Konsep urutan kejadian setelah kematian (Seluruh Aliran)

Started by her, 03 December 2008, 12:38:37 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Equator

Bro Markos
kalo dilihat dari tingkatannya ada di nomor 2 termasuk sangat penting pula kesadaran menjelang ajal itu untuk kasus yang saya ceritakan tadi
semoga saja kita dapat mempertahankan kondisi terakhir tersebut
tapi semuanya anicca sih bro..
semoga kita semua bisa terlahir ke alam yang lebih baik
thanks penjelasannya
Hanya padaMu Buddha, Kubaktikan diriku selamanya
Hanya untukMu Buddha, Kupersembahkan hati dan jiwaku seutuhnya..

Lily W

Quote from: Sumedho on 03 December 2008, 08:31:55 AM
kalau tidak salah di maitreya jg teragantung keluar dari lubang mana yg menentukan kelahiran jg. Dulu inget waktu abis di chiu tao ada di jelasin pakai gambar gitu

Oh... Suhu juga punya kapling di surga.... :))

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

purnama

Daripada omongin soal alam kematian mendingan omongin soal mengisi kehidupan ini. Ngapain bicarain alam kematian kalo belom terjadi. Yang penting tuh bicarain cara mengisi kehidupan ini. Bukan bicara setelah kehidupan yang belum terjadi.

Life is Beutyfulll

Gitu loookh !

William_phang

Quote from: Sumedho on 03 December 2008, 08:31:55 AM
kalau tidak salah di maitreya jg teragantung keluar dari lubang mana yg menentukan kelahiran jg. Dulu inget waktu abis di chiu tao ada di jelasin pakai gambar gitu

Kalo menurut maitreya lubang yang paling bagus wkt arwah keluar (istilah yang mengenal roh kekal) yaitu lubang yang di antara Alis ( mgkn cakra mata ketiga, ini pendapat pribadi).....

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Life is dukkha, makanya relevan untuk membicarakan kematian.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

William_phang

Quote from: markosprawira on 03 December 2008, 09:19:01 AM
Kalo di theravada sih simpel banget.......

kalo lahir ada yg dinamakan patisandhi citta


biasanya pada kondisi biasanya, 1 proses kesadaran terdiri dari 17 citta (yg didalamnya ada 7 javana) seperti diatas (warna merah)


nah menjelang kematian, pas sebelum meninggal hanya ada 5 javana (warna merah)
disusul cuti citta/death citta (citta yg menutup kehidupan sbg mahluk tsb,warna biru)
dan langsung muncul patisandhi citta/rebirth linking (warna biru) sebagai mahluk baru

5 javana terakhir itulah yang menjadi pendorong utk patisandhi citta yg baru

Simpel banget kok secara theravada sih...... kalo pernah baca buku many lives, many master disana kematian itu digambarkan seperti melangkah melewati pintu
Sebelum lewat, mahluk A
Setelah lewat, udah langsung jadi mahluk B

Semoga proses kematian bermanfaat bagi kita semua agar nantinya tidak takut menjelang kematian  _/\_

Di Many lives Many masters Kayaknya ada juga digambarkan adanya alam perantara deh....dimana sebuah cahaya yang akan menarik arwahnya yang telah keluar dari tubuh...terus tunggu kl dah waktunya dah sampai akan terlahir lagi.....

purnama

Quote from: Wolverine on 03 December 2008, 10:36:14 AM
Life is dukkha, makanya relevan untuk membicarakan kematian.

;))

Terang aja , habis dipikirin kita, hidup kita adalah Dukha melulu gimane mau  merasa bahagia :)).
Coba pikiran kita ada Hidup ini bahagia, PAsti bahagia ngak bilang Dukha atuhh :))
Life is So Sweat :))

Sumedho

 [at] william_phang:
kalau itu keknya bisa dikatakan sebagai nimitta sebelum kematian, jadi sebenarnya masih belum meninggal.
There is no place like 127.0.0.1

Lily W

Quote from: Herdiboy on 03 December 2008, 10:02:32 AM
Bro Markos
kalo dilihat dari tingkatannya ada di nomor 2 termasuk sangat penting pula kesadaran menjelang ajal itu untuk kasus yang saya ceritakan tadi
semoga saja kita dapat mempertahankan kondisi terakhir tersebut
tapi semuanya anicca sih bro..
semoga kita semua bisa terlahir ke alam yang lebih baik
thanks penjelasannya


Coba baca yg di bawah ini.... (sori yaah...saya tidak bisa terjemahkan ;D )

