[Kisah Sufi] Ketika Air Berubah

Started by sobat-dharma, 05 December 2008, 06:53:25 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

sobat-dharma

Ketika Air Berubah

Pada zaman dahulu, Kidir, Guru Musa, memberi peringatan kepada
manusia. Pada hari tertentu, katanya, semua air didunia yang tidak
disimpan secara khusus akan lenyap. Sebagai gantinya akan ada
air baru, yang mengubah manusia menjadi gila.

Hanya seorang yang menangkap makna peringatan itu. Ia
mengumpulkan air dan menyimpannya di tempat yang aman.

Ditunggunya saat yang di sebut-sebut itu.

Pada hari yang dipastikan itu, sungai-sungai berhenti mengalir,
sumur-sumur mengering. Melihat kejadian itu, orang yang
menangkap makna peringatan itupun pergi ketempat penyimpanan
dan meminum airnya.

Ketika dari tempat persembunyiannya itu ia menyaksikan air terjun
kembali memuntahkan air, orang itu pun menggabungkan dirinya
kembali dengan orang-orang lain. Ternyata mereka itu kini berpikir
dan berbicara dengan cara sama sekali lain dari sebelumnya;
mereka tidak ingat lagi apa yang pernah terjadi, juga tidak ingat
sama sekali bahwa pernah mendapat peringatan. Ketika orang itu
mencoba berbicara dengan mereka, ia menyadari bahwa ternyata
mereka telah menganggapnya gila. Terhadapnya, mereka
menunjukkan rasa benci atau kasihan, bukan pengertian.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

hatRed

mmm..... sorry lemot, ney maksudnya apa yak?
i'm just a mammal with troubled soul



sobat-dharma

Semua orang gila, kecuali orang itu. Bagi yang lain (yang menjadi gila), orang satu-satunya yang seharusnya tidak gila dianggap "gila"
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Reenzia

berarti dianggap gila karena tidak umum aja ya?

sobat-dharma

Yup. ini kisah yang menggambarkan di mana mayoritas yang selalu menentukan mana yang benar, mana yang salah --minoritas selalu dengan mudah disalahpahami sebagai yang salah. Sekaligus menggambarkan bagaimana kadang-kadang "kebenaran" itu bersifat relatif dan tergantung pada kesepakatan umum, jika berbicara pada tataran permukaan belaka.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Reenzia

 =D> banyak/umum/biasa bukan berarti tidak salah

:jempol: mengundang kita untuk membuktikan sndiri, tak sekedar ikut-ikutan

hatRed

hmmm.. jadi maksudnya. kek yg diungkapkan om forte yg di thread reenzie tentang Menghakimi itu.

kalau begitu "Lain ladang lain belalang",  kebenaran mutlak tidak bisa disamakan dengan adat istiadat ataupun kemufakatan. malah dalam contoh tidak ada kemufakatan. hanya mengandalkan persepsi.


bingung juga yak.


tapi pegangan saya di dalam buddhism kek om upasaka ma reenzie bilang aja.
i'm just a mammal with troubled soul



hatRed

mo nambahin aja.

mungkin pernah dengar, "kita kalo gak ikut2an gila malah dianggap gila"


trus, ney dari komik.


satu orang yang menoleh ke kiri saat orang melihat lurus kedepan tidak berpengaruh besar ketimbang 100 orang yang menoleh ke kiri.

1 orang

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 1 1 0 0 0 0
0 0 0 1 1 1 0 0 0 0
0 0 0 1 1 1 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

walau lebih bersifat psikologis, tetapi memang beginilah kenyataan di masyarakat kita.
i'm just a mammal with troubled soul



Reenzia

Quote from: hatRed on 06 December 2008, 01:02:01 PM
hmmm.. jadi maksudnya. kek yg diungkapkan om forte yg di thread reenzie tentang Menghakimi itu.

kalau begitu "Lain ladang lain belalang",  kebenaran mutlak tidak bisa disamakan dengan adat istiadat ataupun kemufakatan. malah dalam contoh tidak ada kemufakatan. hanya mengandalkan persepsi.


bingung juga yak.


tapi pegangan saya di dalam buddhism kek om upasaka ma reenzie bilang aja.

yg ini betul loh :jempol:

Quotemungkin pernah dengar, "kita kalo gak ikut2an gila malah dianggap gila"

hatRed mau jadi gila biar gk dianggap gila? =))

Nevada

Di sinilah keteguhan prinsip akan integritas diri diuji.

Kalau prinsip Anda tidak kuat, Anda akan mudah terhanyut oleh kaum mayoritas. Kalau mayoritas ini baik, yah syukur...
Kalau mayoritas ini buruk, yowess... brekele lah...  :hammer:

sobat-dharma

Quote from: hatRed on 06 December 2008, 01:02:01 PM
hmmm.. jadi maksudnya. kek yg diungkapkan om forte yg di thread reenzie tentang Menghakimi itu.

kalau begitu "Lain ladang lain belalang",  kebenaran mutlak tidak bisa disamakan dengan adat istiadat ataupun kemufakatan. malah dalam contoh tidak ada kemufakatan. hanya mengandalkan persepsi.


bingung juga yak.


tapi pegangan saya di dalam buddhism kek om upasaka ma reenzie bilang aja.

Saya sepakat. Namun, kapan seorang bisa membedakan antara sebuah kebenaran mutlak dengan kebenaran yang merupakan hasil kesepakatan belaka? Justru dalam keseharian dengan mudah sekali kita ditipu oleh kebenaran hasil kesepakatan sebagai kenyataan apa adanya. Ingat, bagi beberapa agama "Tuhan" adalah kebenaran mutlak, namun bagi yang lain hal tersebut adalah kesepakatan belaka. Begitu juga sebaliknya, bagi beberapa agama "tumimbal lahir" adalah kebenaran mutlak, namun bagi yang lain hal tersebut adalah kesepakatan belaka. Selama masih terjadi saling berbantahan, jelas sebuah kebenaran sulit disimpulkan sebuah gagasan sebagai mutlak pasti benar, meskipun gagasan yang telah disepakati hampir semua orang bisa jadi bukan kebenaran mutlak.

Pertanyaannya adalah adakah kebenaran itu yang memang benar dalam dirinya sendiri sendiri tanpa harus diafirmasi oleh sekelompok orang? Definisi "kebenaran" jelas bersangkutan otoritas yang mengklaim kebenaran itu. Umumnya, suatu pertanyaan dianggap benar, jika yang menyatakan hal tersebut adalah pihak yang kita percayai atau yakin sebagai kompeten, berwenang atau memiliki kualitas tertentu. Jadi kebenaran sebagaimana yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari muncul dari relasi antara satu pihak dengan pihak lain, di mana yang terjadi adalah kesepakatan dan kesalingtergantungan dalam menyatakan apa yang "benar" dan "salah" menurut mereka.

Dan kalau pertanyaannya adakah "kebenaran mutlak." Maka kalaupun ada yang namanya "kebenaran mutlak" itu harus berada di luar oposisi antara "benar" dan "salah". Mengapa demikian? Jika dalam posisi "benar" atau "salah" selalu ada pihak yang dibenarkan atau yang disalahkan. Ketika sesorang membenarkan sesuatu, bersamaan ia pasti harus menyalahkan hal yang berlawanan dengan yang dibenarkan, begitu juga ketika ia menyalahkan sesuatu ia harus membenarkan sesuatu yang merupakan pertentangannya. Jika ada pihak yang dibenarkan atau pihak yang disalahkan, berarti "kebenaran" tersebut sama sekali bukan "kebenaran mutlak."

kata "kebenaran mutlak" dengan demikian mengandung kontradiksi di dalam dirinya sendiri. Jika ia merupakan sebuah "kebenaran", maka ia tidak akan menjadi absolut. Apa yang absolut tidak perlu dibenarkan lagi, karena ia sudah "benar" di dalam dirinya sendiri. oleh karena itu, menyebutnya sebagai "kebenaran" justru menyebabkan kerancuan, karena pasti ada yang "salah" nantinya. Jika ada yang "salah", maka sebuah kebenaran tidak bisa menjadi absolut. Alasannya seperti yang telah kukemukakan di atas. Dengan demikian, "kebenaran absolut", harus merupakan sesuatu yang berada di atas yang "benar" dan "salah", karena dengan demikian ia tidak lagi dapat dipertanyakan.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

hatRed

om sobat-dharma,

ini hanyalah pendapat pribadi saya.

kebenaran mutlak itu bukan ditentukan, bukan  pula dibuat, bukan pula suatu hasil,

tetapi ditemukan, karena kebenaran itu memang sudah ada. tinggal kita apakah membutuhkan,menyadari,menemukan kebenaran tersebut.
i'm just a mammal with troubled soul



sobat-dharma

Quote from: hatRed on 06 December 2008, 01:35:34 PM
om sobat-dharma,

ini hanyalah pendapat pribadi saya.

kebenaran mutlak itu bukan ditentukan, bukan  pula dibuat, bukan pula suatu hasil,

tetapi ditemukan, karena kebenaran itu memang sudah ada. tinggal kita apakah membutuhkan,menyadari,menemukan kebenaran tersebut.

Kalau gitu, tanpa disebut sebagai "kebenaran" toh nggak masalah kan? Kalau dinamai "kebenaran" malah jadi rancu, karena "kebenaran" selalu berarti adanya "kesalahan."
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

hatRed

membuktikan kesalahan berarti kita menemukan kebenaran.
i'm just a mammal with troubled soul



dilbert

Quote from: sobat-dharma on 06 December 2008, 12:57:41 PM
Yup. ini kisah yang menggambarkan di mana mayoritas yang selalu menentukan mana yang benar, mana yang salah --minoritas selalu dengan mudah disalahpahami sebagai yang salah. Sekaligus menggambarkan bagaimana kadang-kadang "kebenaran" itu bersifat relatif dan tergantung pada kesepakatan umum, jika berbicara pada tataran permukaan belaka.

berarti ajaran agama dengan jumlah umat terbesar adalah yang "benar" ? Ini namanya LOGIKA MEMAKSA.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan