Allah dan Tathagata : Agama Islam dan Agama Buddha

Started by GandalfTheElder, 30 September 2008, 09:22:13 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

GandalfTheElder

AGAMA BUDDHA DAN AGAMA ISLAM

Sebelumnya saya ingin mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 H bagi semua umat Muslim di Indonesia dan selamat menunaikan ibadah puasa. Minal Aidzin wal Faidzin.

Setelah saya menulis artikel tentang hubungan antara agama Buddha dengan agama Tao, agama Buddha dengan agama Hindu, saya sekarang akan menulis sebuah artikel yang berisi tentang hubungan agama Buddha dengan agama mayoritas negeri ini, yaitu Islam, beserta pandangan kedua agama terhadap pendiri agama satu sama lain.

Banyak orang bertanya-tanya, apakah benar ada hubungan antara kedua agama ini dalam sejarah dunia? Kalau ada, bagaimanakah hubungan tersebut? Oleh karena itu marilah kita bahas pertanyaan tersebut.

Sang Buddha dalam Al Quran.

Tidaj ada kata-kata "Buddha" dalam Al Quran, namun para sejarawan dan peneliti mengaitkan beberapa ayat Al-Quran dengan Sang Buddha.

Demi (buah) Tin (fig) dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?
(Quran Surat at-Tin (95) : 1)

Buah Zaitun melambangkan Yerusalem, Yesus dan Kristianitas. Bukit Sinai melambangkan Musa dan Yudaisme. Kota Mekah menyimbolkan Islam dan Muhammad. Lantas pohon Tin (fig) melambangkan apa?

Tin = fig = Pohon Bodhi.

Pohon Bodhi adalah tempat Sang Buddha mencapai Penerangan Sempurna.

Ada penafsir-penafsir zaman sekarang sebagaimana disebutkan oleh al-Qasimi di dalam tafsirnya berpendapat bahwa sumpah Allah dengan buah tin yang dimaksud ialah pohon Bodhi. Prof. Hamidullah juga mengatakan bahwa perumpamaan pohon (buah) tin (fig) di dalam Quran ini merepresentasikan Sang Buddha, sehingga menunjukkan bahwa Sang Buddha diakui sebagai nabi di dalam agama Islam.

Hamid Abdul Qadir, sejarawan abad 20 mengatakan dalam bukunya :
"Buddha Yang Agung: Riwayat dan Ajarannya" (Arabic: Budha al-Akbar Hayatoh wa Falsaftoh), bahwa Sang Buddha adalah nabi Dhul Kifl, yang berarti "ia yang berasal dari Kifl". Nabi Dhul Kifl disebutkan 2 kali dalam Quran:

Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli (Dhul Kifl). Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.
QS. al-Anbiya (21) : 85

Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa, dan Dzulkifli (Dhul Kifl). Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik
QS. Shad (38) : 48

"Kifl" adalah terjemahan Arab dari Kapilavastu, tempat kelahiran Sang Bodhisattva.

Mawlana Abul Azad, teolog Muslim abad 20 juga menekankan bahwa Dhul Kifl dalam Al Quran bisa saja adalah Buddha.

Pandangan para tokoh Muslim pada Sang Buddha dan Teks-teks Buddhis di Dunia Muslim

Sejarawan Muslim yang terkenal, Abu Rayhan Al-Biruni (973–1048) yang pergi ke India dan menetap di sana selama 13 tahun untuk mengenal bangsa India dan mempelajari teks-teks Sansekerta mendefinisikan Sang Buddha sebagai seorang nabi. Pada waktu dinasti Ghaznavid, sejarawan Persia Al Biruni menemani Mahmud dari Ghazni pada abad 11 M di mana Mahmud menyerang India. Dalam buku Sejarah India (Kitab al-Hind) yang ditulisnya, Al Biruni memuji Sang Buddha dan ajarannya. Al Biruni juga menulis sebuah teks yang berkisah tentang ukiran Buddha di Bamiyan.

Ibn al-Nadim (995 M), penulis kitab Al-Fihrist, berkata:
Orang-orang ini (Buddhis di Khurasan) adalah yang paling dermawan di antara seluruh penghuni bumi dan semua kaum agama. Ini dikarenakan nabi mereka, Budhasaf (Bodhisattva) telah mengajarkan pada mereka bahwa dosa yang terbesar, di mana tidak diperbolehkan untuk berpikir atau melakukan, adalah perkataan "tidak". Maka dari itu mereka bertindak sesuai anjuran-Nya dan mereka menmganggap perkataan "tidak" sebagai tindakan Satan. Inti ajaran agama mereka (Buddha) adalah untuk membasmi Satan.

Sejarawan Muslim bernama Abu Ja`far Muhammad ibn Jarir al-Tabari (839-923 M), menyebutkan bahwa rupang-rupang Buddha dibawa dari Kabul, Afghanistan ke Baghdad pada abad ke-9 M. Juga dilaporkan bahwa rupang-rupang Buddha dijual di sebuah vihara Buddhis dekat masjid Makh di pasar kota Bukhara (Uzbekistan).

Pada abad ke-9 M, seorang dari Baghdad menterjemahkan kisah Sang Buddha ke dalam bahasa Arab yaitu dalam Kitab al Budasaf wa Balawhar yaitu "Buku Bodhisattva dan (gurunya) Balawhar" yang ditulis Aban Al-Lahiki (750-815 M) di Baghdad. Teks ini kemudian diterjemahkan lagi dalam bahasa Yunani dan Georgia, terkena pengaruh Kristiani dan akhirnya menjadi Kisah St. Barlaam dan Josaphat.

Catatan sejarah Muslim tentang agama Buddha dapat ditemukan di Kitab al-Milal wa Nihal yang berarti "The Book of Confessions and Creeds" yang ditulis oleh Muhammad al-Shahrastani (1076–1153 M) di Baghdad pada masa Dinasti Seljuk. Kitab sejarah yang ditulis oleh Al-Shahrastani tersebut adalah kitab yang paling akurat dalam dunia pendidikan Muslim ketika menjelaskan agama Buddha di India. Al-Shahrastani menjelaskan agama Buddha sebagai agama "pencarian kebenaran dengan kesabaran, memberi dan ketidakmelekatan" yang "dekat dengan ajaran Sufi (mistisisme Islam)"

Al-Shahrastani memperbandingkan Sang Buddha dengan Al Khidr (Eliyah), tokoh dalam Al-Quran, sebagai dua orang yang sama-sama mencari pencerahan. Al-Shahrastani juga memperbadningkan Buddha dengan Bodhisattva (Budhasf). Ia memberikan catatan yang mendeskripsikan penampilan dari para Buddhis (asahb al bidada) di India dan memberikan perhatian yang lebih tentang agama Buddah di India beserta ajaran-ajarannya.

Di dalam dunia Arab, juga muncul kitab riwayat Buddha yang bernama Kitab Al-Budd. Kitab Al-Budd ini didasarkan atas kitab Jatakamala dan Buddhacarita.

Pada abad ke-8 M, Caliph al-Mahdi, dan Caliph al-Rashid mengundang para pelajar Buddhis dari India dan Nava Vihara di Balkh ke "Rumah pengetahuan" (Bayt al-Hikmat) di Baghdad. Ia memerinathkan para pelajar Buddhis untuk membantu penerjemahan teks-tkes pengobatan dan astronomi dari Sansakerta ke bahasa Arab. Ibn al-Nadim pada abad ke 10 M, Buku Katalog (Kitab al-Fihrist), juga memberikan daftar teks-teks Buddhis yang diterjemahkan dan ditulis dalam bahasa Arab pada masa itu, seperti Kitab Al-Budd (Buku Sang Buddha).

Keluarga Barmakid mempunyai pengaruh di istana Abbasid sampai pada pemerintahan Caliph Abbasid yang keempat, Harun al-Rashid (r. 786-809 M) dan perdana menterinya yaitu Yahya ibn Barmak adalah cucu Muslim dari salah satu kepala administrator Buddhis dari Nava Vihara di Balkh, Afghanistan. Yahya mengundang para pelajar Buddhis, terutama dari Kashmir untuk datang ke "Rumah pengetahuan" di Baghdad. Tidak ada kitab-kitab ajaran Buddha yang diterjemahkan dari Sansekerta ke bahasa Arab. Namun lebih fokus terhadap penterjemahan teks-teks pengobatan Buddhis seperti Siddhasara yang ditulis Ravigupta.

Penulis Umayyad Arab yang bernama Umar ibn al-Azraq al-Kermani tertarik untuk menjelaskan agama Buddha pada penonton Islam. Pada permulaan abad ke-8 M, ia menulis sebuah catatan yangs angat detail tentang Nava Vihara di Balkh, Afghanistan dan tradisi Buddhis di sana. Ia menjelaskan dengan memperlihatkan kesamaannya dengan agama Islam. Maka dari itu ia mendeskripsikan vihara tersebut sebagai sebuah tempat yang di tengahnya terdapat kotak batu (stupa) yang ditutupi kain dan para umat bersujud dan bernamaskara, mirip seperti Kabah di Mekah. Tulisan-tulisan Al-Kermani tersimpan dalan karya abad 10 M yaitu dalam "Buku Lahan" (Kitab al-Buldan) yang ditulis oleh Ibn al-Faqih al-Hamadhani.

Al-Ihranshahri (abad 9 -10 M) memberikan detail kosmologi Buddhis namun hilang dan beberapa digunakan oleh Al-Biruni. Penulis Kitab al-bad wa-'l-ta' rich yang ditulis pada tahun 966 M mendeskripsikan tentang ajaran Buddha tentang kelahiran kembali.

Ibn al Nadim menyebut Budhasf (Bodhisattva) sebagai nabi darti Sumaniyya (Sramana) yang berarti para bhiksu Buddhis. Sujmaniyya ini dijelaskan oleh kaum Muslim sebagai masyarakat agama yang tinggal di Timur sebelum kedatangan agama-agama yang diwahyukan, yang berarti di Negara Iran sebelum kemunculan Zarathustra, India dan Tiongkok. Agama Buddha sebagai Sumaniyya dijelaskan oleh umat Muslim pada saat itu sebagai agama penyembah berhala dan penganut paham kekekalan, kosmologi particular dan tumimbal lahir (tanasukh al-arwah). Agama Sumaniyya juga dideskripsikan sebagai agama yang skeptis, menolak argument (nazar) dan pemikiran logis (isitidlal). Klaim ini sungguh aneh, karena agama Buddha tidak menolak argument sama sekali, bahkan dalam agama Buddha ditekankan pemikiran yang logis.

Catatan Kamalashri tentang agama Buddha, ada di bagian akhir Jami al-Tawarikh atau Sejarah Dunia dari Rashid al-Din (1247 - 1318), yang mendeskripsikan secara menyeluruh, dan karya tulis ini ditulis oleh seorang Buddhis dengan menunjukkan banyak aspek-aspek legendaris.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

FZ


GandalfTheElder

#2
Kisah Sang Buddha dalam Jami Al-Tawarikh

Di istana Gazan Khan (1271 - 1304 M), terdapat seorang yang sangat terkenal bernama Rashid al-Din. Lahir di Hamadan pada tahun 1247 M, ia datang ke Tabriz sebagai tabib kerajaan. Pada tahun 1298 ia beralih keyakinan dari Yudaisme ke Islam dan ditunjuk menjadi sejarawan kerajaan.

Pada tahun 1304, Uljaytu Khan memerinathakan Rashid al-Din untuk membuat sejarah dunia mulai dari Adam berserta bangsa Tiongkok dan India. Pada tahun 1307, Rashid al Din berhasil menyelesaikan kitab sejarah tersebut dengan bantuan staf pelajar yang sangat banyak, ahli kaligrafi dan artsi-artis untuk menghasilkan Jami al Tavarikh di skriptoriumnya.

