Persepsi Murni (Mulapariyaya), Citta Vithi (Abhidhamma)

Started by K.K., 19 June 2008, 05:36:38 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

markosprawira

Quote from: tesla on 20 June 2008, 01:17:27 PM
kalau berdasarkan penjelasan pada "Buddha Abhidhamma - Ultimate Science" karya Dr. Mehm Tin Mon,

dijelaskan citta vitthi jhana adalah : Jha(na)-Jha-Jha-dst...-Bha (diakhiri dg bavanga)

sedang nirodha-samapatti adalah : Jha8-...(tidak ada)...-pha(la) (kalau anagami maka anagami phala, kalau arahat ya arahat phala)

kutipannya:
Now the person develops the aråpàvacara fourth-jhàna and
soon after the occurrence of neva-sa¤¤à-n'àsa¤¤à-yatana citta as
appanà-javana for two conscious moments, the stream of
consciousness is cut off—no cittas, cetasikas and cittaja-råpa
(corporeality formed by citta) arise any more.


sekedar info, soal resolusi sebelum nirodha-samapatti ini cocok pula dg pengakuan pengalaman pak Hud ;D
tetapi kemungkinannya adalah:
1. apa benar pak Hud ini jhana8 & sudah setidaknya anagami...
2. atau syarat jhana8 & anagami tidak valid
3. atau pak Hud membual ^-^

dear tesla,

jika demikian berarti ini jalur jhana khan??? alias samatha??? cmiiw........

seperti yang kita tahu, jalur untuk kesucian ada 2 yaitu :
1. samatha dan lanjut ke vipassana
2. vipassana langsung

dan sepengetahuan saya, pak hud selalu menyebut vipassana2.... tidak samatha....... cmiiw....

Quote from: tesla on 20 June 2008, 01:17:27 PM
Quote
hanya saja disini bukan "terhenti" atau "stop", hanya "halt".....

kasus mirip kaya seolah kalo sudah mencapai nibbana, maka orang itu dianggap selalu berada dalam "nibbana"...... itu yang mendasari "terhenti" atau "stop"

Padahal sebenarnya pada kesehariannya, beliau tidak selalu berada dalam nibbana.... misal pada saat makan, maka dia terpusat pada makan itu

semoga perbedaan ini bisa dimengerti yah.........

setuju... dalam hal ini sebenarnya cuma ada perbedaan bahasa, sedangkan maknanya sama.

PS: saya merasa janggal juga Pak Hud ini selalu berusaha membagi ariya menjadi sekha (berhenti partial) & arahat (berhenti total) saja. bukan sotapanna, sakadagami, anagami & arahat... ;D kenapa pak?

kahn udah jelas bro...... itu berdasar pengalaman....... jadi saya rasa terserah yang mengalami mo menyebut apa yah... he3......

makanya itu kenapa saya bilang : saya berpegang pada Abhidhamma, sementara anda sudah jelas "menolak" Abhidhamma, dan begitu juga sebaliknya (tambahan tesla) berarti lebih baik diskusi ini dihentikan saja yah.

kalau tesla mo bertanya, pakailah alur yang sesuai dengan yang dipegang oleh si pencetus...... kalau udah beda alur, yah susyah.... he3...... seperti membandingkan jeruk dan apel.....

Riky_dave

Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

markosprawira

Quote from: tesla on 20 June 2008, 11:14:23 AM
menurut saya simple saja, pembedahan setiap orang berbeda bahkan utk objek yg sama.
misalnya pertanyaan saya, "ada berapa tahapan cara kita buang air?".
seseorang bisa saja hanya membedahnya "buka, keluarkan & lepaskan (3)"
& yg lain mungkin bisa dibedah lebih halus lagi "tangan ke resleting, dst... (n)"
& dalam hal ini tdk dapat dikatakann salah satu lebih baik"

disini bro tesla belum melihat perbedaannya........

versi pak hud : 1 pikiran/citta = 6 tahap, jadi kalau hanya ada 1 tahap, berarti itu bukan 1 pikiran/citta.......

versi abhidhamma : ada 6 tahap dalam mengenali objek.
pada setiap tahap, minimal terdiri dari 1 proses citta/citta vitthi yang terdiri dari 17 citta
jadi walau di lokuttara hanya ada "tahap 1" saja, itu berarti proses citta tetaplah terjadi alias tidak terhenti.
Hanya saja kesadaran yang muncul adalah "apa adanya", gambar hanya gambar, perpaduan dari coretan, warna, dll...... bukanlah gambar yang indah atau gambar yang jelek.

