Seorang Bodhisatva lebih rendah dari Sotapanna ?

Started by dilbert, 26 December 2008, 02:00:29 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

hendrako

Apakah seorang Sotapanna masih mungkin melakukan tindakan bunuh diri?
Saya pernah diberitahu bahwa seorang Sotapanna tidak mungkin membunuh diri, namun saya kurang jelas dengan alasannya, mungkin ada yg bisa membantu?

Kalau tidak salah di dalam kisah Jataka, terdapat kisah Bodhisatva melakukan bunuh diri dengan menggorok leher untuk menyelamatkan mahluk lain.
yaa... gitu deh

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Menurut Tradisi sepertinya.
Ksitigarbha kan sampai turun ke neraka untuk membebaskan ibunya?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

dilbert

Bakal Siswa


Disebut juga Sàvaka-Bodhisatta adalah (a) bakal Siswa Utama (Agga Sàvaka), sepasang siswa seperti Yang Mulia Sàriputta (Upatissa) dan Yang Mulia Moggallàna (Kolita), (b) bakal Siswa Besar (Mahà Sàvaka), delapan puluh Siswa Besar (seperti Yang Mulia Konda¤¤a sampai dengan Yang Mulia Piïgiya), (c) bakal Siswa Biasa (Pakati Sàvaka), yaitu siswa-siswa lain selain Siswa Utama dan Siswa Besar, yang semuanya telah mencapai Arahanta selain yang telah disebutkan di atas. Demikianlah, ada tiga kelompok bakal Siswa.
Dari tiga kelompok ini (a) bakal Siswa Utama harus memenuhi Kesempurnaannya selama satu asaïkhyeyya dan seratus ribu kappa; (b) bakal Siswa Besar selama seratus ribu kappa, (c) bakal Siswa Biasa, tidak disebutkan dalam Tipiñaka berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi Kesempurnaan, namun dalam Komentar dan Subkomentar dari Pubbenivàsakathà (dalam Mahàpadàna Sutta) disebutkan bahwa para Siswa Besar dapat mengingat kehidupan lampaunya sampai seratus ribu kappa yang lalu dan Siswa Biasa kurang dari itu. Karena pemenuhan Kesempurnaan dilakukan dalam setiap kehidupannya, dapat disimpulkan bahwa bakal Siswa Biasa harus memenuhi Kesempurnaan selama tidak lebih dari seratus ribu kappa, namun waktu pastinya tidak ditentukan, dapat selama seratus kappa atau seribu kappa, dan sebagainya.

Bahkan dalam beberapa contoh, hanya satu atau dua kehidupan seperti dalam kisah seekor katak berikut:
Seekor katak terlahir sebagai dewa setelah mendengar suara Buddha yang sedang membabarkan Dhamma. Sebagai dewa ia mengunjungi Buddha dan menjadi seorang yang 'memasuki arus' sebagai akibat dari perbuatan mendengarkan Dhamma dari Buddha (lengkapnya terdapat dalam kisah Manduka dalam Vimàna-vatthu).
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

dilbert

Kisah Godhika Thera
 
  Godhika Thera, pada suatu kesempatan, melatih meditasi ketenangan dan 
pandangan terang, di atas lempengan batu di kaki gunung Isigili di  Magadha.
Ketika beliau telah mencapai Jhana, beliau jatuh sakit; dan  kondisi ini
mempengaruhi latihannya. Dengan mengabaikan rasa sakitnya,  dia tetap berlatih
dengan keras; tetapi setiap kali beliau mencapai  kemajuan, beliau merasa
kesakitan. Beliau mengalami hal ini sebanyak  enam kali. Akhirnya, beliau
memutuskan untuk berjuang keras hingga  mencapai tingkat arahat, walaupun ia
harus mati untuk itu.
 
  Tanpa beristirahat, beliau melanjutkan meditasinya dengan rajin.  Akhirnya
beliau memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dengan  memilih perasaan
sakit sebagai obyek meditasi, beliau memotong lehernya  sendiri dengan pisau
.
Dengan berkonsentrasi terhadap rasa sakit, beliau  dapat memusatkan pikirannya
dan mencapai arahat, tepat sebelum beliau  meninggal.
 
  Ketika Mara mendengar bahwa Godhika Thera telah meninggal dunia, ia  mencoba
untuk menemukan dimana Godhika Thera tersebut dilahirkan,  tetapi gagal. Maka,
dengan menyamar seperti laki-laki muda, Mara  menghampiri Sang Buddha dan
bertanya dimana Godhika Thera sekarang.  Sang Buddha menjawab, "Tidak ada
manfaatnya bagi kamu untuk mengetahui  Godhika Thera. Setelah terbebas dari
kekotoran-kekotoran moral, ia  mencapai tingkat kesucian arahat. Seseorang
seperti kamu, Mara, dengan  seluruh kekuatanmu tidak akan dapat menemukan
kemana para arahat pergi  setelah meninggal dunia."
 
  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 57 berikut:
 
  Mara tak dapat menemukan jejak mereka yang memiliki sila,
  yang hidup tanpa kelengahan,
  dan yang telah terbebas melalui Pengetahuan Sempurna
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Nevada

#34

maaf salah posting

hendrako

Quote from: dilbert on 26 December 2008, 03:45:27 PM
Kisah Godhika Thera
 
  Godhika Thera, pada suatu kesempatan, melatih meditasi ketenangan dan 
pandangan terang, di atas lempengan batu di kaki gunung Isigili di  Magadha.
Ketika beliau telah mencapai Jhana, beliau jatuh sakit; dan  kondisi ini
mempengaruhi latihannya. Dengan mengabaikan rasa sakitnya,  dia tetap berlatih
dengan keras; tetapi setiap kali beliau mencapai  kemajuan, beliau merasa
kesakitan. Beliau mengalami hal ini sebanyak  enam kali. Akhirnya, beliau
memutuskan untuk berjuang keras hingga  mencapai tingkat arahat, walaupun ia
harus mati untuk itu.
 
  Tanpa beristirahat, beliau melanjutkan meditasinya dengan rajin.  Akhirnya
beliau memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dengan  memilih perasaan
sakit sebagai obyek meditasi, beliau memotong lehernya  sendiri dengan pisau
.
Dengan berkonsentrasi terhadap rasa sakit, beliau  dapat memusatkan pikirannya
dan mencapai arahat, tepat sebelum beliau  meninggal.
 
  Ketika Mara mendengar bahwa Godhika Thera telah meninggal dunia, ia  mencoba
untuk menemukan dimana Godhika Thera tersebut dilahirkan,  tetapi gagal. Maka,
dengan menyamar seperti laki-laki muda, Mara  menghampiri Sang Buddha dan
bertanya dimana Godhika Thera sekarang.  Sang Buddha menjawab, "Tidak ada
manfaatnya bagi kamu untuk mengetahui  Godhika Thera. Setelah terbebas dari
kekotoran-kekotoran moral, ia  mencapai tingkat kesucian arahat. Seseorang
seperti kamu, Mara, dengan  seluruh kekuatanmu tidak akan dapat menemukan
kemana para arahat pergi  setelah meninggal dunia."
 
  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 57 berikut:
 
  Mara tak dapat menemukan jejak mereka yang memiliki sila,
  yang hidup tanpa kelengahan,
  dan yang telah terbebas melalui Pengetahuan Sempurna

Hmmm.....
Sebelum YA. Godhika Thera memutuskan menggorok lehernya, masih tidak bisa dipastikan beliau sudah mencapai Sotapanna atau tidak. :-?
yaa... gitu deh

Nevada

Quote from: dilbert on 26 December 2008, 03:45:27 PM
Kisah Godhika Thera
 
  Godhika Thera, pada suatu kesempatan, melatih meditasi ketenangan dan 
pandangan terang, di atas lempengan batu di kaki gunung Isigili di  Magadha.
Ketika beliau telah mencapai Jhana, beliau jatuh sakit; dan  kondisi ini
mempengaruhi latihannya. Dengan mengabaikan rasa sakitnya,  dia tetap berlatih
dengan keras; tetapi setiap kali beliau mencapai  kemajuan, beliau merasa
kesakitan. Beliau mengalami hal ini sebanyak  enam kali. Akhirnya, beliau
memutuskan untuk berjuang keras hingga  mencapai tingkat arahat, walaupun ia
harus mati untuk itu.
 
  Tanpa beristirahat, beliau melanjutkan meditasinya dengan rajin.  Akhirnya
beliau memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dengan  memilih perasaan
sakit sebagai obyek meditasi, beliau memotong lehernya  sendiri dengan pisau
.
Dengan berkonsentrasi terhadap rasa sakit, beliau  dapat memusatkan pikirannya
dan mencapai arahat, tepat sebelum beliau  meninggal.
 
  Ketika Mara mendengar bahwa Godhika Thera telah meninggal dunia, ia  mencoba
untuk menemukan dimana Godhika Thera tersebut dilahirkan,  tetapi gagal. Maka,
dengan menyamar seperti laki-laki muda, Mara  menghampiri Sang Buddha dan
bertanya dimana Godhika Thera sekarang.  Sang Buddha menjawab, "Tidak ada
manfaatnya bagi kamu untuk mengetahui  Godhika Thera. Setelah terbebas dari
kekotoran-kekotoran moral, ia  mencapai tingkat kesucian arahat. Seseorang
seperti kamu, Mara, dengan  seluruh kekuatanmu tidak akan dapat menemukan
kemana para arahat pergi  setelah meninggal dunia."
 
  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 57 berikut:
 
  Mara tak dapat menemukan jejak mereka yang memiliki sila,
  yang hidup tanpa kelengahan,
  dan yang telah terbebas melalui Pengetahuan Sempurna

Kisah ini penuh kontroversi, baik di lingkungan Buddhis sendiri maupun komentar dari Non-Buddhis.

Apakah dibenarkan membunuh diri sendiri pada kasus-kasus tertentu?

dilbert

Quote from: hendrako on 26 December 2008, 03:52:43 PM
Quote from: dilbert on 26 December 2008, 03:45:27 PM
Kisah Godhika Thera
 
  Godhika Thera, pada suatu kesempatan, melatih meditasi ketenangan dan 
pandangan terang, di atas lempengan batu di kaki gunung Isigili di  Magadha.
Ketika beliau telah mencapai Jhana, beliau jatuh sakit; dan  kondisi ini
mempengaruhi latihannya. Dengan mengabaikan rasa sakitnya,  dia tetap berlatih
dengan keras; tetapi setiap kali beliau mencapai  kemajuan, beliau merasa
kesakitan. Beliau mengalami hal ini sebanyak  enam kali. Akhirnya, beliau
memutuskan untuk berjuang keras hingga  mencapai tingkat arahat, walaupun ia
harus mati untuk itu.
 
  Tanpa beristirahat, beliau melanjutkan meditasinya dengan rajin.  Akhirnya
beliau memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dengan  memilih perasaan
sakit sebagai obyek meditasi, beliau memotong lehernya  sendiri dengan pisau
.
Dengan berkonsentrasi terhadap rasa sakit, beliau  dapat memusatkan pikirannya
dan mencapai arahat, tepat sebelum beliau  meninggal.
 
  Ketika Mara mendengar bahwa Godhika Thera telah meninggal dunia, ia  mencoba
untuk menemukan dimana Godhika Thera tersebut dilahirkan,  tetapi gagal. Maka,
dengan menyamar seperti laki-laki muda, Mara  menghampiri Sang Buddha dan
bertanya dimana Godhika Thera sekarang.  Sang Buddha menjawab, "Tidak ada
manfaatnya bagi kamu untuk mengetahui  Godhika Thera. Setelah terbebas dari
kekotoran-kekotoran moral, ia  mencapai tingkat kesucian arahat. Seseorang
seperti kamu, Mara, dengan  seluruh kekuatanmu tidak akan dapat menemukan
kemana para arahat pergi  setelah meninggal dunia."
 
  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 57 berikut:
 
  Mara tak dapat menemukan jejak mereka yang memiliki sila,
  yang hidup tanpa kelengahan,
  dan yang telah terbebas melalui Pengetahuan Sempurna

Hmmm.....
Sebelum YA. Godhika Thera memutuskan menggorok lehernya, masih tidak bisa dipastikan beliau sudah mencapai Sotapanna atau tidak. :-?

good question ?

Apakah Godhika Thera pada saat mencapai Arahat tidak dilalui dengan pencapaian sotapanna dahulu ? Apakah langsung Arahat ? Apakah pencapaian sotapanna, sakadagami, anagami dan arahat dilampaui secara bersamaan atau bagaimana ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

hatRed

sepintas membaca

apalah bedanya cara meditasi si Godhika sama pertapa Gotama saat menyiksa diri?
i'm just a mammal with troubled soul



adi lim

Quote from: Indra on 26 December 2008, 03:12:50 PM
Quote from: upasaka on 26 December 2008, 03:02:29 PM

Boddhisatta tidak selalu makhluk / orang yang bertekad untuk menjadi Sammasambuddha. Para bhikkhu pun bisa disebut sebagai boddhisatta (orang yang berada di jalur untuk mencapai tingkat kebuddhaan). Saya rasa kita tidak bisa membandingkan kualitas tekad antar boddhisatta dengan Sotapatti, karena hal itu tidak kongruen.

