Saya datang ke sini dengan background yang saya miliki sebagai diri saya apa adanya. Terimakasih karena saya telah diundang dan diperkenankan ikut dalam pembicaraan di forum ini. Thx.
boleh dijelaskan terlebih dahulu background rekan Vincent Liong seperti apa?
mungkin dapat menjadi sarana dalam komunikasi di sini.
Sejak kecil saya selalu mendapatkan prestasi non akademis yang baik di luar sekolah, di dalam sekolah prestasi akademis saya tidak pernah baik. SD dan SLTP saya di Pangudi Luhur Jakarta Selatan. Di akhir SLTP kelas 3 saya menulis buku “Berlindung di Bawah Payung” yang diterbitkan oleh PT Grasindo tahun 2001. Awalna tulisan saya sekedar komentar lepas terhadap hal-hal berbeda di sekitar saya yang saya kontemplasikan dengan sesuai pikiran saya sendiri (agak bebas).
Saya sempat bersekolah di SMU St. Laurencia selama setengah tahun, karena hampir tidak baik kelas maka orangtua saya memindahkan saya ke The Meridian International School di Sydney Australia. Karena pada dasarnya saya tidak begitu minat sekolah; saya lebih suka melakukan observasi dan pencatatan terhadap hal-hal di sekitar saya maka sambil sekolah saya melakukan observasi ke teman-teman RRC yang sesekolah dengan saya, sempat kerja jadi babysitter untuk anak laki-laki korea selatan yang berumur 5 tahun. Saya juga mengobservasi organisasi-organisasi yang tidak bisa saya observasi ketika di Jakarta.
Ketika ada Bomb Bali pertama saya pulang ke Jakarta. Saat itu saya semakin fokus pada minat saya dalam observasi; kalau awalnya saya hanya pengamat luar, pada saat itu saya sudah mulai minat untuk menjadi pengamat partisipasif. Beberapa minggu terakhir saya di Sydney saya sangat tertarik pada film-film korea bertema konflik korea utara dan selatan terutama yang berjudul; Joint Security Area. Jadi ketika kembali ke Jakarta saya minta ayah saya menyekolahkan saya di The Gandhi Memorial International School yang isinya anak-anak kedutaan negara2 Asia, Arab dan Afrika ; yang beberapa diantaranya adalah anak-anak negara yang sedang konflik seperti Korea Utara dan Korea Selatan, India dan Pakistan, dlsb. Selama di The GMIS saya makan pagi dengan anak-anak kedutaan Korea Utara dan Korea Selatan dan siangnya dengan anak-anak India, Arab dan Afrika.
Sejak SLTP saya punya penggemar tulisan tetap. Pada bulan Juni 2004 saya tidak naik kelas karena bolos sekolah selama hampir setengah tahun. Penggemar tulisan saya panik karena takut saya tidak naik kelas. Orangtua saya mengirim saya ke Bali untuk belajar dari paman saya yang memiliki pembibitan nener bandeng, kerapu, ternak terumbu karang, eksport ikan hias, dlsb. Ketika sampai di Bali paman saya sudah tidak serius berbisnis karena sudah jalan semua, jadi ia punya hobi baru mencari guru spiritual. Saya melakukan observasi ke seorang guru spiritual yang bernama Putu Ngurah Ardika yang tulisannya saya sebarluaskan ke penggemar tulisan saya. Gara-gara hal tsb saya diorbitkan dengan label indigo dan menjadi naik kelas.
Permasalahan selanjutnya adalah ketika ada dua kelompok orang; yang satu mengenal pribadi saya apa adanya, yang satu lagi mengenal saya dari teori-teori para ahli ilmu psikologi, psikiatri dan spiritual yang samasekali tidak mengenal saya. Saya jadi pusing bagaimana caranya mau mengembalikan hidup saya sebelum dilabel indigo. Sebelunya saya cukup senang memiliki penggemar tulisan, tetapi sampai tahap tsb saya tidak enjoy lagi karena pribadi saya yang diceritakan di sana-sini samasekali beda dengan saya.
Maka saya memutuskan bahwa saya harus membuat metode agar tidak ada lagi pembedaan antara indigo dan tidak indigo. Bila hal itu tidak eksklusif ke orang tertentu saja, maka saya akan mendapatkan kondisi kehidupan saya sebelum dilabel indigo. Bagaimana membuat kondisi bahwa "menjadi diri sendiri" bisa didapatkan oleh banyak orang. Sebelumnya saya senang memiliki penggemar tetapi pada akhirnya saya lebih senang menonton orang lain berkembang sebagai dirinya sendiri.
Saya juga sedih melihat nasib anak indigo yang masih kanak-kanak yang akhirnya kehilangan kehidupan alaminya dan tidak mampu membela diri; akhirnya mereka menjadi korban orang lain dan kehilangan kehidupan mereka sebagai anak normal.
Tahun 2005 awal – 2006 pertengahan saya melakukan eksperimen dengan kelinci percobaan para penggemar saya untuk menemukan metode tsb hingga akhirnya saya namakan kompatiologi. Tentunya hal ini tidak disukai oleh kelomok-kelompok yang memiliki teori keberbakatan, hingga akhirnya saya dapat berbagai macam teror.