Fragmen Jami al Tawarikh di aman terdapat lukisan kisah hidup Buddha berhasil dieselsaikan pada tahun 1314 M. Ditulis dalam bahasa Arab, Jami juga mencakup sejarah Muhammad, Caliphate, Tiongkok, Hind, Sind, Frank dan Yahudi. Hanya versi tahun 1314  M yang mencakup sejarah India di aman kisah hidup sang Buddha dikisahkan dan menjadi judul dari 21 bab buku dengan nama "Riwayat dan Ajaran Sang Buddha".

Rashid al-Din berkata bahwa sumber riwayat hidup Buddha ini adalah dari Bhiksu Buddhis dari Kashmir bernama Kamalashri. Kamalashri juga mendeskrispikan penyebaran agama Buddha di dunia serta membahas agama-agama non-Buddhis di India, agama Buddha di Ceylon dan Tiongkok serta Arabia. Bhiksu Kamalashri menulis:

"sebelum diterimanya agama Islam oleh penduduk Mekah dan Medina, semuanya adalah Buddhis dan di dalam Kabah mereka memuja rupang mirip Buddha, di mana Muhammad memerinathkannya untuk dihancurkan."

Kamlashri dan Rashid al-Din menerjemahkan kata-kata Buddhis India ke dalam konteks Muslim. Para Buddha dan Deva tingka tinggi seperti Siva dan Vishnu, digambarkan sebagai nabi, dewa-dewa yang lebih rendah sebagai malaikat, asura sebagai iblis, Mara dipanggil dengan nama Iblis atau Shaitan (Satan).

Pertama dari 3 ilustrasi Sang Buddha dalam Manuskrip 1314 adalah ilustasi Sang Buddha memberikan buah pada Shaitan yaitu Mara. Kisah tersebut dikisahkan dalam Jami al-Tawarikh sebagai berikut:

"Ketika sudah diketahui umum bahwa Sakyamuni telah meninggalkan tempat pertapaan penyiksaan dirinya dan kembali untuk menerima makanan, seorang gadis yang membawa banyak sekali sapi perah menyaipakn sebuah makanan berupa susu dari 100 sapi perah, nasi dan gula, dengan tujuan untuk menjadi yang pertama memberikan makanan pada Sakyamuni. Semua teman gadis itu juga melakukan hal yang sama. Sakyamuni tampak menikmati semua makanan mereka, namun sebenarnya, Ia juga memberikan makanan tersebut pada yang lainnya yaitu pada Iblis / Shaitan untuk makanannya. Ketika sekelompok Murid dan Pir (pengikut) melihat ia [Sakyamuni] makan, maka mereka meninggalkan-Nya. Sebagai akibatnya, Sakyamuni melempar mangkok yang ia gunakan untuk makan ke Sungai Gangga dan mengatakan sebuah harapan, jika ia ditakdirkan untuk menjadi pemimpin masyarakat, maka mangkok tersebut akan muncul mengambang di permukaan air."

Gadis yang memberikan susu adalah Sujata, dan tampaknya ada penggabungan kisah ketika Sang Bodhisattva digoda Mara dengan pemberian makanan oleh Sujata. Pakaian Sakyamuni juga digambarkan bukan dengan jubah seorang petapa India atau Asia Tengah, namun dengan jubah Muslim Arab.

Ilustrasi selanjutnya dalam catatan sejarah Rashid al-Din adalah Hutan Jetavana. Ilustrasi ini menggambarkan di mana Sakyamuni membabarkan tanda-tanda di masa depan ketika Maitreya menjadi Buddha di Hutan Jetavana, dalam pembabaran ini, Sang Buddha ditemani oleh 1350 pengikut. Teks tersebut adalah sebagai berikut:

"Dan di sana terdapat sebuah kota dengan nama Ketumati, tempat di mana mereka yang bajik dan bersifat mulia berada, dengan keistimewaan yaitu apapun yang manusia inginkan dapat ditemukan di sana. Balkon rumah-rumah akan dibangun dengan tujuh permata dan tingginya setengah league, penuh dengan taman bunga dengan air mancur di mana burung air berkumpul. Kota-kota akan dikelilingi parit yang dalam dan di sekelilingnya terdapat tujuh baris pohon berwarna dihiasi dengan empat permata. Di ata pohon-pohon akan dihiasi dengan lonceng besar dan kecil, di mana dari sana muncul musik yang enak didengar, mereka yang bersedih dan berduka akan menemukan hidup baru dan kebahagiaan yang tak terbatas."

Teks tersebut juga menjelaskan raja di kota tersebut, pasukannya, hartanya. Kemudian kisah kelahiran Maitreya, taman-taman yang ada di sana.

Lukisan ketiga dalam Jami al Tawarikh adalah bangunan kubah di Kushinagara tempat Sang Buddha Parinirvana, berdasarkan catatan Kamalashri.

"Di Hindustan terdapat kota bernama Kushinagara, di mana penghuninya terkenal akan keberaniannya. Mendengar bahwa Sakyamuni hendak datang ke kota mereka, para penduduk Kushinagara memutuskan untuk menaikkan gunung yang kemudian menutup jalan masuk ke kota. Tetapi Sakyamuni dengan ajaib hadir di kota tersebut, datang dari angkasa tanpa melewati pegunungan. Setelah beberapa waktu, akhir hidupnya tiba dan perahu keberadaanya tenggelam dalam ombak badai. Dan di dalam kota tersebut muncul bangunan besar berkubah yang terbuat dari kristal. Sakyamuni masuk ke dalam bangunan kubah tersebut dan tdur di sana layaknya singa. Dari luar oprang-orang dapat melihat-Nya karena kristal tersebut transparan. Namun tidak ada jalan masuk dan gerbang-gerbang yang pada awalnya terbuka sekarang menutup. Dan tiba-tiba dapat dilihat cahaya memancar dalam wujud sebuah pilar muncul naik dari puncak kubah."

Catatan ini berbeda dengan catatan Buddhis di mana Sang Buddha Parinirvana di antara 2 pohon sala, bukan di bangunan kubah kristal. Bangunan kubah tersebut digambarkan dalam wujud bangunan Persia dan Seljuq.

Untuk ilustrasi selanjutnya, maka kita harus melihat Majma al Tawarikh (abad 15 M) yaitu Koleksi kronologi, ditulis oleh Hafiz-I Abru di Heart. Di sana Shahrukh, putra Timur, mendirikan istana untuk menghidupkan kembali kejayaan seperti pada masa Gazan Khan dan Uljaytu. Shahrukh memerintahkan Hafiz-I Anru untuk menulis sejarah dari Adam sampai pada masanya sendiri. Hafiz-I Abru kemudian mengkopi Jami al Tawarikh dan 4 halaman Majma al Tawarikh mengisahkan tentang Sakyamuni.

Lukisan yang paling awal dalam Majma al Tawarikh adalah lukisan kelahiran Sakyamuni. Teks di bagian ini mengisahkan mimpi Mahamaya, ibu Buddhha, di aman ia memakan matahari dan bulan serta meminum laut dan menjadikan gunung Qaf sebagai bantalnya. "interpretasi mimpi tersebut bahwa ia akan melahirkan seorang raja atau Buddha." Kewmudian ia pergi ke taman di luar kota Mahabodhi. Dengan memegang dahan pohon dengan tangan kanannya, ia berteduh di bawah pohon dan berdiri, kemudian melahirkan seorang anak laki-laki.

Di sini ada perbedaan dengan catatan India. Perbedaanya adalah pada mimpi Mahamaya dan tempat kelahiran Sang Bodhisattva sebenarnya adalah Lumbini, bukan taman dekat Mahabodhi. Mahamaya dalam lukisan ini digambarkan menggunakan jilbab seperti layaknya wanita-wanita Muslim pada umumnya.

Lukisan kedua dalam Majma al Tawarikh adalah pertemuan Sakyamuni dengan seorang Brahmana.

"Sakyamuni, yang dikenal oleh sang brahmana sebagai Bhiksu Gautama, ditemani dengan para pengikutnya, menemui petapa Vasishta yang menjalani hidup pertapaan keras, yang makan hanya sekali dalam 72 hari. Atas pertanyaan Sakyamuni tentang keadaan fisik dan kemunduran fisiknya, Vasishta menjawab bahwa ini dikarenakan karena praktek pertapaan kerasnya di mana ia berjuang untuk mendapatkan Surga sebagai hadiahnya. Maka sebagai akibatnya, Sakyamuni memberikan ajaran kepadanya bahwa  pantangan yang sangat keras dalam praktek pertapaan tidak dapat membawanya kepada akhir yang sesungguhnya, karena hanya akan menimbulkan rasa marah dan benci. Kemudian Vasishta memohon untuk ditunjukkan jalan yang benar."

Lukisan terakhir adalah mengisahkan tentang Parinirvana Sang Buddha, sama dengan catatan Jami al Tawarikh. Namun di sini dijelaskan bahwa Sakyamuni muncul di hadapan orang-orang dari surga, 3 hari setelah kematian-Nya (Parinirvana-Nya). Orang-orang di bumi (alam manusia) dapat melihat Sang Buddha di surga. Sangat mirip dengan kisah kebangkitan Yesus. Namun ini bukanlah karena pengaruh Kristiani, namun lebih karena pengaruh kisah dalam satu sutra yang mengisahkan bahwa Sang Buddha bangkit kembali dari kematian untuk memberikan pembabaran Dharma yang terakhir pada ibunya.

Kisah Sang Buddha digambarkan dengan indah dan halus di dunia Muslim. Ini menunjukkan bahwa beberapa umat Islam memang menghormati Sang Buddha.

Buddhis Mongol dan Islam

Pada abad ke-13 M, Kubilai Khan memeluk keyakinan Buddhis Vajrayana tradisi Sakyapa. Ia menjadikan umat Muslim di Asia Tengah sebagai penagih pajak. Pada waktu permulaan, Kubilai Khan mengizinkan agama Islam dan umat Muslim untuk menjalankan semua kegiatan agama mereka. Namun karena sepupun yang juga musuhnya, Khaidu, yang merupakan seorang Muslim, maka Kubilai Khan memberikan perintah untuk melarang para Muslim. Pada tahun 1280 M, ia melarang metode halal dalam penyembelihan agar selaras dengan kode hukum jasagh dari Genghis Khan, yang melarang untuk mengotori tanah dengan darah binatang yang disembelih. Ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan keyakinan Buddhis, tetapi hanya merupakan tradisi bangsa Mongol yang sudah ada sebelum agama Buddha masuk.

Pada periode Ilkhanate, di aman bangsa Mongol menguasai Iran pada abad ke-13 M, para Khan Mongol mempraktekkan dan menyebarkan agama Buddha aliran Vajrayana Tibetan di sana. Sa'd al-Daula, menteri dari Arghun Khan menyarankan agara beberapa aspek Islam untuk dimasukkan ke dalam peraturan kerajaan khan. Ia juga menyarankan agara Genghis Khan danketurunannya diakui sebagai nabi-nabi, seperti silsilah imam Shia dan Arghun Khan mengiktui contoh Muhammad yaitu mendirikan Negara Buddhis universal dan mengubah Kabah menjadi Vihara Buddhis. Meskipun Khan menyatakan agama Buddha sebagai agama Negara dan mengundang banyak bhiksu dari Kashmir dan Tibet ke dalam pemerintahannya, ia tidak menerima saran yang lain dari menterinya tersebut.

Penguasa Ilkhanate selanjutanya, Ghazan Khan, berubah memeluk keyakinan menjadi umat Muslim, segera setelah ia naik tahta, tepatnya pada tahun 1295 M. Ghazan Khan dibuat yakin akan agama Islam oleh jenderalnya yang seorang Muslim bernama Nauruz. Titah pertamanya adalah untuk menghancurkan semua geraja , sinagoga dan vihara-vihara Buddhis di Tabriz, Baghdad dan seluruh daerah kekuasaannya. Banyak dari para Buddhis yang memeluk Islam karena ini dan yang lainnya melarikan diri ke Asia Tengah (Kashmir), Tiongkok dan Tibet. Sungguh ironis, karena sebelum Ghazan memeluk islam, ia telah membangun vihara-vihara Buddhis di Khurasan. Ia mengundang Bhiksu Bakshi kamalashri untuk membanntu Rashid al-Din dalam menulis Jami' al-Tawarikh.Seperti al-Kermani dan al-Biruni, Rashid al-Din menjelaskan agama Buddha dengan istilah Muslim. Ia memasukkan Buddha sebagai daftar pendiri agama yang diterima sebagai nabi di Negara India. Tiga theistik – Siva, Vishnu dan Brahma dan tiga non-theistik – Arhanta untuk jain, Nastika untuk Charvaka dan Shakyamuni untuk agama Buddha. Ia juga menyebutkan tentang enam alam kehidupan, hukum karma dan para dewa dianggap sebagai malaikat.

Rashid-al Din juga melaporkan bahwa pada masanya, 11 teks Buddhis dalam terjemahan bahasa Arab beredar di Iran. Di antaranya adalah Sukhavativyuha Sutra, Karandavyuha Sutra, dan Maitreyavyakarana. Kemudian muncul juga Majma al Tawarikh pada masa Dinasti Timurid di Samarkand.

Dalam Sejarah Agama Buddha di India (rGya-gar chos-'byung) yang ditulis oleh Taranatha ( abad 17 M), sang penulis menjelaskan tetang penghancuran vihara-vihara Buddhis di India Utara oleh pasukan Muslim Turki Guzz pada waktu Dinasti Ghurid (abad 13 M). Namun Taranatha tidak menjelaskan apa-apa tentang keyakinan Islam itu sendiri.

Novelis Injannashi berkebangsaan Mongolia, pada abad 19 M, menulis Kronologi Biru (Köke sudar), i8a mengatakan bahwa agama Islam dan agama Buddha sama-sama mengajarkan "kebaikan". Sebagai contoh, para penjagal Muslim dan Buddhis sama-sama menyembelih binatang dengan doa agar mereka terlahir di surga. Dalam hal ini, umat Buddhis melakukannya dengan terpaksa dan berdoa agar binatang tersebut dapat terlahir kembali di alam bahagia dengan mantra: "Om Abhirakay Cara Hum".

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

Ahl Al-Kitab dan Dhimmi

Di daerah yang sekarang disebut Uzbekistan dan Afghanistan, di mana orangh Arab pertama kali bertemu dengan umat Buddhis, kata Dharma ketika diterjemahkan menggunakan bahasa Yunani "nom" yang berarti "hukum".

Sebutan Al-Kitab atau "Masyarakat Buku" semula ditujukan umat Muslim hanya bagi umat Kristiani dan Yudaisme. Ketika bangsa Arab bertemu dengan agama Buddha, mereka memasukkan umat Buddhis ke dalam sebutan "Masyarakat Buku" dan memberikan umat Buddhis hak-hak dan status yang sama dengan umat Kristiani dan Yudaisme. Umat Buddhis diizinkan untuk mempraktekkan agama mereka serta dari para umat awam Buddhis ditarik pajak.

"Masyarakat Buku" dalam Islam adalah sebutan bagi non-Muslim yang menerima kitab suci dari wahyu Allah sebelum Muhammad lahir, dalam hal ini Kristiani (Injil) dan Yudaisme (Taurat). Namun kemudian konsep "Masyarakat Buku" menjadi meluas dan mencakup mereka yang mengikuti satu set prinsip-prinsip etika berdasarkan otoritas yang lebih tinggi yaitu para umat Sikh, Zoroaster, Mandean, Hindu dan Buddhis.

Ajaran Buddha menyebar sampai ke daerah yang sekarang bernama Afghanistan Iran Utara, Uzbekistan, Turkmenistan, dan Tajikistan. Baik umat awam maupun anggota Sangha semuanya berkembang di sana. Tiga dekade setelah masa Nabi Muhammad, daerah-daerah tersebut berada di bawah kekuasaan umat Muslim.

Umat Muslim pada masa pemerintahan Umayyad dan Abbasid juga memberikan status dhimmi pada umat Buddhis. Ini berrati bahwa umat Buddhis bebas menjalankan agama mereka, namun umat awamnya diharuskan membayar pajak ekstra. Status dhimmi hanya diberikan bagi "Masyarakat Buku". Umat Buddhis juga diizinkan untuk membangun kembali vihara-vihara mereka yang telah dihancurkan.

Pendidikan Buddhis dan Muslim

Sistem pendidikan Muslim yaitu madrasah berasal dari sistem pendidikan Buddhis  di Iran Timur (Richard C. Foltz, 1999:100-101). Sejumlah sejarawan lainnya juga menyatakan demikian. Dinasti Sasanid membentuk model sekolah madrasah atas dasar sekolah, vihara-vihara maupun universitas Buddhis di India dan Iran. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Asia Tengah, namun juga di Asia Tenggara.

Universitas Nalanda di Sumatera pada masa kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pendidikan bagi para cendekiawan. Fungsi pendidikan ini beserta ashram Hindu-Buddhis tidak runtuh begitu saja setelah runtuhnya keprabuan Majapahit, tetapi tetap dilanjutkan oleh para penganut Islam menjadi sistem pondok pesantren.

"akan mengaitkan madrasah dengan vihara Buddhis"
(Islamic Architecture: Form, Function, and Meaning oleh Robert Hillenbrand)

"Tipe madrasah teologikal, yang mungkin dipinjam dari model Buddhis"
(Persian Historiography And Geography: Bertold Spuler on Major Works Produced ... - Halaman 10 oleh Bertold Spuler, Ismail M. Marcinkowski)

"Sekolah-sekolah teologi (madrasah), sebagai contoh, tampaknya berkembang dari model vihara-vihara Buddhis."
(The World of Buddhism: Buddhist Monks and Nuns in Society and Culture oleh Heinz Bechert, Richard Francis Gombrich)

"Vihara-vihara Buddhis bisa saja mempengaruhi arsitektur Madrasah"
(The New Encyclopedia of Islam: A Revised Edition of the Concise Encyclopedia ... - Halaman 302 oleh Cyril Glasse, Huston Smith)

"Bartbold secara khusus menekankan kalimat ini, sebagai bukti dari hubungan yang mungkin antara vihara Buddhis dan madrasah......... Para umat Muslim sendiri menganggap vihara-vihara Buddhis sebagai madrasah) membawa kita untuk menyimpulkan bahwa vihara Buddhis memegang peranan penting dalam asal mula madrasah Muslim."
(Encyclopaedia of Buddhism - Halaman 49 oleh Gunapala Piyasena Malalasekera)

Kontak serius antara pelajar Buddhis dan Muslim yang paling awal dimulai pada awal abad ke-8 M, selama periode Abbasid. Pada waktu itu membangun Bayt al-Hikmat di Baghdad untuk mempelajari dan menerjemahkan literatur Yunani dan India, terutama yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Sebagai bagian dari program ini, putranya, Caliph al-Mahdi mengundang para pelajar Buddhis dari India dan dari Nava Vihara yang sangat besar di Balkh, Afghanistan.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

Laksamana Haji Muhammad Cheng Hoo (Ma Zhenghe) dan Agama Buddha

Tercatat dalam sejarah bahwa Zheng He pernah ikut dalam beberapa kegiatan agama Buddha. Menurut Tugu Catatan Derma kepada Kuil Bukit Ceylon yang ditemukan di kota Galle, Zheng He pernah memberikan sumbangan berupa kain bersilam benang emas dan perak, pendupaan, pot bunga, lampu lilin dan sebagainya kepada kuil Buddha di negeri asing di Ceylon (Srilanka) itu pada tahun 1409. Kata-kata itu terukir dalam bahasa Cina, Persia dan Tamil. Selain itu ia pernah juga menyumbang kepada Wu Hua Si dan lain-lain. Di vihara Bao-en Si di Nanjing terdapat pagoda yang dibangun oleh Zheng He. Pendeta agama Buddha yang bernama Fei Huan pernah diajak Zheng He untuk turut dalam pelayarannya. Memang dalam pelayarannya, Zheng He pernah beberapa kali membawa serta Bhiksu ataupun umat Buddha. Di Muangthai ada pelabuhan Sanbao, pagoda Sanbao, dan candi Sanbao. Bahkan ada rupang Buddha suci di Ayutthaya, Thailand yang diasosiasikan dengan San Bao (Sam Po) yaitu rupang Buddha di Kuil Phanan Choeng. Dalam tablet batu yang ditulisnya di Srilanka, Zheng He berterima kasih kepada Buddha, Siva dan Allah sekaligus atas welas asih dan berkah perlindungan yang diberikan selama pelayarannya.

Zheng He pernah ditahbiskan (ditisarana) oleh Yao Guangxiao, gurunya, dengan nama Buddhis Fei Huan. Ia juga mencetak kitab-kitab Dazang Jing (Tripitaka) dan menyumbangkannya ke kuil-kuil. Zheng He menggunakan juga falsafah Buddhisme dalam menjalankan misi diplomatiknya.

Zheng He memiliki nama kebesaran "Sanbao Daren". San Bao berarti Tri ratna yaitu Buddha, Dharma, Sangha. Ini disebabkan karena Zheng He juga ikut dalam kegiatan agama Buddha.

Di Kelenteng Sam Po (Mbah Ratu) di Surabaya, terdapat pula altar untuk Sakyamuni Buddha, mungkin karena hubungan Beliau dengan agama Buddha. Bahkan pemujaan Sam Po di Semarang sempat dipindahkan di Kelenteng Tay Kak Sie yang dulunya memang merupakan sebuah Vihara Buddhis yang diperuntukkan bagi Avalokitesvara Bodhisattva (Guan Shi Yin Pusa). Pada saat perayaan 600 tahun kedatangan Laksamana Zheng He di Semarangpun, upacara sembahyang dilakukan oleh para Bhiksu Mahayana yang berjumlah 100 orang (beberapa setahu saya dari Sangha Mahayana Indonesia dan lainnya berasal dari mancanegara)!

Sabdopalon Noyogenggong

Bagaimana proses peralihan keyakinan masyarakat Indonesia dari agama Hindu-Buddha (Masa kerajaan Majapahit) ke dalam agama Islam dikisahkan dalam Serat Dharmogandhul dan kisah Sabdopalon.

Kata Sabdo Palon Noyo Genggong sebagai penasehat spiritual Prabu Brawijaya V ( memerintah tahun 1453 – 1478 ) tidak hanya dapat ditemui di dalam Serat Darmagandhul saja, namun di dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo (1135 – 1157) juga telah disebut-sebut, yaitu bait 164 dan 173 yang menggambarkan tentang sosok Putra Betara Indra sbb :

"...; menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali; mengerahkan jin dan setan; seluruh makhluk halus berada di bawah perintahnya bersatu padu membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda; tajamnya tritunggal nan suci; benar, lurus, jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong"

Dari penuturan bapak Tri Budi Marhaen Darmawan, saya mendapatkan jawaban : "Sabdo Palon adalah seorang ponokawan Prabu Brawijaya, penasehat spiritual dan pandhita sakti kerajaan Majapahit. Dari penelusuran secara spiritual, Sabdo Palon itu sejatinya adalah beliau : Dang Hyang Nirartha/ Mpu Dwijendra/ Pedanda Sakti Wawu Rawuh/ Tuan Semeru yang akhirnya moksa di Pura Uluwatu."

Secara hakekat nama "Sabdo Palon Noyo Genggong" adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Buddha (Siwa Buddha).