Lalu apakah orang yang mencapai tingkat Sotapanna, Sakadagami dan Anagami dapat disebut sebagai Boddhisatta?

Good poin Bro,
Saya dan yg lainnya secara otomatis mengasumsikan bahwa Bodhisatta dalam konteks ini adalah Samma Bodhisatta, yaitu yang bercita2 untuk menjadi Sammasambuddha. ini adalah keteledoran saya, mohon dimaafkan.

untuk meluruskan,
mereka yang sudah mencapai Sotapatti Magga ..s/d.. Arahatta Magga, tentu juga adalah Bodhisatta (Savaka Bodhisatta)

_/\_

ada 7 makhluk suci (kecuali Arahatta Phala) adalah pasti Bodhisatta (Calon Savaka Buddha)
sedangkan Bodhisatta belum tentu makhluk suci, karena masih bisa lahir di alam binatang, begitu ya ?

kesimpulannya, 7 makhluk suci keadaan lebih tinggi dari pada Bodhisatta.

ibarat,seperti di dalam politik Indonesia masa dulu, bahwa anggota DPR pasti anggota MPR
tetapi anggota MPR belum tentu anggota DPR.
MPR adalah lembaga TerTinggi
DPR masih lembaga Tinggi

_/\_







Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

dilbert

Quote from: hatRed on 26 December 2008, 04:00:57 PM
sepintas membaca

apalah bedanya cara meditasi si Godhika sama pertapa Gotama saat menyiksa diri?

Esensinya pasti beda...

Coba bayangkan... BAHIYA dengan mendengarkan petunjuk Dharma dalam 1 bait saja sudah mendapat penembusan sehingga mencapai tingkat kesucian ARAHAT... Saya yang sudah berkali kali bahkan beratus ratus kali membaca kembali petunjuk BUDDHA sesuai dengan apa yang tertulis dalam BAHIYA SUTTA itu "mungkin" tidak memetik apa apa.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

hendrako

Quote from: dilbert on 26 December 2008, 03:59:28 PM
Quote from: hendrako on 26 December 2008, 03:52:43 PM
Quote from: dilbert on 26 December 2008, 03:45:27 PM
Kisah Godhika Thera
 
  Godhika Thera, pada suatu kesempatan, melatih meditasi ketenangan dan 
pandangan terang, di atas lempengan batu di kaki gunung Isigili di  Magadha.
Ketika beliau telah mencapai Jhana, beliau jatuh sakit; dan  kondisi ini
mempengaruhi latihannya. Dengan mengabaikan rasa sakitnya,  dia tetap berlatih
dengan keras; tetapi setiap kali beliau mencapai  kemajuan, beliau merasa
kesakitan. Beliau mengalami hal ini sebanyak  enam kali. Akhirnya, beliau
memutuskan untuk berjuang keras hingga  mencapai tingkat arahat, walaupun ia
harus mati untuk itu.
 
  Tanpa beristirahat, beliau melanjutkan meditasinya dengan rajin.  Akhirnya
beliau memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dengan  memilih perasaan
sakit sebagai obyek meditasi, beliau memotong lehernya  sendiri dengan pisau
.
Dengan berkonsentrasi terhadap rasa sakit, beliau  dapat memusatkan pikirannya
dan mencapai arahat, tepat sebelum beliau  meninggal.
 
  Ketika Mara mendengar bahwa Godhika Thera telah meninggal dunia, ia  mencoba
untuk menemukan dimana Godhika Thera tersebut dilahirkan,  tetapi gagal. Maka,
dengan menyamar seperti laki-laki muda, Mara  menghampiri Sang Buddha dan
bertanya dimana Godhika Thera sekarang.  Sang Buddha menjawab, "Tidak ada
manfaatnya bagi kamu untuk mengetahui  Godhika Thera. Setelah terbebas dari
kekotoran-kekotoran moral, ia  mencapai tingkat kesucian arahat. Seseorang
seperti kamu, Mara, dengan  seluruh kekuatanmu tidak akan dapat menemukan
kemana para arahat pergi  setelah meninggal dunia."
 
