MMD [pool]

Started by Semit, 06 August 2008, 01:56:09 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

apakah praktik MMD sesuai dengan Buddhisme Theravada?

Sesuai
22 (52.4%)
Tidak sesuai
20 (47.6%)

Total Members Voted: 41

Voting closed: 11 August 2008, 12:01:45 AM

williamhalim

Quote from: hudoyo on 09 August 2008, 06:37:29 AM
Apakah berbuat baik merupakan pendukung untuk mencapai pencerahan? ... Mula-mula tampaknya begitu ... Orang yang berbuat baik hatinya lebih tenang dibandingkan orang yang perbuatannya tidak baik ...

Perbuatan baik akan menghasilkan ketenangan (konsentrasi), yg berguna untuk pencerahan.
Perbuatan buruk akan menghasilkan kegalauan (gelora batin), yg mempersulit untuk pencerahan.

Quote
Tapi lama-kelamaan perbuatan baik akan menghasilkan kelekatan yang sangat halus, dan oleh karena halus maka tidak terlihat, dan orang tidak mungkin tercerahkan/bebas tanpa melihat kelekatannya kepada perbuatan baik ...


Sip, kunci katanya adalah 'kemelekatan', Kemelekatanlah yg menyebabkan dukkha.
Dan tidak selalu perbuatan baik akan menghasilkan kemelekatan. Disinilah perlunya 'Pemahaman Benar' yg merupakan pondasi dari JMB-8 (relevan dengan ini Buddha sangat menekankan bahayanya Pemahaman Salah alias Miccha Ditthi).

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Suchamda

#421
defence mechanisms or defense mechanisms (see -ce/-se) are psychological strategies brought into play by various entities to cope with reality and to maintain self-image. The purpose of the Ego Defence Mechanisms is to protect the mind/self/ego from anxiety, social sanctions or to provide a refuge from a situation with which one cannot currently cope.[1]

http://en.wikipedia.org/wiki/Defense_mechanism

Beberapa jenis Psychological Defense mechanism :
Repression http://en.wikipedia.org/wiki/Psychological_repression
Sublimation http://en.wikipedia.org/wiki/Sublimation_%28psychology%29
Psychological projection http://en.wikipedia.org/wiki/Psychological_projection
Transference http://en.wikipedia.org/wiki/Transference
Rationalization http://en.wikipedia.org/wiki/Rationalization_%28psychology%29
Displacement http://en.wikipedia.org/wiki/Displacement_%28psychology%29

Note dari saya :
Mekanisme2 defense tersebut diatas selalu terjadi dalam diri kita sebagai manusia, termasuk juga dalam diri meditator in process. Akan tetapi, mekanisme2 defense itu tidak akan pernah bisa membebaskan kita dari belenggu ego. Dengan kata lain, bukan cara untuk mencapai pembebasan.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

williamhalim

Quote from: Suchamda on 09 August 2008, 10:57:30 AM
Rekan Willibordus,
karena anda saya anggap kawan saya, maka ijinkanlah saya berkomentar yg saya rasa utk kebaikan anda juga.

Saya ingin memberitahu begini:
Apa yang pak Hudoyo katakan itu sudah benar, tetapi menjadi salah kembali dalam komentar2 yang anda berikan. Apa yang dia maksudkan bukan begitu.

Saya lihat, anda masih terpatok dalam pola berpikir in-the-box (dalam kotak), belum bisa keluar dari mindframe anda sendiri.

Saran saya, cobalah baca link yg saya berikan tentang sublimasi dan transference. Saya melihat, bahwa reaksi anda tidak lebih dikarenakan kedua macam gejala psikologi itu.

Saya tahu anda sedang jatuh cinta dalam Buddhism Theravada, khususnya dalam paradigma Abhidhammatic. Tapi proses itu masih akan terus berlanjut. Mudah2an anda memahami.

Rekan Suchamda yg sy hormati,
Anumodana atas warning dari anda, yg sudah pasti bermanfaat bagi sy.

