The Vajracchedika Prajna Paramita Sutra ( Diamon Sutra) *SUTRA PALSU?*

Started by El Sol, 10 October 2007, 09:50:16 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Pudji


Anda menanyakan jaminan apa yang ditawarkan, kan sudah saya jawab. terus apa lagi yg belum selesai? Detik ini saya menawarkan jaminan, detik ini juga "sudah" diberikan.  apa lagi yg belum selesai ? kalo nyawa saya tidak lebih sekedar taik ayam itu artinya sama juga nyawa anda bukan? kan semua manusia itu sama....

Sopan santun, pemahaman setiap org berbeda-beda/relatif. menurut anda tidak ada rasa tidak sopan, menurut saya belum cukup. Karena relatif, maka perlu dimantapkan terus...
Bagi moderator, itu juga relatif. Apalagi sopan santun menyangkut moralitas. Di zaman sekarang sesuatu yang menyangkut moralitas yg begitu relatif, hukum tidak langsung bertindak (contoh kasus Aceng ;D ). Saya juga tidak mengerti kenapa bisa begini, kayaknya tidak seperti zaman dulu.

Indra

Quote from: Pudji on 25 December 2012, 11:15:26 PM

Anda menanyakan jaminan apa yang ditawarkan, kan sudah saya jawab. terus apa lagi yg belum selesai? Detik ini saya menawarkan jaminan, detik ini juga "sudah" diberikan.  apa lagi yg belum selesai ? kalo nyawa saya tidak lebih sekedar taik ayam itu artinya sama juga nyawa anda bukan? kan semua manusia itu sama....

itu adalah asumsi anda sendiri, menurut saya semua manusia itu unique, saya jelas tidak sama dengan anda, walaupun anda mengaku2 sama dengan saya.


Quote
Sopan santun, pemahaman setiap org berbeda-beda/relatif. menurut anda tidak ada rasa tidak sopan, menurut saya belum cukup. Karena relatif, maka perlu dimantapkan terus...
Bagi moderator, itu juga relatif. Apalagi sopan santun menyangkut moralitas. Di zaman sekarang sesuatu yang menyangkut moralitas yg begitu relatif, hukum tidak langsung bertindak (contoh kasus Aceng ;D ). Saya juga tidak mengerti kenapa bisa begini, kayaknya tidak seperti zaman dulu.

bahkan sopan santun dan pemahaman bisa berbeda2 walaupun anda berpendapat bahwa semua manusia itu sama, setidaknya cobalah untuk konsisten

Pudji

Saya rasa sampai di sini, pembaca sudah mengerti apa maksud saya menuliskan/menyampaikan kata "menjamin" untuk menyampaikan sebuah maksud. Kalo masih ada yg belum ngerti, boleh coba ajarkan bagaimana menyusun kalimat yg ingin disampaikan itu dengan lebih tepat. umpamanyanya kata "menjamin" diganti dengan kata "saya harap pembaca percaya", walaupun sedikit lebih lemah penekanannya dibanding sebelumnya. 

Terus terang, sebenarnya saya ragu memberikan komentar lagi kepada anda. Karena sebagai umat Buddha sudah tidak seharusnya membawa diri pada kondisi seperti ini. Hanya kadang saya pikir, kalo tidak diberikan penjelasan, dan pembahasan di forum ini sering terdapat yang berbau atau gaya seperti ini, apa kita tidak merasa kesal. Fungsi dan tujuan forum ini apa ? Sudahlah, mari mengikuti sesuai ketentuan forum ini... dari pada makin menjauh dan memanjang...

Pudji

Quote from: Indra on 25 December 2012, 11:27:58 PM
itu adalah asumsi anda sendiri, menurut saya semua manusia itu unique, saya jelas tidak sama dengan anda, walaupun anda mengaku2 sama dengan saya.


bahkan sopan santun dan pemahaman bisa berbeda2 walaupun anda berpendapat bahwa semua manusia itu sama, setidaknya cobalah untuk konsisten

Ya, itu menurut anda, tidak bisa saya memaksa. Menurut saya semua manusia sama, karena berdasarkan apa yg diajarkan di Diamond Sutra dan Sutra lainnya, "Tidak ada konsep Aku, Manusia, Makhluk Hidup, Kehidupan"

Indra

Quote from: Pudji on 25 December 2012, 11:44:39 PM
Ya, itu menurut anda, tidak bisa saya memaksa. Menurut saya semua manusia sama, karena berdasarkan apa yg diajarkan di Diamond Sutra dan Sutra lainnya, "Tidak ada konsep Aku, Manusia, Makhluk Hidup, Kehidupan"

Sang Buddha mengajarkan bahwa ada yg disebut makhluk, misalnya dalam SN 23.2, sutta Pali ini tentunya juga terdapat dalam Sankrit dalam Saṃyuktāgama, silakan anda membantahnya

Quote
2 (2) Makhluk

Di Sàvatthi. Sambil duduk di satu sisi, Yang Mulia Ràdha berkata kepada Sang Bhagavà: [190] "Yang Mulia, dikatakan, 'makhluk, makhluk.' Bagaimanakah, Yang Mulia, seseorang disebut makhluk?"