  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 57 berikut:
 
  Mara tak dapat menemukan jejak mereka yang memiliki sila,
  yang hidup tanpa kelengahan,
  dan yang telah terbebas melalui Pengetahuan Sempurna

Hmmm.....
Sebelum YA. Godhika Thera memutuskan menggorok lehernya, masih tidak bisa dipastikan beliau sudah mencapai Sotapanna atau tidak. :-?

good question ?

Apakah Godhika Thera pada saat mencapai Arahat tidak dilalui dengan pencapaian sotapanna dahulu ? Apakah langsung Arahat ? Apakah pencapaian sotapanna, sakadagami, anagami dan arahat dilampaui secara bersamaan atau bagaimana ?

Di dalam dokumenstasi khotbah Ajahn Chah, beliau memberikan analogi sebuah balon tentang pencerahan instan dengan "hanya" mendengarkan khotbah Dhamma dari Sang Buddha yg terdapat di dalam Tipitaka.
Para Arya tersebut, sebelum mendengarkan sabda Buddha sudah memiliki timbunan parami serta kebijaksanaan yang penuh bagaikan balon besar yang sesak akan udara di dalamnya, sehingga hanya diperlukan satu tusukan kecil agar udara didalamnya yang penuh melesat keluar dengan kecepatan yang sangat tinggi.
yaa... gitu deh

Nevada

[at] adiharto

8 Jenis Makhluk Suci (yaitu terdiri dari 4 pasang orang) adalah Para Bhikkhu dan Bhikkhuni yang telah mencapai tingkat kesucian Sotapanna, Sakadagami, Anagami dan Arahat.

dilbert

Quote from: hendrako on 26 December 2008, 04:07:36 PM

Di dalam dokumenstasi khotbah Ajahn Chah, beliau memberikan analogi sebuah balon tentang pencerahan instan dengan "hanya" mendengarkan khotbah Dhamma dari Sang Buddha yg terdapat di dalam Tipitaka.
Para Arya tersebut, sebelum mendengarkan sabda Buddha sudah memiliki timbunan parami serta kebijaksanaan yang penuh bagaikan balon besar yang sesak akan udara di dalamnya, sehingga hanya diperlukan satu tusukan kecil agar udara didalamnya yang penuh melesat keluar dengan kecepatan yang sangat tinggi.

bisa jadi... seperti kisah kisah pencapaian tingkat kesucian dari beberapa ARAHAT yang bahkan hanya mendengarkan 1-2 bait petunjuk dhamma BUDDHA seperti BAHIYA dalam BAHIYA SUTTA. Mungkin pertanyaannya adalah, apakah pencapaian ARAHAT itu langsung penembusan sotapanna, sakadagami, anagami dan arahatta sekaligus ? Ataukah langsung di overlap ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

hendrako

Quote from: dilbert on 26 December 2008, 04:13:20 PM
Quote from: hendrako on 26 December 2008, 04:07:36 PM

Di dalam dokumenstasi khotbah Ajahn Chah, beliau memberikan analogi sebuah balon tentang pencerahan instan dengan "hanya" mendengarkan khotbah Dhamma dari Sang Buddha yg terdapat di dalam Tipitaka.
Para Arya tersebut, sebelum mendengarkan sabda Buddha sudah memiliki timbunan parami serta kebijaksanaan yang penuh bagaikan balon besar yang sesak akan udara di dalamnya, sehingga hanya diperlukan satu tusukan kecil agar udara didalamnya yang penuh melesat keluar dengan kecepatan yang sangat tinggi.

bisa jadi... seperti kisah kisah pencapaian tingkat kesucian dari beberapa ARAHAT yang bahkan hanya mendengarkan 1-2 bait petunjuk dhamma BUDDHA seperti BAHIYA dalam BAHIYA SUTTA. Mungkin pertanyaannya adalah, apakah pencapaian ARAHAT itu langsung penembusan sotapanna, sakadagami, anagami dan arahatta sekaligus ? Ataukah langsung di overlap ?

Pendapat sementara saya adalah tetap bertahap namun berbeda dalam soal kecepatannya, sehingga yg sangat cepat terlihat langsung sampai pada Arahat.
yaa... gitu deh