Saran Bro Suchamda, mengenai pola pikir 'in-the-box', menurut sy sedang menimpa kita semua, siapa saja, baik yg blok ini, blok itu ataupun non-blok. Semua telah memiliki frame masing2.

Dan, sesungguhnya tidak ada yg salah dengan 'mindframe' ini.....Selama mindframe tsb bermanfaat bagi dirinya.

Bagaimana caranya kita tau bahwa mindframe kita telah benar?
Kita dapat melihat kebelakang, sebelum kita memegang mindframe kita tsb, apakah ada peningkatan sesuai tujuan. Karena tujuan kita keluar dari dukkha, apakah arah kita sudah benar, apakah dukkha kita telah berkurang? (mungkin Bro akan berpendapat kita bisa menipu diri sendiri, yah kejujuran sebenarnya ada, terpulang kita mau mengakui atau tidak, tidak ada barometer lain...).

* Jika ada peningkatan kualitas batin... berarti ajaran tsb bermanfaat dan cocok bagi kita *
* Jika malah memerosotkan batin dan tingkah laku kita, berarti ajaran tsb tidak cocok / kita salah memahami ajaran *

Hanya inilah pedoman yg dapat kita gunakan pada level putthujana ini, karena tidak ada suatu 'mesin test' khusus yg diciptakan untuk menilai kecocokan kita dgn ajaran.

Dan juga tidak dapat kita vonis bahwa semua Theravadin, adalah fanatik, hanya karena mereka berpegang teguh dengan ajarannya... atau semua Mahayanis adalah fanatik, karena mereka kokoh dengan pandangannya. Selama ajaran yg dipegangnya bermanfaat dan baik bagi mereka, hal itu sudah benar.

Yg salah adalah: Jika Mindframe tsb dilekati dan menimbulkan dukkha baru bagi mereka.

Siapa yg bisa menilai? Secara kasat mata, rekan2 forum mungkin bisa menilai dari cara postingan dia, lebih spesifik lagi, keluarga dan teman2 dekatnya bisa menilai perkembangan dirinya, dan yg sangat penting: dirinya harus jujur menilai batinnya sendiri.

-----

Saya memang lebih cocok dengan ajaran Theravada. Mengenai Abhidhamma, hanya sedikit sekali yg saya pahami dan apa yg sy sharing selama ini adalah apa yg telah benar2 sy alami. Sy tidak bisa sharing hal2 yg baru sy pahami teorinya saja. Jika dikatakan bahwa sy jatuh cinta dgn Abhidhamma, sebenarnya tidak begitu juga, karena sy tidak pernah hapal dgn istilah2 pali nan rumit itu, sy tidak pernah menghapal rincian yg panjang2. Abhidhamma adalah 'why' dan 'how to' bagi saya. Abhidhamma ibarat buku petunjuk mesin bagi saya, yg jika mesinnya tidak sedang rusak, tidak akan sy gunakan.

Sy pikir tidak ada yg salah dengan Ajaran Buddha yg telah teruji ribuan tahun oleh pakar2 spiritual dan intelektual diseluruh dunia. Semua terpulang pada kita, bagaimana kita 'memahami' ajaran tsb, untuk tujuan apa kita gunakan dan bagaimana kita mempraktikkannya.

Anumodana Bro karena telah mengkondisikan suatu bahan renungan bagi saya.

  _/\_

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Suchamda

Wogh...tadi saya hapus krn rasa sungkan. Tapi ya udah. Anumodana juga.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

williamhalim

Quote from: Suchamda on 09 August 2008, 11:53:10 AM
Wogh...tadi saya hapus krn rasa sungkan. Tapi ya udah. Anumodana juga.

waks... cepat dibalas... soalnya saya OL nih  ;D

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

hudoyo

#425
Quote from: Kainyn_Kutho on 09 August 2008, 09:34:53 AM
Perihal "tipuan2" si "Aku" dalam meditasi, memang sudah beda hal lagi. Selama ada pikiran "pendana"/"kikir" ataupun "moral"/"immoral", itu sama saja masih "melekat", bukan samadhi. Yang saya maksud adalah kondisi bathin dari orang yang menjalankan dana/sila, lebih mudah mencapai samadhi. Dalam Samadhi, tentu sudah tidak ada logika dana/sila.
Ya, "peng-identifikasian diri" itu memang adalah kendala yang sangat umum dalam vipassana.

Kalimat Anda semula ("..."Aku" yang melepas lebih mudah disadari ketimbang "Aku" yang menggenggam ...) menyiratkan Anda tengah membahas vipassana-bhavana sebagaimana topik thread ini, bukan samatha-bhavana. Ini berbeda dengan "penjelasan" Anda sekarang ("kondisi bathin dari orang yang menjalankan dana/sila, lebih mudah mencapai samadhi"'). Dalam samadhi (konsentrasi), si aku tidak berfungsi, tidak menyadari apa-apa kecuali obyek samadhinya. Kalau ini yang Anda maksud sekarang, maka tanggapan saya terhadap kalimat Anda terdahulu "tidak tepat", karena bukan itu "maksud Anda semula". ... Dalam posting terdahulu sudah saya katakan: "Orang yang berbuat baik hatinya lebih tenang dibandingkan orang yang perbuatannya tidak baik ...". Ini sama dengan "maksud Anda sekarang": "kondisi bathin dari orang yang menjalankan dana/sila, lebih mudah mencapai samadhi."

Salam,
hudoyo

hudoyo

Quote from: morpheus on 09 August 2008, 09:31:21 AM
kayaknya cerita itu dari dhammapada atthakatha, pak...
versi suttanya gak menyebutkan komentar di atas:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.086.than.html

Ya, betul :) sudah saya lihat di internet: Dhammapada Atthakatha, bab 13 syair 7 (atau 6). ... Barangkali saja Tuhan Medho punya naskah Pali kitab itu. ... Atau barangkali ada yang punya CD-ROM dari chattha-sangayana.

Salam,
hudoyo

hudoyo

Saya perhatikan, reputasi saya di forum ini naik-turun ya. Kalau saya terlibat debat agak "panas" sedikit dengan seseorang, reputasi saya bisa turun. Kalau tidak, bisa naik. ... :))  Reputasi itu bicara tentang apa ya? Tentang yang diberi nilai atau tentang yang memberi nilai? :))

Salam,
hudoyo

ryu

Quote from: hudoyo on 09 August 2008, 05:54:36 PM
Saya perhatikan, reputasi saya di forum ini naik-turun ya. Kalau saya terlibat debat agak "panas" sedikit dengan seseorang, reputasi saya bisa turun. Kalau tidak, bisa naik. ... :))  Reputasi itu bicara tentang apa ya? Tentang yang diberi nilai atau tentang yang memberi nilai? :))

Salam,
hudoyo
mau aye GRP pak :)) nanti thread ini di lock ama pus pus :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

hudoyo

Quote from: Suchamda on 09 August 2008, 09:38:50 AM
Quote from: hudoyo on 09 August 2008, 09:23:22 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 09 August 2008, 09:14:42 AM
..."Aku" yang melepas lebih mudah disadari ketimbang "Aku" yang menggenggam, walaupun keduanya memang masih ada "Aku".   :)
hehe ... hati-hati dengan logika. ... :) ... Dalam meditasi, Anda justru akan melihat sebaliknya: bahwa aku yang merasa melepas (merasa menjadi 'lebih baik', menjadi 'lebih bersih') justru akan menghadapi kelekatan yang jauh lebih halus daripada aku yang kasar, dan karena jauh lebih halus, maka jauh lebih sukar dilihat, jauh lebih sukar disadari. ... Ini pengalaman setiap pemeditasi vipassana ...
Salam,
hudoyo
Yup. Seperti pernah saya katakan di thread sebelum ini (Abhidhamma dan Vipassana) bahwa seorang guru meditasi yg baik, memiliki kemampuan untuk menekan satu 'tombol' saja dalam diri sang murid hingga dia meledak kemarahannya. Kala menyadari apa yang terjadi, biasanya si murid mulai bisa memebedakan secara jelas antara mana yg konsep dan mana yang realita.
Dengan kata lain, hendak saya katakan bahwa, emosi yang kuat (spt kemarahan) justru bisa memacu pada kesadaran (asal tahu cara 'menghadapinya', yaitu dengan : pasrah, pasif , ikhlas, berserah,etc).
Sebaliknya bila seseorang itu marah/ jengkel, kemudian dia berpikir,"Oh, ini akusala citta,...oh ini tidak baik...oh aku tidak boleh marah.....oh aku harus mengembangkan cinta kasih". Pada lanjutnya ia mulai merekayasa 'cinta kasih' tersebut dan kemudian menekan kemarahannya (padahal tidak hilang! Hanya tertutupi oleh rekayasa cinta kasih tsb). Kemudian pikirannya mulai mencari-cari cara bagaimana untuk menunjukkan 'cinta kasih' tersebut dalam kata-kata/ ucapan dan perbuatan. Karena sifatnya adalah artifisial, maka muncul ketegangan, pemaksaan, ketidak-naturalan. Orang yg sensitif (tidak harus selalu Buddhis) sering bisa merasakan perbuatan itu spt dibuat-buat. Ia bisa melihat kemarahan dibalik perbuatan luarnya yg di-indah-indahkan. Di psychology hal itu dikenal dengan gejala ego-defense yg disebut sublimation. http://en.wikipedia.org/wiki/Sublimation_%28psychology%29
(Ada baiknya juga anda googling tentang gejala psychology spt : transference, rationalization, projection, repression, scapegoating, dsb untuk mengenali liku-liku batin kita mengubah diri)
Bagi si pelaku sendiri, manakala ia berhasil memainkan sandiwara itu, maka muncul rasa puas. Berpikir, "oh aku sudah berhasil mengatasi kemarahanku. Aku seorang Buddhis yang baik. Aku menjalankan sila. Aku mengikuti petunjuk sang Buddha".............dst dst.
Nah, dari proses licinnya pikiran / ego ini beralih rupa, maka tentu hal ini menjadi penghambat bagi seorang pemeditasi tingkat advanced. Lebih baik adalah dengan 'memotret' kemarahan itu apa adanya. Disadari. Bila disadari maka kekuatannya bisa berkurang. Dan daya ilusifnya berhenti merekayasa pemikiran konseptual lainnya. ........dst dst.

_/\_ Setuju. Posting ini bagus sekali. Psikoanalisis bisa sangat membantu pemeditasi vipassana. Sekalipun metode dan instrumennya berbeda, keduanya saling melengkapi.

Salam,
hudoyo

hudoyo

Quote from: nyanadhana on 08 August 2008, 09:28:47 AM
at Riky Dave,
sikap anda tidak akan mencerminkan bahwa anda memahami sepenuhnya apa itu realisasi Dhamma, karena kamu diajarkan untuk tidak memiliki sila dan panna, maka sangat bodoh saya berbicara dengan seekor monyet dan burung beo yang hanya bisa membeo Pak Hudoyo....saya ga perlu menanggapi anda lagi,setiap postingan anda bisa saya nilai sebagai junk.

Pak Hudoyo memang tidak memaksa saya untuk belajar MMD sama seperti anda. tapi dari setiap perkataan anda,saya bisa menilai sejauh mana Ajaran MMD ini bagus untuk saya. anda selalu merasa bahwa tidak memerlukan sebauh perubahan positif. Satu hal, gw bukan mempelajari konteks Sutta, Abhidhamma dan Vinaya, namun saya mencoba mengintegrasikan kesemua hal ini dalam kehidupan saya sebagai praktisi Dhamma.

Kamu bisa melihat banyak praktisi Dhamma yang dikenal semua memiliki satu hal yaitu Penguasaan Ucapan,Pikiran dan Perbuatan, hal ini saya bisa lihat dalam beberapa Guru seperti Bhante Pannavaro, dan beberapa guru yang pernah mengajar saya langsung.

Anda hanya sebatas berkoak koak seperti orang kesetanan dan selalu mengatakan ingin menghentikan diskusi, ego pribadi ,apakah anda mengenal ego pribadi, nilai diri anda sendiri dengan objektif.

Pernah kah saya menyerang MMD dari sejak awal Pak Hud posting?saya rasa saya tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang kasar atau sindiran halus. saya mulai tidak menyukai semua postingan anda sebagai praktisi yang belajar dari Pak Hudoyo dan pertama kali posting,saya menilai tulisan kamu cukup bagus dan bermakna tapi kok semakin ke depan semakin tidak bermakna lagi yah?

Anda boleh kurang ajar terhadap saya di forum ini,saya akan biarkan tapi sekali anda coba membuat sebuah pernyataan yang sesungguhnya menghina balik Ajaran Buddha Dhamma dan membuat pemula buddhist menjadi salah persepsi seperti yang anda posting di beberapa bagian di luar MMD,mendingan anda sambil berpraktek MMD,mempelajari dasar-dasar agama Buddha yang ada baru membeo.

[at] Nyanadhana

Riky sama sekali tidak membeo saya ... Riky bicara dari pemahaman intelektualnya sendiri, yang sudah terbuka dan tidak akan pernah tertutup lagi selamanya, sekalipun didorong oleh egonya yang kuat.

Tentang flaming terhadap pribadi, justru tampak jelas posting Anda di atas lebih buruk daripada posting Riky, karena tidak punya dasar intelektual-argumentatif dan hanya sekadar flaming ...

Anda berkata, "... dari setiap perkataan anda, saya bisa menilai sejauh mana Ajaran MMD ini bagus untuk saya." ... Lho, kok begitu? ... Kalau Anda memutuskan untuk belajar atau tidak belajar sesuatu hanya dari melihat dampak sesuatu itu pada diri satu orang saja, Anda akan rugi sendiri ... Saya tidak mempromosikan MMD kepada Anda, tapi ini statement yang berlaku umum. ... :)

Tentang kecocokan dengan guru, yah itu selera masing-masing. Kalau selera Anda adalah  guru yang kata-katanya manis, ya terserah. ... Tapi tidak semua guru seperti itu. Pada umumnya guru-guru Zen tidak seperti itu. Dan belum tentu guru yang kata-katanya kasar lebih jelek daripada guru yang kata-katanya manis. ... Menurut saya, sih, justru orang bisa belajar banyak dari tulisan Riky, asal saja siap menghadapi kemarahan ego sendiri yang meledak. ... Kata Suchamda:

"... seorang guru meditasi yg baik, memiliki kemampuan untuk menekan satu 'tombol' saja dalam diri sang murid hingga dia meledak kemarahannya. Kala menyadari apa yang terjadi, biasanya si murid mulai bisa memebedakan secara jelas antara mana yg konsep dan mana yang realita. ... Dengan kata lain, hendak saya katakan bahwa, emosi yang kuat (spt kemarahan) justru bisa memacu pada kesadaran (asal tahu cara 'menghadapinya', yaitu dengan : pasrah, pasif , ikhlas, berserah,etc)."

Salam,
hudoyo

ryu

Saya setuju bahwa sesuatu itu jangan dipukul rata tapi kadang kualitas suatu Guru bisa dilihat dari sang murid, dan juga sebaliknya :)) bukan soal menjadi munapik ato apapun sebutannya tapi bukankah bisa dilihat hasil dari ajaran sang guru itu dari ucapan dan perbuatan, bukan hanya intelektual doang :)) jadi itu juga merupakan beban dan tanggung jawab si murid untuk menjaga nama baik sang guru. (tapi keknya ga akan bisa yak karena ga ada yang namanya kebaikan sih :)) ) maaf kalo kata2 saya pedas maklum SETAN sih :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

andry

sedikit angkat bicara, mengenai problem riky,
Pak hud, jika saya perhatikan beberapa perkataan riky memang agak "kasar" dan "pedas".
jika saya perhatikan memang perkataannya itu seperti berfilosofi , sama lah kayak JK yang "pedas" dan lsg to the point. Namun mengingat dalam kehidupan bersosialisasi dgn masyarakat, bukankah kata2 tersebut kurang layak untuk diucapkan?
Dan kekhawatiran pun muncul, sebuah contoh sederhana, ketika sang "anak" melakukan tindakan tercela, siapa yang akan tercoreng?
1. orang tuanya
2. gurunya
3. sekolahnya
dan sangat disayangkan, jika setelah memahami MMD riky makin "pedas" walaupun saya lihat teori secara sunyata/dualitas dia sudah "ok".

Maaf jika kata2 saya menyingung beberapa pihak.
terima kasih
WZ
Samma Vayama

andry

Quote from: hudoyo on 09 August 2008, 05:54:36 PM
Saya perhatikan, reputasi saya di forum ini naik-turun ya. Kalau saya terlibat debat agak "panas" sedikit dengan seseorang, reputasi saya bisa turun. Kalau tidak, bisa naik. ... :))  Reputasi itu bicara tentang apa ya? Tentang yang diberi nilai atau tentang yang memberi nilai? :))

Salam,
hudoyo
IMO
reputasi tuh ibarat kamma baik atau buruk.
Pak hud menerangkan MMD, dan saya merasa senang saya GRP pak hud.
atau Pak Hud, memberikan info2 lain, selalu menjawab pertanyaan, saya GRP pak hud.
Terus tiba2 pak Hud men-strike saya secara pedas dan kasar, saya tdk suka lsg saya BRP.
atau mis, ada sesuatu yg tidak saya senangi dalam diri pak Hud, maka saya BRP pak hud lagi..

Haha.. ada 2 sudut pandang
1. dari yg diberi nilai.. jika sampai - (minus) berarti ybs perilakunya tidak disenangi oleh rata2 member disini. atau katakanlah reputasinya 1000, berarti ybs rata2 disenangi oleh member disini.
2. dari yg memberi nilai, berarti yg memberi nilai org nya murah hati.., jika ia senang meng-GRP. namun ia cepat tersinggung dan cepat naik pitam, jika ia men-BRP.

CMIIW
Samma Vayama

hudoyo

Quote from: ryu on 09 August 2008, 07:17:08 PM
Saya setuju bahwa sesuatu itu jangan dipukul rata tapi kadang kualitas suatu Guru bisa dilihat dari sang murid, dan juga sebaliknya :)) bukan soal menjadi munapik ato apapun sebutannya tapi bukankah bisa dilihat hasil dari ajaran sang guru itu dari ucapan dan perbuatan, bukan hanya intelektual doang :)) jadi itu juga merupakan beban dan tanggung jawab si murid untuk menjaga nama baik sang guru. (tapi keknya ga akan bisa yak karena ga ada yang namanya kebaikan sih :)) ) maaf kalo kata2 saya pedas maklum SETAN sih :))

Saya lihat, ini pun juga "memukul rata", karena bukan Riky saja yang memperoleh manfaat dari MMD. ... Sudah banyak testimoni teman-teman Buddhis maupun non-Buddhis saya tampilkan berkaitan dengan MMD. ... Jadi, Riky tidak mewakili MMD, dan MMD bukanlah Riky ... Ini saya lihat sering terjadi pada teman-teman yang kewalahan berdebat dengan Riky ... lalu menyerang orangnya ... dan lebih jauh lagi, menyerang MMD yang telah mencerahkan intelek Riky (seperti ditulis oleh Andry). ... Rekan Suchamda sudah berkali-kali mengatakan ini. ...

Salam,
hudoyo