Perubahan aturan umum dan sehubungan pelaporan tentang MMD

Started by Sumedho, 29 August 2008, 07:05:52 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Andi Sangkala

Quote from: willibordus on 31 August 2008, 05:49:05 PM
Sy waktu itu sebenarnya sudah heran, karena Pak Hud yg dalam berdiskusi selalu menyebut2 'padamnya AKU' tapi bertindak sebaliknya (mau perang debat dgn kalimat2 yg cukup pedas).

Namaste  _/\_

Ketika seseorang menyebut "padamnya aku" maka hal itu tidak berarti bahwa "aku" nya memang sudah padam, wong cuma ngomong aja  ^:)^


Semoga "aku"-ku padam sebelum aku sendiri padam  :P

Sukhi hotu  _/\_

Andi
Karena Tidak Sayang Maka Tidak Kenal

Andi

bond

Quote from: morpheus on 31 August 2008, 07:05:59 PM
Quote from: bond on 31 August 2008, 07:01:08 PM
pengalaman ngobrol, pengalaman meditasi langsung dan pengalaman baca beda morph. ^-^
jangan ngomong satu baris gitu doang dong...
mendingan cerita ini cocok gak sama pengalaman anda sendiri :)

Saya uda banyak cerita om morph. Jadi cukup satu baris aja  :D
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

morpheus

Quote from: ryu on 31 August 2008, 07:08:29 PM
hmm penyerangan pribadi toh kadang dibutuhkan kan, membuktikan kata2 dengan tindakan, ibaratnya jangan teori doang prakteknya juga tunjukan :)
saya punya 2 istilah yg berbeda: menyerang pribadi dengan menyerang kesalahan.

kalo menyerang pribadi:
"anda gak bisa mikir"
"loe pemales"
"kamu kuno"
"ente sesat"
"sampeyan keblinger"

kalo menyerang kesalahan itu artinya kesalahannya yg diserang, bukan pribadinya:
"kata2 'xyz' tadi membuktikan anda tidak mengerti yg saya bicarakan"
"pemikiran yg 'qwerty' itu tanda2 kemalasan berpikir"
"kemelekatan anda pada 'asdf' itu menyesatkan"

penyerangan yg kedualah yg dibutuhkan, bukan yg pertama...

konon kalo anda mendidik anak, jangan sampe menyerang pribadinya, tapi seranglah kesalahannya secara spesifik...

*lagibaca2bukumendidikanak*
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

tesla

Quote from: willibordus on 31 August 2008, 05:49:05 PM
Sangat sy hargai sarannya Bro...
Saya bukannya membabi buta membela salah satu sisi.
Saya pernah mempelajari dan mencoba meditasi MMD, dan yg akhirnya sy modif agar sesuai dengan karakter sy agar meditasi sy bisa lebih cocok.
ini hasil pemikiran saya (mungkin terpengaruh dg jenis Buddha berdasarkan pencapaiannya yg saya baca dahulu) yaitu:
ada 3 faktor pencerahan:
1. kebijaksanaan
2. keyakinan
3. usaha

ketiga faktor itu ada, hanya saja soalnya adalah mana yg dominan...
secara relatif umat Buddha memiliki kebijaksanaan lebih dari agama samawi... tetapi keyakinannya yah kalah lah...

Quote
Saya sudah mengikuti diskusi Pak Hudoyo sejak 2 atau 3 tahun yg lalu (saya lupa, mungkin Pak Hud lebih ingat :) ), tidak hanya di Dhammacitta, namun juga di beberapa forum dan milis spiritual lainnya. Saat-saat dulu itu, diskusi tegang Pak Hud dgn member-member dan moderator disana tidak menyangkut Buddhism, tapi sy melihat pola-nya sama. Sy waktu itu sebenarnya sudah heran, karena Pak Hud yg dalam berdiskusi selalu menyebut2 'padamnya AKU' tapi bertindak sebaliknya (mau perang debat dgn kalimat2 yg cukup pedas). Sewaktu itu saya hanya diam saja, tidak ikut2an karena masih belom tau apa2, nggak bisa ikutan komentar.

Nah, kali ini ketika melihat pola sama yg terulang, yaitu: Pak Hud masuk dengan ceria, saling berdiskusi dengan baik, dan mulai memperkenalkan MMD, yang mana akhirnya akan timbul kontra dengan pemahaman mainstream (dapat dimaklumi krn ini adalah forum Agama Buddha yg jelas ajarannya, sedangkan dimilis lintas agama yg universal, MMD juga bisa ribut begitu), dan akhirnya timbul keributan, dan keributan ini mulai dilontarkan keluar (sekarang ke kaskus, dulu ke milis lainnya) dan akhirnya Pak Hud akan menge-file keributan disini.

Melihat pola yg sama ini, pertama sy sebenarnya tidak mau pusing, namun ketika melihat pemikiran2 yg sy anggap menyimpang dari Buddhism, sy merasa mesti ikut memberikan komentar untuk menyeimbangkan informasi, karena forum ini tidak hanya dibaca oleh orang2 yg sudah mempunyai pemahaman, namun juga oleh orang2 baru yg ingin belajar.
ini udah saya ingin sampaikan lama kepada rekan lain, tetapi saya batalkan berkali2...

tanpa sadar, kita sudah membentuk standar seorang guru meditasi ataupun pemeditasi senior.
kita mematok, seseorang yg kesadarannya kuat akan demikian...
buktinya saya lihat pemeditasi ini juga demikian...
diperlakukan begini, bisa sabar, diam, dll...

bahkan dalam kasus Pak Hudoyo, karena beliau mengatakan "PADAMNYA AKU", kebanyakan menerapkan standar arahat yg ada dalam pikirannya... wow...

ada kisah seorang guru ZEN yg membantu seorang wanita utk menyebrang sungai & kemudian dikomplen oleh muridnya... pada kisah itu, kita semua dapat mengambil hikmahnya karena kita bukan berada dalam posisi murid tsb.
sekarang ini, dapatkah kita menyadari bahwa kita sedang berada dalam posisi itu?

dalam Abhidhamma, dijelaskan bahwa salah satu faktor mental tidak bermanfaat adalah MANA.
MANA = membandingkan diri sendiri dg orang lain apakah lebih tinggi, rendah atau sama, membandingkan orang lain dg orang lain, membandingkan objek ini dan objek itu...
mari kita latihan utk menyadari kapan faktor2 tidak bermanfaat ini muncul...

Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

tesla

Quote from: willibordus on 31 August 2008, 06:14:51 PM
Pada tingkatan yg paling kasar, bahkan diperlukan 'pukulan yg keras'.
Pikiran yg sudah sangat ternoda tidak bisa dihilangkan hanya dengan 'disadari'.
Kerbau yg sangat malas masih perlu dipukul pertama kalinya, untuk pelan-pelan nanti bisa dikendarai.
Ko Will, ketika belajar Abhidhamma dulu, teorinya kan: 'sati' tidak mungkin muncul bersama dg 'dosa'. itu juga yg saya rasakan. Bukan 'sati' yg menekan 'dosa', tapi kalau 'sati' muncul 'dosa' udah hilang. begitu juga sebaliknya, ketika 'dosa' muncul, tidak ada 'sati'.

kalau dosa muncul dalam urutan bertubi2, seseorang bisa saja melakukan perbuatan seperti pembunuhan secara spontan. bahasa sehari-harinya seh gelap mata.

persoalannya hanya mana yg lebih sering muncul... ini jawaban yg saya terima dulu adalah tergantung akumulasi batin seseorang (pengetahuan dari CASH BASIS tulisan Ko Willi)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

williamhalim

Quote from: tesla on 31 August 2008, 07:20:56 PM
ini udah saya ingin sampaikan lama kepada rekan lain, tetapi saya batalkan berkali2...

tanpa sadar, kita sudah membentuk standar seorang guru meditasi ataupun pemeditasi senior.
kita mematok, seseorang yg kesadarannya kuat akan demikian...
buktinya saya lihat pemeditasi ini juga demikian...
diperlakukan begini, bisa sabar, diam, dll...

bahkan dalam kasus Pak Hudoyo, karena beliau mengatakan "PADAMNYA AKU", kebanyakan menerapkan standar arahat yg ada dalam pikirannya... wow...


Bro Tesla,

Dugaan Bro bahwa orang-orang menetapkan standard tinggi tertentu pada guru-guru meditasi, patut saya koreksi. Apa yg ditetapkan standart orang-orang terhadap guru meditasi akan berbeda-beda pada tiap orang.

Saya beri contoh diri saya sendiri.

Apa yg saya nilai dari seorang Guru? Saya akan menilai apakah SIKAP (Kehidupannya) sesuai dengan yang DIAJARKANNYA. Jika seorang Guru mengajarkan tentang akhir dukkha, padamnya AKU, Ia harus dapat menunjukkan sikap yg sama seperti yg diajarkannya.

Saya tidak akan mau belajar dari Guru yg mengajarkan padamnya EGO tapi si Guru sendiri masih bersikap EGOIS.