Pada kasus BAB,

versi pak hud : usaha di BAB itu adalah dari buka celana sampai pakai celana lagi. Jadi kalau cuma buka celana aja, itu belum ada usaha untuk BAB

versi abhidhamma : buka celana adalah usaha utk BAB, menaruh celana adalah usaha untuk BAB, duduk adalah usaha untuk BAB.
Jadi walau cuma baru buka  celana, itu sudah merupakan usaha untuk BAB


perbedaan sangat besar pada saat anda ditanya : apa anda udah usaha untuk BAB?? karena jawaban no. 1 tidak ada usaha, sementara jawaban no. 2 iya, sudah ada usaha

Quote from: tesla on 20 June 2008, 11:14:23 AM
saya sendiri, dalam meditasipun belum sampai dpt melihat tahapan citta-vitthi.
jd saya tidak pantas men-judge citta-vitthi adalah kebenaran ataupun ketidakbenaran...

saya berpegang pada citta vitthi bahwa pada setiap tahap itu sudah terjadi (minimal) 17 citta

dan seperti yang saya sebut, bahwa Abhidhamma dalam hal ini dapat menjelaskan Sutta (dan juga Vinaya)

Quote from: tesla on 20 June 2008, 11:14:23 AM
lebih itu subjektif lho... ;)

sebagai putthujana, saya akui bahwa saya melekatkan diri kepada untuk konsep yang sampai sejauh ini, membawa manfaat besar bagi diri saya. _/\_

itu  dilakukan dalam usaha saya untuk membedakan mana yang akusala dan mana yang kusala di dalam usaha untuk mengurangi akusala kamma dan memperbanyak kusala kamma

kembali ke rakit : bahwa konsep masih dibutuhkan untuk sampai ke pantai seberang.

tapi tentunya konsep ini berbeda dengan pak hud...... jadi saya tidak ingin memperpanjang lagi  _/\_

the choice is yours, my bro.......

HokBen

diskusi makin HOT aja nh...
gw ga jago teori apapun, ga jago praktek apapun...

ingat aja...
100.000 anak sungai, 84.000 mengarah ke laut, sisanya ga tau ngalir kmana...

pintar2 lah dalam mencari anak sungai untuk dilalui..

dengan mengingat keuntungan kelahiran sebagai manusia, mari dalam kehidupan ini kita belajar dari Guru yang sesuai dan dengan ajaran yang tetap bernanung pada Triratna

tesla

Quote from: markosprawira on 20 June 2008, 01:56:18 PM
dear tesla,

jika demikian berarti ini jalur jhana khan??? alias samatha??? cmiiw........
yah itu dia... saya masih ingat kok bahwa nirodha-samapatti hanya exclusive milik arahat & anagami yg menguasai rupa & arupa jhana (dalam penjelasan abhidhamma) ;)

oleh krn itu saya sebutkan kemungkinan itu:
1. apa benar pak Hud ini jhana8 & sudah setidaknya anagami...
2. atau syarat jhana8 & anagami tidak valid
3. atau pak Hud membual ^-^

Quote
dan sepengetahuan saya, pak hud selalu menyebut vipassana2.... tidak samatha....... cmiiw....
yup sudah jelas, artinya dalam pengalaman pak hud, utk masuk ke nirodha-samapatti (saya yg beri nama ini :) ) tidak perlu jhana.

kemungkinannya adalah 3 yg tadi ^-^

Quote
kahn udah jelas bro...... itu berdasar pengalaman....... jadi saya rasa terserah yang mengalami mo menyebut apa yah... he3......

makanya itu kenapa saya bilang : saya berpegang pada Abhidhamma, sementara anda sudah jelas "menolak" Abhidhamma, dan begitu juga sebaliknya (tambahan tesla) berarti lebih baik diskusi ini dihentikan saja yah.

kalau tesla mo bertanya, pakailah alur yang sesuai dengan yang dipegang oleh si pencetus...... kalau udah beda alur, yah susyah.... he3...... seperti membandingkan jeruk dan apel.....
yah sekedar saran & pendapat, menurut saya yg paling utama adalah pengalaman sendiri, bukan tipitaka ataupun pengalaman orang lain.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

markosprawira

Quote from: tesla on 20 June 2008, 04:09:30 PM
yah itu dia... saya masih ingat kok bahwa nirodha-samapatti hanya exclusive milik arahat & anagami yg menguasai rupa & arupa jhana (dalam penjelasan abhidhamma) ;)

oleh krn itu saya sebutkan kemungkinan itu:
1. apa benar pak Hud ini jhana8 & sudah setidaknya anagami...
2. atau syarat jhana8 & anagami tidak valid
3. atau pak Hud membual ^-^

yup sudah jelas, artinya dalam pengalaman pak hud, utk masuk ke nirodha-samapatti (saya yg beri nama ini :) ) tidak perlu jhana.

kemungkinannya adalah 3 yg tadi ^-^

yah sekedar saran & pendapat, menurut saya yg paling utama adalah pengalaman sendiri, bukan tipitaka ataupun pengalaman orang lain.

dear bro,

saya ga memberi komentar apapun mengenai pribadi yah......  _/\_

untuk pengalaman pribadi : teman saya ada yang setelah bervipassana, pernah "merasa bicara dengan dewa" (ujungnya menjalani perawatan psikiater), ada juga yang bertekad utk mencapai nibbana dalam kehidupan ini, yang setelah bervipassana, merasa "mencapai nibbana" (tapi ternyata mengakibatkan susunan syarafnya rusak)

ada juga teman yang dulu vipassana di Batu, tapi "diusir" oleh Bhante... .selidik punya selidik ternyata Bhante melihat dia berambisi untuk menjadi sakti

nah tinggal dilihat dari perilaku dan pola pikir sehari2nya aja......kalau memang dia sudah mencapai "tingkat kesucian", saya yakin perilaku dan pola pikirnya pasti selaras dengan Tipitaka. Itulah yang menjadi guidance kita, apakah tersesat atau tidak....

misal seperti teman yang mengklaim "mencapai nibbana", tapi ternyata omongannya ngelantur, tidak konsisten, bahkan dia mengaku bahwa pada saat itu, dia merasa bahwa semua orang salah, dan hanya dia yang benar sehingga semua org "harus disembuhkan" sampe dia diseret ke rumah sakit jiwa dan baru ketauan bahwa syarafnya rusak

Jadi jangan hanya hapal tipitaka tapi tidak praktek, tapi juga hendaknya praktek dengan berpegang pada tipitaka.

Seperti naek rakit ke pantai seberang, naek rakit yah harus didorong dong  :P
Percuma kalo cuma naek rakit doang tapi kaga didorong  ;D
Atau kita masih berdiri muter2 di pantai sini, kaga naek rakit tapi ngedorong2 melulu....  :))

semoga bisa dimengerti yah........  _/\_

Mr. Wei

HOT...
Tapi saya bingung bacanya

*maklum masih cetek pengetahuan Dhammanya*

Lily W

Bro Markos... Anumodana.... _/\_

Seperti di film (kisah nyata) "BEAUTIFUL MIND" dong? karena terlalu jenius maka selalu melihat objek (orang2) yg ga bisa di lihat oleh orang lain. itu Film yang bagus... :)

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

tesla

Quote from: markosprawira on 20 June 2008, 05:06:14 PM
nah tinggal dilihat dari perilaku dan pola pikir sehari2nya aja......kalau memang dia sudah mencapai "tingkat kesucian", saya yakin perilaku dan pola pikirnya pasti selaras dengan Tipitaka. Itulah yang menjadi guidance kita, apakah tersesat atau tidak....
bukankah dalam Sutta Pitaka sendiri ada nasehat agar "jgn percaya begitu saja pada kitab suci"?
apakah Tipitaka sendiri adalah exclusive dari nasehat ini?