B Pàkadànapariyàya-kamma Catukka

With respect to the priority in bearing results, there are four
kinds of kamma:
1 Garuka-kamma
Weighty kamma which is so strong that no other kamma
can stop its function in the next life. In other words, it
certainly produces its results in the next life.
Bad weighty kammas are pa¤cànantariya kamma,
namely, (i) creating a schism in the Saügha, (ii)
wounding a Buddha, (iii) murdering an arahat, (iv)
matricide, and, (v) parricide. Niyata-micchàdiññhi
(permanent false view) is also termed as one of the
weighty kammas.
On the other hand, 5 råpàvacara-kusala kammas and
4 aråpàvacara-kusala kammas are good weighty kammas.
Lokuttara-magga is also a weighty force for it closes the
doors of the four apàya abodes for ever.
2 Asa¤¤à-kamma (maksudnye asanna kamma)
Proximate kamma that is performed or remembered just
before death.
3 âciõõa-kamma (maksudnya acinna kamma)
Habitual kamma which is performed regularly, or it may
be a kamma which is performed once and is recollected
and remembered all the time.
4 Kañattà-kamma
Unspecified kamma which is done once and soon
forgotten.
Now if we have any garuka-kamma, it will produce its result
when we die and condition our next life.
If we do not have any garuka-kamma, which is often the case,
then we must rely on asa¤¤à-kamma to condition our next life.
To get a good asa¤¤à-kamma, sons and daughters or relatives
and friends should arrange wholesome deeds such as offering
robes to monks or listening to Dhamma-preaching for the person
on his or her death-bed. The dying person should also be
reminded of his past good deeds.

A good example is Venerable Soõa's father in Ceylon. The
father made a living by hunting. When he was too old to go
hunting, he became a monk in his son's monastery. Soon he fell
ill and had a vision that hell hounds were coming up the hill to
bite him. He was frightened, and so he asked his son to drive
away the hounds.
His son, who was an arahat, knew that his father was having
a gati-nimitta to be cast away in niraya. He asked his disciples to
gather flowers quickly and spread them all over the pagoda in
the monastery. Then they carried his father together with his
bed to the pagoda. Venerable Soõa reminded his father to pay
homage to the pagoda and to rejoice in the offering of flowers
on his behalf.

The old monk calmed down, paid respect to the pagoda
and was delighted in seeing the flowers being offered to the
pagoda on his behalf. At that moment, his gati-nimitta changed.
He told his son, "Your beautiful step-mothers from celestial
abode come to take me along". The son was satisfied with the
result of his efforts.

This is a very good way of repaying the gratitude we owe
to our parents.
To be sure to get a good asa¤¤à-kamma, however, we should
develop an àciõõa-kamma while we are alive. The best àciõõakamma
is tranquillity-meditation or insight-meditation which
can be performed all the time. When it becomes habitual, it will
be remembered and practised near the time of death.

King Du¤¤hàgamaõi (Dutthagamani) of Ceylon was in the habit of giving
alms to monks before he took his meals. Once his brother rose
against him and drove him into the forest. While hiding in the
forest, he asked his attendant whether they had anything to eat.
His attendant replied that he had brought a bowl of royal meal.
The king divided the meal into four portions – one portion
is for him, one for the attendant, one for the horse and one for
offering. He then asked the attendant to invite monks or recluses
to come and collect his offering.
Of course they could see no one around. But on the king's
insistence, the attendant invited aloud. Lo! A reverend monk came
moving in the air. The monk was an arahat with the knowledge of
abhi¤¤à. The king was so delighted that he offered not only the
fourth portion of the meal but also his portion. The attendant
followed suit and offered his share. On looking at the horse, it
nodded indicating that it wanted to offer its share as well.

The king was in ecstasy for some time and then felt hungry
again. Knowing that the arahat could hear him with his divine
ear (dibba-sota), he made a wish to send him any remnant of the
meal. The arahat sent him the begging-bowl which came flying
in the air. The king took the bowl and found it full of food. The
food can be multiplied by iddhi-vidha-abhi¤¤à (supernormal
power). The king, the attendant and the horse could eat to their
full.
Later the king regained power and donated a tremendous
amount of his wealth to Buddha-sàsanà (Buddhist religion) for
building the great thåpa called Mahà-cetiya, many monasteries
and other religious buildings. He had all his good deeds
recorded. When he was on his death-bed, he listened to the
records, which were read to him. On coming to the item of
offering a meal to the arahat in the forest, he asked the reader
to stop the reading. He was in great joy and, remembering
that deed, he died. This good kamma gave him rebirth in Tusità
realm.