Di dalam Serat Darmogandhul diceritakan episode perpisahan antara Sabdo Palon dengan Prabu Brawijaya karena perbedaan prinsip.

Sang Prabu Brawijaya kepada Sabdapalon dan Nayagenggong:
"Kamu berdua kuberitahu mulai hari ini aku meninggalkan agama Buddha dan memeluk agama Islam. Aku sudah menyebut nama Allah yang sejati. Kalau kalian mau, kalian berdua kuajak pindah agama rasul dan meninggalkan agama Buddha."

Kemudian Sabdo Palon berkata sedih:
"Hamba ini Ratu Dhang Hyang yang menjaga tanah Jawa. Siapa yang bertahta, menjadi asuhan hamba. Mulai dari leluhur paduka dahulu, Sang Wiku (Bhiksu/Bhikkhu) Manumanasa, Sakutrem dan Bambang Sakri, turun temurun sampai sekarang, hamba mengasuh keturunan raja-raja Jawa, Hamba jika ingin tidur sampai 200 tahun. Selama hamba tidur selalu ada peperangan saudara musuh saudara, yang nakal membunuh manusia bangsanya sendiri, sampai sekarang ini usia hamba sudah 2.000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, ....."

Sebelum berpisah Sabdo Palon menyatakan kekecewaannya dengan sabda-sabda yang mengandung prediksi tentang sosok masa depan yang diharapkannya. Berikut ungkapan-ungkapan itu :

"..... Paduka perlu faham, jika sudah berganti agama Islam, meninggalkan agama Buddha, keturunan Paduka akan celaka, Jawi (orang Jawa yang memahami kawruh Jawa) tinggal Jawan (kehilangan jati diri jawa-nya), Jawi-nya hilang, suka ikut-ikutan bangsa lain. Suatu saat tentu akan dipimpin oleh orang Jawa (Jawi) yang mengerti."

Sabdo Palon juga meramalkan:
"Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Buddha lagi (maksudnya Kawruh Budi), saya sebar seluruh tanah Jawa. Bila ada yang tidak mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila kelak Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya. Lahar tersebut mengalir ke Barat Daya. Baunya tidak sedap. Itulah pertanda kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Buddha (Kawruh Budi). Kelak Merapi akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widhi bahwa segalanya harus bergantian. Tidak dapat bila diubah lagi."

Kekuasaan Prabu Brawijaya dan kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1478. Ramalan tersebut mengatakan 500 tahun kemudian agama Buddha akan kembali, yang berarti tahun 1978. Nah tepatnya apa yang terjadi pada tahun 1978 di Indonesia adalah:

1. Pemerintah menerima Agama Buddha sebagai agama resmi negara pada tahun 1978. Hal ini tercantum dalam GBHN tahun 1978, Kepres R.I No. 30 Tahun 1978, serta Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.477/74054/1978 (18 November 1978).
2. Pada tanggal 7 sampai 8 Mei 1978 dilangsungkan Kongres Umat Buddha di Yogyakarta. Dalam kongres ini terbentuklah Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) sebagai wadah tunggal umat Buddha di Indonesia yang berbentuk Federasi.
3. Pada menjelang akhir tahun 1978, sebagian bhiksu Mahayana memisahkan diri dari Sangha Agung Indonesia. Kemudian, untuk menyatukan para bhiksu dan bhiksuni Mahayana dalam satu wadah kesatuan, mereka mendirikan Sangha Mahayana Indonesia pada tanggal 10 September 1978 di Vihara Buddha Murni, Medan, Sumatera Utara.

Nah apakah ramalan tersebut tepat?

Apakah ramalan Sabdo Palon itu sudah mulai terpenuhi? Akankah Buddha Dharma kembali jaya di Nusantara?

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

#5
Pandangan agama Buddha terhadap Islam

Satu-satunya teks Buddhis yang mendeskripsikan tentang Islam adalah Kalachakra Tantra. Kalachakra Tantra dibabarkan oleh Sang Buddha sendiri di Amaravati, India. Kalachakra Tantra yang dibabarkan oleh Sang Buddha adalah Mula-Kalachakra Tantra. Sedangkan teks Kalachakra yang berkisah tentang invasi kaum Muslim adalah Laghu-Kalachakra tantra yang dirangkai oleh raja Kalki pertama dari Shambala, Manjushrikirti.

Manjusri Yasha yang hidup pada tahun 176 SM berkata bahwa 800 tahun kemudian, yaitu pada tahun 624 M akan muncul agama non-India di Mekah. Agama Islam didirikan oleh Nabi Muhammad pada tahun 622 M, beda 2 tahun dengan prediksi Manjusri Yasha.

Pandangan Islam yang ada dalam Kalachakra Tantra adalah pandangan sekte Ismaili Shia atau Manichaean Islam, jadi tidak mewakili ajaran Islam secara keseluruhan.

Dalam Laghu-Kalachakra-tantra-raja I.153 disebutkan:
"Adam, Nuh (Anogha), Abraham dan lima lainnya – Musa, Yesus (Isha), Ia yang Berjubah Putih - Svetavastri (Mani), Muhammad (Madhumati) dan Mahdi (Mathani) – dengan tamas, berada di kasta asura-naga.Yang kedelapan akan menjadi yang buta. Yang ketujuh akan bermanifestasi di kota Baghdad di tanah Mekah, tempat di dunia ini di mana jumlah (kasta) asura akan berwujud sebagai mleccha yang kuat dan kejam."

Dalam Padmani-nama-panjika, "Yang Berjubah Putih" adalah nama lain dari Muhammad dan disebutkan pula dalam teks tersebut:

"Jika engkau bertanya siapakah yang menyebarkan Dhrma dari mleccha, maka dikatakan, 'Adam, Nuh, dan Abraham dari kasta asura dan dari kasta naga, lima lainnya dengan tamas: Musa, yang ini, Yang Berjubah Putih, Muhammad dan Sang Emanasi. Yang kedelapan akan menjadi yang terbutakan. Yang ketujuh akan bermanifestasu datang ke kota-kota Baghdad dan lainnya di tanah mekah' mereka yang dengan nama non-Buddhis, akan membabarkan Dharma dari para asura. Di antaranya, yang dipanggil 'Yang berjubah putih' adalah Mahamayin. Ia akan menyebarkan Dharma dari para asura dan lainnya di kota-kota di tanah Mekah dan lainnya. Jika engkau bertanya tanah jenis apakah itu, maka dikatakan, '(Itu adalah tempat) di mana di dunia ini kasta asura akan mengambil wujud sebagai mleccha yang kuat dan kejam."

Terdapat 8 nabi mleccha (Tayi) yang disebutkan dalam Kalachakra Tantra. Ketujuh nabi di atas adalah silsilah nabi-nabi yang diakui di sekte Ismaili Shia, kecuali Mani dan tidak mewakili seluruh aliran Muslim. Tayi (Tazi) adalah sebutan bagi para mleccha, yaitu para penyerang / penjajah asing dari Arab.

Banyak orang yang salah menganggap bahwa kasta "asura naga" memiliki arti "ular iblis". Penerjemahan ini sangat ofensif terhadap Islam dan Kristiani. Jadi, apa makna sebenarnya dari kasta asura dan kasta naga?

Asura disebutkan dalam agama Buddha sebagai dewa pencemburu. Agama Islam dan Kristiani menyebut Tuhan mereka sebagai Tuhan yang pencemburu. Oleh karena itulah Kalachakra Tantra mengaitkan para mleccha dengan asura.

Bagaimana dengan kasta naga? Naga adalah hewan yang bertubuh setengah manusia setengah ular. Mereka memiliki kekayaan yang berlimpah, melindungi ajaran Dharma, mengutamakan kebersihan, dan menyerang seseorang yang mengancam mereka. Ciri-ciri naga ini mirip dengan para penguasa Muslim yang kaya raya, mempertahankan kemurnian Islam, membersihkan diri 5 kali sehari dan menghukum mereka yang melawan. Oleh karena itulah, dalam konteks kebudayaan India, para mleccha juga dikaitkan dengan kasta naga.

Para mleccha juga tetap memiliki sifat ke-Buddhaan dalam diri mereka dan tetap dapat menggabungkan diri mereka dalam kasta Buddha (kasta vajra), tanpa merubah keyakinan (Islam) mereka. Hal ini disimbolkan oleh mantra Vajaravega, wujud forceful dari Kalachakra, sebagai:
"tuan dari para dewa, tuan dari para asura, tuan dari para naga (phanendra), tuan dari para bhuta dan tuan dari para manusia."

Lalu apa arti dari tamas? Tamas adalah salah satu dari triguna (Sattva, Rajas, Tamas) dalam filosofi Samkhya. Buddha beremanasi sebagai Sapta Rishi dan tujuh dewa yang termasuk dalam sattva (pikiran kosntruktif), dan Buddha juga beremnasi menjadi delapan avatar (bhuta dan manusia) yang termasuk dalam rajas (pikiran konstruktif dan destruktif). Dan yang terakhir adalah kasta naga dan asura masuk dalam tamas.

Tamas memiliki arti "pikiran destruktif" atau kegelapan. Kenapa para penyerang Muslim tersebut dikaitkan dengan kegelapan? Karena pada saat teks Kalachakra Tantra muncul di India, keadaanya pada saat itu adalah umat Buddhis diteror oleh katakutan atas penyerangan yang dilakukan oleh Dinasti Muslim Ghaznavid. Agama Buddha sangat menderita di bawah penyerangan kaum Muslim, sehingga tentu saja teks Kalachakra merupakan cermin dari keadaan yang terjadi pada saat itu.

Namun ada juga umat Muslim dari aliran Shiite di Baltistan yang mengetahui keberadaan Kalachakra Tantra, mulai mengaitkan Kalki Raudrachakrin sebagai Iblis Dajjal. Karena dikatakan Kalki Raudrachakrin sebagai emanasi Manjusri Bodhisattva berhasil mengalahkan Mahdi dalam perang. Terkadang mereka juga mengaitkan Dajjal dengan Genghis Khan dan Raja Gesar. Mahdi adalah Juruselamat akhir zaman versi agama Islam.

Dan uniknya lagi, Mahdi dalam teks Kalachakra Tantra digambarkan sebagai buta (andhaka) dan dipenuhi tamas (kegelapan), sama dengan Iblis Dajjal dalam agama Islam yang digambarkan dengan mata kanannya buta. Buta dalam agama Islam di sini berarti kekurangan kebijaksanaan dan buta terhadap kebenaran Islam.

Mathani (Mahdi) memiliki arti 'Penghancur', sama dengan sebutan salah satu emanasi  Manjusri Bodhisattva dalam Manjusri namasamgiti yaitu "Pramatha" (Penghancur). Pramatha adalah pemimpin para asura. Sama dengan Mahdi yang berasal dari kasta asura-naga. Dalam Manjusri namasamgiti, Manjusri Bodhisattva juga dikatakan memiliki "satu mata yang berkesadaran penuh" (jnana-eka-caksha), sebagai lawan dari Mahdi yang buta.

Jadi jelas dalam Kalachakra Tantra, yang dimaksud sebagai Mahdi bukanlah Mahdi dalam agama Islam, tetapi Dajjal atau Juruselamat palsu. Sedangkan Raudrachakrin yang merupakan emanasi Manjusri, dapat disamakan dengan Mahdi yang sebenarnya dalam agama Islam, berdasarkan kesamaan arti Pramatha – Mathani.

Peperangan antara Umat Buddhis (Shambala) dengan Mleccha

Laghu-Kalachakra-tantra-raja , I.158-166 menjelaskan tentang penyerangan mleccha Tayi atas Shambala, 1800 tahun setelah agama mereka didirikan dan akhirnya para mleccha dikalahkan oleh pasukan Shambala.

Laghu-Kalachakra-tantra-raja II.50cd menerangkan makna sebenarnya dari perang tersebut:
"Peperangan dengan pemimpin mleccha dengan pasti terjadi di dalam tubuh para makhluk hidup. Dengan kata lain, perang eksternal, sesungguhnya, [hanyalah] wujud ilusi. Maka dari itu, peperangan dengan mleccha dari Mekah sebenarnya bukanlah perang yang sungguh-sungguh terjadi."

Pada abad ke-15 M, komentator Kalachakra Tantra dari Tibet bernama Kaydrubjey berkata:
"Penjelasan di bab kedua ini adalah arti yang sesungguhnya dari penggambaran peperangan di dalam bab pertama. Penggambaran tersebut harus diaplikasikan pada yoga yang bangkit melalui chakra-chakra di tubuh seseorang..... Ketika itu dikatakan dalam teks bahwa [perang] eksternal adalah sebuah bentuk ilusi, ini berarti bahwa peperangan di bab pertama, beserta maksudnya, adalah apa yang dijelaskan di bab kedua. Dan, kecuali untuk menunjukkan cara dari peperangan tersebut yang merupakan emanasi, seperti wujud ilusi, maksudnya bukanlah agar seseorang bertindak dengan cara yang menyebabakan kerusakan besar melalui perang dengan mleccha dan membunuh mereka."

Jadi jelas bahwa perang besar antara umat Buddhis dan mleccha di dalam teks Kalachakra sebenarnya bukanlah perang yang terjadi sungguhan secara eksternal (misalnya perang yang saling membunuh). Namun perang antara umat Buddhis dan Muslim di sini harus diartikan bahwa peperangan tersebut memiliki makna simbolik yaitu perang melawan emosi yang mengganggu maupun kekotoran batin (kilesa) dalam pikiran seseorang.

Manjusri Yasha mengatakan bahwa Raudrachakrin menyimbolkan "pikiran vajra" yaitu kesadaran yang mendalam yang muncul bersamaan dengan kekosongan dan kebahagiaan. Jenderal Raudrachakrin, Rudra dan Hanuman menyimbolkan Shravaka dan Pratyekabuddha. 12 dewa Hindu menyimbolkan Pratityasamutpada. Empat divisi pasukan Raudrachakrin menyimbolkan Brahmavihara: maitri, karuna, mudita, upeksha. Sedangkan Muhammad menyimbolkan jalan tindakan destruktif. Mahdi menyimbolkan "ketidaksadaran". Empat divisi pasukan Mahdi menyimbolkan kebencian, dendam, kemarahan dan prasangka buruk. Kemenangan perang raudrachakrin menyimbolkan tercapainya Pembebasan Sejati.
Jadi Kalachakra Tantra ini perlu dipahami lebih lanjut dan dengan hati-hati karena di dalamnya terdapat banyak simbolisasi. Dan yang juga penting adalah prediksi di mana akan terjadi perang antara Shambhala dengan mleccha, sama sekali tidak menyebutkan agama apa yang dipeluk oleh bangsa mleccha pada saat menyerang Shambala di masa depan. Jadi agama / keyakinan mleccha yang akan menyerang Shambala di masa depan, masih belum jelas, apakah masih tetap Islam ataukah sudah berubah.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

Vajrayanis yang Sufi

Seringkali dari naskah-naskah kuno, ditemukan hubungan antara para Mahasiddha Buddhis dengan Islam.
Salah satu dari 84 Mahasiddha Vajrayana yang bernama Gorakhnath dikatakan pernah pergi ke Mekah, Arab, dan mengajari Nabi Muhammad tentang yoga. Gorakhnatha dikenal dengan nama Ratan Baba atau Ratan Hajji. Gorakhnath memberikan instruksi hatha yoga kepada Nabi Muhammad. Konon setelah menerima ajaran yoga, Nabi Muhammad mendirikan dan menyebarkan agama Islam. Murid dari Gorakhnath yang bernama Guga, berpindah keyakinan menjadi Muslim menjelang akhir hidupnya. Ada lagi murid Gorakhnath yang bernama Ismail. Sumber yang menyatakan hal tersebut adalah Dabistan, yang ditulis dalam bahasa Persia pada abad ke-17 M di India oleh Mobad Shah, seorang Zoroastrian. Dabistan penuh dengan ajaran-ajaran Sufi.

Gorakhnath pada awalnya adalah seorang Mahasiddha Buddhis dan para pengikutnya yaitu para yogi Kanphata sebenarnya adalah Buddhis. Namun seiring dengan jatuhnya Dinasti Sena, mereka berganti haluan menjadi pengikut Siva. (Gorakhnath and the Kanphata Yogis Oleh George W. Briggs). Lagipula, Matsyendranath dan Gorakhnath memang diakui sebagai Nathsiddha (Hindu) sekaligus Mahasiddha (Buddhis).

Gorakhnath adalah murid dari Mahasiddha Matsyendranatha, yang juga merupakan salah satu dari 84 Mahasiddha Buddhis. Matsyendranatha adalah emanasi dari Bodhisattva Padmapani (Avalokitesvara). Nama lain Matsyendranath adalah Minapa. Dikisahkan Avalokitesvara (Lokesvara) Bodhisattva mengajarkan yoga pada dewa Siva dan kemudian Dewa Siva (Adinath) mengajarkannya pada Dewi Parvati, istrinya. Lalu Avalokitesvara dalam wujud manusia yaitu Matsyendranath (Minapa) mendengarkan ajaran tersebut lewat perut ikan dan meneruskannya pada Gorakhnath. Bersama-sama dengan raja Narendradeva, Gorakhnath pergi mengunjungi vihara Lokesvara (Avaolitesvara) Bodhisattva di Gunung Potalaka untuk mengatasi bencana kelaparan dan kekeringan. Lokesvara Bodhisattva kemudian dalam wujud Matsyendranath mendatangkan hujan yang sangat deras, melindungi penduduk serta membagikan makanan. Gorakhnath juga mempunyai nama Buddhis Anangavajra atau Ramanavajra.

Selain itu ada lagi seorang Sufi yang dianggap juga sebagai Mahasiddha Buddhis, yaitu Jabir ibn Hayyan (721-815 M) atau Dza-ha-bir. Menurut to Sle-lung Rje-drung Bzhad-pa'i-rdo-rje, Jabir dilahirkan di Nagarkot di India Barat sebagai putra dari raja di sana dengan nama Manikanatha, tetapi terkenal sebagai yogi abadi bernama Mahasiddha Jabir." BRGYUD PA PHYI MA: 429.3 menyebut Jabir sebagai "Gelong Jabir" yang berarti Jabir sang Bhiksu.

Menurut A-khu-ching Shes-rab-rgya-mtsho (1803--1875), Jabir berada di antara Padmasambhava dan Vajranatha daalm silsilah transmisi ajaran Rlung gi bcud len(pranarasayana), di mana Shes-rab-rgya-mtsho mendeksripsikannya sebagai "ajaran rlung dari Jabir". Jabir adalah umat Muslim Shiite dan pendukung Barmakid di istana Abbasid. Kh~tlid ibn Barmak, disebut sebagai "Rohaniwan Buddhis Iran Asia dalam yang Beralih Keyakinan". Nama "Barmakid" berasal dari Sansekerta "pramukha" yang berarti para senior di vihara-vihara Buddhis.

Silsilah oral dari Jabir: Padmasambhava --, Mahanatha --, Jabir; guru-guru ini mengajarkan tentang tubuh pelangi.

Runtutan silsilah yang lainnya sebagai berikut: Padmasambhava --,Jabir –Brahmanatha --, Manikan~tha ~ Mkhyen-brtse'i-dbang-phyug --, Byams-pa-skalbzang --, Dbang-phyug-rab-brtan ~ Khyab-bdag Zha-lu-pa --, Rgyaldbang Lnga-pa-chen-po (Dalai Lama V) --, Rig-'dzin Padma-phrin-las, etc., sampai Kong-sprul (1813-- 1899).

Dalam 6 bab Kumpulan karya A-khu-ching Shes-rab-rgyamtsho 726.4., silsilah tersebut menjadi semakin Buddhis:

Vairocana -Avalokitesvara --, Padmakara [i.e., Padmasambhava] --, Mahanatha --,Jabir --" Vajranatha --, 'Bri-gung Rin-chen-phun-tshogs --, Sangs-rgyas-tshul-khrims--, Mkhas-mchog 'Od-gsal-rgya-mtsho --, Ras-chen Chos-rgyal-lhun-grub, etc

Silsilah yang mirip ada di Thob yig dari abad ke-17 M, sebuah koleksi dari tradisi Nyingmapa:

Jabir --, Brahmanatha--, Manikanatha - Mkhyen-brtse'i-dbang-phyug -, Gzhon-nu-stobs-ldan --, Dbangphyug-rab-brtan --, Zha-lu-pa -* Bzhad-pa-rdo-rje --" Rig-'dzin Padma-phdn-las --, Shes-rab-rgya-mtsho --, Bya-btang Ngag-gi-dbang-po --, Mes-ston Mkha'-'gro'i-dbangphyug --, Kun-bzang-klong-yangs --, Mdo-chen-pa Nor-bu-bde-chen

Pada masa pemerintahan Ilkhanate Mongol di Iran (1256-1336 M), enam dari penguasa Ilkhan adalah umat Buddhis aliran Vajrayana. Ilkhan keenam yang bernama Ghazan (1295-1304 M) yang semula beragama Buddha, berubah memeluk agama Islam disebabkan oleh seorang Sufi Shia bernama Sadr ad-din Ibrahim dan jenderalnya. Penghormatan yang dilakukan pada kuburan-kuburan para Sufi mungkin dipengaruhi oleh penghormatan pada stupa- stupa Buddhis.

Perumpamaan orang buta memegang gajah pada Tittha Sutta juga masuk ke dalam ajaran sufi lewat tulisan pelajar persia bernama Abu Hamid al-Ghazali (1058-1111 M). Al-Ghazali penggambaran tersebut untuk menjelaskan bahwa para teolog Muslim hanya memegang kebenaran parsial.

Selain itu, kaum sufi mempraktekkan meditasi yang bernama muraqaba. Praktek meditasi muraqaba ini berpusat pada pelatihan konsentrasi, yang dapat diperbandingkan dengan meditasi shamata bhavana dalam agama Buddha. Para Sufi juga melakukan dhikr (zikir) dan visualisasi yang mirip dengan pelafalan mantra dan visualisasi dalam agama Buddha. Bahkan beberapa kaum Sufi mempercayai adanya reinkarnasi.

Kisah Acharya Devasimha dan Raja Muslim

Dikisahkan dalam Untaian Emas Tara yang ditulis oleh Jetsun Taranatha (1575-1634 M):

Guru Devasimha adalah seorang upasaka. Terpelajar dalam Sutra dan Abhidharma dari kedua yana (Hinayana dan Mahayana). Ia adalah guru dari Raja Sri Harsadeva dari Kashmir. Ia merupakan seorang penybar Dharma (Dharmavadin) yang diyakini oleh para raja, perumah tangga serta semua brahmana di Kashmir, Lahore dan Maru (kini  Marwar, Rajasthan). Ia mendirikan kira-kira 500 Vihara, di negara tetangga Kashmir yaitu Gazhni (Gajani) ia lebih sering mengajarkan Dharma dibanding dengan mengjar di negeri Turki dan Persia yang lambat laun Dharma menjadi surut. Raja Persia menangkapnya dan menjebloskannya ke dalam penjara dan berkata,

"Jika engkau meninggalkan Triratna dan menerima Islam engkau akan selamat, tetapi jika menolak engkau akan dibunuh."

Guru Devasimha kemudian berkata:
"Baginda seharusnya berlindung pada Triratna. Tradisi para mleccha tidaklah baik. Jika baginda tidak memilih untuk melakukan ini, maka baginda dapat membunuh saya." "Lagipula, di kehidupan sekarang, tidak ada sumber perlindungan selain Triratna."

