News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

perbedaan mahayana ama theravada

Started by sarita, 08 June 2008, 06:27:25 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

GandalfTheElder

Quote==> biayanya besar, penelitian seperti ini butuh waktu lama, project besar, tidak semudah anda dikira, peneliti Agama Buddha saja tidak sanggup semua, hanya sebagian besar, yang kecil- kecil sudah sulit Tongue

Wah... biaya memang pasti ada... tapi yang saya maksud bukan penelitian yang bener2 terperinci, teliti, lueengkap-kap-kap sampai kaya profesor gimana  :P, tapi setidaknya kita tahu pokok2 pemikiran aliran tersebut. Ini bisa didapat dari berbagai literatur yang sudah ada selama ini, dan bisa didapatkan dengan mudah secara online maupun media-media cetak yang ada. Ya asal rajin baca saja dan tidak malas untuk nyari.  ;D

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

Quote==> jawa timur atau surabaya . wajar lah berarti u udah mulai mencoba analisis pratek lapangan namanya, u musti cek beberapa hal lagi seperti jawa tengah, jawa barat, kalimatan barat, sumatera utara,  lebih unik lagi, lebih ribet lagi.

Wah... analisa praktek lapangan di Sby dan sekitarnya ya sudah dr dulu, bukan mulai lagi...hehe.... yg unik2 ya pasti ada, tapi ya itu yg unik itu bisa saja disebabkan oleh berbagai "ketidaktahuan" si pengurus atau umat vihara yang bersangkutan  8)  8)

Saya sih sendiri kurang sreg kalau ada rupang dewa dewi Tao di vihara, ini bukan berarti saya tidak menghormati agama Tao, tetapi ini untuk menghindari kesalahpahaman orang2 yang datang ke vihara. Apalagi ini juga bisa menjadi sebuah alat pendidik bagi masyarakat Tionghoa yang masih sekarang banyak yang suka gado2, nggak jelas mau berlindung pada Fo, Fa, Seng (Buddha, Dharma, Sangha) atau berlindung pada Dao, Jing, Shi. Banyak yang hatinya masih bercabang. Jadi bila suatu vihara berusaha menjaga 'kemurnian'nya dari pengaruh agama lain, seharusnya kita tanggapi positif saja, dengan satu syarat jangan sampai berlebihan juga ketika menjaga 'kemurnian' tersebut.

Quote==> penyerangan kr****n itu tidak dimulai dari Dinasti ming tapi Chin. Ming ada kelompok trinitas tapi tidak menlakukan 3 g, Masih sifatnya diplomatis, Kalo Chin iya, tau sejarahnya Pemberontakan Boxer, sama Sekte Lotus putih itu semua perlawanan terhadap barat, orang  barat di bantai dianggap menjajah, merusak agama dan kepercayaan orang lain. Yang paling parah tuh di Dinasti Chin

Penyerangan kan bukan berarti harus penyerangan secara fisik yang merusak. Di masa Dinasti Ming penyerangan hanya berupa penyerangan terhadap konsep ajaran dan keotentikan agama Buddha oleh Matteo Ricci dan tiga pilar Kristianitas saat itu (中国天主教的三大柱石). Dan memang tidak separah yang Dinasti Qing.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

ryu

Quote from: chingik on 26 November 2009, 08:18:51 PM
Quote from: ryu on 26 November 2009, 07:53:57 PM
Quote from: purnama on 26 November 2009, 03:59:11 PM
ooo itu Setahu pandangan g baca kayak sudut pandang u kearah cerita avalokitesvara seribu tangan, gini bro avalokitesvara itu Bodhisatva Compassion alias Boddhisatva cinta kasih, Begitulah beliau mendengar kesulitan semua mahluk, pasti di bantu dia, itu sudah sumpah dalam diriNya, dan tertulis dalam sutra ape g lupa, ada di milis, kebetulan beliau dalam legendanya itu dalam kepercayaan masyarakat kenapa bisa menjadi seperti itu, karena tidak adanya para arahat dan Bodhisatva tidak bisa membantu kesulitan semua mahluk, maka beliau sedih. Kira - kira gitu, Jelasnya u baca story legendnya, garis besarnya seingat g saja, kalo ada yang bisa jelasin detail baguslar.


mau tanya, yang di bantu itu syaratnya apa ya? apa harus mengucapkan sesuatu? atau harus berdoa kepada Boddhisatva? atau otomatis semua mahluk di tolong? berapa banyak yang telah di tolong?

