Seberapa jauh Nibbana?

Started by Sukma Kemenyan, 30 August 2008, 01:18:32 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

ilalang

Quote from: cham3leon on 18 October 2008, 12:27:49 AM
semoga saya bisa ikut tercerahkan... _/\_
Rekan cham3leon, adalah penting untuk sadar sepenuhnya agar jangan terpukau oleh kata-kata. Keterangan-keterangan bisa menyilaukan dan menghalangi kita melihat apa adanya. Dalam hal ini menyelidiki dan menemukan sendiri, mengamati kehidupan adalah hal yang sangat penting.

ilalang

Kata-kata tidak dapat menyatakan ajaran dengan baik. Kata-kata mungkin indah atau buruk, pandai atau bodoh, tiap orang dapat menerima atau menolak kata-kata dari ajaran itu. Tapi tujuan ajaran bukanlah menjelaskan dunia kepada orang yang haus akan pengetahuan. Tujuannya sangat berbeda. Tujuannya adalah pembebasan dari penderitaan. Itulah yang Sang Buddha ajarkan. Bukan yang lain.

Dalam kata-kata, tiap kebenaran lawannya adalah kebenaran yang sama. Sesuatu yang direnungkan dan dinyatakan dalam kata-kata hanya satu sisi kebenaran saja. Ketika Buddha yang Mahasempurna mengajarkan tentang dunia, ia harus menyelam ke dalam lautan kata-kata, ke dalam "samsara" dan "nibbana", ke dalam khayalan dan kebenaran, ke dalam kebahagiaan dan penderitaan.

Satu hal yang sangat jelas, ajaran itu sendiri tidak berisi; petunjuk itu tidak berisi rahasia yang dialami Sang Buddha sendiri.  Kesatuan yang sempurna dari ajaran Sang Buddha mau tidak mau akan terpecah lagi ketika kata-kata menyentuh kebenaran terakhir, yang tidak pernah ada sebelumnya, tak dapat dipertunjukkan dan dibuktikan: Nibbana.


Hendaknya umat Buddha menggunakan ajaran Sang Guru sebagai petunjuk untuk berjuang dengan penuh kesungguhan mencapai Nibbana, bukan untuk berpuas diri dengan pengetahuan agama.
_/\_

ryu

Quote from: ilalang on 19 October 2008, 12:18:36 AM
Kata-kata tidak dapat menyatakan ajaran dengan baik. Kata-kata mungkin indah atau buruk, pandai atau bodoh, tiap orang dapat menerima atau menolak kata-kata dari ajaran itu. Tapi tujuan ajaran bukanlah menjelaskan dunia kepada orang yang haus akan pengetahuan. Tujuannya sangat berbeda. Tujuannya adalah pembebasan dari penderitaan. Itulah yang Sang Buddha ajarkan. Bukan yang lain.

Dalam kata-kata, tiap kebenaran lawannya adalah kebenaran yang sama. Sesuatu yang direnungkan dan dinyatakan dalam kata-kata hanya satu sisi kebenaran saja. Ketika Buddha yang Mahasempurna mengajarkan tentang dunia, ia harus menyelam ke dalam lautan kata-kata, ke dalam "samsara" dan "nibbana", ke dalam khayalan dan kebenaran, ke dalam kebahagiaan dan penderitaan.

Satu hal yang sangat jelas, ajaran itu sendiri tidak berisi; petunjuk itu tidak berisi rahasia yang dialami Sang Buddha sendiri.  Kesatuan yang sempurna dari ajaran Sang Buddha mau tidak mau akan terpecah lagi ketika kata-kata menyentuh kebenaran terakhir, yang tidak pernah ada sebelumnya, tak dapat dipertunjukkan dan dibuktikan: Nibbana.


Hendaknya umat Buddha menggunakan ajaran Sang Guru sebagai petunjuk untuk berjuang dengan penuh kesungguhan mencapai Nibbana, bukan untuk berpuas diri dengan pengetahuan agama.
_/\_
Kalau boleh tahu ajaran sang guru sebagai petunjuk itu seperti apa yah yang bisa mencapai nibbana?
hmmm orang yang berpuas diri dengan pengetahuan agama contohnya seperti gimana yah?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Hendra Susanto

wahh itu kata2 diatas comotan apa hasil pemikiran sendiri??? klo comotan tolong sumber, klo pemikiran sendiri... mao nanya klo engak melalui kata2, mesti pake teknik apa lagi untuk menyatakan ajaran itu baik???

andry

semakin d cari
semakin jauhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh (tuh liat brapa "h" nya... jauh banget kan.)
Samma Vayama

markosprawira

Quote from: ilalang on 19 October 2008, 12:18:36 AM
Hendaknya umat Buddha menggunakan ajaran Sang Guru sebagai petunjuk untuk berjuang dengan penuh kesungguhan mencapai Nibbana, bukan untuk berpuas diri dengan pengetahuan agama. _/\_

Apakah boleh saya asumsikan bahwa hendaknya menggunakan ajaran Buddha secara keseluruhan, baik secara Sutta, Vinaya dan Abhidhamma, untuk mencapai Nibbana

jadi bukannya menggunakan sutta atau bagian tipitaka tertentu saja, yang sesuai dengan preferensi pribadi masing2....

cmiiw..........
_/\_

fabian c


Saudara Ilalang yang baik,

terima kasih atas tangapan anda,

QuoteMaksud tulisan dalam huruf biru   diatas adalah:
"pengalaman meditasi [orang lain]"; ...bukannya:
"pengalaman meditasi [Anda]"

Oh begitu..., mungkin lain kali saudara sebaiknya memberi koma atau titik supaya orang mengerti maksud tulisan saudara.
Quote
Saya tidak pernah mempersoalkan pengalaman meditasi Anda, atau siapapun. Jadi harap jangan panik dulu.

Wah terus terang saudara ilalang, bila saudara mempersoalkan pengalaman meditasi sayapun saya tidak keberatan kok, karena anda berhak bertanya juga kan...?
Quote
Kita sedang membahas meditasi orang lain, dalam hal ini meditasi saya bukan?  Anda yang menilai pengalaman meditasi saya, menilai tingkat-tingkat nyana, menguji dengan Paticcasamuppada, berapa lama saya meditasi, mengatakan saya bermimpi Nibbana, dst. Bahkan Mulapariyaya-Sutta digunakan untuk menghakimi orang lain. Untuk itukah Anda belajar Tipitaka? Maaf.

Saya kira tidak demikian saudara Ilalang, sebaliknya saya rasa pernyataan anda yang memancing kontroversi, berikut saya quote kembali tulisan anda di thread ini reply #91 berikut,

QuoteMakhluk hidup dan para Buddha bukan hal berbeda. Bila kita selaras dengan kesadaran murni untuk sesaat, maka kita adalah Buddha untuk sesaat; dan bila kita selaras selaras dengan kesadaran murni dari saat ke saat, maka kita adalah Buddha-Buddha dari saat ke saat.

Bukankah saudara meng-klaim menjadi Buddha dari saat ke saat...? mahluk hidup mana yang anda maksud...?

Quote
Saya sih tidak akan mengukur-ukur pengalaman meditasi orang seperti bayangan Anda. Sikap saya jelas. Tiap orang, Anda, rekan Markos, rekan Hendra, siapapun, akan memutuskan langkah dan jalannya masing-masing. Silahkan meneruskan sampai akhir. Jadi jangan khawatir saya akan men-judge macam pendeta keristen abad pertengahan di pengadilan inkuisisi.

Sukurlah saudara Ilalang berpikir begitu, tetapi bila anda men-judge pun saya kira itu hak anda.

QuoteAneh, dimana saya bilang putthujana pernah mengalami Nibbana?
Yang didiskusikan adalah "mencicipi Nibbana", dan sudah saya jelaskan berkali-kali. Masalah Anda tidak bisa menerima istilah "mencicipi Nibbana", itu hak Anda. Bukan lantas memaksakan istilah "Nibbana" yang Anda anut kepada orang lain.

coba baca kembali tulisan saudara pada reply #91 karena Buddha = mengalami Nibbana, maka umat awam/mahluk hidup mengalami Nibbana.

tolong jelaskan apa maksud saudara mencicipi Nibbana, dan apa bedanya dengan mengalami Nibbana.
Quote
Kami belajar dari kearifan sungai dan hutan. Merekalah "pembimbing" kami. Di dalam
Quotebelajar mengamati aliran sungai dan runtuhnya daun-daun, kami mungkin menemukan Kebenaran yang dirumuskan dalam kitab suci sebagai Empat Kebenaran Ariya dan Paticcasamuppada.

Ooh... pembimbing saudara sungai dan hutan...?
Quote
Anda menggunakan parameter Anda sendiri untuk menilai orang lain, dan ketika diminta penjelasan mengenai parameter Anda, Anda menghindar dengan alasan takut ditiru-tiru, malah menanyakan soal pembimbing dsb. Terus terang saya kesulitan mengikuti arah diskusi Anda.

Ya memang saya keberatan untuk mengungkapkan versi saya karena saya tidak mau secara lancang melewati guru saudara, kecuali guru saudara menyatakan dia tidak tahu.... cukup jelaskah...?

QuoteAnda menyebutnya proses, kami menyebutnya arus. Kami belajar dari arus sungai yang mengalir, berubah tanpa henti, tidak ada yang menetap. Kami memahami jika orang tidak ingin arus sungai mengalir seperti apa adanya, maka dia akan sangat menderita. Jika orang memahami dan menerima sifat sungai yang berubah terus menerus,  terlepas dari suka dan tidak suka, maka dia akan bebas.

Ya saya telah mengerti perbedaannya, saya tidak belajar dari arus sungai yang mengalir, saya belajar dari Bhikkhu...

QuoteMengetahui secara langsung keberadaan arus ini, kosong akan aku yang kekal, adalah menemukan kebebasan.

maaf saya bingung mana yang benar jika dibandingkan dengan quote dari tulisan saudara sebelumnya

QuoteDapatkah Anda melihat arus diri dalam sungai yang mengalir dari saat ke saat?

QuoteSetiap saat hutan terus menerus memberikan ajarannya kepada kami. Daun berguguran dan kami menyapunya. Walaupun demikian, bahkan ketika sedang menyapu dan akhir dari jalan setapak telah dibersihkan, kami bisa melihat ke belakang, ke ujung jalan yang lain, dan menyaksikan daun-daun mulai berserakan menutupi jalan yang baru disapu tadi. Kehidupan kita bagaikan nafas, bagaikan daun yang tumbuh dan gugur. Jika orang bisa benar-benar memahami tentang daun yang berguguran, dia bisa menyapu jalan setiap hari dan menemukan kebebasan dalam dunia yang senantiasa berubah ini.

Saya harap saudara memaklumi jika saya menjadi bingung bila begini cara anda menemukan kebebasan... kalau boleh tahu kebebasan terhadap apa ya...?

QuoteBisakah kita memahami ini secara mendalam? Mengalami sendiri, melihat sendiri kebenaran yang begitu wajar dan sederhana. Dalam keheningan vipassana, selagi mengamati sungai yang mengalir dan helai daun yang berguguran...menyadari aku...yang adalah sungai itu dan daun itu...mengalir, lahir dan mati... menyadari bahwa akhir dari setiap hari adalah juga akhir dari diri kita setiap hari.

Maaf jika saya lebih bingung lagi melihat cara saudara ber-Vipassana... beginikah metode anda bermeditasi...?

QuoteDunia di dalam dan di sekeliling kita selalu berada dalam dualitas, tidak pernah satu sisi. Tidak pernah seorang itu sepenuhnya suci atau sesat. Saya adalah orang sesat dan Anda juga orang sesat.  Tetapi suatu hari orang sesat ini akan menjadi Brahma lagi, suatu hari akan mencapai 'nibbana', suatu hari akan menjadi seorang Buddha.

Menurut pernyataan saudara yang saya bold biru berarti para Arahat maupun Sang Buddha tidak pernah sepenuhnya suci...? benarkah begitu pendapat anda...?

Oh ya mengenai kesesatan, silahkan saudara ilalang ambil kembali tuduhan anda karena saya tidak merasa sesat...

QuoteKini "suatu hari" itu adalah khayalan; karena kita menderita khayalan bahwa waktu itu adalah sesuatu yang nyata. Dalam keheningan meditasi, sangat mungkin untuk menghalau waktu, untuk melihat dengan seketika, masa kini dan masa lalu.

Saya sih tak perlu menghalau waktu, kalau sedang fokus,  kita sendiri lupa waktu, tak perlu dihalau...

(((semoga kita semua berbahagia dan bebas penderitaan)))

sukhi hotu
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

cham3leon

Dalam kata-kata, tiap kebenaran lawannya adalah kebenaran yang sama. Sesuatu yang direnungkan dan dinyatakan dalam kata-kata hanya satu sisi kebenaran saja. Ketika Buddha yang Mahasempurna mengajarkan tentang dunia, ia harus menyelam ke dalam lautan kata-kata, ke dalam "samsara" dan "nibbana", ke dalam khayalan dan kebenaran, ke dalam kebahagiaan dan penderitaan.

Saya berusaha menyelami kedalamnya....dengan pertanyaan ini semoga bisa terlihat sisi yang lainnya.

Sejauh ini dari yang saya baca (Abhidhamma), bahwa seseorang yang telah merealisaikan nibbana, ialah para arahat, yang telah terbebas dari kemelekatan akan wujud, kemelekatan akan bukan wujud, mementingkan diri sendiri, keresahan, dan kebodohan. (harap dikoreksi kalau ingatan saya salah...)

apakah pandangan mengenai nibbana yang rekan ilalang maksudkan sama dengan kondisi ini?

ataukah nibbana, yang rekan ilalang maksud ialah kondisi pencerahan yang dialami ketika seseorang merasa nyaman, dan merasa sejajar dengan alam, selaras dengan kesadaran murni? seperti inikah yang rekan ilalang maksud? bila iya, dapatkah kondisi ini dikatakan nibbana?

Terima kasih, saya hanya ingin mengetahui kebenaran lebih jauh.

_/\_

kullatiro

seperti mutiara yang di buat kerang mutiara karena gangguan atau rasa sakit yang menyelubungi nya.

Mutiara mempunyai banyak lapisan lapisan sampai lapisan bagian akhir intinya, kita ini masih sangat sangat jauh sekali, apa yang kita rasakan dan ketahui saat ini mungkin adalah bagian lapisan terluar dari mutiara ini penuh kilau dan sangat indah sekali.