kalau pendapat saya pribadi sih, walau bukan agama Buddha yg mengerti Tipitaka, seseorang yg menyucikan pikirannya, dapat mencapai nibbana. apapun agamanya...
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

ryu

Gimana bisa menyucikan pikiran lha wong ada yang agamanya mengajarkan untuk membunuh? Ada yang menyucikan pikirannya dengan melekat pada Maha Kuasa? Mari.....
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

tesla

pada penyucian pikiran, akhirnya semua harus dilepaskan.
termasuk agama itu sendiri, apapun agamanya (Islam, ka****k, kr****n, Hindu, Buddha, Tao, Kong Hu Cu, dll...)

seperti kata bro markos, rakit akhirnya harus dilepas juga ;)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

ryu

Dan di agama lain tidak ada jalan lain selain tunduk pada yang kuasa, sampai mati malah makin melekat.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

tesla

Quote from: ryu on 21 June 2008, 09:33:10 AM
Dan di agama lain tidak ada jalan lain selain tunduk pada yang kuasa, sampai mati malah makin melekat.
yah dalam hidup kan umat tak selalu hanya bersinggungan dg agama. pasti ada kehidupan lain misalnya keluarga, usaha, sosial, dll... mudah2an aja bisa ketemu jalan melepas dari tempat yg selain agama ;)

dhamma sebenarnya ada di mana mana kok :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Riky_dave

Quotenah tinggal dilihat dari perilaku dan pola pikir sehari2nya aja......kalau memang dia sudah mencapai "tingkat kesucian", saya yakin perilaku dan pola pikirnya pasti selaras dengan Tipitaka. Itulah yang menjadi guidance kita, apakah tersesat atau tidak....
Hm....Pernyataan saudara diatas "seakan2" Tipitaka mutlak benar?
Mohon di berikan penjelasan....

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

hudoyo

Quote from: markosprawira on 20 June 2008, 09:19:03 AM
Ini sudah pernah saya bahas pada waktu anda mengajukan Mulapariyaya Sutta mengenai proses citta dimana anda berasumsi bahwa keseluruhan proses harus dipenuhi baru itu menjadi 1 citta/pikiran. Karena itu, saya sangat paham jika anda menyatakan pada pikiran terhenti karena hanya ada proses pertama saja

Sementara dalam abhidhamma, pada setiap proses saja, minimal sudah terjadi 1 proses pikiran yang terdiri dari 17 citta (minimal loh, sehingga pada kenyataannya terdiri dari banyak citta). Jadi walau hanya ada proses pertama saja pada lokuttara, itu berarti setidaknya sudah terjadi 1 proses citta atau 17 citta/pikiran.
Karena itu, cetasika yang dominan pada lokuttara adalah Panna, bukan cetana seperti pada lokiya.
Berhentinya pikiran (ma~n~nati) dan tinggal 'persepsi murni' (sa~njanati) sebagaimana tercantum dalam Mulapariyaya-sutta adalah FAKTA yang bisa dilihat/dialami oleh setiap pemeditasi.

Sedangkan teori Abhidhamma Anda yang menyatakan ada 17 citta-dhamma tidak lebih daripada TEORI. Saya belum pernah bertemu dengan seorang pakar Abhidhamma yang bisa melihat/mengalami secara AKTUAL 17 citta-dhamma ini. Dan saya yakin Anda pun belum pernah melihat/mengalaminya, Anda cuma MENGHAFALKAN.


QuoteDisini jelas bahwa Abhidhamma dapat menjelaskan sutta (dan juga vinaya mengenai dasar aturannya) dengan lebih jelas dan selaran, yang notabene menjadi salah satu acuan anda mengenai "citta/pikiran". Jika penasaran, hal ini bisa anda tanyakan ke praktisi Abhidhamma
Tidak perlu saya bertanya kepada praktisi Abhidhamma, karena saya sudah yakin Abhidhamma Theravada bukan berasal dari mulut Sang Buddha ... sama yakinnya bahwa Abhidharma Sarvastivada juga bukan berasal dari mulut Sang Buddha.