Karena Guru menjawab bahwa lebih baik mempertaruhkan nyawa daripada harus meninggalkan Hyang Triratna, ia akhirnya diikat dengan rantai besi dan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah yang mengerikan. Acharya memohon kepada Ishtadevatanya, Arya Tara Bodhisattva, dan seketika rantai besi yang membelenggunya berubah menjdi untaian bunga. Para dakini menaburkan bunga dan serbukan cendana dari angkasa hingga mmenuhi seluruh penjara disertai suara musik surgawi mengalun. Pada saat raja Islam itu datang menengok, ia menyaksikan tahanannya tanpa rantai, kemudian mengikatnya dengan rantai yang lebih banyak tetapi kesemuanya berubah menjadi untaian bunga lagi. Setelah tujuh pasang rantai berubah menjadi untaian bunga semua dengan cara yang sama, timbul rasa takjub pada diri raja itu. Ia kemudian menaruh hormat pada Guru. Sejak saat itu Guru dilarang menyebarkan Dharma di daerah tersebut. Guru Devasimha kecewa dan kembali ke Kashmir.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

#7
Quote from: FoxRockman on 30 September 2008, 09:30:15 PM
Bagus banget.. :)

Thx ... :)

Oya, bagi para pembaca mohon tidak mempostingkan postingan saya ini di forum agama lain, karena postingan ini hanya untuk kalangan sendiri (umat Buddha).

Mohon maaf kalau ada kesalahan pengetikan ataupun terjemahan.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

dilbert

sdr.gandalf cocok dijadikan kader buat calon MENTERI AGAMA di masa mendatang... hehehe...

^:)^     ^:)^      ^:)^        ^:)^
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

ryu

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

GandalfTheElder

#10
Ajaran Islam menurut Agama Buddha

Laghu-Kalachakra-tantra-raja II.164cd menulis:
"Diciptakan oleh Pencipta adalah semua yang muncul, bergerak dan tidak bergerak. Dengan menyenangkannya (Rahman), sebagai sebab pembebasan bagi para Tayi, maka diperolehlah surga. Ini adalah ajaran Rahman untuk manusia."

Rahman (الرحمن) adalah salah satu sebutan bagi Allah dalam agama Islam. Yang berarti "ia yang maha welas asih". Pundarika, Raja Kalki kedua, dalam karyanya Vimalaprabha-nama-laghu-Kalachakra-tantra-raja-tika juga berkata:

"Sekarang, membahas mengenai pernyataan dari mleccha Tayi, Rahman sang Pencipta memunculkan segala fenomena yang bekerja, baik yang bergerak maupun tidak bergerak. Sebab dari pembebasan bagi bangsa Tayi, yang dinamakan mleccha berjubah putih, adalah menyenangkan Rahman dan tentu saja hal ini membawa manusia untuk terlahir di alam kelahiran yang lebih tinggi (surga). [Jika] tidak menyenangkannya, maka datanglah (kelahiran kembali di) neraka. Inilah ajaran-ajaran Rahman, [berdasarkan] pernyataan dari para Tayi."

Tayi dinyatakan berjubah putih, berdasarkan umat Muslim yang naik haji ke Mekah memakai jubah putih. Menyenangkan Rahman (Allah) berarti menaati hukum Syariah. Filosofi "bergerak maupun tidak bergerak" adalah interpretasi alam semesta oleh al-Sijistani.

Pundarika dalam Shriparamartha-seva, menjelaskan:

"Menurut yang lain, penyebab dari kelahiran di alam yang lebih tinggi (surga) adalah dengan memotong kulit p*n*s milik seseorang itu sendiri dan makan pada akhir hari dan awal dari malam. Inilah yang bangsa Tayi pasti lakukan. Mereka tidak menikmati daging ternak yang meninggal (kematian alami) oleh karena karma mereka. Mereka lebih [memilih] untuk makan daging ternak yang telah disembelih. Selain [dengan cara] itu, maka tidak ada jalan untuk mencapai alam kelahiran yang lebih tinggi (surga) bagi manusia."

Memotong kulit p*n*s adalah sunat dan makan pada akhir hari dan awal malam adalah puasa Ramadhan. Memakan daging yang telah disembelih mengingatkan kita pada kurban pada hari Idul Adha.

Pundarika juga berkata pada para Hindu, "Kalian akan menganggap bahwa ajaran Tayi adalah ajaran yang valid, karena perkataan dalam kitab-kitab Vedamu, 'Jadikanlah ternak untuk pengorbanan.'"

Agama Buddha melarang adanya pengorbanan binatang / ternak, karena termasuk dalam pembunuhan makhluk hidup.

Dalam Vimalaprabha . Pundarika berkata:

"Dengan parang, mereka menggorok leher ternak dengan mantra dari Tuhan mleccha, Bishimilla, dan kemudian memakan daging ternak yang telah disembelih dengan mantra Tuhan mereka. Mereka tidak makan daging ternak yang telah meninggal (secara alami) menurut karma mereka."

Bishimilla (Bismillah) berarti "dalam nama Allah".

Lebih lanjut Shri-Kalachakra-tantrottaratantra-hrdaya menyatakan:

"Dengan mengikuti ajaran-ajaran di mana kaum perempuan memakai jilbab... pasukan berkuda Tayi dalam jumlah yang besar menghancurkan patung-patung dewa yang mereka temukan selama berperang, tanpa pengecualian. Mereka memiliki satu kasta, tidak mencuri dan berkata dengan benar [jujur]. Mereka menjaga kebersihan, menolak istri orang lain dan mengikuti praktek pertapaan tertentu, dan tetap setia pada istri-istri mereka sendiri. Pertama, setelah membersihkan diri mereka sendiri dan pada waktu yang diinginkan oleh masing-masing orang selama malam petang dan selama siang hari, senja, tengah hari dan ketika matahari terbit di atas pegunungan, para non-Buddhis (tirthika) Tayi melakukan penghormatan sebanyak 5 kali (setiap hari), bersujud di atas tanah menghadap ke tanah suci mereka dan mengambil satu perlindungan di dalam 'Tuhan dengan ciri Tamas' di alam surga di atas bumi."

Teks Kalachakra juga menjelaskan dengan jelas keyakinan umat Muslim:
1. Penghormatan 5 kali adalah sembahyang 5 kali dalam agama Islam
2. Tidak membuat patung-patung karena dianggap berhala
3. Menghormati kesamaan derajat manusia dalam Islam
4. Menjaga etika yang ketat
5. Satu perlindungan di dalam 'Tuhan dengan ciri Tamas'  adalah syahadat bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan

'Tuhan dengan ciri Tamas' (Allah / Rahman) berada di alam surga (devaloka) di atas bumi. Perkataan ini jelas menandakan bahwa dalam pandangan Buddhis, Allah dalam agama Islam bukanlah Tuhan, tetapi seorang deva / Brahma yang berada di alam surgawi.

Kepercayaan setelah kematian bagi umat Muslim secara jelas dibabarkan dalam Laghu-Kalachakra-tantra-raja II.174 :

"Melalui kehidupan abadi setelah kematian, seseorang mengalami keadaan sesuai dengan buah tindakan karmanya sebelumnya di dunia. Bila memang demikian, maka akumulasi karma manusia dari satu kelahiran ke kelahiran lainnya tidak akan terjadi. Tidak akan ada jalan keluar dari samsara dan tidak ada jalan menuju pembebasan meskipun dalam jangka waktu keberadaan yang tak terbatas. Pikiran tersebut, sesungguhnya, muncul di antara para Tayi, meskipun ditolak oleh beberapa kelompok."

Pundarika dalam Vimalaprabha menerangkan kalimat di atas:

"Pernyataan dari Tayi mleccha adalah bahwa manusia yang meninggal mengalami kebahagiaan atau penderitaan di alam surgawi atau neraka dengan tubuh manusia mereka, melalui keputusan Rahman."

Kalimat di atas menerangkan tentang keyakinan Islam akan Hari Penghakiman. Berdasarkan tindakan mereka pada saat hidup. Mereka dilahirkan di surga untuk mendapatkan kebahagiaan abadi atau di neraka untuk mendapatkan penderitaan abadi. Mereka dilahirkan di kedua alam tersebut dengan masih mempunyai tubuh manusia, yang akan dibangkitkan pada Hari Penghakiman, demikian ajaran mleccha Tayi.

Pada abad ke-19 M, komentator dari Tibet bernama Mipam dalam karya tulisnya (dPal dus-kyi 'khor-lo'i rgyud-kyi tshig don rab-tu gsal-byed rdo-rje nyi-ma'i snang-ba Ye-shes le'u'i 'grel-chen) menjelaskan:

"Para mleccha memiliki dua poin ajaran yang mereka pegang. Mereka memegang bahwa fenomena eksternal memiliki sifat atom-atom yang mengumpul dan mereka memegang ajaran tentang keberadaan dari diri seseorang yang secara sementara terlahir dan memiliki sebuah aspek yang mengambil kelahiran di samsara. Tujuan mereka adalah untuk mencapai buah kebahagiaan para deva. Selain ini, mereka tidak menyatakan tipe lain dari nirvana."

'Mereka memegang ajaran tentang keberadaan dari diri seseorang' memiliki arti bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang memegang konsep adanya Atta (Atman) atau Diri. Dan tujuan mereka adalah mencapai alam devaloka (surga).

Mipam melanjutkan, "Mengetahui watak dan pikiran mereka (Tayi), Sang Buddha mengajarkan sutra-sutra yang mereka (Tayi) dapat terima. Sebagai contoh, di dalam Sutra Membawa Tanggung Jawab (Khur 'khu-ba'i mdo), ada Sang Buddha berkata bahwa manusia membawa tanggung jawab (atas tindakan mereka), tetapi tanpa membicarakan apakah jiwa seseorang permanen atau tidak permanen. Poin-poin ini benar di hadapan pernyataan Tayi. Maksud dari Sang Buddha adalah bahwa manusia memang eksis sebagai diri yang berkelanjutan membawa responsibilitas karma, tetapi hanya sebatas pada rangkaian [kesadaran], yang pada sifat sejatinya, bukanlah permanen maupun tidak permanen."

Ajaran agama Buddha tidak meyakini suatu Atta (Atman) oleh karena itu yang berlanjut dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya hanyalah kesadaran, bukan jiwa. Kesadaran ini selalu berubah-ubah, oleh karena itu disebut tidak permanen (tidak kekal). Namun kesadaran juga bukan tidak permanen, dalam artian ketika kesadaran tersebut mencapai Nirvana atau Dharmakaya kekal, yang permanen.

Sedangkan menurut Al-Sijistani, semua jiwa individu manusia itu sama dan merupakan bagian dari "jiwa" universal. Ketika jiwa individual meninggalkan tubuh manusia, maka eksistensi tubuh yang sementara akan berakhir. Jiwa individu tersebut akan bergabung melebur dalam jiwa universal dan tidak lagi terlahir dalam wujud tubuh sampai akhirnya Hari Penghakiman tiba. Namun jiwa-jiwa tersebut tetap mempertahankan identitasnya. Pada saat kebangkitan dan penghakiman, jiwa individu akan mencapai Surga Abadi atau Neraka Kekal.

Shambala –yin oron-u teuke orosiba, sebuah karya Mongolia yang muncul pada tahun 1828 M, meniru buku panduan Shambala-lai lam yig yang ditulis Lobsang Palden Yeshe (1738-1780 M), menulis:

"Sejak waktu Muhammad sampai sekarang, pandangan salah umat Muslim perlahan-lahan menyebar. Dari penghuni Jambudvipa ini, mayoritas sekarang adalah Muslim."

"Menurut para Muslim, mereka berkata bahwa engkau tidak dapat memakan daging binatang yang mati secara alami. Untuk membunuh binatang menurut pandangan salah mereka, seseorang dapat diselamatkan apabila, ketika memotong leher binatang dengan menggunakan pisau, engkau melafalkan dharani dari Allah, Bismillah."

Jadi menurut Shambala –yin oron-u teuke orosiba, umat Muslim memegang pandangan salah (micchaditthi), pandangan yang tidak dapat membawa pada Pembebasan Sejati.

Walaupun umat Muslim memegang pandangan salah (micchaditthi), namun ajaran Islam tetaplah merupakan ajaran Devayana yaitu ajaran yang membawa orang untuk terlahir di alam surga. Oleh karena itulah sudah seharusnya umat Buddhis juga turut menghormati agama Islam dan mendukung perkembangannya.

"Terhadap para penganut agama lainnya di dunia, kalau kita mempunyai kemampuan dan kondisi seharusnya juga membantu mereka, membantu mereka untuk naik ke surga, membantu mereka untuk naik ke surga juga merupakan kebajikan, kita tidak perlu mempermasalahkan mereka naik ke Surga ke berapa. Kita juga membaca dalam Sutra, bahwa di berbagai Surga itu juga terdapat banyak Buddha/Bodhisattva yang ber Dharmadesana memutar roda Dharma, jadi jangan berpikir picik bahwa hanya dialam manusia ada Buddha Dharma, di 28 Langit/Surga juga terdapat Buddha Dharma."
(Ven. Chin Kung, Dharma Center Ci She Lim. Singapore)

Dalam agama Buddha dikenal 5 yana: Purusayana, Devayana, Sravakayana, Pratyekabuddhayana dan Bodhisattvayana. Agama Islam hanya mencakup dua yana pertama saja (Purusayana dan Devayana) dan pencapaian yang dapat dicapai melalui ajaran Islam hanyalah alam surgawi, tidak Pembebasan Sejati.

Ven. Sheng Yen, Patriark Chan, menghubungkan Allah Islam dengan Raja Dewa Surga Tavatimsa yaitu Sakra Devanam Indra: "Dari perspektif kosmologi Buddhis, Tuhan di agama Tao dan Islam ekuivalen dengan Raja Dewa Surga Trayastrimsa (Tavatimsa), Surga 33 Dewa."

Berikut adalah tulisan dari Ven. Chin Kung, Patriark dari sekte Sukhavati tentang Allah dalam agama Islam:

"Mereka (para tokoh pemuka dari Agama Islam) kembali bertanya : Apa hubungan antara Buddha/Bodhisattva kalian dengan Allah ? Apakah kalian orang Buddha menghormati Allah ? Chin Kung menjawab : "Kami menghormati Allah", lalu menunjukan sebuah perumpamaan : di dunia terdapat agama-agama, dimana mereka cuma mengakui satu-satunya Allah(Chen Shen), juga terdapat agama-agama menghormati banyak God(Shen/Diterjemahkan sebagai Dewa), apakah dengan demikian terdapat konflik ? Tidak ada konflik. Buddha mengajarkan, semua Kelompok Dewa(atau lebih tepat Tuhan) itu ibarat Pimpinan setiap lapis masyarakat, dimana satu-satunya Allah disuatu letak daerah atau negara, tidak lain adalah Presiden dari Negara itu. Konsept Tuhan yang majemuk disamping Presiden, juga terdapat menteri, gubernur, bupati dan seterusnya. Buddha/Bodhisattva adalah pekerja sosial Pendidikan masyarakat yang bekerja pada masyarakat multikultural, Buddha/Bodhisattva bukan Pimpinan masyarakat, bukan Presiden, bukan menteri atau bupati, dengan demikian mereka bukan Tuhan atau Dewa. Tetapi kami orang Buddhist sangat menghormati Tuhan dan Dewa, kami bekerja mengabdi Tuhan dan Dewa, disamping itu kami menerima bimbingan Buddha. Dengan demikian para Buddha/Bodhisattva adalah Pekerja Pendidikan masyarakat, hanya melalui Pendidikan maka masyarakat akan menjadi damai dan makmur, membantu para Dewa atau Tuhan, membantu pimpinan lapisan masyarakat adalah pekerjaan mulia dan bernilai tinggi. Hanya manusia yang penuh welas asih dan bijak baru bersedia bekerja secara demikian."

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

Penyerangan terhadap Umat Buddhis oleh Umat Muslim di Masa Lampau

Terdapat lagu rakyat Turki yang meneceritakan tentang penyerangan Karakhanid terhadap kerajaan Buddhis Uyghur di Turfan. Lagu rakyat tersebut dicatat dalam kamus yang ditulis oleh Al-Kashagri pada abad ke-12 M:

Kami datang kepada mereka layaknya air bah
Kami pergi ke kota-kota mereka
Kami merobohkan vihara-vihara Buddha
Kami mengumpat di kepala Buddha!


Para penjajah Arab menyebut penganut agama-agama India sebagai But-parast dan para penghancur patung sebagai "but-shikan" Kata-kata "But" berasal dari kata "Buddha", namun bangsa Arab menggunakannya untuk mendeskripsikan umat-umat agama India. Ketika bangsa Arab datang ke Sind, cuma ada sedikit pengaruh agama Buddha di sana dan tidak ada pemerintahan Buddhis. Dari abad ke-7 sampai 13 M, Islam menggantikan agama Buddha sebagai agama perdagangan di banyak tempat, bersama dengan konsolidasi agama-agama para petani yaitu Hindu.

1. Periode Umayyad (661-750 M)

Pada tahun 711 M, Dinasti Umayyad, Muhammad bin Qasim menaklukkan Sind dan membawa penduduk India untuk bertemu dengan ajaran Islam. Pada saat itu umat Buddhis yang hidup di Sindh sangat banyak dan biasnaya berada dalam golongan pedagang. Para pasukan Hindu melawan serangan pasukan Umayyad. Para Buddhis yang tidak mempunyai kemampuan perang menyerah dengan damai. Pasukan Muhammad bin Qasim akhirnya berhasil mengalahkan Raja Dahir, raja Hindu di Sindh dengan bantuan aliansi Jat. Peperangannya sukses berkat dukungan kasta rendah seperti Jats, Meds dan Bhutto. Pasukan Umayyad menghancurkan kuil-kuil Hindu dan menggantinya dengan masjid. Gubernur kota yang Buddhis juga mengajukan perdamaian dengan pasukan Umayyad. Masjid juga dibangun di daerah vihara utama. Mereka yang berganti keyakinan menjadi Islam terutama dari umat Buddhis yang dari kalangan pedagang, karena mereka melihat banyak sekali keuntungan ekonomi dan politik apabila mereka menjadi Muslim. Mereka juga membayar pajak yang rendah apabila mereka berganti keyakinan menjadi Muslim.

Namun pasukan Umayyad ini cukup toleran dengan agama Buddha, mereka tidak menyerang Dudda Vihara yang berada di Valabhi (di bawah pemerintahan Rastrakuta), mereka malah mengadakan hubungan damai dengan Rastrakuta. Penghancuran vihara Buddhis oleh pasukan Umayyad bisa dibialng jarang.
Pada tahun 715 M, Gubernur Hajjaj mengrim Jenderal Qutaiba untuk mengambil kembali Bactria dengan menyerangnya dari timur laut Iran. Jenderal tersebut kemudian merusak Nava Vihara. Banyak Bhiksu melarikan diri ke Kashmir dan Khotan. Raja Karkota, Lalitaditya (701-1738) membangun banyak vihara baru untuk menampung para pengungsi Buddhis, atas anjuran menteri Bactria yang Buddhis. Lebih lanjut lagi dari Khotan, sebagain pengungi pergi ke Tibet. Ratu Jincheng pada tahun 725 M di Tibet menerima para Bhiksu pengungsi dan membangun tujuh vihara untuk mereka. Ketika pada tahun 739 M Ratu Jincheng meninggal, para Bhiksu pengungsi dipindahkan lagi ke Gandhara dan akhirnya mereka menetap di Baltistan di uata Oddiyana. Waktu terus berjalan dan Nava Vihara kemudian kembali berfungsi seperti sedia kala. Umat Muslim dan umat Buddhis hidup berdampingan dengan damai di Sindh.

2. Periode Abbasid (750-840 M)

Pada tahun 780 M, para penguasa Abbasid di Sindh menyerang Surashtra dan menghancurkan viahjar-vihara Buddhis di Valabhi. Setelah kejatuhan Dinasti Rashtrakuta, vihara ini menjadi tanpa perlindungan. Valabhi tidak hanya merupakan pusat pengajaran Buddhis, namun juga Jain sekte Shvetambara yang memakai jubah putih.

Pasukan Abbasid salah mengira kalau mereka (Jain) adalah pengikut Manichaean dan Musalemmiya yang keberdaaannya dianggap mengancam. Ketika berada di Valabhi, mereka tidak dapat membedakan mana yang vihara Buddhis mana yang kuil Jain. Mereka menghancurkan semuanya.

Dinasti Abbasid tetap terus melanjutkan sistem status dhimmi seperti pada dinasti sebelumnya, Umayyad. Mereka tetap memberikan status dhimmi bagi para Buddhis. Satu-satunya agama non-Muslim yang disiksa oleh pengikut Abbasid adalah umat agama Manichaean.

Kitab Al-Budd, Kita Bilawhar wa Budhasaf dan kitab al-Fihrist yang berkisah tentang Sang Buddha dan Bodhisattva semuanya muncul pada masa ini, menunjukkan bahwa para pemerintah Abbasid sangat toleran terhadap agama Buddha.

Pada tahun 815 M, pasukan Abbasid memenagnkagn pertempuran melawan penguasa Turki Shahi, yaitu Kabul Shah. Kabul Shah dipaksa untuk masuk Islam. Sebagai tanda penyerahan dirinya, Kabul Shah mengirim sebuah rupang Buddha dari emas ke tanah Mekah dan disimpan selama 2 tahun sebagai harta di Kabah. Rupang Buddha tersebut dipertontonkan untuk menunjukkan bahwa Allah memimpin Raja Tibet ke dalam agama Islam. Bangsa Arab salah mengira Kabul Shah sebagai Raja Tibet. Pada tahun 817 M, bangsa Arab meleburkan rupang Buddha tersebut di Kabah untuk menghasilkan koin-koin emas.

3. Periode Bangsa Turki (840-1206 M)

Agama Buddha berkembang di Kerajaan Saffarid. Asadi Tusi, dalam karyanya Garshap Name yang ditulis tahun 1048, menjelaskan tentang vihara Subahar yang ditemukan oleh Ghaznavid ketika mereka menduduki Kabul. Sedangkan raja kerajaan Samanid yang beragama Sunni Islam, yaitu Nasr II juga sangat toleran dengan agama Buddha, dengan fakta bahwa pratima Buddha masih dibuat dan dijual di istana Samanid, Bukhara.

Khotan menjadi salah satu pusat perkembangan agama Buddha. Para penduduk Buddhis Kashgar, yang menolak untuk berganti keyakinan di tangan Qarakhanid karena mereka bukan orang Turki, didukung oleh umat Buddhis di Khotan. Umat Buddhis Khotan membantu penduduk kashgar untuk menjatuhkan kekuasaan Muslim Turki pada tahun 971 M. Namun 4 imam mengirim Yususf Qadr Khan, saudara Qarakhanid Oaghan untuk mengadakan jihad melawan pasukan Khotan dan Kashgar. Akhirnya pasukan Yusuf berhasil memberantas mereka dan Khotan menjadi salahstau daerah kekuasaan Qarakhanid. Penduduk Khotan kemudian beralih keyakinan dari Buddhis ke Islam. Raja Yeshey-wo dari Ngari yang Buddhis juga pernah ditangkap oleh para pasukan Qarakhanid ketika ia mengunjungi Khotan. Selama pendudukan Khotan oleh Qarakhanid, bahas Turki menggantikan bahasa Khotan dan seluruh kota menjadi Islam. Agama Buddha sepenuhnya lenyap di kota tersebut. Setelah keruntuhan Qarakhanid pada 1137 M, para penguasa Kashgar mendukung agama Buddha dan juga terdapat para pejabat Buddhis di Kashgar.

