pilih yg mana?

Started by tesla, 22 October 2007, 12:15:34 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Lex Chan

Quote from: 7th on 22 October 2007, 01:29:06 PM
Hidup ini selalu penuh pilihan...

Btw kok pake bayg*n, pake H*T donk...  ;D

hush.. H*T udah ditarik dari pasaran..
ketinggalan berita ya? :whistle:
"Give the world the best you have and you may get hurt. Give the world your best anyway"
-Mother Teresa-

Suchamda

Saya sudah sering menemui dan melemparkan topik kontroversial seperti ini.
Hasilnya selalu dengan munculnya 2 kubu yang berbeda : idealis dan pragmatis.
Tentu saja ini wajar, karena memang mengingat sifat kontroversial itu sendiri karena tidak memiliki jawaban yang sepakat.

Tetapi yang saya sayangkan dari diskusi2 semacam ini adalah selalu menggunakan evasion (penghindaran) untuk menutupi dari esensi permasalahan yg sebenarnya.
Evasion yang saya maksudkan adalah argumen2 yg menyarankan alternatif lain untuk tidak membunuh nyamuk / serangga. Akan tetapi esensi dari topik kontroversial ini tidak pernah disentuh. Oleh karena itu topik perlu dirumuskan ulang sbb:
"Apakah melanggar sila demi kebaikan (eg.: menolong mahluk lain) dapat dimaklumi?"

Dari perumusan ini, tentu yg kita harapkan adalah argumen2 yang fokus berkaitan dengan issue itu. Silakan lontarkan alasan2 rasional ataupun belief utk mempertahankan pendapat masing2.

Hikmah dari diskusi semacam ini (walaupun tidak memberi solusi definitif) akan memberikan wawasan dan wacana bagi peserta diskusi dan pembaca. Disamping itu, juga akan memberikan pemahaman terhadap realita bahwa kita selalu dihadapkan pada dilemma antara idealisme dan pragmatisme.
Ini sesuatu yg sangat penting diakui secara jujur. Jangan hanya nantinya menghasilkan suatu ajaran yang indah tapi tidak dapat dilaksanakan atau lebih parah lagi : komunitas yang munafik (di luar / di vihara/ di forum meneriakkan slogan2 puritan tapi pelaksanaan senyata2nya di sehari2 tidak demikian).
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

tesla

semoga saya gak mengulangi 'mencari pembenaran' lagi
_/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

morpheus

Quote from: Suchamda on 22 October 2007, 01:50:04 PM
Akan tetapi esensi dari topik kontroversial ini tidak pernah disentuh. Oleh karena itu topik perlu dirumuskan ulang sbb:
"Apakah melanggar sila demi kebaikan (eg.: menolong mahluk lain) dapat dimaklumi?"
bang suchamda, jawabannya lagi2 terpecah dua kubu dong...
yg mengikuti peraturan by the book bilang gimana2 ngelanggar, gak bagus
yg praktisi bilang umat awam gak bisa melaksanakan sila dengan perfect
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Suchamda

#19
Tunggu jawaban saya, mau merenung dulu.
Silakan yg lain dulu deh.

QuoteHikmah dari diskusi semacam ini (walaupun tidak memberi solusi definitif) akan memberikan wawasan dan wacana bagi peserta diskusi dan pembaca. Disamping itu, juga akan memberikan pemahaman terhadap realita bahwa kita selalu dihadapkan pada dilemma antara idealisme dan pragmatisme.
Ini sesuatu yg sangat penting diakui secara jujur. Jangan hanya nantinya menghasilkan suatu ajaran yang indah tapi tidak dapat dilaksanakan atau lebih parah lagi : komunitas yang munafik (di luar / di vihara/ di forum meneriakkan slogan2 puritan tapi pelaksanaan senyata2nya di sehari2 tidak demikian).

Barangkali komentar sy diatas kurang jelas.
Maksud saya:
Kita harus jujur bahwa dalam sehari2 kita selalu dihadapkan pada dillema2 ini, pertimbangan2 ini : antara yang ideal dan yg praktis.
Bila kita tidak jujur bahwa kita menghadapi dilemma ini, maka sama saja kita membohongi diri kita sendiri.
Seorang pembina Buddhist yg bijak, tentunya menyadari bahwa umat binaannya mengalami masalah dilemma ini. Ia harus tahu bagaimana membantu mereka berkembang.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Hendra Susanto

#20
Quotetambahan neh... di lantai juga banyak semut tak berdosa jadi korban... gimana mo ngusir semut...
dikamar gw byk semut nech.. gw diemin aja.. apa gw males yak   ;D
lagian kan dikamar atau rmh ada cecek jd dimakanin dach tuch semut *gw paling sebel ama cecek wakkss kabur gw klo ngeliat kakakkkkakka....

ryu

Diambil dari GQGA :

QUESTION: But surely it is good to kill sometimes, to kill disease-spreading insects or someone who is going to kill you?
ANSWER: It might be good for you but what about the insect or the person who is killed? They wish to live just as you do. When you decide to kill a disease-spreading insect, your intention is perhaps a mixture of self-concern (good) and revulsion (bad). The act will benefit yourself (good) but obviously it will not benefit that creature (bad). So at times it may be necessary to kill but it is never wholly good.

