Manusia dan Kehendak Bebas ditulis oleh: Makaribi [at] Yahoo.com

Started by miliser, 25 June 2008, 07:54:34 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

tesla

^oh begini lebih jelas...

jadi tujuan hidup saat ini seorang Vincent Liong adalah memperjuangkan hak para indigo yg mengalami diskriminasi sosial.

benar tidak?

Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Edward

Kalo dari beberapa tulisan yang gw tangkep sih begitu...Mungkin awalnya dari situ meluas sesuai dengan topik pengamatannya..
Yang intinya sepertinya menanyakan kebenaran2 tersembunyi maupun terbuka yang diyakini...
"Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

vincentliong

Quote from: tesla on 26 June 2008, 07:52:17 PM
^oh begini lebih jelas...

jadi tujuan hidup saat ini seorang Vincent Liong adalah memperjuangkan hak para indigo yg mengalami diskriminasi sosial.

benar tidak?




Pada awalnya memang penelitian disebabkan masalah indigo dan berbagai labelisasi psikologis yang mengakibatkan diskriminasi...

Dalam perkembangannya ternyata berbagai masalah yang tidak ada kaitannya dengan masalah indigo dan berbagai labelisasi psikologis, ternyata ada hubungannya juga. Masalah indigo akhirnya menjadi triger awal saja.

Misalnya masalah dalam pendidikan. Pendidikan sekolah yang ada sekarang menggunakan metode mendengarkan ceramah dan menghafal. Ada satu bagian yang tidak tercover yaitu soal pendidikan kreatifitas. Bagaimana adaptasi antara dunia teori dan praktek.

Kebiasaan membaca data dengan membandingkannya dengan berbagai variasi data sejenis yang dibiasakan melalui permainan ritual campur-mencampur minuman yang semakin hari semakin banyak jenis datanya yang diukur secara pararel hingga kadang-kadang mengakibatkan semacam kepenuhan data.

Ada beberapa bagian yang belum 100% terjawab: Dalam beberapa pribadi menyebabkan orang tsb secara mandiri tiba-tiba melakukan pengasingan diri (merantau ke luar pulau, ganti no hp, memutuskan pacar sementara waktu, dlsb) untuk membaca ulang data-data yang masuk hingga akhirnya memunculkan diri lagi di lingkungannya setelah 3 bulan sampai setahun dengan tingkat kematangan yang jauh berbeda.


Seperti yang secara samar saya bahas di tulisan:     
Indigo: Saya adalah 'Nabi Palsu' bagi 'Diri Sendiri' 

Proses yang dialami penganut eksistensialisme diawali dengan mengalami pengalaman (informasi/data secara utuh, alami, apa adanya) dan belum diberi pendapat, komentar, justifikasi yang bersifat verbal/pasti. Seperti misalnya kalau kita meminum segelas minuman dan belum berpendapat atas minuman tsb. Tentunya pengalaman yang dialami akan bisa di-Judgement atau tidak. 'Pendapat atas suatu pengalaman' (Judgement) bisa berubah dari waktu-ke waktu. Seperti misalnya kalau kita berkali-kali meminum segelas minuman yang 100% sama maka kita bisa memberikan 'pendapat'(judgement) yang berbeda setiap kali kita meminumnya tergantung situasi dan kondisi saat meminumnya. Sebuah Feel(data mentah) yang sama bisa memiliki bermacam-macam Judgement. Sebuah sample pengalaman bisa dibandingkan dengan variasi pengalaman sejenis yang berbeda-beda range(jangkauan) dan pembandingnya. Banyak variasi Judgement yang muncul yang membuat pertumbuhan jangkauan kerangka logika Generalisasi yang dipahami oleh orang tersebut. Kecepatan pertumbuhan pemahaman ini berbeda-beda tergantung apakah orang tsb berpikir apa adanya dari pengalaman data mentah diri sendiri, atau sudah terpengaruh oleh berbagai Judgement dan Generalisasi dari orang lain.

Muncul fenomena dimana seseorang bisa belajar tidak dari membaca dan mendengar teori atau pendapat orang lain, melainkan dari pengalaman sehari-hari yang tampak sangat sepele. Fenomena menarik yang sering tampak pada mantan peserta dekon-kompatiologi yang tidak pernah membaca buku-buku filsafat dan psikologi; tiba-tiba saja bisa 'ber-nubuat'(menceritakan ide-idenya yang original) dalam bidang filsafat atau psikologi, yang kalau diurutkan maka akan tampak mirip urutannya dengan urutan daftar isi sejarah filsafat barat atau buku sejarah teori-teori psikologi, dari paling awal hingga paling akhir. Satu-satunya kekurangannya, mereka yang bernubuat ini samasekali tidak tahu nama tokoh-tokoh filsafat dan psikologi yang berhubungan dengan ide-ide yang mereka ceritakan, kadang-kadang mereka bersikap sok tahu seolah-olah ide itu temuan mereka sendiri.