Pada abad ke-10 M, Mahmud dari Ghazni yang seorang Muslim Sunni berhasil mengalahkan Hindu Shahi dan mengakhir pemerintahan Buddhis di Asia Tengah dan Punjab. Mahmud menghancurkan stupa-stupa dan vihara-vihara selama peperangannya melalui India Utara, namun meninggalkan vihara-vihara yang berada dalam daerah kekuasaannya, Sogdia, Bactria, Kabul, dan Afghanistan. Ia menghancurkan vihara-vihara Buddhis di Nagarkot dan Mathura. Mahmud dari Ghazni adalah penentang pemujaan berhala. Rupang-rupang Hindu dan Buddhis semaunya dihancurkan dan banyak Buddhis yang pergi berlindung ke Tibet. Pada masa ini, Al-Biruni mencatat Sang Buddha sebagai Nabi Burxan.

Namun Mahmud tidak dapat menyerang dan menginvasi Kashmir. Berdasarkan catatan Buddhis, penguasa Ghazanavid tersebut dihentikan oleh mantra Buddhis yang dilafalkan oleh Prajnaraks**ta, murid dari Mahasiddha Naropa.

Seperti Samanid, Ghaznavid juga mempopulerkan kebudayaan Persia. Puisi-puisi Persia sering menggunakan perumpamaan istana-istana itu seindah "Nawbahar" (Nava Vihara).

Dihancurkannya banyak vihara adalah salah satu penyebab utama mundurnya agama Buddha di India, karena vihara adalah tempat berkumpulnya banyak umat Buddhis. Pasukan-pasukan Muslim Ghurid juga menghancurkan dan meluluhlantakkan Vihara Odantapuri dan Vikramashila.

Muhammad dari Ghur menyerang India utara banyak kali. Gujarat jatuh ke tangan pasukan Muhammad dari Ghur pada tahun 1197 M. Pasukan Muhammad dari Ghur menghancurkan banyak bangunan Buddhis.

Vihara-vihara Odantapuri dan Nalanda dihancurkan oleh Muhammad-bin-Bakhtiyar pada tahun 1197 M dan kota tersebut dinamakan kembali. Para bhiksu dibunuh dalam penyerangan itu. Taranatha dalam Sejarah India-nya (dpal dus kyi 'khor lo'i chos bskor gyi byung khungs nyer mkho) memberikan detail catatan sejarah mengenai abad-abad terkahir agama Buddha di India, terutama India Timur. Catatannya menunjukkan kemunduran agama Buddha yang luar biasa, namun bukan kepunahan agama Buddha.

Pada tahun 1200 M, Muhammad Khilji, salah satu jenderal Qutb-ud-Din, menghancurkan vihara-vihara yang ditempati oleh pasukan Sena, seperti di Vikramashila. Banyak monumen dan banunan di India yang dihancurkan oleh para penjajah Muslim, termasuk vihara-vihara Buddhis di Benares (Varanasi). Para bhiksu yang berhasil lolos dari pembantaian pergi ke Nepal, Tibet dan India Selatan.

Sejarawan Tibet pada abad 17 M menulis bahwa pada waktu pemerintahan Raja Sena, orang Tayi (Turki) telah muncul dengan pasukan berkudanya dan vihara-vihara kemudian diduduki dan diserbu oleh pasukan Tayi, para bhiksu di Uddandapura (Odantapuri) dibunuh, vihara diruntuhkan dan diganti oleh benteng baru dan Vikramashila yang ada di sebelah timur laut juga dihancurkan.

Catatan sejarah Muslim dan satu saksi mata Chag Lotsawa Dharmasvamin sekitar tahun 1235 M pergi ke India Utara dan bercerita tentang vihara-vihara yang ditinggalkan dan digunakan sebagai kamp oleh para Turukshah.  Dharmasvamin juga menemukan bahwa Universitas Nalanda telah rusak dan ditinggalkan, namun masih berdiri dan berfungsi dengan hanya 70 murid. Di dekat Nalanda tepatnya di Vajrasana, Bodhgaya juga masih berdiri Vihara Srilanka Mahabodhi dengan 300 bhikshu Srilanka. Vihara Jagaddala di barat laut Bengal masih berkembang dan penuh dengan bhiksu. Somapura, vihara universitas terbesar di bengal, tampaknya ditinggalkan pada masa ini.

Akhirnya Jagaddala dan Somapura dihancurkan juga oleh pasukan Muslim.

Taranatha juga menyebutkan: "para Turukshah menaklukkan seluruh Magadha dan menghancurkan banyak vihara dan memberi banyak kerusakan pada Nalanda, dan banyak bhiksu melarikan diri."

4. Periode-periode Selanjutnya

Raja Timur (abad ke-14 M) yang seorang Muslim dan pendiri Kerajaan Timurid banyak menghancurkan bangunan Buddhis dan menduduki daerah-daerah di mana agama Buddha berkembang.
Pemerintahan Dinasti Mughal juga memberikan dampak bagi kemunduran agama Buddha. Para penguasa Mughal seperti Aurangzeb menghancurkan kuil-kuil Hindu dan vihara-vihara Buddhis, kemudian menggantinya dengan masjid-masjid.

Banyak vihara-vihara Buddhis yang dihancurkan selama penjajahan di tanah India, pertama dilakukan oleh pasukan Umayyad pada abad ke-8 M dan kemudian oleh pasukan Islam Turki (pemerintahan Abbasid) mulai dari abad 11 – 13 M.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

Dalai Lama ke V (1617 – 1682 M) dan agama Islam

Oleh karena bencana kelaparan di tanah asal mereka, pada abad ke- 17 M, sekelompok umat Muslim dari Kashmir dan Ladakh menetap di Lhasa, Tibet, sebagai pedagang, yang ketika itu berada di bawah pemerintahan Dalai Lama ke-5, Lozang Gyatso.

Para pedagang Muslim ini kemudian menikahi para perempuan Tibet, yang kemudian berubah keyakinan memeluk agama suami mereka. Interkasi sosial dan pernikahan berperan dalam pertumbuhan umat Muslim di Tibet. Umat Buddhis dan Umat Muslim hidup berdampingan dengan damai di Tibet.

Berdasarkan peraturan toleransi agama yang dibuatnya (mi sna mgron po) , maka Dalai Lama ke-5 memberikan umat Muslim hak-hak khusus. Dalai Lama memberikan kepada mereka tanah untuk dibangun sebagai sebuah masjid dan kuburan. Seorang utusan Muslim bertemu dengan Dalai Lama ke-5 untuk meminta lahan membangun sebuah masjid dan sebuah kuburan utnuk komunitas mereka. Dalai Lama kemudian melempar sebatang panah dan berjanji bahwa di mana panah itu jatuh, tempat itu akan menjadi milik komunitas Muslim.

Kisah lainnya, berdasarkan tradisi oral, seorang guru Muslim yang tinggak di Lhasa pada waktu itu sering berdoa di sebuah bukit yang terpencil di perbatasan kota. Dalai Lama ke-5 menemukan orang tersebut berdoa setiap hrainya dan suatu hari Dalai Lama meminta agar orang itu dibawa untuk menemuinya. Guru Islam tersebut menjelaskan vahwa ia berdoa menurut peraturan agamanya dan ia melakukannya di bukit karena tidak ada masjid yang berdiri di daerah tersebut. Kagum dengan keyakinannya, Dalai Lama mengirim seorang pemanah pergi ke tempat did ekat bukit tersebut dan menuruhnya untuk melemparkan anak panah masing-masing ke arah empat mata angin. Sebuah rumah berdiri di tempat di mana anak panah tersebut diluncurkan dan daerah sekitarnya, sepanjang sampai anak panah tersebut terbang, semuanya diberikan pada komunitas Muslim. Tempat tersebut menjadi 'Rumah Anak Panah dengan Pencapaian Jauh' dan menjadi lokasi di mana masjid dan kuburan Muslim pertama berdiri di Lhasa.

Tempat tersebut kemudian dinamakan Gyangda Linka atau 'taman dari anak panah yang jauh' / 'Taman Muslim' dan digunakan untuk acara-acara besar kaum Muslim.

Dalai Lama V juga mengizinkan mereka untuk memilih komite 5 anggota (Ponj) untuk menangani permasalahan internal mereka, dari Ponj dipilihlah Mia / Kbache Gopa sebagai pemimpin mereka. Serta mengizinkan mereka pula untuk menyelesaikan permasalahan mereka menurut hukum Shariah. Dalai Lama ke-5 juga membebaskan mereka dari pajak ketika mereka membuka usaha komersial, membebaskan mereka dari keharusan untuk melepas kopiah mereka pada para rohaniwan Buddhis selama satu tahun ketika para bhiksu berkeliling di kota, dan membebaskan mereka dari peraturan 'tidak makan daging' ketika bulan suci Buddhis Saka Dawa. Umat Muslim juga diberi status Mina Dronbo yang menyimbolkan bahwa Dalai Lama ke-5 memberikan otonomi spiritual pada mereka.

Dalai Lama V juga memberikan pengawasan dan dukungan kerajaan pada 14 tetua dan 30 remaja Muslim.
Hak-hak khusus ini menunjukkan bahwa umat Buddhis sangat respek dan hormat kepada otonomi komunitas Muslim di Tibet. Namun tidak ada dialog antar kedua agama pada saat itu.

Total masjid di tibet ada 7 buah, 4 masjid di Lhasa, 2 di Shigatse dan 1 di Tsethang. Umat Muslim tinggal di daerah masjid dan menjadi pusat kehidupan sosial Muslim Tibet. Ada 2 kuburan Muslim yaitu di Lhasa dan Kygasha (untuk orang Hui – mazhab Hanafi).

Perbaikan kesalahan pengetikan pada postingan yang lalu:

QuoteDalam Padmani-nama-panjika, "Yang Berjubah Putih" adalah nama lain dari Muhammad dan disebutkan pula dalam teks tersebut:

"Jika engkau bertanya siapakah yang menyebarkan Dharma dari mleccha, maka dikatakan, 'Adam, Nuh, dan Abraham dari kasta asura dan dari kasta naga, lima lainnya dengan tamas: Musa, yang ini, Yang Berjubah Putih, Muhammad dan Sang Emanasi. Yang kedelapan akan menjadi yang terbutakan. Yang ketujuh akan bermanifestasi datang ke kota-kota Baghdad dan lainnya di tanah mekah' mereka yang dengan nama non-Buddhis, akan membabarkan Dharma dari para asura. Di antaranya, yang dipanggil 'Yang berjubah putih' adalah Mahamayin. Ia akan menyebarkan Dharma dari para asura dan lainnya di kota-kota di tanah Mekah dan lainnya. Jika engkau bertanya tanah jenis apakah itu, maka dikatakan, '(Itu adalah tempat) di mana di dunia ini kasta asura akan mengambil wujud sebagai mleccha yang kuat dan kejam."

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

Quotesdr.gandalf cocok dijadikan kader buat calon MENTERI AGAMA di masa mendatang... hehehe...

Nggak mau ah.... saya kan masih berdosa....... Kementerian Agama (Indo) = Kementerian Tak Berdosa (Malay)  ^-^

QuoteHarusnya bersanding dengan karuna nih kakakakak

Btw, saya cuma tahu hubungan agama Buddha dengan agama lainnya dari segi sejarah serta doktrin pokoknya lo.... yang lainnnya nggak begitu paham juga.....

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

guanih