QUESTION: You Buddhist are too concerned about ants and bugs.
ANSWER: Buddhist try to develop a compassion that is undiscriminating and all- embracing. We see the world as a unified whole where each thing and creature has its place and function. We believe that before we destroy or upset nature's delicate balance, we should be very careful. Where emphasis has been on exploiting nature to the full, squeezing every last drop out of it without putting anything back, conquering and subduing it, nature has revolted. The air is becoming poisoned, the rivers polluted and dead, so many animal and plants are heading for extinction, the slopes of the mountains are barren and eroded. Even the climate is changing. If people were a little less anxious to crush, destroy and kill, this terrible situation may not have arisen. We should strive to develop a little more respect for all life. And this is what the First Precept is about.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Umat Awam

Quote from: morpheus on 22 October 2007, 01:59:52 PM
Quote from: Suchamda on 22 October 2007, 01:50:04 PM
Akan tetapi esensi dari topik kontroversial ini tidak pernah disentuh. Oleh karena itu topik perlu dirumuskan ulang sbb:
"Apakah melanggar sila demi kebaikan (eg.: menolong mahluk lain) dapat dimaklumi?"
bang suchamda, jawabannya lagi2 terpecah dua kubu dong...
yg mengikuti peraturan by the book bilang gimana2 ngelanggar, gak bagus
yg praktisi bilang umat awam gak bisa melaksanakan sila dengan perfect
Koq nickname saya dimasukin yach ... ;D
Btw, kadang ada org2 yg selalu mencoba menghubung2kan sesuatu yg tidak berhubungan... membunuh adalah perbuatan buruk dan menolong ato menyelamatkan adalah perbuatan baik.. so, it's different....
Jd, ga ada yg namanya melanggar sila ato melakukan kamma buruk demi kebaikan... karena kebaikan dan keburukan itu berbeda derajatnya... sama halnya berbohong demi kebaikan, benarkah hal itu? tidak kan?

Itu hanya pendapat saya pribadi yah... jgn ditanggapi terlalu serius...  ;D

williamhalim

#23
Quote from: Umat Awam on 23 October 2007, 10:03:17 AM
Koq nickname saya dimasukin yach ... ;D
Btw, kadang ada org2 yg selalu mencoba menghubung2kan sesuatu yg tidak berhubungan... membunuh adalah perbuatan buruk dan menolong ato menyelamatkan adalah perbuatan baik.. so, it's different....
Jd, ga ada yg namanya melanggar sila ato melakukan kamma buruk demi kebaikan... karena kebaikan dan keburukan itu berbeda derajatnya... sama halnya berbohong demi kebaikan, benarkah hal itu? tidak kan?

Itu hanya pendapat saya pribadi yah... jgn ditanggapi terlalu serius...  ;D

Sy tanggapin serius nih  ;D
Habis, jawabannya sangat briliant.
Jawaban begini mah bukan jawaban iseng, Bro.

Membunuh adalah membunuh ----> ada vipakanya
Menolong adalah menolong ----> ada vipakanya
Tidak ada namanya membunuh itu baik (karena tujuannya baik)
Menyadari ini, maka tidak ada dilema yg akan muncul.

IMO (sehubungan dengan pendapat Bro Dan) sbb:
Dilema akan muncul jika kita mencari pembenaran.
Kalo semuanya disadari apa adanya, tidak akan ada dilema yg muncul
(hanya pendapatku loh, sekedar sharing, semoga berguna, krn dulu aku juga sempat dilema begini)

seperti penjelasan Umatawam diatas

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Gun@saro

Poin terpenting sdh disinggung dgn jelas pd posting² awal... Sdr Willibordus sdh dgn jelas paparkan ttg pembenaran & jelas Sdr Tesla (jadi inget grup rock, lagunya keren²) nangkap dgn tegas dgn aspirasi spy ke depan tdk terjadi pembenaran...
Bathin kita cenderung mentolerir prinsip yg dianut, bukan menyikapi prinsip dgn disiplin. Itu kan nature kita semua yah. Membantu adalah 'baik', dgn cara membunuh yah tdk 'benar', so pasti tidak 'bijak' jika berusaha mem-validkan semua itu dgn alasan: "Motivku kan 'baik', wa bantu dia lhooo..."

*

Kualitas spiritual kita akan diukur dr 2 value: bagaimana atau sejauh mana 'sikapi' diri pd 'prinsip'... Bodhisatta dahulu punya tekad: "Lebih baik aku mati daripada melanggar sila"... Itulah kualitas value-Nya... Kita gimana? Yah, masing² lah... Abang saya adalah konsultan rumah sarang walet, dia paham bener prosesnya. Ada temen kampung, dulu NSI & sekarang belajar Buddha Dhamma sekaligus pemilik rumah walet. Karena "terlanjur", dia minta kiat bagaimana supaya panen & segala aktivitasnya supaya gak merugikan makhluk di sana. Seoptimal mungkin, yah, tanpa tutup itu usaha atau dijual lah, maklum, hasilnya kan OK... Abangku kasih begitu banyak solusi, dr yg masih merugikan hingga yg kelihatan sdh OK banget. Namun ada temen lain yg tdk pernah mau bangun rumah walet; walopun mampun & di kampung bisnis ini menjamur. Alasannya cuma satu: bagaimanapun cara tdk merugikan makhluk, mmg bisa, tapi saya sdh mengambil barang yg tdk diberikan... Itu pemahaman dia lho...
Saya tdk berharap kita diskusi apakah itu melanggar sila ke-2 dr Pancasila Buddhis atau bukan... Te-ta-pi... Ternyata kualitas praktik Buddha Dhamma, dlm hal ini menjalankan Pancasila & Pancadhamma ~ masing² memiliki derajat yg berbeda... Berproses & tdk bisa dipaksakan...

*

Kita memang cenderung mentolerir kekurangan kita dgn alasan² motiv baik sebelumnya. Sdr Willibordus membuat poin sangat penting; bahwa, padahal itu justru menjerumuskan kita kepada pengertian keliru, micca-ditthi... Seperti ulasan B³:
~ value 'baik': motivasi mmg baik, membantu...
~ value 'benar': caranya dgn membunuh...
~ value 'bijak': pembenaran akan cara membunuh sehingga nampak OK, semata² krn value 'baik' terpenuhi...
Saya ingat ketika FPI menghancurkan kaca pintu depan redaksi Playboy Indonesia. Ketika ditanya ttg tindakan anarkis, dgn nada protes. Mereka menjawab ± yah: "Kami hanya anarkis pd kaca pintu; mereka, anarkis kepada akhlak bangsa ini... Itu lebih anarkis"
Kedengarannya diplomatis yah. Tapi mirip teori "even": dia salah + aku salah = impas/bener... Kau cubit aku, aku cubit lagi: impas... Kalo aku sentil saja, sebenarnya lebih mending lho, krn aku tuh dicubit. Mestinya bersyukur lo...
Nah, jadi nampak mirip² yah...

*

Bagaimana jika dibalik? Motivnya tidak baik namun dgn berbuat kebaikan? Apakah kita akan konsisten dgn merujuk kepada poin motiv? Hé³... kayanya ngga yah. Mengapa? Yah karena nature kita itu: mentolerir prinsip...
Sukhi Hotu...

Gunasaro

ryu

Nah apabila seseorang sudah mencapai tingkatan tertentu, dan batinnya sudah suci, bila membunuh tanpa kebencian atau perasaan bagaimana?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

williamhalim

Quote from: ryu on 23 October 2007, 10:59:43 AM
Nah apabila seseorang sudah mencapai tingkatan tertentu, dan batinnya sudah suci, bila membunuh tanpa kebencian atau perasaan bagaimana?

sepertinya kasus ini adalah 'kasus andai2' aja yah Ryu....  ;D
blom pernah dengar tuh, seseorang yg sudah mencapai kesucian melakukan pembunuhan  :P

jawabannya pake andai2 juga, yaitu:
~ apabila ia sudah suci, tidak mungkin melakukan pembunuhan
~ apabila ia melakukan pembunuhan, berarti ia tidak suci

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

tesla

apakah seseorang yg suci ditandai dengan tidak membunuh?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Suchamda

#28
QuoteIMO (sehubungan dengan pendapat Bro Dan) sbb:
Dilema akan muncul jika kita mencari pembenaran.
Kalo semuanya disadari apa adanya, tidak akan ada dilema yg muncul
(hanya pendapatku loh, sekedar sharing, semoga berguna, krn dulu aku juga sempat dilema begini)

Coba anda hayati dari pengalaman anda sendiri dulu.

Bagaimana kalau ada yang mau membunuh anak anda? Dan anda harus berkelahi tapi cuman ada 2 pilihan, membunuh atau dibunuh?
Bagaimana kalau seseorang Buddhist pekerjaannya berhubungan dengan pelanggaran sila dan tidak ada alternatif pindah pekerjaan?
Apakah dengan mudah kita mengatakan orang2 tsb melakukan pembenaran?
Kalau begitu, saya tanya anda pribadi, apakah anda bisa hidup sebagai seorang perumah tangga tanpa sama sekali melakukan pembenaran?

Come on, jangan mereduksi masalah terlalu simplistik. Dilemma terjadi bahkan sebelum kita mencari pembenaran. Jangan terlalu teoritis, coba simak dari batin anda sendiri.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Suchamda

Quotejawabannya pake andai2 juga, yaitu:
~ apabila ia sudah suci, tidak mungkin melakukan pembunuhan
~ apabila ia melakukan pembunuhan, berarti ia tidak suci

Apakah definisi suci?
Seorang sotapana sudah mencapai kesucian belum?
Seorang boddhisattva (level 1-10) sudah mencapai kesucian belum?
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho