SO, VEGETARIAN OR NOT?

Started by Hikoza83, 08 October 2008, 09:27:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Hikoza83

topik berkaitan tentang vegetarian selalu hangat utk dibahas oleh para pemula yang belajar Buddhisme. ketika membaca artikel dari buletin maya, Dharma Manggala ini, saya pikir mungkin berguna untuk memperluas pandangan kita dalam topik ini. maka, saya ingin berbagi dengan rekan2 DC.
Semoga artikel berikut dapat memberikan masukan yang berarti bagi perkembangan batin kita dan semua makhluk, dan semoga yang beruntung dapat memperoleh manfaatnya.
_/\_

SO, VEGETARIAN OR NOT?
Oleh : Surya Wijaya
Editor : Khema Giri Mitto

Pengantar:
Vegetarianisme merupakan salah satu topik yang selalu hangat dibicarakan oleh umat Buddhist. Kenyataan yang ada adalah terdapat pendapat yang beragam. Ini merupakan suatu produk yang alamiah dari proses interpretasi ajaran Sang Buddha sendiri. Mulai dari edisi kedua, Buletin Maya Indonesia Dharma Mangala akan menampilkan secara bersambung berbagai pendapat tentang vegetarianisme. Tujuannya adalah untuk memberikan perspektif yang lebih lengkap. Ini diharapkan menjadi pijakan yang lebih kokoh agar kita pun dapat menarik interprestasi sendiri dan membawa manfaatnya ke dalam praktik kehidupan kita sehari-hari. Dalam edisi kali ini kami memuat artikel terakhir dari Vegetarian.
REDAKSI

Menjadi vegetarian dipandang dari buddhisme, khususnya aliran Mahayana, bukan bertujuan untuk mencapai kesucian, memurnikan diri ataupun menghimpun kebajikan/Merit (Punna). Menjadi Vegetarian, tidak akan menyebabkan kita menjadi suci apalagi untuk merealisasikan pencerahan. Ini adalah suatu tindakan yang sia-sia. Kalau hal ini memang benar-benar terjadi, maka para binatang pemakan tumbuhan (herbivora) seperti sapi, kambing, kelinci, gajah dan yang lainnya sudah pasti merealisasikan kesucian.

Motivasi seseorang untuk mempraktikkan vegetarian adalah metta karuna kepada para binatang. Mereka telah mengalami kesengsaraan yg luar biasa, mulai sejak dari lahir, dipelihara sampai gemuk, dan bila sudah saatnya tiba mereka akan disembelih, sampai akhirnya tiba di meja makan kita. Jadi sudut pandangnya adalah dari binatang yang bersangkutan, bukan dari sisi kita.

Sama seperti kita, para binatang itu pun mempunyai sebuah keinginan untuk hidup bahagia dan tidak menginginkan penderitaan walaupun itu kecil sekalipun. Kita memang tidak dapat menghidupkan kembali binatang yang telah dibantai, tetapi kita dapat merenungkan mengapa mereka dibantai. Kita juga dapat melakukan sesuatu untuk mencegah binatang-binatang lain yang masih hidup maupun yg akan dilahirkan untuk dibunuh dan dikonsumsi, di masa mendatang.

Menjadi vegetarian bukan berarti kita sama sekali tidak terlibat pembunuhan, tidak dapat disangkal, bahwa makan sayurpun, kita secara tidak langsung turut terlibat dalam pembunuhan hama, serangga dan sebagainya, namun bukan itu tujuan vegetarian, bukan untuk 'menjadi suci' atau ' menjadi murni', atau tidak melakukan pembunuhan sama sekali. Bila kita tidak mampu menghilangkan sama sekali pembunuhan, ada baiknya kita berusaha membantu mengurangi terjadinya pembunuhan, dan salah satunya adalah mencoba untuk bervegetarian.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Hikoza83

Menurut Tipitaka (Pali), Sang Buddha memang tidak pernah menganjurkan atau mengharuskan para pengikutnya untuk melakukan vegetarian, lalu mengapa sebagian umat buddha bervegetarian ria?

Sebuah analisa sederhana saja, sejak jaman dahulu di India, para penduduknya sudah banyak yang melakukan vegetarian. Bahkan sampai sekarang pun, kita akan dengan mudah menjumpai rumah makan vegetarian di segenap penjuru India (Hal ini sering penulis temui selama kunjungan penulis ke India, hampir tiap hari penulis 'dipaksa' utk vegetarian!) Jadi mungkin itulah, salah satu alasan mengapa Sang Buddha saat itu tidak menganjurkan secara LANGSUNG kepada para siswanya utk vegetarian.

Sangatlah berbeda dengan keadaan jaman sekarang, konsumsi daging dunia sangatlah tinggi, dikarenakan banyaknya permintaan, maka para pengusaha peternakan berlomba-lomba untuk memenuhi permintaan pasar. Akibatnya tentu saja dapat kita tebak, binatang-binatang tersebut 'dimanipulasi' dengan memberikan makanan yang bervitamin atau bahkan dengan menyuntikan hormon-hormon tertentu agar mereka bisa mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Kita tentu berbeda dengan binatang karnivora. Kita memiliki kemampuan intelegen dan akal budi untuk memilih makanan yang akan kita makan, kecuali bila kita sangat miskin dan hidup sangat tergantung pada orang lain. Binatang karnivora seperti harimau tidak dapat memilih, ia mau tidak mau HARUS makan daging untuk dapat bertahan hidup. Namun bagaimana dengan manusia, tentu saja manusia bisa memilih, bukan?

Dengan makan daging, berarti kita telah 'memaksa' baik secara langsung maupun tidak kepada orang lain untuk menjadikan mereka sebagai penjagal binatang. Bukankah dengan demikian kita menjadi 'egois'? Karena menurut Dhamma, tukang jagal adalah pekerjaan yang sebaiknya dihindari.

Seandainya semua penjagal dan pengusaha ternak adalah umat Buddha dan memiliki keyakinan yang sangat kuat akan ajaran Buddha, tentu mereka akan meninggalkan pekerjaan ini. Lalu bila ada orang yang ingin mengkonsumsi daging, maka ia sendiri yang harus membunuh binatang tersebut. Bila saja permintaan untuk mengkonsumsi daging semakin menurun, sesuai dengan hukum ekonomi, maka tentu akan semakin sedikit orang yang akan berprofesi sebagai penjagal --walaupun saat ini sebagian profesi penjagal telah digantikan oleh mesin.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Hikoza83

Dalam menanggapi kritikan Jan Sanjivaputta yang menentang vegetarian :
"A Fool likes to raise frivolous questions and be choosy about what kind of food is to be eaten, whilst a wise man is more attentive and considers how the food should be eaten mindfully, without arousing mental defilement."

Anatta, dalam bukunya Wait A Minute, memberikan jawaban sebagai berikut :
"Well, It's easy to call other people fools and consider oneself wise, but it is hardly wise to do so; moreover, it should be borne in mind that, just as Compassion should be balanced by Wisdom to Prevent it becoming emotional and misguided, so Wisdom should be offset by Compassion to prevent it becoming Cold, heartless, and merely a thing of the head"

Sebagai seorang umat Buddha, tentu kita akan berusaha menjaga tingkah laku dan perbuatan kita agar tidak merugikan orang lain maupun makhluk lain. Jika kita tidak mampu untuk menghindari sama sekali, setidaknya kita masih mampu untuk mengurangi tindakan kita yang dapat merugikan makhluk lain.

Salah satunya adalah dengan cara berusaha menjadi vegetarian, walaupun mungkin tidak perlu sampai `fanatik' vegetarian. Paling tidak, pada hari-hari tertentu seperti hari uposatha yaitu tanggal 1 dan 15 kalender lunar. Memang benar seperti yang sering dibabarkan oleh banyak tokoh buddhis, bahwa cara yang efektif untuk mengurangi pembunuhan adalah menyediakan informasi tentang Dhamma kepada khalayak ramai, dan dengan cara ini semoga mereka dapat mengerti bahwa semua nilai kehidupan adalah penting bagi semua makhluk. Berusaha menghindari pembunuhan, dan menganjurkan untuk melakukan praktik cinta kasih (metta) namun di saat yang sama mengkonsumsi daging, adalah suatu hal yang sulit untuk meyakinkan orang-orang akan keindahan Buddha Dhamma.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Hikoza83

Bila penulis berandai-andai, ada bhikkhu yang berharap agar dana makanan yang diberikan adalah makanan vegetarian, dengan maksud bukan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kesenangan, namun dikarenakan beliau lebih suka sayur mayur ketimbang daging. Juga bukan karena kemelekatan akan sayur-sayuran, tempe, tahu dan sebagainya, namun beliau memohon agar makanan yang diberikan tidak berupa daging DEMI atau `atas nama' para Binatang, for Animal Right, apakah hal ini melanggar Vinaya?

Sepengetahuan penulis tidak semua bhikkhu Mahayana menjalankan vegetarian ketat. Vegetarian bukanlah "harga mati" dalam Buddhism Mahayana, dan sama sekali tidak ada hubungannya dalam upaya untuk mensucikan batin, mengumpulkan kebajikan dan lain sebagainya. Vegetarian memang dimasukkan ke dalam Bodhisattva Sila yang dianut oleh para Mahayanist dalam tradisi Chinese Buddhism. (Baca : Buletin Maya Indonesia Dharma Mangala edisi 9 Desember 2003)

Namun dalam Bodhisattva Sila dalam Tibetan Buddhism, yang bersumber pada teks Shikshasamuccaya karya YA Shantideva --Guru besar Mahayana dari India—dan Bodhisattvabhumi karya YA Asanga --Guru besar Mahayana dari India-- juga teks karya YA Chandragomin, dari India pula, tidak terdapat sila tentang vegetarian. Ketiga para guru ini `mengumpulkan dan mempelajari' sila-sila dari berbagai Sutra dalam Sutra Pitaka (Sansekerta).

Satu pertanyaan klasik, benarkah bahwa untuk menjadi seorang praktisi Mahayana yang baik, seseorang HARUS menjadi vegetarian? Menyimak tulisan-tulisan sebelumnya yang dimuat dalam buletin ini, tentu saja jawabannya adalah TIDAK.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Hikoza83

Walaupun anjuran untuk bervegetarian banyak ditemukan dalam Sutra-sutra Mahayana, namun pada kenyataannya, hal ini tidak pernah menjadi topik utama dalam sutra maupun teks manapun, serta tidak pernah ditekankan oleh para sesepuh Mahayana India, baik itu Acharya Nagarjuna, Acharya Asanga, Acharya Chandrakirti, Acharya Chandragomin, Acharya Vasubandhu, Acharya Shantideva dan para guru besar lainnya, baik dari Universitas Vihara Nalanda maupun Universitas Vihara Vikramasila --Universitas ini adalah pusat belajar, praktik, dan penyebaran ajaran Mahayana yang sangat terkenal di India.

Juga sepengetahuan penulis, tidak ada bukti tertulis bahwa para guru besar itu adalah seorang vegetarian. Jadi rasanya suatu hal yang kurang tepat jika menganggap bahwa vegetarian adalah bagian yang tak terpisahkan dari Mahayana. Sebagaimana yang akan penulis uraikan di bawah ini, walaupun ajaran Mahayana tumbuh dan berkembang dengan pesat di Tibet selama lebih dari 1 abad, praktisi Buddhisme Tibet umumnya bukanlah seorang vegetarian.

Mari kita masuk ke pembahasan utama dalam artikel ini, yaitu vegetarian dalam Buddhisme Tibetan. Walaupun banyak orang menganggap bahwa Buddhisme Tibetan itu identik dengan Tantra, namun hal ini sebenarnya adalah kurang tepat. Buddhisme Tibetan mengandung ajaran Theravada dan Mahayana yang terdiri dari Mahayana Sutra dan Mahayana Tantra. Walaupun demikian, dalam Buddhisme Tibetan, lebih ditekankan kepada ajaran, filosofi, serta praktik Mahayana, dengan puncaknya adalah praktik Tantra. Kenyataan yang ada adalah bahwa keharusan vegetarian tidak terdapat dalam Dharma yang dilestarikan di Tibet, baik dalam teks-teks Kangyur --terjemahan dari Tripitaka berbahasa Sanskrit, Tengyur --komentar para Guru Besar India, Sungbum --komentar/teks yang disusun oleh para Guru Besar Tibetan, serta teks-teks Dharma dalam bahasa Tibet lainnya.

Walaupun demikian, ada dua pengecualian tentang aturan vegetarian dalam Buddhisme Tibetan. Yang pertama, aturan vegetarian terdapat dalam Sila Uposattha Mahayana. Pada dasarnya Sila Uposattha Mahayana adalah sama dengan Atthanga Sila dalam tradisi Theravada. Biasanya Delapan Sila Mahayana ini dilaksanakan selama 24 jam penuh pada hari-hari tertentu. Seringkali praktik Uposattha Mahayana ini dikaitkan dengan praktik Kriya Tantra.

Anjuran untuk vegetarian tidak terdapat dalam teks berjudul Penuntun Jalan Hidup seorang Bodhisattva. Teks Penuntun Cara Hidup seorang Bodhisattva (Bodhisattvacharyavatara) adalah sebuah teks yang sangat penting dalam silsilah Mahayana, termasuk dalam Buddhisme Tibetan dan sangat populer, baik di India maupun di Tibet --kecuali untuk bab 9 yang cukup sulit biladipraktikkan umat awam-- menjadi pedoman bagi para praktisi Mahayana. Teks ini berisi petunjuk-petunjuk praktis tentang apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya dihindari, berjuang untuk mencapai pembebasan Agung, pencerahan lengkap sempurna, menjadi Samma Sambuddha. Teks ini berisikan inti sari dari Sutra --kata-kata (ajaran langsung Sang Buddha) Shastra --komentar (ajaran pada Guru Besar India), serta ajaran para Guru Besar Mahayana lainnya, serta tak kalah pentingnya adalah realisasi spritual dari penyusunnya, Acharya Shantideva sendiri.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Hikoza83

Terhadap Masalah Vegetarian, YM Dalai Lama ke 14, dalam wawancara terbarunya dengan majalah Reader Digest beberapa bulan yang lalu, secara terus terang menyatakan bahwa dirinya bukanlah Vegetarian penuh. Beliau lebih banyak mengkonsumsi sayuran dan hanya makan daging jika memang hanya ada daging saja.

Lebih lanjut, dalam ceramahnya yang terdapat dalam buku berjudul The Transformed Mind, dalam bab tentang Welas asih dan tanpa kekerasan, YM Dalai Lama mengatakan,
"Kita seharusnya bersikap ramah/baik dan menghindari untuk menyakiti makhluk lain. Dalam konteks ini, vegetarianisme adalah suatu hal yang sangat baik. Saya sendiri berusaha untuk menjadi vegetarian di awal tahun 1960-an, dan menjadi vegetarian selama 2 tahun. Namun, saya mengalami suatu masalah fisik yang menyebabkan saya tidak bervegetarian lagi. Namun dewasa ini, saya vegetarian setiap dua hari sekali, jadi efektifnya saya vegetarian selama 6 bulan. "

YM Dalai Lama telah mengeluarkan anjuran agar di dapur-dapur Vihara tradisi Tibetan yang tersebar di India sebaiknya hanya menyediakan makanan vegetarian, dalam hal ini tampaknya termasuk susu dan telur juga diperbolehkan.

Dalam bukunya, Jan Sanjivaputta menulis bahwa Dalai Lama menghalalkan pembantaian binatang untuk tujuan lain selain untuk dimakan. Sayangnya ia tidak menuliskan nara sumber pernyataannya tersebut.

Sebaliknya, penulis menemukan pernyataan berikut dalam buku berjudul "All the People: A Conversation with the Dalai Lama on Money, Politics, and Life as It Could Be"
"I do not see any reason why animals should be slaughtered to serve as human diet when there are so many substitutes. After all, man can live without meat. It is only some carnivorous animals that have to subsist on flesh. Killing animals for sport, for pleasure, for adventures, and for hides and furs is a phenomenon which is at once disgusting and distressing. There is no justification in indulging in such acts of brutality. "

Memang, YM Atisha Dipamkara, seorang Guru Besar Mahayana dari India yang merupakan tokoh reformasi Buddhism Tibetan adalah seorang vegetarian. Ketika beliau datang pertama kali ke Tibet, Buddhisme sedang mengalami masa kegelapan dan banyak terjadi penyimpangan dalam praktik Buddhism.

Karena itu beliau menyusun sebuah teks yang berisi rangkuman poin-poin penting Buddhisme, yang disusun secara sistematik, berjudul Cahaya Penerang Jalan Menuju Pencerahan. Namun dalam teks tersebut dan juga dalam teks-teks karya beliau lainnya tidak ditemukan satupun ajaran ataupun anjuran untuk vegetarian. Teks karya Atisha ini menjadi dasar bagi perkembangan Buddhisme di Tibet di kemudian hari. Tradisi pengajaran yang dipelopori oleh Atisha ini dikenal dengan nama Lamrim atau Tahapan Jalan Menuju Pencerahan.

Dalam teks-teks Lamrim yang disusun di kemudian hari oleh para Guru Besar Tibetan, di antaranya Teks Besar tentang Tahapan Jalan Menuju Pencerahan atau Lamrim Chenmo karya YA Lama Je Tsongkhapa, juga tidak ditemukan ajaran tentang vegetarian. Untuk lebih jelasnya tentang apa itu Lamrim serta ajaran apa saja yang termuat dalam Lamrim, silakan baca artikel khusus tentang Lamrim.

Dalam teks nya yang berjudul Esensi dari Jalan Tengah (Madhyamaka-hrdayakarika), Bhaviveka --seorang Guru Besar Mahayana dari India-- mengajukan permasalahan apakah vegetarian itu penting dalam cara hidup seorang Buddhis. Beliau mengemukakan alasan bahwa karena pada saat memakan daging, binatang tersebut telah mati, tindakan memakan daging tersebut tidak menyebabkan rasa sakit secara langsung terhadap binatang tersebut. Yang secara khusus dilarang adalah memakan daging dari binatang yang anda perintahkan untuk dibunuh, atau anda curiga, mendengar, atau melihat bahwa binatang tersebut dibunuh khusus untuk anda. Daging tersebut tidak seharusnya kita makan. (Syarat ini jelas sama dengan yang tercantum dalam ajaran Theravada)
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Hikoza83

Berkaitan dengan ajaran dan praktik Tantra Buddhis, secara umum ada 4 kelas dalam Tantra Buddhis, yaitu Kriya Tantra, Carya Tantra, Yoga Tantra, dan Anuttara Yoga Tantra. Bagi para praktisi ketiga kelas tantra yang pertama, sangat dianjurkan untuk bervegetarian. Praktik pada dua kelas tantra pertama menitikberatkan pada 'kebersihan' dan 'kemurnian' eksternal untuk membantu sang praktisi membangkitkan kemurnian internal dalam batin. Berdasarkan ajaran Tantra dalam kedua kelas pertama ini, daging dianggap sebagai makanan yang 'tidak murni',karena dapat memberikan efek kurang baik dalam meditasi bagi praktisi yang bersangkutan.

Namun sebaliknya, para praktisi Anuttara Yoga Tantra atau tantra yang tertinggi justru dianjurkan untuk memakan 5 jenis daging dan 5 nektar (penjelasan mengenai apa itu 5 jenis daging dan 5 nektar berada di luar jangkauan artikel ini). Seseorang praktisi Anuttara Yoga Tantra yang sempurna adalah seseorang yang memiliki kemampuan [spritual] yang sangat tinggi, sehingga melalui kekuatan konsentrasi meditasi, ia mampu mengubah lima daging dan lima nektar tersebut menjadi bahan-bahan yang termurnikan, jadi mengubah mereka menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk meningkatkan 'bahan bakar' energi adalah seseorang yang mampu mentransformasikan lima jenis daging dan 5 nektar menjadi bahan-bahan yang murni melalui kekuatan meditasi, dan kemudian mampu untuk menggunakan mereka untuk memperkuat energi tubuh.

Meditasi dalam tantra kelas tertinggi ini memakai system saraf yang halus sehingga elemen dalam tubuh harus diperkuat, dan untuk itu diperlukan daging. Namun, mungkin kita dapat berkata, karena kita praktisi tantra, maka kita harus makan daging. Yang harus diperhatikan adalah di dalam kelima daging dan kelima nektar tersebut, terdapat bahan-bahan yang secara umum dipandang sebagai hal yang kotor dan menjijikkan. Seorang praktisi Tantra Yoga tertinggi tidak akan membedakan bahan yang enak dan yang menjijikkan, sedangkan kita tentu akan segera menutup hidung jika barang tersebut ada di dekat kita, apalagi jika kita disuruh untuk memakannya. Singkat kata, seorang praktisi Tantra tulen memakan daging bukan untuk memenuhi nafsu indrianya, namun hanya sebagai sarana untuk membantu meditasinya.

Walaupun demikian, tidak sedikit para Guru Besar maupun praktisi Buddhisme Tibetan yang menjalankan vegetarian walaupun tidak ketat. Di antaranya adalah seorang yogi bernama Shabkar. In The Life of Shabkar, the Autobiography of a Tibetan Yogin, ia menulis : "Eating meat, at the cost of great suffering for animals, is unacceptable. If, bereft of compassion and wisdom, you eat meat, you have turned your back on liberation."

Dalam autobiografinya, beliau berkata, "Memakan daging, yang menyebabkan penderitaan yang amat sangat bagi para binatang adalah hal yang tidak bisa diterima. Jika, tidak memiliki cinta kasih dan kebijaksanaan, engkau makan daging, engkau telah berpaling dari pembebasan."

Lama Jigme Lingpa, seorang yogi yang hidup di abad ke 18 dan juga seorang vegetarian. Beliau sering membeli binatang dan kemudian melepaskannya, sehingga binatang tersebut terhindari penjagalan. Beliau juga selalu mendorong para siswanya untuk sama sekali tidak membunuh binatang.

Singkat kata, YM Dalai Lama secara tegas mengatakan bahwa, "vegetarian bukanlah suatu keharusan bagi umat Buddha!". Namun bagi mereka yang mengikuti ajaran Mahayana, praktik vegetarian ini adalah hal yang cukup penting. Beliau menyimpulkan bahwa ajaran Buddha tentang vegetarian ini bersifat terbuka dan fleksibel, dan setiap praktisi bebas memilih apakah menjadi vegetarian atau tidak. YM Dalai Lama menganjurkan bahwa suatu hal yang baik jika ada acara atau kegiatan di Vihara atau di Pusat-pusat Dharma, makanan yang disediakan adalah makanan vegetarian.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Hikoza83

Marilah kita berusaha menjalankan ajaran Sang Guru Agung Buddha Gotama, baik itu dana, sila dan samadhi. Bila saja kita dapat mengurangi makan daging itu akan lebih baik lagi, tanpa perlu menjadi ekstremis penganut vegetarian!

Seperti yang Sang Buddha katakan dalam Dhammapada:

Bukan dengan cara telanjang, rambut dijalin, badan kotor berlumpur, berpuasa, berbaring di tanah, melumuri tubuh dengan debu, ataupun berjongkok di atas tumit, seseorang yang belum bebas dari keragu-raguan dapat mensucikan diri.