QuoteTentang kesahihan Abhidhamma : Kembali disini anda bertentangan dengan ucapan anda sendiri mengenai asas kemanfaatan yang pernah diangkat oleh bro willibordus.
Anda tidak mau melirik Abhidhamma, hanya karena asumsi "Abhidhamma bukan ajaran Buddha".
Kenapa saya bilang ini asumsi?? karena anda pun sudah menyatakan "tidak bisa membuktikan apakah itu dari mulut Buddha atau bukan" (semoga anda masih ingat menyatakan hal ini dalam thread yang sama)
Yang Anda sebut 'asumsi' itu bagi saya adalah kesimpulan intelektual berdasarkan beberapa pertimbangan:

(1) Saya pernah HAFAL isi Abhidhammattha-sangaha pada awal 1970an, jauh lebih dulu daripada Anda belajar Abhidhamma ... tapi saya tidak pernah merasakan manfaat Abhidhamma sama sekali ... berbeda dengan Anda. ... Bahkan sebaliknya, saya merasa Abhidhamma adalah beban pengetahuan yang tidak perlu sama sekali.

(2) Apalagi setelah saya mempelajari bahwa di samping ada Abhidhamma Theravada ada pula Abhidharma dari sekte Sarvastivada, yang isinya sama sekali berlainan dengan Abhidhamma Theravada. Jelas secara intelektual saya menyimpulkan bahwa tidak mungkin kedua-duanya berasal dari mulut Sang Buddha.

(3) Yang terpenting adalah bahwa setelah saya mengenal meditasi vipassana dan mendapat pencerahan-pencerahan tertentu dalam meditasi vipassana, bertambah kuat keyakinan saya bahwa Abhidhamma sama sekali tidak perlu untuk mencapai kepadaman (nibbana).


QuoteSementara jika berdasar asas kemanfaatan, yang anda sudah setujui pada thread yang sama : tidaklah penting apakah itu keluar dari mulut buddha atau ajaran buddha, yang penting adalah bahwa ajaran itu bisa membawa ke arah pencapaian nibbana.
Silakan saja kalau Anda berpendapat Abhidhamma bisa "membawa ke arah pencapaian nibbana". Itu hak Anda, dn saya tidak berniat untuk mengguncang-guncangnya. ... :) Di atas telah saya sampaikan bahwa bagi saya Abhidhamma tidak berguna sama sekali.

Nah, satu pertanyaan saya, harap dijawab dengan jujur: untuk mencapai nibbana, Apakah Anda praktisi meditasi vipassana juga, dan--kalau Anda mempraktekkan vipassana versi Mahasi Sayadaw--sampai berapa jauh nyana-nyana yang pernah Anda alami? ... :)


Quotemengenai pernyataan orang agama : silahkan anda berkata seperti itu, hanya saja seperti yang sudah saya sebut diatas bahwa abhidhamma dapat menjelaskan sutta (serta vinaya) dengan lebih jelas
pun selaras dengan asas kemanfaatan, abhidhamma, sutta dan vinaya jika dijalankan dengan benar, membawa banyak perkembangan pada batin menuju yang lebih baik
ini yang meyakinkan saya bahwa ini adalah ajaran yang benar, karena pada Simsappa Sutta, Buddha menyebut bahwa ajarannya bagai segenggam daun di hutan Simsappa, namun dengan hanya segenggam ini saja, mampu membawa ke arah pembebasan
Jadi maaf, bukan saya fanatik dengan buddhism, lebih tepatnya melekat pada kebenaran yang membawa manfaat.
Setuju, bahwa dalam Theravada Sang Buddha hanya mengajarkan segenggam kebenaran. ... Oleh karena itu berkembang Mahayana dengan doktrin Sunyata, Zen dengan meditasi koan dan satori, Aliran Amitabha dengan Alam Sukhavati, Vajrayana dengan ajaran dzogchen ... dst. .. Masing-masing menggunakan asas manfaat. ... Nah, setujukah Anda kalau saya katakan semua ajaran yang menuntun pada nibbana dari semua sekte Agama Buddha itu merupakan "ajaran yang benar" bagi pengikutnya masing-masing berdasarkan asas manfaat, sebagaimana keyakinan Anda kepada Abhidhamma sebagai "ajaran yang benar" ... :) Mohon ini dijawab dengan jujur ... :)

Sekali lagi, silakan saja Anda berpegang pada Abhidhamma Theravada, kalau Anda merasa mendapat manfaat dari situ ... sementara saya membuang Abhidhamma yang, bagi saya, saya anggap beban pikiran yang cuma memperbesar ego.


