News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Dewa Dapur

Started by GandalfTheElder, 24 October 2008, 12:16:14 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

GandalfTheElder

DEWA DAPUR DAN AGAMA BUDDHA

Dewa ini tidak asing lagi bagi masyarakat Tionghoa. Dewa Dapur yang dikenal di kalangan masyarakat Tionghoa bernama Zao Jun. Hari ulang tahunnya yaitu tanggal 24 bulan 12 Imlek, bertepatan dengan hari naiknya Dewa Dewi menurut kepercayaan Tionghoa.

Pertama-tama marilah kita lihat dulu pembahasan tentang Zao Jun.

Zao Jun (灶君), sang Dewa Dapur versi Taois



Pada hari itu umat bersembahyang pada Zao Jun, yang juga dianggap Dewa Penguasa Keluarga, yang mengawasi perilaku manusia. Keluarga di suatu rumah memohon agar beliau melaporkan kebaikan yang telah mereka lakukan pada Tian dan kemudian memberikan mereka berkah.

Pemujaannya tidak dapat lepas dari "api" yang digunakan untuk menghangatkan dan memasak makanan di dapur.

Siapakah Zao Jun? Dalam kitab-kitab Taois, Zao Jun pada awalnya disebut Zao Shen (灶神). Dewa Zao Jun ada 3 macam:
1. Yang wanita berwujud sebagai nenek-nenek dengan nama Zhonghuo Laomu Yuanjun yang membawahi berbagai dewa dapur
2. Dalam kitab "Upacara-upacara Negeri Zhou" mencatat bahwa Zhu Rong, cucu Huang Di, selalu menangani masalah yang berkaitan dengan api, maka setelah meninggal diangkat jadi Dewa Dapur
3. Yang pria berwujud sebagai orang dengan marga Zhang. Di antaranya Zhang Dan, Zhang Sheng, Zhang Wei dan Zhang Dingfu. Kebanyakan orang dengan marga Zhang yang menjadi Dewa Dapur selalu berhubungan dengan Yuhuang Dadi.

Menurut Kitab Huainan Zi dari zaman Dinasti Han, Kaisar Huangdi yang menciptakan Zao Jun Ye. Ada pula yang menceritakan bahwa awal pemujaan Zao Jun berasal dari kalangan Taois, bermula dari pertemuan pendeta Taois Li Shaojun dengan Zao Jun.

Dapur adalah bagian yang penting dalam kehidupan kita dan sekelompok keluarga. Setiap hari kita perlu makan, dan makanan itu berasal dari dapur. Karena makanan yang penting bagi kehidupan manusia dimasak di dapur, maka dapur juga penting bagi manusia.
Semua yang penting bagi kehidupan manusia haruslah dihargai dan dihormati, salah satunya adalah dapur. Kisah Dewa Dapur sebenarnya bertujuan untuk memberikan nasehat pada masyarakat supaya jangan suka melakukan perbuatan buruk. Kisah Dewa Dapur ini terbentuk mengingat dapur adalah pusat kegiatan sehari-hari bagi setiap keluarga pada zaman dahulu, terutama keluarga yang masih termasuk dalam masyarakat agraris [pertanian].

Zao Jun dalam agama Buddha

Zao Jun bukanlah seorang dewa dalam agama Buddha, melainkan seorang kinnara.

"Di Tiongkok, para bhiksu Buddhis mengkalim bahwa dewa Taois Zao Jun, sebenarnya adalah Kinnara, yang pada zaman Dinasti Tang, bereinkarnasi menjadi seorang bhiksu."
[Buddhism: Flammarion Iconographic Guides]

Makhluk Kinnara berada di bawah kekuasaan Raja Dewa Vaisravana, dengan demikian juga di bawah kekuasaan Raja Dewa Sakra (Yuhuang Dadi).

Sanbo Kojin (三宝荒神), Dewa Dapur versi Buddhis



Di Jepang, dikenal Dewa Dapur versi Buddhis yaitu Sanbo Kojin. Sanbo Kojin adalah Dewa perapian dapur dan pelindung tanah. Wujudnya tampak forceful dan baru muncul pada abad ke-15 M. Ia memimpin 98.000 setan dan menaklukkan mereka yang jahat dan kejam.

Kojin adalah Dewa Tempat Memasak / Dapur(kamado-no-kami 竈の神). Kojin adalah Dewa yang meyucikan ketidaksucian seperti api yang membakar segala ketidaksucian / kekotoran batin. Maka dari itulah Sanbo Kojin ditempatkan di dekat tungku masak.



Kata-kata "kamado" (竃) adalah satu tipe kompor masak dan dapat disingkat dengan nama "kama".  Istilah kamadogami (竃神) dipakai di daerah Tōhoku. Di beberapa distrik Prefektur Shizuoka, altar yang paling dekat dengan dapur di rumah-rumah tradisional [minka] itu dipercaya sebagai tempat singgah dewa Sanbo Kojin (kōjinbashira 荒神柱). Pada hari terkahir setiap bulan, sebuah vas berisi dahan cemara (kōjinmatsu 荒神松) ditempatkan pada sebuah altar (kōjindana 荒神棚), yang disanggah oleh pilar di dekat tungku masak.

Di beberapa distrik prefektur Saga, dapur yang besar biasa disebut Dapur Kojin (Kōjinsan-no-Kamado 荒神さんの竃 atau Kōjinsan Hettsui 荒神さん竃).

Dewa Sanbo Kojin memberikan keberuntungan dan melindungi keluarga dari bencana.



Ada beberapa macam Dewa Kojin:
1. Sanbo Kojin (三宝荒神). Perwujudan ini memiliki satu/ tiga / delapan kepala dan empat/ enam / delapan lengan. "Sanbo" berarti Triratna (Buddha, Dharma, Sangha), sehingga Sanbo Kojin disebut juga Dewa Pelindung Triratna.
2. Nyorai Kojin (如来荒神), mirip dengan Vajrasattva dan tangannya membentuk Mudra Enam Elemen layaknya Mahavairocana Buddha
3. Kojima Kojin (子島荒神) yang muncul dengan empat lengan dan berpakaian baju kerajaan Jepang (sokutai), memakai topi kerajaan (kanmuri) dan memegang permata dan cakra. Beliau muncul dalam mimpi Bhiksu Shinko pada abad ke-11 M.

Sanbo Kojin dipuja juga di kalangan Shugendao dan dianggap sebagai emanasi dari En No Gyoja.

Para umat di Jepang melakukan puja pada "Dewa Dapur" dengan menggunakan "Sanku" yang terdiri dari nasi, sake, dan sebagainya.
Kojin, layaknya Zao Jun, konon melaporkan perbuatan manusia ke Dewa-dewa Kota. Di rumah-rumah ia dipuja dengan tablet [fuda], sedangkan di vihara-vihara ia dipuja dengan rupang.



Dewata Lain Yang Juga Ditempatkan Di Dapur

Kita mengetahui bahwa dapur adalah tempat yang sangat penting pada zaman dahulu karena merupakan pusat kegiatan sehari-hari dan di sana tempat dibuatnya makanan yang merupakan seuatu hal yang snagat vital dalam menyokong kehidupan manusia.

Oleh karena itu tidak heran bahwa di Jepang, rupang Dewata atau Bodhisattva ditempatkan di dapur, misalnya:

1. Mahakala. Ia dianggap sebagai pelindung persediaan makanan sehingga digambarkan menaiki karung beras. Rupangnya ditempatkan di dapur vihara India, Tiongkok dan Jepang. Praktek penghormatan pada Mahakala di dapur vihara-vihara Jepang dimulai oleh Bhiksu Saichou di gunung Hiei pada abad 9 M.
2. Skandadeva. Skanda dianggap sebagai pelindung Vihara dan anggota Sangha. Oleh karena itulah beliau ditempatkan di dapur vihara-vihara Zen.
3. Manjushri Bodhisattva, prajna para Buddha, ditempatkan di dapur pada era Heian untuk menyimbolkan bahwa untuk menata dan mengurusi hal-hal rumah tangga haruslah dengan kebijaksanaan dan kedisiplinan.
4. Mikuriya Myojin (御厨明神) [Aiman dan Aigo] dan Ajimi Jizo (嘗試地蔵)[salah satu perwujudan Ksitigarbha] adalah para 'Dewa Dapur' di tradisi Shingon di Gunung Koya. Dulu, Aiman dan Aigo tiap harinya membawakan makanan pada Bhiksu Kukai. Mikuriya Myojin adalah salah satu perwujduan Acalanatha Vidyaraja. Kata-kata "Kuriya" di Jepang dipakai untuk mendeskripsikan lantai dapur.

Konon Sanbo Kojin adalah emanasi Manjusri Bodhisattva dan Acalanatha Vidyaraja.

Namun para Bodhisattva dan Dewa di atas BUKANLAH Dewa Penjaga Dapur [perkecualian mungkin bagi Sanbo Kojin]. Manjusri, Skandadeva, Mahakala dan Ksitigarbha bukanlah Dewa Penjaga Dapur.

Mereka ditempatkan di dapur karena dapur merupakan sumber dan pusat dari kebutuhan manusia sehari-hari atau kegiatan dalam suatu rumah. Diharapkan bahwa kebijaksanaan dan berkah para Dewa dan Bodhisattva memberkahi keluarga dalam suatu rumah atau para Bhiksu dalam suatu vihara. Jadi penempatan di dapur itu hanya merupakan suatu tindakan simbolik saja.

Karena dapur dianggap merupakan tempat yang penting, maka tidak heran kalau rupang Bodhisattva dan Dewa ditempatkan di sebuah tempat yang dianggap penting bukan?

Satu-satunya Dewa dalam agama Buddha yang mungkin dapat disebut sebagai Dewa Dapur yang sesungguhnya hanyalah Sanbo Kojin.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Mr. Wei

#1
usul2... bikin board "Dewa Dewi Tiongkok" atau "Dewa Dewi dan Bodhisattva Buddhisme Mahayana"... keren!!!

yang mau dukung, ayo disini http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1947.msg93803;topicseen#msg93803

Surya Kumari

bro..saya pernah dengar cerita (dari mananya saya lupa)

dahulu, ada sepasang suami istri muda kemudian sang suami pergi merantau..sekian tahun tiada kabarnya, karena keterpaksaan ekonomi dan sosial, sang istri kemudian menikah lagi dengan saudagar kaya..

tanpa disangka suatu hari suami pertamanya muncul di depan rumah meminta sedekah makanan dalam keadaan sakit..karena belas kasihan n rasa baktinya, kemudian sang istri mengajak suami ke dapur dan memberikan makanan..

saat sedang makan,tiba-tiba terdengar suara pelayan memasuki dapur, sang istri kemudian menyuruh suami pertamanya sembunyi ditempat penyimpanan kayu dapur..

setiap hari selama waktu makan, istrinya memberikan makanan pada suaminya, jika para pelayan bertanya, istrinya menjawab dia sedang memberikan persembahan pada dewa dapur..sehingga hal itu menjadi kebiasaan di masyarakat tradisi..

bro pernah dengar cerita ini? thanks atas share-nya  :)

setujuu ama usul mr.wei ...
_/\_
makan saat sedang makan..minum saat sedang minum..

GandalfTheElder

Quote from: Surya Kumari on 24 October 2008, 12:32:48 PM

bro pernah dengar cerita ini? thanks atas share-nya  :)

setujuu ama usul mr.wei ...
_/\_


Yap. Pernah.... Kisah itu adalah kisah seorang bermarga Zhang yang menjadi Dewa Dapur.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Sarva

ada pula yg mengatakan bahwa dewa dapur adalah manifestasi dr Dewa Api/Agni/Huo Thian Shen, yg bertugas melindungi rmh tangga/keluarga dr bahaya kebakaran

Adhitthana

Quote from: Sarva on 30 January 2009, 08:09:04 PM
ada pula yg mengatakan bahwa dewa dapur adalah manifestasi dr Dewa Api/Agni/Huo Thian Shen, yg bertugas melindungi rmh tangga/keluarga dr bahaya kebakaran

iya .... yg gw denger dewa dapur bertugas melindungi rumah dari kebakaran  _/\_
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

oddiezz

Eschew Obfuscation! Espouse Elucidation!

purnama

QuoteNamun para Bodhisattva dan Dewa di atas BUKANLAH Dewa Penjaga Dapur [perkecualian mungkin bagi Sanbo Kojin].  Manjusri, Skandadeva, Mahakala dan Ksitigarbha bukanlah Dewa Penjaga Dapur.

Mereka ditempatkan di dapur karena dapur merupakan sumber dan pusat dari kebutuhan manusia sehari-hari atau kegiatan dalam suatu rumah. Diharapkan bahwa kebijaksanaan dan berkah para Dewa dan Bodhisattva memberkahi keluarga dalam suatu rumah atau para Bhiksu dalam suatu vihara. Jadi penempatan di dapur itu hanya merupakan suatu tindakan simbolik saja.

Karena dapur dianggap merupakan tempat yang penting, maka tidak heran kalau rupang Bodhisattva dan Dewa ditempatkan di sebuah tempat yang dianggap penting bukan?

Satu-satunya Dewa dalam agama Buddha yang mungkin dapat disebut sebagai Dewa Dapur yang sesungguhnya hanyalah Sanbo Kojin.[/Qoute].

Sanbo Kojin tuh hanya lah dikenal didaerah jepang dan vajrayana, dia itu bukan 100% pure buddhis. Ada asimilasinya, Di jepang Sanbo kojin itu ada perkembangankan asimilasi dari agama Shinto jepang. jadi ada Percampuran asimilasi, Ngak pure 100 % Buddhis.

GandalfTheElder

Quotekinnara itu apa?

thx

Setengah manusia setengah burung, tapi ada juga yang bilang setengah manusia setengah kuda.

Bahkan konon.... kinnara = centaur.....

Tapi hebat juga kalau di dapur kita ada centaur.... kerenn...  ;D  ;D

QuoteSanbo Kojin tuh hanya lah dikenal didaerah jepang dan vajrayana, dia itu bukan 100% pure buddhis. Ada asimilasinya, Di jepang Sanbo kojin itu ada perkembangankan asimilasi dari agama Shinto jepang. jadi ada Percampuran asimilasi, Ngak pure 100 % Buddhis.

Ya memang nggak pure Buddhis..... tapi Sanbo Kojin diakui sebagai deity Buddhis dan Kojin versi Buddhis. Ia muncul sebagai dewa dapur Buddhis dan memang hanya muncul di Jepang. Oleh karena muncul di Jepang, maka ciri-ciri Shinto pun ada pada Sanbo Kojin, namun bukan berarti Sanbo Kojin adalah Dewa Shinto.

Dewa dapur atau Kojin-nya versi Shinto bernama kamado-gami atau kama-gami sama atau Hi-no kami.

Kōjin is known as the God of the Cooking Range (kamado-no-kami 竈の神). There are two versions -- one the Buddhist version and the other the Yin-Yang version. The more widely known Buddhist version is the Kitchen God who protects the Three Jewels (Sanbou 三宝). (TCTV.ne.jp)

"Ini membuatnya [Sanbo Kojin] sebagai ekuivalen Buddhis dari Kamado-gami."
(Handbook of Japanese Mythology)


So... memang ada dua versi... satu versi Buddhis, satu versi Shinto... Kamado gami dan Sanbo Kojin merupakan dua entitas yang berbeda.

Kamado-gami tetap kamado gami, Sanbo Kojin tetap Sanbo Kojin.

La kalau Fude Zhenshen.... emang ada versi Buddhisnya? Sampe muncul istilah "Amurva" itu dari mana? Ngawur!

Dan juga sejak kapan ada dewa dalam agama Buddha yang diasimilasi sama Fude Zhenshen?

Wah... tapi ketika anda ngerespon... saya jadi ingat waktu itu saya ke group samaggiphala... liat2 postingan di sana... eh.... ada pakar budaya tionghoa dari group budaya tionghua di sana yang ngomong kalau pada zaman modern ini, dia bilang sudah nggak ada itu kitab Tripitaka Sansekerta, sekarang berbalik semua dari bahasa Tionghoa diterjemahin ke Sansekerta.

Saya begitu baca itu... langsung pengen ngakak.....  :)) :)) :))  la wong kitab Sansekerta ada kok di Nepal... beberapa kitab Vinaya, Sutra dan Abhidharma masih ada versi Sanskrit-nya lho!! Wah2 ternyata ahli budaya Tionghoa bukan ahli budaya Buddhis pastinya!

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

purnama

QuoteWah... tapi ketika anda ngerespon... saya jadi ingat waktu itu saya ke group samaggiphala... liat2 postingan di sana... eh.... ada pakar budaya tionghoa dari group budaya tionghua di sana yang ngomong kalau pada zaman modern ini, dia bilang sudah nggak ada itu kitab Tripitaka Sansekerta, sekarang berbalik semua dari bahasa Tionghoa diterjemahin ke Sansekerta.

emang iya kenyataanya Dalam Sutta Mahayana banyak sudah di Dterjemahkan sanserkerta mau buktinya ;D

QuoteSaya begitu baca itu... langsung pengen ngakak.....  laugh laugh laugh  la wong kitab Sansekerta ada kok di Nepal... beberapa kitab Vinaya, Sutra dan Abhidharma masih ada versi Sanskrit-nya lho!! Wah2 ternyata ahli budaya Tionghoa bukan ahli budaya Buddhis pastinya!

kalo kita bisa buktikan refrensi kita dapat loe mau gimana ?.

omong 2 nepal sejak kapan Buddhis buktiin dong

purnama

Buddhist canons outside India
The complexity of this picture increased still further
when Buddhism spread beyond the greater Indian cultural
area. Although the Pa li canon of the Therava dins
eventually established itself as the standard in Sri Lanka
and Southeast Asia, in Central Asia and China different
schools coexisted, and the Maha ya na orientation
was dominant. The Chinese translated scriptures belonging
to these different schools and to this new
movement with great zeal, the result being that the
Chinese Buddhist canon took on a rather different
shape. At first the work of bibliographers and cataloguers,
later the product of imperial decree, authorized
and funded by the court, the Chinese Buddhist
canon (Dazangjing, literally "Great Storehouse Scripture")
was a far more comprehensive collection. It
CANON
E N C Y C L O P E D I A O F B U D D H I S M 113
A stone tablet carved with a sacred text in Pa li, one of 729, each
housed in its own miniature pagoda at a site in Mandalay, Myanmar
(Burma). © Christine Kolisch/Corbis. Reproduced by permission.
eventually included Chinese translations of texts from
the tripit akas of different Indian schools and of huge
quantities of the Maha ya na su tras and Buddhist tantras
produced in India from approximately the first century
C.E. onward, as well as commentaries and treatises,
texts written in China, biographies of monks and
nuns, lexicographical works, and even the catalogues
of Buddhist scriptures themselves. The sheer number
and diversity of texts made the use of the tripartite
structur.
The sheer number
and diversity of texts made the use of the tripartite
structure of the tripit aka unfeasible. What is more, the
Chinese retained different translations of the same text,
often produced many centuries apart, affording modern
scholars an excellent view of how texts and translation
techniques developed over time.

xenocross

nepal buddhist sejak dulu kali...
Kalau Di Nepal mirip dengan Tibet, mayoritas Buddhis, mahayana, dan teks sansekerta. Cari aja di wikipedia - sejarah nepal
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

purnama

itu mayoritasnya agama buddhis tapi dari segi pemerintahanya, ngak ada sejarahnya

xenocross

http://dharmoghandul.blogspot.com/2007/07/teman-dari-suku-sakya.html

Shakya wrote:
Hi Tony,
Acually we still believe that we are descendent of Buddha
Shakyamuni's family in Nepal. During all Buddha Shakyamuni period
there are thousands of Sakyas But Virudhaka (The king) killed nearly
70000 Sakyas. Lots of Sakyas escaped. We may be one of them who
escaped from that massacre. Other one story related to our lineage,
It is about the Buddha, making of rules to wear a shoes for monks.
Because after Ananda the disciple of Buddha, eventually he is also
from sakya family. He went to the kathmandu valley to meet his
relatives. After come back from kathmandu his legs were eaten by
show. Buddha saw these things and made a rule to wear shoes if
needed. This story tells us that some of the relatives are living in
kathmandu valley, where we live nowadays. And similarly we had
history of 2000 years that we are worshipping Buddha and being
Buddhist for decades. That points I have mentioned above bring us to
believe that we have some thing relation with Sakyamuni Buddha.

I live in CA. Actually I have been through all kinds of Buddhist
practices. When I am teenager, I have got chance to learn theravada
Buddhism in Nepal. I have also been to the 10 days meditation course
of Arcarya Goenka, according to Vippasana tradition., Which is still
practicing well in all over the world. But after some time my father
introduced to the Tibetan Buddhism, I have been very fortunate to be
born in Buddhist family, I have got chance to listen and got
initiated by several Rinpoches., Who live in Nepal. My Guru or
teachers are especially from Kagyupa and Nyigmapa tradition. But I
am also very like the Gelukpa tradition and Specially Dalai lama's
practice of Compassion was unmatchable.

-----------
JinHan wrote:
Dear Shakya, Are you a Neward people ?
-----------
Shakya wrote:
Dear Jinhan,
Yes, I am Newar. I born in Lalitpur city. My mother language is
Newari.
--------------
JinHan wrote:
It is great! Does your family keep the tradition to chant sutras in
Sanskrit ? It seems you are also a Vajrayana buddhist. I know neward
people keep the tradition of indian Vajrayana in Nepal, even some
Thervada also keep the tradition. Would you please introduce it to
us ?
---------------
Shakya wrote:
Dear JinHan
Most of the Sutras are in Sanskrit we usually read and chant.
However, these days some sutras are also available in Newari
language. You are right. We are Vajrayana Buddhist according our old
tradition, but new generations are more attracted to Theravada
tradition because they do not keep the ritual going. Vajrayana
tradition and practices are very highly profound. Nepalese Buddhism
is a unique Buddhism. It is a Vajrayana Buddhism. It is unique
because It is tradition which usually practice in Nalanda, India.
Newari Vajrayana Buddhism preserved the tradition and ritual of
Nalanda. Most of the westerners are very much familiar with these
things. They wrote lots of Book regarding Newari Buddhism.
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

xenocross

JinHan wrote: (mandarin)
Sejauh yang saya ketahui, Suku Newar mungkin adalah satu-satunya
suku yang masih mempertahankan tradisi Buddhisme India. Mereka
merupakan keturunan dari Buddha Sakyamuni (suku Sakya), dan masih
mempertahankan kitab suci Buddhis berbahasa Sankrit dan tata cara
kebaktian bahasa Sanskrit, dan khususnya tradisi Vajrayana. Mereka
menetap di Nepal. Kita masih dapat berjumpa dengan mereka di
Kathmandu. Namun berhubung mereka tidak ingin sembarangan
mengajarkan ajaran mereka kepada orang luar, maka pemahaman orang
luar terhadap mereka masih bersifat misterius. Mengenai ajaran 9
dharma di Nepal, yakni 9 kitab suci, melalui penjelasan dari saudara
Shakya, maka telah jelas ini merupakan tradisi yang dimiliki agama
Buddha Newari di Nepal, termasuk semua jenis kitab suci mahayana.
Sesungguhnya, Tradisi Buddhisme Tibet yang ada sekarang itu sebagian
besar adalah berasal dari suku Newar, termasuk seni Tanka-nya. Pada
sisi lain bahasa yang dimiliki oleh suku Newari sangat berdekatan
dengan bahasa Tibet.

JinHan wrote (inggris) :

Thanks for your precious explanation. It is very important to us.
What you mentioned the custom about each Newari family keep one
sutra, it remind me of a great Tibetant Buddhism yogi and
poet,Master Milaba. His family also keep a sutra ¤jÄ_¿n
¸g"MahaRatnakutasutra"(? sorry I cannot ensure). I think maybe his
family follow this custom which has the relation of Newari.
-----------

Shakya wrote:
Dear friends
I am extremely glad to see our friends' interest on Nine Sutras or
Dharmas. They are very highly respected sutras around the world. On
the process of Diffusion of Buddhism from Nalanda to Tibet, most of
the Indian Buddhist Pandits visited Nepal on the way to Tibet. They
spent some times to practice and visit some sacred places of Nepal.
Then they left for Tibet. Most of the renowned Buddhist master like
Marpa, Milarepa and Acarya Atisa Dipamkara Srijnana etc. They stayed
in Nepal and also learned and taught to the Nepalese people. This
way these Masters lineages and practice methods were still being
observed in Nepal. There is no doubt to say that practices methods
of Tibetan Buddhism and Newari Buddhism have lots of common.
However, rituals may be different due to culture differences.
---------------
JinHan wrote:
Throught your explanation, I got an important idea. Is it right that
we can say the complete Mahayana sutras consist of 9 dharmas ? Are
they the main structure of tripitika in Nepal Buddhism or India
Buddhism ?

Can you prove that Newari people has the lineage of Nalanda
Buddhism ? Would you please explan what the tradition of Nalanda
Buddhism ? I mean you may has some records or books which decribe
the tradition of Nalanda Buddhism. Really nalanda in Bihar is very
near to Nepal.

---------

Shakya wrote:
9 dharmas consist of important sutras of Mahayana. But it is not
complete Mahayana sutras. Mahayana sutras are innumerable. For
Mahayanist it is respected as tripitika. But not actually it is a
Tripitaka.
My claiming has some logic because there are bunches of Nepalese
Buddhist scholars who also got chance to study at Nalanda. They also
trained well. Some of them also got initiated and learned through
Indian Pandita. They are like Amoghvajra, Vagisvara kirti, santasri
etc. They are renowned as well as good practitioner. We believe that
present Vajracaryas of Nepal are still practicing same lineages,
which is passing through the decade by these Masters. Concerning
Nalanda Buddhism, I am talking about Vajrayana tradition which
consists of different kinds of tantric ritual and initiation of
different tantric deity etc.

Similarly Buddhism in Nepal is greatly influence by the Theravada
tradition of Srilanka, Burma and Thailand. Most of the Nepalese
people who are trained in this countries and after they come back to
serve and propagate true teaching of the Buddha all over the world.

Nepal is the land of The Buddha Sakyamuni, It is also a place of
various sacred places like guru Padmasambhava asura cave where he
practices. and Milarepa cave and Svayambhu Stupa and Boudha Stupa
which are a world reknowned Stupa. If friends have any questions
regards these subject Please fill free to ask.
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra