SILA SELANGKAH

Started by Lily W, 23 August 2007, 05:53:35 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Lily W

SILA SELANGKAH

   Seseorang telah menginsyafi kebiasaan mencuri yang dipunyai. Ingin melepaskan, tidak mengulangi kembali. Tetapi rasanya sangat sukar. Berkali-kali ia gagal mencegah diri.
   Banyak lagi kebiasaan-kebiasaan kurang baik lainnya yang suatu ketika sering dikatakan sifat bagi seseorang. Dikatakan sifat karena kebiasaan itu seolah-olah mempunyai kekuatan yang sangat besar yang sukar dilemahkan.
   Seorang anak dididik mempunyai kebiasaan hidup bersih, suatu ketika melihat benda yang sangat menarik, milik  orang lain dan ditinggalkan. Timbul dalam pikirannya  kehendak mencuri, karena kondisi cukup memungkinkan. Dalam beberapa detik anak ini menimbang-nimbang. Antara ingin mengambil dan mencuri merupakan perbuatan tercela. Bila faktor-faktor lain cukup kuat, dan pikiran bersih kurang mampu melemahkan, akhirnya anak ini memutuskan mencuri. Mencuri untuk pertama kali. Semua pengalaman pada saat itu menjadikan buah ingatan tertentu baginya. Bila suati ketika untuk kedua kalinya ia melihat benda yang lebih menarik lagi, yang mempunyai kondisi sama dengan peristiwa pertama; akan cepat sekali timbul kehendak mencuri. Lebih cepat dari yang pertama. Disusul kemudian dengan menimbang-nimbang antara mengambil dan mencuri sebagai perbuatan rendah. Namun dalam menimbang-nimbang sekarang ini, buah ingatan mencuri yang pertama ikut menjadi pendorong. Ia memerlukan waktu relative lebih pendek. Dan keputusan mencuri akan cepat dilakukan. Sekarang untuk kedua kalinya ia mencuri. Buah ingatan mencuri dengan segala rangkaiannya lebih dipertebal lagi. Dorongan mencuri lebih mempunyai bobot. Peristiwa mencuri untuk yang kesekian kalinya akan lebih mudah lagi dilakukan. Pikiran bersih yang dipunyai lebih lemah.
   Bila kebiasaan seperti itu menjadi berlarut-larut, kesadaran mengubah belum timbul; mungkin pula berlarut-larut sampai kelahiran berikutnya, inilah yang sering dinamakan menjadi sifat bagi seseorang.
   Seseorang umat Buddha tidak pernah putus asa. Untuk itu Sang Buddha memberikan kepada setiap lapisan masyarakat, pertama sekali SILA ( MORALITAS ). Lima Sila cukup untuk membangun kesejateraan hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Sila-sila ini hanya berintikan satu: menghentikan kejahatan. Sila merupakan Dhamma yang paling minim yang harus kita latih, untuk melemahkan semua kebiasaan rendah atau kurang patut, dan mencegah semua tindakan jahat.
   Sila akan lebih mudah dihayati bila seseorang berusaha selalu berdana. Dana dengan apa saja untuk semua yang membutuhkannya. Dana dengan kata-kata manis, sikap hormat kepada tamu, melayani orang tua, dengan sepotong kain kepada yang membutuhkan, dengan tenaga, dan sebagainya. Rasa melepas memudahkan pengendalian diri melalui Sila.
   Yang menghayati Sila setindak demi setindak, telah melatih pula kesabaran yang indah sekali. Karena melatih Sila, melatih tidak menyakiti orang dengan kemarahan, tidak memuaskan indera berlebihan. Menghayati Sila akan membantu menumbuhkan kebijaksanaan, berpandangan benar dan pikiran benar.
   Tidak sukar untuk mengingat Sila: menghentikan kejahatan, mencobanya sebaik mungkin. Selangkah demi selangkah kita sudah pasti mempraktekkan Dhamma. Walaupun hanya selangkah demi selangkah kita melaksanakan Dhamma yang benar, berkah Dhamma itu pasti dapat dirasakan.

Papanam akaranam sakham ( Kebahagiaan itu berasal dari hasil menjauhi kejahatan). Dhammapada 333.

DHAMMA STUDY GROUP, BOGOR
16 April 1989

_/\_
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

dhammadinna

Selangkah demi selangkah, pantang menyerah, hingga menjadi kebiasaan baru dan menjadi pribadi baru... Artikel yang bagus :)