Cunda, a butcher, made a living by slaughtering pigs cruelly
for more than fifty years. When the time was up, the fire from
niraya came up and burnt him making him squeal like a pig for
seven days. He was in niraya as soon as he died. Thus àciõõakamma
becomes asa¤¤à-kamma and produces its result.

Sumber : Ultimate Science ~ Dr. Mehm Tin Mon

Semoga bermanfaat...

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

her

waw... ternyata theravada malah sudah ada scheme-nya...

Kalau begitu konsep yang mengatakan adanya Raja-Raja Neraka itu aliran mana yah, sampai ada namanya dan aula yang dikuasainya.... apakah hanya tradisi chinese ??

Menurut salah satu bikkhu di Ekayana, orang itu memiliki beberapa tingkat kesadaran, jadi sebelum meninggal tingkat kesadaran itu satu persatu meninggalkan raganya (saya lupa ada berapa tingkat)... bener ga ? makanya menurut dia orang yang sudah tidak ada nafas terkadang masih bisa menitikkan air mata....

Trus dari kehilangan nafas, hari pertama-kedua-dst... orang yang meninggal itu ngapain aja yah ? ada yang bilang 49 hari, ada yang bilang 40 hari... trus kalau di video Tsitigarbha, apabila dalam jangka waktu itu keluarganya melakukan perbuatan baik maka, orang yang meninggal itu memperoleh 1/7 bagian dari kamma baik yang dilakukan pihak keluarga...

mohon penjelasan

markosprawira

Quote from: william_phang on 03 December 2008, 10:38:31 AM

Simpel banget kok secara theravada sih...... kalo pernah baca buku many lives, many master

Di Many lives Many masters Kayaknya ada juga digambarkan adanya alam perantara deh....dimana sebuah cahaya yang akan menarik arwahnya yang telah keluar dari tubuh...terus tunggu kl dah waktunya dah sampai akan terlahir lagi.....
[/quote]

dear ko william

sori sementara ini saya asumsikan itu sebenarnya sudah menjadi mahluk baru, di alam yg penuh cahaya

kenapa disitu dia ga ingat? karena yg diingat oleh dia adalah pengalaman2 yg "berkesan" (mayoritas yg buruk), yg membuat berakumulasi dalam banyak kehidupan, sehingga membuat dia menjadi traumatis saat ini

semoga bisa dimengerti yah

markosprawira

Quote from: her on 03 December 2008, 11:28:08 AM
waw... ternyata theravada malah sudah ada scheme-nya...

Kalau begitu konsep yang mengatakan adanya Raja-Raja Neraka itu aliran mana yah, sampai ada namanya dan aula yang dikuasainya.... apakah hanya tradisi chinese ??

Menurut salah satu bikkhu di Ekayana, orang itu memiliki beberapa tingkat kesadaran, jadi sebelum meninggal tingkat kesadaran itu satu persatu meninggalkan raganya (saya lupa ada berapa tingkat)... bener ga ? makanya menurut dia orang yang sudah tidak ada nafas terkadang masih bisa menitikkan air mata....

Trus dari kehilangan nafas, hari pertama-kedua-dst... orang yang meninggal itu ngapain aja yah ? ada yang bilang 49 hari, ada yang bilang 40 hari... trus kalau di video Tsitigarbha, apabila dalam jangka waktu itu keluarganya melakukan perbuatan baik maka, orang yang meninggal itu memperoleh 1/7 bagian dari kamma baik yang dilakukan pihak keluarga...

mohon penjelasan


ehm, mgkn rekan2 lain yg bisa menjawab karena jika secara theravada, demikianlah prosesnya...

pernah ada yg bercerita di myanmar adalah meditator bercerita pd wkt dia akan mati, dimulai tidak bisa merasakan ujung kaki, dan terakhir di sekitar dada

maaf jika tidak menerangkan kebingungan yg sedang anda alami.....

J.W

Jadi teringat kisah ini :

Sewaktu bibi jinaraga dinyatakan telah meninggal dunia secara medis di rumah sakit. Kemudian paman pun menyiapkan segala administrasi di rumah sakit dan berangkat ke balai sosial. Ketika hendak meninggalkan rumah sakit, tiba2 mata bibi terbuka lebar. Kemudian paman berbisik di telinga berkata pergilah dengan damai. Matanya tertutup kembali dengan pelahan.