Saya jadi bertanya; Apakah memang Pencipta sudah membuat 'blue print' yang standard dalam setiap manusia tentang ilmupengetahuan seperti misalnya psikologi dan filsafat. Jadi kalau manusia itu bisa mendapat kesempatan yang sama untuk memulai pemerosesan informasi/data-nya; mulai dari Feel(data mentah), berbagai variasi Judgement yang terus bertambah seiring perjalanan waktu yang membentuk Generalisasi, bangunan logika yang semakin hari semakin lengkap dan utuh; Tentunya manusia itu akan mampu menceritakan perjalananan belajarnya yang seumur hidup dari awal hingga akhir yang hanya berbeda bahasa penceritaannya, contoh pengalaman dan sampai dimana dia seorang pencerita yang baik, isinya sama saja.

El Sol

after reading ur biography..

IMO

jika anda membedakan/melabelkan diri anda sebagai Indigo..

maka anda sendiri telah memandang rendah orang2 bukan Indigo secara tidak langsung...

anda bukan Indigo..

anda *NERD!..

*bukan menghina yak..*


vincentliong

Quote from: Edward on 26 June 2008, 07:55:49 PM
Kalo dari beberapa tulisan yang gw tangkep sih begitu...Mungkin awalnya dari situ meluas sesuai dengan topik pengamatannya..
Yang intinya sepertinya menanyakan kebenaran2 tersembunyi maupun terbuka yang diyakini...

Bisa dikatakan seperti itu. Pada awalnya saya hanya mau menyelesaikan masalah diskriminasi Indigo dan labelisasi psikologis yang lain terutama kepada anak-anak yang belum mampu membela diri. Tetapi tidak sengaja kok banyak 'misteri' (kebenaran2 tersembunyi) yang dilaporkan oleh subject eksperimen.

Pada tahap eksperimen saya tidak menemukan buku yang bisa menjawab bagaimana menghapus perbedaan tingkat keberbakatan pada manusia sehingga saya memutuskan untuk samasekali tidak membaca satupun buku, diam pada diri sendiri dan memulai eksperimennya.

Tetapi setelah ketemu rumusannya pengguna dan sukarelawan penelitinya sudah mulai banyak, misterinya sedikit demi sedikit lebih jelas, saya harus belajar ulang tentang bagaimana cara mengkomunikasikannya sehingga bisa digunakan hasil temuan saya oleh umat agama/kepercayaan/keyakinan berbeda dalam keimanannya masing2. Cara mencari dari nol dan cara mengkomunikasikan/menceritakan adalah dua hal berbeda.

Untuk bicara dengan umat 'samawi' (Islam, ka****k, kr****n, dlsb) saya telah mendapatkan satu penasehat yang cukup berkwalitas sehingga saya yang keras kepala ini mau mendengar. Untuk ke umat 'non-samawi' (Budha, Hindu, Tao, Konghucu, dlsb) saya masih belajar.

Edward

 [at] vincent
saran dari saya, cba lepaskan semua label2, pemikiran2, semua paradigma2, karena dengan tujuan membebaskan diri dari semua itu, anda justru terkesan mencipatakan paradigma2 dan belenggu2 baru. Hal ini terasa bodoh, karena bagaikan seorang anjing yang mengejar bututnya sendiri..Hasilnya hanya akan melelahkan diri sendiri...

Cba lihat postingan2 di forum ini, banyak yang sangat "kreatif" yang mungkin pengamatannya terlihat "aneh" bagi orang lain, tapi sebenarnya tidak ada yg istimewa dari itu semua..Itu hanyalah hasil pelatihan diri...Semua orang jg bisa...

Cobalah meditasi, u will find your true answer...
"Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

El Sol

 [at] atas

gw setuju ama loe..

karena kurangnya pengetahuan tentang kehidupan(Buddha Dhamma) maka si Vincent membuat/merasa dirinya seolah2 special..

which..dia hanya akan menjadi special(karena dianggap gila)..kalo dia merasa dirinya Indigo..

dan

pandangan2 orang umum terhadap Vincent sebagai orang special(gila)..malah membuat si Vincent mengebu2..merasa dirinya itu special(indigo/luar biasa)..

aye maklum lar...

orang stress emank makin banyak


and jangan2 vincent..loe kira loe itu the Chosen one yak?