Namun berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidak-tahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

Akhir kata, seperti yang sering kali diucapkan oleh YM Dalai Lama dalam berbagai ceramahnya, mengutip kata-kata Sang Buddha bahwa:
"Oh para bhikshu dan orang bijak, Sebagaimana seorang tukang emas akan memeriksa emasnya, dengan membakarnya, memotongnya, dan menggosoknya, Maka seharusnya engkau memeriksa kata-kataku dan setelah itu menerimanya. Namun bukan hanya karena rasa hormat kepadaku." (catatan kecil: Walaupun penulis banyak mengutip kata-kata YM Dalai Lama, namun bukan berarti bahwa dalam Buddhisme Tibetan, kata-kata YM Dalai Lama adalah 'fatwa', sebagaimana yang diklaim oleh Jan Sanjivaputta. Sepengetahuan penulis, YM Dalai Lama selalu memberikan kebebasan bagi para siswanya untuk menentukan sikap sendiri, melaksanakan ajaran yang dirasakan cocok dan bermanfaat, dan membuang hal-hal yang dirasa tidak cocok.)

Daftar Pustaka
1. Anda Herbivir atau Karnivor. Jan Sanjivaputta. Lembaga Pelestari Dhamma.
2. All the People: A Conversation with the Dalai Lama on Money, Politics, and Life as It Could Be. Wisdom Publications
3. Apparitions of the Self, the Secret Autobiographies of a Tibetan Visionary by Janet Gyatso. Princeton Univ Press
4. Buddhism For Beginners. Thubten Chodron. Snow Lion Publications
5. Great Treatise on the Stages of the Path to Enlightenment. Lamrim Chenmo. Tsongkhapa. Snow Lion Publications
6. Life of Shabkar, the Autobiography of a Tibetan Yogin. Snow Lion Publications
7. Life as a Vegetarian Tibetan Buddhist Practitioner. Eileen Weintraub.
8. Transformed Mind. Reflections on truth, love, and happiness. His Holiness the Dalai Lama. Edited by Renuka Singh. Hodder & Stoughton.
9. World of Tibetan Buddhism. The Dalai Lama. Wisdom Publications
10. Wait a Minute. Anatta


Sumber : Dharma Manggala, Buletin Maya Indonesia.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Pitu Kecil

Saya ingin bertanya, Dalai2 di tibet memakan daging katanya disana sangat dingin, so perlu makan daging untuk pertahankan diri sendiri, pertanyaan saya : Sekarang Dalai Lama udah tinggalkan tibet, so napa gak vegetarian sepenuhnya?
Smile Forever :)

markosprawira

ehm, saya tidak berkomentar mengenai vegetariannya karena itu merupakan isyu yang sensitif dimana bagi saya itu hanyalah pilihan saja dan namun ada banyak yang merasa itu hal yang penting


Karena itu, saya hanya ingin mengomentari mengenai "Jadi sudut pandangnya adalah dari binatang yang bersangkutan, bukan dari sisi kita." dimana ini akan membuat ada bhikkhu yang berharap agar dana makanan yang diberikan

pernyataan ini sangat disayangkan loh karena justru bhikkhu berlatih untuk mengurangi melekat/lobha (lebih suka sayuran) atau menolak/dosa (tidak mau makan daging karena melihat dari sudut pandang binatang)

pengembangan metta tidaklah dimulai dari dosa/kebencian, melainkan dari bagaimana kita ingin membagi kebahagiaan kita kepada orang/mahluk lain......

Jika berdasar contoh kamma/perbuatan.......... Melakukan perbuatan yang buruk tetapi berharap buah kamma yang baik??  ::)

just sharing my opinion.......... cmiiw  ^:)^

Pitu Kecil

Saya bukan melarang orang tidak vegetarian, tapi sangat disayangkan Bhikkhu di TIbet disana pada pake alasan dingin maka makan daging, sekarang beberapa udah ke India, indonesia, dll.. tapi tetap konsumsi daging bukankah perkataan awal dia itu termasuk berbohong?
Smile Forever :)

Surya Kumari

yg saya pernah baca..para bhikkhu makan daging bukan karena alasan dingin..

tapi karena tanah di tibet sangat susah ditanami sayur-sayuran..
jadi tumbuhan sangat langka dan harus diimpor dari china ataupun india..

bahkan jika ada orang meninggal jg jenazahnya dipotong2 dan diberi makan burung..karena kondisi tanah yg keras & mahalnya kayu bakar yg harus diimport kalo ingin diperabukan..(cmiiw)

nb : tapi sy belon pernah ke tibet..jadi ga tau sikon sebenarnya gimana..
ada yg uda pernah pergi?mungkin bisa share disini..
makan saat sedang makan..minum saat sedang minum..