Quotemengenai MMD anda : anumodana jika itu memang membawa manfaat bagi banyak orang........  _/\_
hanya saja, jika untuk penerapan Mahapariyaya yang sudah jelas merupakan citta vitthi saja, sudah melenceng, maaf saja karena hasilnya tentunya juga akan melenceng
Anda mencoba menghakimi FAKTA pengalaman MMD berdasarkan pengetahuan HAFALAN Anda ... hahaha ... :)) ... kasihan ... :)


QuoteKarena itu maaf jika saya tidak tertarik dengan MMD, karena abhidhamma lebih bisa memberikan penjelasan mengenai citta, cetasika dan rupa serta penerapan dalam hidup sehari-hari, tidak hanya untuk meditator saja.
Saya selalu mengatakan bahwa tidak ada SATU teknik vipassana yang cocok untuk SEMUA orang; MMD juga tidak ... Jadi kalau Anda tidak tertarik MMD itu wajar-wajar saja kok ... :)

Tapi apakah Anda bermeditasi atau tidak? ... Di situ letak permasalahannya bagi Anda. ... Ingat ajaran Sang Buddha adalah sila, SAMADHI dan pannya. ... Kalau ya, boleh saya tahu meditasi apa yang Anda lakukan sehari-hari? Dan apa hasilnya? ... :) ... Ataukah, karena Anda sudah merasa tahu akan liku-liku batin Anda sendiri dari teori-teori Abhidhamma, lantas Anda merasa tidak perlu bermeditasi? ... :)

Seorang meditator yang mumpuni tidak membedakan kesadaran dalam meditasi dan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari. ... Kalau orang masih memisahkan 'kesadaran meditasi' dan 'kesadaran sehari-hari', jelas vipassana-nya belum sempurna. ...

QuoteNB : di kelas abhidhamma juga sudah banyak orang non buddhis yang merasakan manfaat. Ada dokter muslim yang menyebut dirinya "universalis", juga ada beberapa kristiani yang kritis, yang menyatakan dirinya "selaras dengan pemikiran buddhis", yang ikut beranjali dan menghormat guru Buddha karena sedemikian agungnya ajaran Guru Buddha.
O begitu, tho ... :)) Dengan menampilkan cerita-cerita seperti ini, tanpa Anda sadari mencuat ke permukaan kesadaran Anda sebuah motivasi tersembunyi dalam batin Anda ... sebetulnya Anda melekat kuat pada Agama Buddha, dan mengharapkan melalui Abhidhamma banyak orang akan menerima Buddha sebagai "juruselamat". ... Apakah itu "pembebasan" yang diajarkan Abhidhamma? ... :)

Dalam MMD, yang terjadi justru sebaliknya, pemeditasi tidak lagi melekat kepada ajaran agama apa pun, juga tidak pada ajaran Sang Buddha! ... :)

Kalau Anda ingin mempromosikan Abhidhamma sebagai "penuntun menuju nibbana", saya sarankan pada akhir setiap kelas Abhidhamma para peserta menuliskan testimoni mengenai pengalaman batin mereka selama mengikuti kelas Abhidhamma ... lalu testimoni itu Anda tayangkan di forum DC ini ... saya ingin membacanya. ... Terima kasih, kalau setuju. ... :)

Quote
Betul yang anda bilang, masing-masing ada "pangsa pasarnya" sendiri-sendiri, sesuai dengan perkembangan batin masing-masing.
Karena sudah jelas saya berpegang pada Abhidhamma, sementara anda sudah jelas "menolak" Abhidhamma, berarti lebih baik diskusi ini dihentikan saja yah.  ^:)^
anumodana  _/\_
Setuju debat ini dihentikan.

Salam,
Hudoyo