;D

SandalJepit

 [at] vincent

kadang kala ada suatu konsep dimana kita harus memilih. ada banyak agama di dunia yang menawarkan banyak ragam konsep. Ada konsep yang bermanfaat ada pula konsep yang tidak bermanfaat.
Ada saatnya seseorang harus memilih suatu konsep.
Ada saatnya pula seseorang harus mempelajari konsep lainnya.
Ada saatnya seseorang harus percaya begitu saja (beriman).
Ada saatnya seseorang harus mengkritisi iman.

anda berada pada tahap pemikiran yang sebelah mana? mungkin dijawab sendiri saja tidak perlu dishare disini...


tesla

saya singkat yah :)

Quote from: vincentliong
Proses yang dialami penganut eksistensialisme diawali dengan mengalami pengalaman (informasi/data secara utuh, alami, apa adanya) dan belum diberi pendapat, komentar, justifikasi yang bersifat verbal/pasti. Seperti misalnya kalau kita meminum segelas minuman dan belum berpendapat atas minuman tsb. Tentunya pengalaman yang dialami akan bisa di-Judgement atau tidak. 'Pendapat atas suatu pengalaman' (Judgement) bisa berubah dari waktu-ke waktu. Seperti misalnya kalau kita berkali-kali meminum segelas minuman yang 100% sama maka kita bisa memberikan 'pendapat'(judgement) yang berbeda setiap kali kita meminumnya tergantung situasi dan kondisi saat meminumnya. Sebuah Feel(data mentah) yang sama bisa memiliki bermacam-macam Judgement. Sebuah sample pengalaman bisa dibandingkan dengan variasi pengalaman sejenis yang berbeda-beda range(jangkauan) dan pembandingnya. Banyak variasi Judgement yang muncul yang membuat pertumbuhan jangkauan kerangka logika Generalisasi yang dipahami oleh orang tersebut. Kecepatan pertumbuhan pemahaman ini berbeda-beda tergantung apakah orang tsb berpikir apa adanya dari pengalaman data mentah diri sendiri, atau sudah terpengaruh oleh berbagai Judgement dan Generalisasi dari orang lain.
jadi pendapat Anda adalah walaupun objeknya sama, judgement dapat berbeda 'bahkan dalam 1 pribadi sendiri' tergantung pada situasi & kondisi pada saat judgement.

Quote
Muncul fenomena dimana seseorang bisa belajar tidak dari membaca dan mendengar teori atau pendapat orang lain, melainkan dari pengalaman sehari-hari yang tampak sangat sepele. Fenomena menarik yang sering tampak pada mantan peserta dekon-kompatiologi yang tidak pernah membaca buku-buku filsafat dan psikologi; tiba-tiba saja bisa 'ber-nubuat'(menceritakan ide-idenya yang original) dalam bidang filsafat atau psikologi, yang kalau diurutkan maka akan tampak mirip urutannya dengan urutan daftar isi sejarah filsafat barat atau buku sejarah teori-teori psikologi, dari paling awal hingga paling akhir. Satu-satunya kekurangannya, mereka yang bernubuat ini samasekali tidak tahu nama tokoh-tokoh filsafat dan psikologi yang berhubungan dengan ide-ide yang mereka ceritakan, kadang-kadang mereka bersikap sok tahu seolah-olah ide itu temuan mereka sendiri.
yah... setuju :)
pengetahuan bisa berasal dari mana saja dan bisa juga muncul dalam diri sendiri.

Quote
Saya jadi bertanya; Apakah memang Pencipta sudah membuat 'blue print' yang standard dalam setiap manusia tentang ilmupengetahuan seperti misalnya psikologi dan filsafat. Jadi kalau manusia itu bisa mendapat kesempatan yang sama untuk memulai pemerosesan informasi/data-nya; mulai dari Feel(data mentah), berbagai variasi Judgement yang terus bertambah seiring perjalanan waktu yang membentuk Generalisasi, bangunan logika yang semakin hari semakin lengkap dan utuh; Tentunya manusia itu akan mampu menceritakan perjalananan belajarnya yang seumur hidup dari awal hingga akhir yang hanya berbeda bahasa penceritaannya, contoh pengalaman dan sampai dimana dia seorang pencerita yang baik, isinya sama saja.
hehehe... tidak tahu...
ini mungkin bisa jadi kesimpulan 'sementara' ;D
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

nyanadhana

Kita yang berasal dari kemampuan indigo tidak pernah merasa terasingkan, anda yang membuat batas seorang indigo itu menjadi freak, satu hal, kekuatan indigo itu punya basis yaitu perasaan, anda merasa memperjuangkan hak kami sebagai indigo,nyatanya tidak, anda terus mencerca orang di website, anda terus membuat keonaran yang anda sendiri takabur untuk mempertanggungjawabkan.

Kita para komunitas indigo juga bukan komunitas freak yang kamu katakan harus dibela, we are normal people, anda punya satu tujuan yang kita sama sekali tidak mengerti, membela kaum indigo atau membela para orang cacat mental?

banyak sekali kasus negatif anda, itu bermula dari anda,orang yang belajar psikologi tidak pernah berseberangan dengan cara berpikir orang lain, dan kedengarannya ilmu Kompatiologi yang aseli sudah diterangkan oleh rekan rekan di ilmu psikologi bahwa anda memutarbalikkan ilmu sebenarnya dan anda tampaknya membuat lelucon atas ilmu dasar sebenarnya.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

K.K.

vincentliong,

QuoteSeperti misalnya kalau kita berkali-kali meminum segelas minuman yang 100% sama maka kita bisa memberikan 'pendapat'(judgement) yang berbeda setiap kali kita meminumnya tergantung situasi dan kondisi saat meminumnya. Sebuah Feel(data mentah) yang sama bisa memiliki bermacam-macam Judgement.

QuoteSaya jadi bertanya; Apakah memang Pencipta sudah membuat 'blue print' yang standard dalam setiap manusia tentang ilmupengetahuan seperti misalnya psikologi dan filsafat.

Jika "ya", maka 'blue print' itu jelas korup, karena kemampuan orang masing2 adalah berbeda, bahkan sejak lahir.
Jika "tidak", berarti memang semua "diciptakan" secara random (acak), bahkan sebuah proses pengolahan feel sendiri selalu berubah-rubah. Tidak perlu dipermasalahkan, kalau mau dipaksa menemukan 'blue print' dan 'proses feel yang bisa berubah', maka lebih mengacu pada sindrom kepribadian ganda (Multiple Personality Disorder) atau disonansi kognitif. (FYI, keduanya karena memang menekankan bahwa "ego/diri" itu ada)


Setau saya, status 'indigo' ini juga bisa berubah. Banyak anak2 'indigo' yang ketika beranjak dewasa, berubah menjadi 'tidak indigo'.
Menurut saya juga para 'indigo' ini bisa 'memalsukan' auranya sehingga tidak 'indigo' untuk menghindari pelabelan indigo itu. Jadi seharusnya tidak sebegitu hebohnya.




QuoteJadi kalau manusia itu bisa mendapat kesempatan yang sama untuk memulai pemerosesan informasi/data-nya;  ... Tentunya manusia itu akan mampu menceritakan perjalananan belajarnya yang seumur hidup dari awal hingga akhir yang hanya berbeda bahasa penceritaannya, contoh pengalaman dan sampai dimana dia seorang pencerita yang baik, isinya sama saja.
Kesempatan bertemu dengan feel tidaklah pernah sama, misalnya seorang lahir di negara berperang, dan yang lahir di negara makmur.
Kesempatan memdapat feel tidaklah pernah sama, misalnya seorang buta tidak akan memperoleh feel visual.
Kesempatan memproses feel tidaklah pernah sama, misalnya seorang yang 'fals' dan seorang yang peka nada.

Setelah mendapat feel, reaksi setiap orang berbeda (seperti sudah anda tulis), terlebih lagi feel itu berubah dari waktu ke waktu. Contohnya, masih kecil melihat mainan dengan feel tertentu, ketika dewasa, feel itu berbeda. Jadi kalo mo dibilang ada 'blue print', maka 'blue print' ini untuk 'skema' apa?
Lalu, apakah jadinya kita hidup hanya untuk mengumpulkan dan memproses feel sebanyak2-nya untuk kemudian diceritakan?



El Sol

Quote from: EVO on 27 June 2008, 08:02:45 AM
Quote[at] Ms.Jamu

wah mbak..

aku yg manja ato tulisan gw yg manja?

Sang Buddha membabarkan Dhamma kepada para Brahmin..ada yg sangat2 tersinggung..

tergantung yg membaca donk..tergantung persepsi orang2 yg mendengar..

buktine eloe gw panggil  (deleted)

sol aku tersinggung
dan aku ngak suka dengan tulisan mu soal DB itu
mungkin bagi mu yang modern dan pandai dan merasa diri kaya itu hal yang biasa
tapi bagi aku ini kata kata yang kasar dan aku merasa ini tulisan itu memalukan aku
aku tidak akan mengunakan kata siswa sang buddha khususnya untuk mu...karna memang ngak pantas
jangankan sebagai siswa sang buddha
seorang terpelajar yang ngaku mahasiswa di luar negri pun
akan menjaga kata katanya untuk tidak menyinggung perasaan seseorang
kalau lou merasa kata kata mu itu biasa ya udah lihat lagi hatimu
dan lain kali jangan sembarangan nuduh orang...
maaf kalau lou tersinggung aku ngak suka kamu
dan jangan memperpanjang lagi thanks
ah~

haha...

oh gk suka yak?

kalo loe masih gk bisa mengontrol kata2 loe..

jangan sok nasehatin orang laen yak?

emank kenapa kalo gw bilank  (deleted)


Sumedho

There is no place like 127.0.0.1

gajeboh angek

Maaf Bro Vincent Liong, semua, sementara ini saya lock dulu, kalau sudah reda kapan-kapan saya buka lagi.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days