Pitu Kecil

Rekan kerja saya pernah ke Tibet, mmg disana sangat2 dingin sekali. yah sah2 aja kl disana dingin makan daging, dll... kalau udah di india, indonesia, negara2 laen? masih perlukah? coba dengar deh bbrp ceramah dari Rinpoche disana apa kata mereka saat mereka ditanya pertanyaan itu. ;D
jawaban mereka : gak tahan kalau gak makan daging ;D tadi saya salut kepada bbrp yang sudah diluar tibet mulai makan vegetarian walaupun 1 minggu cm bbrp x. pelan2 pasti bisa, ada kemauan pasti ada jalan.
Smile Forever :)

FZ

Quote from: markosprawira on 08 October 2008, 02:44:57 PM
ehm, saya tidak berkomentar mengenai vegetariannya karena itu merupakan isyu yang sensitif dimana bagi saya itu hanyalah pilihan saja dan namun ada banyak yang merasa itu hal yang penting


Karena itu, saya hanya ingin mengomentari mengenai "Jadi sudut pandangnya adalah dari binatang yang bersangkutan, bukan dari sisi kita." dimana ini akan membuat ada bhikkhu yang berharap agar dana makanan yang diberikan

pernyataan ini sangat disayangkan loh karena justru bhikkhu berlatih untuk mengurangi melekat/lobha (lebih suka sayuran) atau menolak/dosa (tidak mau makan daging karena melihat dari sudut pandang binatang)

pengembangan metta tidaklah dimulai dari dosa/kebencian, melainkan dari bagaimana kita ingin membagi kebahagiaan kita kepada orang/mahluk lain......

Jika berdasar contoh kamma/perbuatan.......... Melakukan perbuatan yang buruk tetapi berharap buah kamma yang baik??  ::)

just sharing my opinion.......... cmiiw  ^:)^
Setuju.. IMO.. ini yang membedakan dosa mula citta dan upekkha

markosprawira

#14
Quote from: LotharGuard on 08 October 2008, 05:01:00 PM
Rekan kerja saya pernah ke Tibet, mmg disana sangat2 dingin sekali. yah sah2 aja kl disana dingin makan daging, dll... kalau udah di india, indonesia, negara2 laen? masih perlukah? coba dengar deh bbrp ceramah dari Rinpoche disana apa kata mereka saat mereka ditanya pertanyaan itu. ;D
jawaban mereka : gak tahan kalau gak makan daging ;D tadi saya salut kepada bbrp yang sudah diluar tibet mulai makan vegetarian walaupun 1 minggu cm bbrp x. pelan2 pasti bisa, ada kemauan pasti ada jalan.

sori bro... setau wa sih, Rinpoche itu beda ama biksu loh....

Rinpoche = Ajahn = Acharn = master..... biasanya ini gelar untuk meditator, bukan untuk biksu.... jadi mungkin agak kurang relevan jika melihat kehidupan biksu berdasar dari Rinpoche....

pun diatas, bro hikoza juga udah post :
QuoteSingkat kata, YM Dalai Lama secara tegas mengatakan bahwa, "vegetarian bukanlah suatu keharusan bagi umat Buddha!". Namun bagi mereka yang mengikuti ajaran Mahayana, praktik vegetarian ini adalah hal yang cukup penting. Beliau menyimpulkan bahwa ajaran Buddha tentang vegetarian ini bersifat terbuka dan fleksibel, dan setiap praktisi bebas memilih apakah menjadi vegetarian atau tidak. YM Dalai Lama menganjurkan bahwa suatu hal yang baik jika ada acara atau kegiatan di Vihara atau di Pusat-pusat Dharma, makanan yang disediakan adalah makanan vegetarian.

dan

QuoteYM Dalai Lama selalu memberikan kebebasan bagi para siswanya untuk menentukan sikap sendiri, melaksanakan ajaran yang dirasakan cocok dan bermanfaat, dan membuang hal-hal yang dirasa tidak cocok.)