
pendapat secara bebas, tidak membedakan status sosial dsb.

Yang ketiga adalah "penciptaan dan pemanfaatan teknologi" seperti pesawat jet,
satelit, televisi, telepon, listrik, komputer dsb.

Menurut To Thi Anh, inti perbedaan budaya Timur dan budaya Barat adalah budaya
Timur menekankan "harmoni", sedangkan budaya Barat menekankan "manusia sebagai
patokannya".

Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Misalnya dalam budaya
Timur, orang bisa memiliki ikatan persaudaraan yang kuat tapi seringkali
mengorbankan hak-hak individunya sendiri. Di Barat orang bisa lebih percaya
diri, terus terang, realistis, tapi seringkali kehilangan arah, acuh tak acuh
dsb.

Perbedaan secara lebih spesifik, orang Timur menekankan intuisi, orang Barat
menekankan logika. Orang Timur menekankan kebijaksanaan, orang Barat menekankan
ilmu. Orang Timur cenderung pasif dan kontemplatif, orang Barat cenderung aktif
dan analitis dsb.

Kesimpulan To Thi Anh, seperti filsafat Yin dan Yang, Timur dan Barat perlu
saling melengkapi. Orang Timur bisa belajar dari orang Barat misalnya bagaimana
lebih menghargai hak-hak individu, nilai demokrasi, pemanfaatan teknologi, dan
metode-metode organisasi. Orang Barat bisa belajar dari orang Timur bagaimana
bersikap moderat, menerima keterbatasan, dan menjaga keseimbangan.

TAMAT

Sumber:
Buku: Nilai Budaya Timur dan Barat, konflik atau harmoni?
Judul asli: Eastern and Western Cultural Values.
Penulis: To Thi Anh (Budayawan asal Vietnam)
Penerjemah: John Yap Pareira
Penerbit: PT Gramedia, 1984.