Ketika sampai di balai sosial dan dipersiapkan segala keperluan, famili dekat kebetulan dah pada dateng, salah satu matanya terbuka dikit (seperti mengintip). Selang sesaat, kemudian menutup kembali.



Cerita horor selesai... Rekan2, gimana menurut pandangan dhamma dalam hal ini ? Kalo dalam pandangan medis jg gimana yah ?

Nevada

Quote from: her on 03 December 2008, 11:28:08 AM
waw... ternyata theravada malah sudah ada scheme-nya...

Kalau begitu konsep yang mengatakan adanya Raja-Raja Neraka itu aliran mana yah, sampai ada namanya dan aula yang dikuasainya.... apakah hanya tradisi chinese ??

Menurut salah satu bikkhu di Ekayana, orang itu memiliki beberapa tingkat kesadaran, jadi sebelum meninggal tingkat kesadaran itu satu persatu meninggalkan raganya (saya lupa ada berapa tingkat)... bener ga ? makanya menurut dia orang yang sudah tidak ada nafas terkadang masih bisa menitikkan air mata....

Trus dari kehilangan nafas, hari pertama-kedua-dst... orang yang meninggal itu ngapain aja yah ? ada yang bilang 49 hari, ada yang bilang 40 hari... trus kalau di video Tsitigarbha, apabila dalam jangka waktu itu keluarganya melakukan perbuatan baik maka, orang yang meninggal itu memperoleh 1/7 bagian dari kamma baik yang dilakukan pihak keluarga...

mohon penjelasan


Gambaran tentang Raja-Raja Neraka itu berasal dari pemikiran Tiongkok Klasik. Setahu saya, konsep spiritual ini telah berasimilasi dengan Buddhisme sehingga tidak jarang melahirkan paham2 Buddhisme yg lain.

Dari yg saya pelajari di Buddhisme, kesadaran indera terhadap objek luar masing2 berdiri sendiri, namun saling mengkondisikan satu sama lain. Misalnya mata (indera penglihatan) hanya bisa mengenali objek berupa wujud (materi), dan mata tidak bisa menyimpang fungsi menjadi 'melihat suara'. Demikian pula indera lainnya. Oleh karena ada mata dan objek yang terlihat oleh mata, maka timbullah kesadaran yang diberi nama "kesadaran mata". Demikian pula kesadaran-kesadaran lain yang dikondisikan indera-indera lainnya. Kita dapat memakai perumpamaan seperti api. Api yang menyala dari kayu diberi nama "api kayu", api yang menyala dari jerami diberi nama "api jerami". Api yang menyala dari kayu hanya menyala selama masih ada persediaan kayu dan padam kembali jika persediaan kayunya telah habis terbakar, karena kondisinya telah berubah. Namun api itu tidaklah melompat ke jerami (yang berada jauh dari kayu).

Saat seseorang divonis meninggal, sebenarnya tidak ada kepastian bahwa semua kesadaran di salayatana juga telah tiada. Untuk kasus yg Bro Her dan Bro Jinaraga ceritakan, mungkin saja beliau (ybs) masih memiliki kesadaran di salah satu inderanya. Sementara indera lain dan fungsi biologis tubuh sudah berhenti, namun masih ada kesadaran yg belum redup sepenuhnya. Dan beliau masih mampu mengenali objek luar, karena itu beliau dapat bereaksi terhadap dunia. Kalau dilihat proses ini, berarti dalam salayatana (enam landasan indera) yg paling vital adalah 'indera batin'.

Konsep pemikiran mengenai batasan hari bagi 'roh' mendiang untuk masih 'bergentayangan', lagi2 itu adalah konsep Pemikiran Tiongkok Klasik. Dalam Buddhisme, semua orang yg belum mencapai Nibbana tidak akan dapat 'mati sepenuhnya'. Artinya ketika semua kesadaran telah padam di tubuhnya ini, maka akan ada proses penerusan kehidupan berikutnya sesuai kamma yg ditabur. Seketika beliau meninggal, seketika itu pula beliau terlahir di kehidupan yg lain. Tidak ada waktu jeda.

_/\_

her

 [at] upasaka :

artinya tidak ada system pengadilan ya ? jadi dia masuk ke alam berikutnya sesuai dengan bobot kamma yang dia miliki itu (analoginya ada timbangan otomatis lah gitu yah ?)

kalau misalnya ybs masuk ke alam neraka bagaimana ? kan katanya neraka ada tingkatannya ...

_/\_