"Seseorang terjerat, Ràdha, terjerat erat, dalam keinginan, nafsu, kesenangan, dan kegemaran terhadap bentuk, oleh karena itu ia disebut makhluk.244 "Seseorang terjerat, Ràdha, terjerat erat, dalam keinginan, nafsu, kesenangan, dan kegemaran terhadap perasaan ... terhadap persepsi ... terhadap bentukan-bentukan kehendak ... kesadaran, oleh karena itu ia disebut makhluk.

"Misalkan, Ràdha, beberapa anak laki-laki dan perempaun bermain istana pasir. Selama mereka memiliki nafsu, keinginan, kasih sayang, dahaga,  kerinduan, dan kegemaran akan istana-istana pasir itu, maka mereka menyayanginya, bermain dengannya, menghargainya,  dan memperlakukannya sebagai milik pribadinya. Tetapi ketika anak-anak itu kehilangan nafsu, keinginan, kasih sayang, dahaga,  kerinduan, dan kegemaran akan istana-istana pasir itu, maka mereka menghamburkannya dengan tangan dan kaki mereka, membongkar, menghancurkan,  dan membuatnya tidak dapat lagi dijadikan permainan.

"Demikian pula, Ràdha, hamburkanlah bentuk, bongkarlah, hancurkanlah,  dan buatlah sehingga tidak dapat lagi dijadikan permainan; berlatihlah demi hancurnya keinginan. Hamburkanlah perasaan ... hamburkanlah persepsi ... hamurkanlah bentukan-bentukan kehendak ... hamburkanlah kesadaran, bongkarlah, hancurkanlah,  dan buatlah sehingga tidak dapat lagi dijadikan permainan; berlatihlah demi hancurnya keinginan. Karena hancurnya keinginan, Ràdha, adalah Nibbàna."


Pudji

Quote from: Indra on 25 December 2012, 11:27:58 PM
itu adalah asumsi anda sendiri, menurut saya semua manusia itu unique, saya jelas tidak sama dengan anda, walaupun anda mengaku2 sama dengan saya.


bahkan sopan santun dan pemahaman bisa berbeda2 walaupun anda berpendapat bahwa semua manusia itu sama, setidaknya cobalah untuk konsisten

Ada individu yang berpegangan erat, bahwa segala sesuatu harus konsisten. sepertinya berkonsisten adalah pernyataan pada diri yg berpendirian. Tapi ada individu yg berada pada level pemahaman tidak pasti konsisten, apalagi menjadi kaku. Semua tergantung kondisi. Tergantung dipandang dari sudut mana. Demikian juga sopan santun yg relatif atau berbeda-beda, kalo dipandang perindividu. Manusia semua sama kalo dipandang dengan hati tanpa ke-aku-an dan tanpa egois.

Indra

Quote from: Pudji on 25 December 2012, 11:54:29 PM
Ada individu yang berpegangan erat, bahwa segala sesuatu harus konsisten. sepertinya berkonsisten adalah pernyataan pada diri yg berpendirian. Tapi ada individu yg berada pada level pemahaman tidak pasti konsisten, apalagi menjadi kaku. Semua tergantung kondisi. Tergantung dipandang dari sudut mana. Demikian juga sopan santun yg relatif atau berbeda-beda, kalo dipandang perindividu. Manusia semua sama kalo dipandang dengan hati tanpa ke-aku-an dan tanpa egois.

kesimpulan:
karena anda tidak konsisten maka dari teori anda, anda adalah diri yg tidak berpendirian.

Pudji

Quote from: Indra on 25 December 2012, 11:54:21 PM
Sang Buddha mengajarkan bahwa ada yg disebut makhluk, misalnya dalam SN 23.2, sutta Pali ini tentunya juga terdapat dalam Sankrit dalam Saṃyuktāgama, silakan anda membantahnya

Di dalam Sutra ini sendiri sudah terdapat jawabannya kok.
"Ada yg disebut Makhluk", makhluk muncul atau tercipta karena perasaan, keinginan, nafsu. Makhluk lenyap ketika lenyapnya perasaaan, keinginan, nafsu. Anda melihat manusia berbeda-beda (unik), karena anda melihat dengan keinginan dan nafsu (lebih melekat lagi dan yakin sekali bahwa manusia itu unik, kalau dilihat, dirasakan, dan direnungkan dengan sambil membawa perasaan egois, harga diri dsbnya).
Melihat manusia itu sama adalah melihat dengan hati tanpa nafsu/keinginan, tanpa egois, apalagi disertai timbulnya raasa cinta kasih.

cumi polos

Quote from: Pudji on 26 December 2012, 12:07:25 AM
Di dalam Sutra ini sendiri sudah terdapat jawabannya kok.
"Ada yg disebut Makhluk", makhluk muncul atau tercipta karena perasaan, keinginan, nafsu. Makhluk lenyap ketika lenyapnya perasaaan, keinginan, nafsu. Anda melihat manusia berbeda-beda (unik), karena anda melihat dengan keinginan dan nafsu (lebih melekat lagi dan yakin sekali bahwa manusia itu unik, kalau dilihat, dirasakan, dan direnungkan dengan sambil membawa perasaan egois, harga diri dsbnya).
Melihat manusia itu sama adalah melihat dengan hati tanpa nafsu/keinginan, tanpa egois, apalagi disertai timbulnya raasa cinta kasih.
mohon izin nimbrung dikit ya,

bagaimana manusia bisa sama ? ada yg suka tanya,
tapi ada juga yg tidak suka menjawab.

Nahhh manusia itu sama dlm hal apa tohh ?

Quotekesimpulan:
karena anda tidak konsisten maka dari teori anda, anda adalah diri yg tidak berpendirian.
bagaimana bisa tao kalau bro pudji adalah org yg berpendidikan ?
kalau cuma lulusan TK apakah juga termasuk berpendidikan ? nahhh
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Pudji

Quote from: Indra on 26 December 2012, 12:04:09 AM
kesimpulan:
karena anda tidak konsisten maka dari teori anda, anda adalah diri yg tidak berpendirian.
Benar....
Dan sampai di sini dan kondisi ini, yg tidak berpendirian lebih pantas dihormati daripada yg berpendirian. karena yg tidak berpendirian telah memberi sumbangan untuk meningkatan pengetahuan tentang sopan santun, telah mengingatkan kembali ajaran Sutra. Yg berpendirian masih mempedulikan harga diri sendiri, memikirkan setelah menang debat merasa pintar dan bangga.

Indra

Quote from: Pudji on 26 December 2012, 12:07:25 AM
Di dalam Sutra ini sendiri sudah terdapat jawabannya kok.
"Ada yg disebut Makhluk", makhluk muncul atau tercipta karena perasaan, keinginan, nafsu. Makhluk lenyap ketika lenyapnya perasaaan, keinginan, nafsu. Anda melihat manusia berbeda-beda (unik), karena anda melihat dengan keinginan dan nafsu (lebih melekat lagi dan yakin sekali bahwa manusia itu unik, kalau dilihat, dirasakan, dan direnungkan dengan sambil membawa perasaan egois, harga diri dsbnya).
Melihat manusia itu sama adalah melihat dengan hati tanpa nafsu/keinginan, tanpa egois, apalagi disertai timbulnya raasa cinta kasih.

saya yakin semua member di sini masih punya nafsu, tidak peduli apakah anda "menjamin" bahwa anda adalah tanpa nafsu atau tidak.
tapi intinya bukan soal nafsu atau tanpa nafsu, melainkan adalah pernyataan anda yg mengataka bahwa "tidak ada makhluk"

Indra

Quote from: Pudji on 26 December 2012, 12:11:55 AM
Benar....
Dan sampai di sini dan kondisi ini, yg tidak berpendirian lebih pantas dihormati daripada yg berpendirian. karena yg tidak berpendirian telah memberi sumbangan untuk meningkatan pengetahuan tentang sopan santun, telah mengingatkan kembali ajaran Sutra. Yg berpendirian masih mempedulikan harga diri sendiri, memikirkan setelah menang debat merasa pintar dan bangga.

jadi inti permasalahannya adalah tuntutan untuk dihormati, begitu? bukan begitu cara orang dihormati di sini.

Pudji

Quote from: cumi polos on 26 December 2012, 12:10:54 AM
mohon izin nimbrung dikit ya,

bagaimana manusia bisa sama ? ada yg suka tanya,
tapi ada juga yg tidak suka menjawab.

Nahhh manusia itu sama dlm hal apa tohh ?
bagaimana bisa tao kalau bro pudji adalah org yg berpendidikan ?
kalau cuma lulusan TK apakah juga termasuk berpendidikan ? nahhh

Manusia semua sama dalam hal :
Lahir, tua, sakit, dan mati. Anda diberi umur 60 tahun atau 100 tahun usianya, pada tahun ke 101, tetap sama.
Buddha tidak mengharapkan manusia berkonsentrasi pada  kehidupan sesaat, (100 tahun, 1000 tahun adalah sesaat)
dan manusia dirasakan berbeda/unik ketika berkonsentrasi dalam waktu sesaat (100 tahun, 100 tahun). Manusia dipandang ketika melepas dari kemelekatan sesaat, alias mencapai Nirbana.

Pudji

Quote from: Indra on 26 December 2012, 12:16:16 AM
jadi inti permasalahannya adalah tuntutan untuk dihormati, begitu? bukan begitu cara orang dihormati di sini.
Bukan menuntut untuk dihormati. Tapi meningkatkan sikap sopan santun. Bagaikan di suatu tempat walaupun tidak ada maling/penjahat, tapi tetap harus ada pos polisi...

Pudji

Quote from: Pudji on 26 December 2012, 12:24:49 AM
Bukan cara begitu dihormati disini, tapi juga bukan cara meremehkan org disini.
Bukan menuntut untuk dihormati. Tapi meningkatkan sikap sopan santun. Bagaikan di suatu tempat walaupun tidak ada maling/penjahat, tapi tetap harus ada pos polisi...