---

Sangat banyak yg menawarkan ajaran yg bagus, tapi hanya sedikit Guru yg bagus.

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

ryu

Quote from: tesla on 31 August 2008, 07:20:56 PM
Quote from: willibordus on 31 August 2008, 05:49:05 PM
Sangat sy hargai sarannya Bro...
Saya bukannya membabi buta membela salah satu sisi.
Saya pernah mempelajari dan mencoba meditasi MMD, dan yg akhirnya sy modif agar sesuai dengan karakter sy agar meditasi sy bisa lebih cocok.
ini hasil pemikiran saya (mungkin terpengaruh dg jenis Buddha berdasarkan pencapaiannya yg saya baca dahulu) yaitu:
ada 3 faktor pencerahan:
1. kebijaksanaan
2. keyakinan
3. usaha

ketiga faktor itu ada, hanya saja soalnya adalah mana yg dominan...
secara relatif umat Buddha memiliki kebijaksanaan lebih dari agama samawi... tetapi keyakinannya yah kalah lah...

Quote
Saya sudah mengikuti diskusi Pak Hudoyo sejak 2 atau 3 tahun yg lalu (saya lupa, mungkin Pak Hud lebih ingat :) ), tidak hanya di Dhammacitta, namun juga di beberapa forum dan milis spiritual lainnya. Saat-saat dulu itu, diskusi tegang Pak Hud dgn member-member dan moderator disana tidak menyangkut Buddhism, tapi sy melihat pola-nya sama. Sy waktu itu sebenarnya sudah heran, karena Pak Hud yg dalam berdiskusi selalu menyebut2 'padamnya AKU' tapi bertindak sebaliknya (mau perang debat dgn kalimat2 yg cukup pedas). Sewaktu itu saya hanya diam saja, tidak ikut2an karena masih belom tau apa2, nggak bisa ikutan komentar.

Nah, kali ini ketika melihat pola sama yg terulang, yaitu: Pak Hud masuk dengan ceria, saling berdiskusi dengan baik, dan mulai memperkenalkan MMD, yang mana akhirnya akan timbul kontra dengan pemahaman mainstream (dapat dimaklumi krn ini adalah forum Agama Buddha yg jelas ajarannya, sedangkan dimilis lintas agama yg universal, MMD juga bisa ribut begitu), dan akhirnya timbul keributan, dan keributan ini mulai dilontarkan keluar (sekarang ke kaskus, dulu ke milis lainnya) dan akhirnya Pak Hud akan menge-file keributan disini.

Melihat pola yg sama ini, pertama sy sebenarnya tidak mau pusing, namun ketika melihat pemikiran2 yg sy anggap menyimpang dari Buddhism, sy merasa mesti ikut memberikan komentar untuk menyeimbangkan informasi, karena forum ini tidak hanya dibaca oleh orang2 yg sudah mempunyai pemahaman, namun juga oleh orang2 baru yg ingin belajar.
ini udah saya ingin sampaikan lama kepada rekan lain, tetapi saya batalkan berkali2...

tanpa sadar, kita sudah membentuk standar seorang guru meditasi ataupun pemeditasi senior.
kita mematok, seseorang yg kesadarannya kuat akan demikian...
buktinya saya lihat pemeditasi ini juga demikian...
diperlakukan begini, bisa sabar, diam, dll...

bahkan dalam kasus Pak Hudoyo, karena beliau mengatakan "PADAMNYA AKU", kebanyakan menerapkan standar arahat yg ada dalam pikirannya... wow...

ada kisah seorang guru ZEN yg membantu seorang wanita utk menyebrang sungai & kemudian dikomplen oleh muridnya... pada kisah itu, kita semua dapat mengambil hikmahnya karena kita bukan berada dalam posisi murid tsb.
sekarang ini, dapatkah kita menyadari bahwa kita sedang berada dalam posisi itu?

dalam Abhidhamma, dijelaskan bahwa salah satu faktor mental tidak bermanfaat adalah MANA.
MANA = membandingkan diri sendiri dg orang lain apakah lebih tinggi, rendah atau sama, membandingkan orang lain dg orang lain, membandingkan objek ini dan objek itu...
mari kita latihan utk menyadari kapan faktor2 tidak bermanfaat ini muncul...


lah kalo apa yang diajarkan tidak dipraktekan oleh sang Guru mana bisa percaya sang murid, gitu lho.

apa yang kau ajarkan praktekan lah juga terhadap dirimu sendiri. Ryu 1:03
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

tesla

Quote from: morpheus on 31 August 2008, 06:46:09 PM
dalam standard anda mungkin itu adalah penyerangan pribadi. padahal kalo anda perhatian baik2, pak hudoyo selalu memilih kata2nya dengan sangat hati2 tanpa bermaksud menyerang pribadi.
tapi sering menyentil atta... tidak semua orang siap terima itu :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

tesla

Quote from: willibordus on 31 August 2008, 07:38:21 PM
Saya tidak akan mau belajar dari Guru yg mengajarkan padamnya EGO tapi si Guru sendiri masih bersikap EGOIS.
cuma di forum ini yg saya kenal Pak Hudoyo yah...
postingan dibuat Pak Hudoyo banding postingan yg dibuat oleh lawannya, mana yg ego?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

tesla

Quotelah kalo apa yang diajarkan tidak dipraktekan oleh sang Guru mana bisa percaya sang murid, gitu lho.

apa yang kau ajarkan praktekan lah juga terhadap dirimu sendiri. Ryu 1:03

yah, permasalahannya adalah apakah tindakan ini berasal dari ego atau bukan kita tidak tahu...
kita bisa mengecek diri kita sendiri saja.

... sayang tidak ada arahat atau buddha utk jadi kelinci percobaan...
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

andrew

Quote from: FoxRockman on 31 August 2008, 06:22:21 PM
Quote from: Hendra Susanto on 31 August 2008, 06:19:38 PM
Quotecontoh reaksi jujur, ketika saya menyadari bentuk emosi yg paling mudah "terasa", yaitu marah...Ketika saya berusaha untuk "tidak marah", maka pada saat itu juga saya sedang bergelut dengan pikiran saya sendiri, bahkan terkadang malah semakin marah.Terkadang, ketika saya hanya menyadari, marah tersebut malah mereda..
Kira2 begitu pengetahuan saya...Mungkin senior2 lain bisa bantu koreksi...

:outoftopic:

reaksi marah disadari mereda/lenyap, klo reaksi nyaman gmn??

harusnya jika disadari lenyap juga

pasti lenyap :)

disadari atau tidak disadari perasaan nyaman pasti lenyap...

prinsipnya ... tidak ada sesuatu apa pun yang abadi/kekal...
semuanya cuma muncul dan lenyap... baik marah... nyaman... sakit... kaya ... miskin...


nah biasanya kita tau ini cuma diberitahu dari ceramah atau lewat baca buku -buku...

dengan membiasakan sadar dalam keseharian terhadap segala sesuatu yang muncul dalam diri kita...

nanti kita terbiasa melihat langsung bahwa semua yang muncul dalam diri kita itu kemudian akan lenyap... dan muncul yang lain kemudian lenyap ... dan muncul yang lain lagi kemudian lenyap lagi... terus begitu...



_/\_

ryu

Bukan orang yang memanggil namaku Ryu, Ryu, yang akan diselamatkan, tetapi dia yang melakukan apa yang kulakukan dan kukatakan lah yang akan duduk disampingku Ryu 1:04 :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

williamhalim

#732
Quote from: tesla on 31 August 2008, 07:38:06 PM
Quote from: willibordus on 31 August 2008, 06:14:51 PM
Pada tingkatan yg paling kasar, bahkan diperlukan 'pukulan yg keras'.
Pikiran yg sudah sangat ternoda tidak bisa dihilangkan hanya dengan 'disadari'.
Kerbau yg sangat malas masih perlu dipukul pertama kalinya, untuk pelan-pelan nanti bisa dikendarai.
Ko Will, ketika belajar Abhidhamma dulu, teorinya kan: 'sati' tidak mungkin muncul bersama dg 'dosa'. itu juga yg saya rasakan. Bukan 'sati' yg menekan 'dosa', tapi kalau 'sati' muncul 'dosa' udah hilang. begitu juga sebaliknya, ketika 'dosa' muncul, tidak ada 'sati'.

kalau dosa muncul dalam urutan bertubi2, seseorang bisa saja melakukan perbuatan seperti pembunuhan secara spontan. bahasa sehari-harinya seh gelap mata.

persoalannya hanya mana yg lebih sering muncul... ini jawaban yg saya terima dulu adalah tergantung akumulasi batin seseorang (pengetahuan dari CASH BASIS tulisan Ko Willi)

Pada saat timbulnya nafsu (lobha), karena sudah mempunyai pengetahuan dan konsentrasi yg dilatih, lobha tersebut dapat kita sadari (sati). Setelah itu apa yg akan terjadi?

Ada 2 kemungkinan:

1. Jika Nafsu tsb telah mengakar kuat, bahkan telah menjadi kecenderungan batin kita, 'menyadari' (sati) saja tidaklah cukup. 'Sati' tsb akan segera padam dan kemudian nafsu akan timbul kembali. Seterusnya kita akan melanjutkan nafsu tadi dengan action. Untuk keadaan inilah diperlukan 'kendali yg kuat' lebih dari sekedar 'hanya menyadari'. Saat ini diperlukan kemauan yg kuat, usaha dan tindakan yg dipaksakan untuk tidak melanjutkan nafsu tsb. Kesemuanya ini bukanlah menekan nafsu membabi buta, tapi dilakukan dengan pemahaman yg benar. Sekali nafsu berhasil ditaklukkan, kedua kali dan seterusnya akan lebih mudah dan semakin mudah. Tapi, sekali nafsu dituruti, untuk selanjutnya akan semakin mudah nafsu tsb berkuasa. Untuk kondisi kilesa yg mengakar kuat ini, kita memerlukan seperangkat senjata (usaha, semangat, pengertian benar, otappa, hiri, dll), alih2 hanya menggunakan 'sadari' doang.

2. kemungkinan kedua, nafsu ini tidak cukup kuat, atau sudah berhasil ditaklukkan beberapa kali sebelumnya, maka 'sadari' saja sudah cukup bisa untuk memadamkannya.

---

Berdasarkan point np. 1 diataslah, maka saya berseberangan pendapat dengan Pak Hud.
Pak Hud menyarankan " 'sadari saja', perbuatan baik dan jelek tiada bedanya. Tidak perlu berusaha berbuat baik krn itu hanyalah produk pikiran dan tidak bisa membawa penncerahan." ... pendapat Pak Hud itu menurut sy sangat berbahaya bagi putthujana awam (seperti kita2 yg masih tebal nafsunya), bukannya menjadi terbebas dari dukkha, malah Ego kita kan bertambah kuat.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Quote from: hudoyo on 30 August 2008, 09:24:17 PM
Kalau MMD diletakkan dalam keranjang sampah "Buddhisme & ajaran lain" bersama-sama dengan kultus-kultus seperti Suma Chinghai, Maitreya, dsb seperti sekarang, itu yang saya protes keras.

Sumedho, Felix, memangnya waktu kalian meminta saya menjadi moderator Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat lain, kalian minta saya jadi tukang sampah?
Bukankah semangat kita mencari kebenaran?

Saya kira dulu waktu dibuat, ditujukan bukan untuk mengkotakkan Islam, kr****n, Hindu, Yahudi, Maitreya, Tridharma, Taoisme, Liberalisme, Kapitalisme, Komunisme, Agnostisisme, dan lain-lain sebagai sampah. Ada pernah bilang "Segala sampah lain di luar Buddhisme masuk sini."? Saya kira dulu untuk mencari nilai-nilai yang baik yang bisa dibahas bersama?

Pak Hudoyo, saya tidak perlu sesuatu dari anda, tetapi saya kira anda berhutang maaf kepada 5.000.000.000+ jiwa lain di dunia. Kejadian ini menunjukkan bahwa keputusan moderator kemarin pada rapat sudah benar, karena Pak Hudoyo sering sekali bercerita jangan terikat pada label, kebenaran tidak perlu label apapun. Kita di rapat sudah bilang MMD bukan Buddhisme mainstream, saya pribadi menolak kalau MMD bukan Buddhisme, saya bilang nilai Buddhisnya besar. Tapi akhirnya kita setuju, karena Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat lain bukan tempat sampah. Gak pernah ada dibahas kalau Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat lain adalah tempat sampah. Semangat bukan sampah ini yang membuat saya minta diberlakukan peraturan seperti yang tercantum di Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat lain, sejak sebelum dibuka.

Keputusan Buddhisme modern menurut saya adalah sesuatu yang terburu-buru, menilai sepihak kalau Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat lain adalah sampah. Saya tidak akan minta maaf karena menyetujui MMD di Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat lain. Pendirian saya masih sama dengan keputusan rapat.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

williamhalim

#734
Quote from: tesla on 31 August 2008, 07:48:27 PM
Quote from: willibordus on 31 August 2008, 07:38:21 PM
Saya tidak akan mau belajar dari Guru yg mengajarkan padamnya EGO tapi si Guru sendiri masih bersikap EGOIS.
cuma di forum ini yg saya kenal Pak Hudoyo yah...
postingan dibuat Pak Hudoyo banding postingan yg dibuat oleh lawannya, mana yg ego?


Para lawannya tentu masih tebal Ego nya


::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)