konon syaratnya adalah ketulusan. dan mengucapkan permohonan, kalo tidak membuat permohonan (aksi) tentu tidak ada reaksi. Tidak otomatis semua makhluk tertolong. Sudah banyak yg telah ditolong.   :P
sejauh mana pertolongan yang bisa di perbuat oleh Boddhisatva? lebih hebat mana Boddhisatva dengan Tuhan?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

lophenk

Quote from: Indra on 27 November 2009, 12:37:25 AM
Quote from: chingik on 27 November 2009, 12:20:15 AM
Quote from: Jerry on 27 November 2009, 12:12:32 AM
Dan bagaimana tahu kalau pertolongan yg kita dapat itu berasal dari beliau 'para mahluk suci' dan bukan karena perlindungan kamma kita sendiri? Adakah cara yg dpt dipercaya dan diandalkan dlm membedakan 2 pertolongan di atas? Thanks :)

tidak ada cara , karena sesungguhnya keduanya tak terpisah.

Bro Chingik, bagaimana pendapat anda dengan sabda Sang Buddha berikut ini yg terdapat dalam Samyutta Nikaya:
"Ananda, berdiamlah dengan dirimu sendiri sebagai pulaumu, dengan dirimu sendiri sebagai perlindunganmu, tidak ada perlindungan lainnya."


Kdg dlm berlatih ktk menemui masalah atw kesulitan, bukankah engkau jg bertanya mohon petunjuk dr gurumu jg... apa itu bkn bentuk pertolongan/bantuan ? :)
thanks Buddha...

adi lim

Quote from: chingik on 27 November 2009, 01:50:42 AM
Quote from: Indra on 27 November 2009, 12:37:25 AM
Quote from: chingik on 27 November 2009, 12:20:15 AM
Quote from: Jerry on 27 November 2009, 12:12:32 AM
Dan bagaimana tahu kalau pertolongan yg kita dapat itu berasal dari beliau 'para mahluk suci' dan bukan karena perlindungan kamma kita sendiri? Adakah cara yg dpt dipercaya dan diandalkan dlm membedakan 2 pertolongan di atas? Thanks :)

tidak ada cara , karena sesungguhnya keduanya tak terpisah.

Bro Chingik, bagaimana pendapat anda dengan sabda Sang Buddha berikut ini yg terdapat dalam Samyutta Nikaya:
"Ananda, berdiamlah dengan dirimu sendiri sebagai pulaumu, dengan dirimu sendiri sebagai perlindunganmu, tidak ada perlindungan lainnya."


pendapat saya, Sang Buddha telah memberi nasihat yang bijaksana.

pendapat saya, Bro Chingik Benar !, tapi tidak bisa menjawab apa yang dimaksud dengan yang ditanya Bro Indra, melenceng kemana2 ! Bingung !
Lebih baik Bro Chingik menyatakan saya tidak bisa menjawab, Jujur adalah Niat yang BAIK !
_/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Indra

Quote from: chingik on 27 November 2009, 01:50:42 AM
Quote from: Indra on 27 November 2009, 12:37:25 AM
Quote from: chingik on 27 November 2009, 12:20:15 AM
Quote from: Jerry on 27 November 2009, 12:12:32 AM
Dan bagaimana tahu kalau pertolongan yg kita dapat itu berasal dari beliau 'para mahluk suci' dan bukan karena perlindungan kamma kita sendiri? Adakah cara yg dpt dipercaya dan diandalkan dlm membedakan 2 pertolongan di atas? Thanks :)

tidak ada cara , karena sesungguhnya keduanya tak terpisah.

Bro Chingik, bagaimana pendapat anda dengan sabda Sang Buddha berikut ini yg terdapat dalam Samyutta Nikaya:
"Ananda, berdiamlah dengan dirimu sendiri sebagai pulaumu, dengan dirimu sendiri sebagai perlindunganmu, tidak ada perlindungan lainnya."


pendapat saya, Sang Buddha telah memberi nasihat yang bijaksana.
:))

Indra

Quote from: adi lim on 27 November 2009, 09:49:38 AM
Quote from: chingik on 27 November 2009, 01:50:42 AM
Quote from: Indra on 27 November 2009, 12:37:25 AM
Quote from: chingik on 27 November 2009, 12:20:15 AM
Quote from: Jerry on 27 November 2009, 12:12:32 AM
Dan bagaimana tahu kalau pertolongan yg kita dapat itu berasal dari beliau 'para mahluk suci' dan bukan karena perlindungan kamma kita sendiri? Adakah cara yg dpt dipercaya dan diandalkan dlm membedakan 2 pertolongan di atas? Thanks :)

tidak ada cara , karena sesungguhnya keduanya tak terpisah.

Bro Chingik, bagaimana pendapat anda dengan sabda Sang Buddha berikut ini yg terdapat dalam Samyutta Nikaya:
"Ananda, berdiamlah dengan dirimu sendiri sebagai pulaumu, dengan dirimu sendiri sebagai perlindunganmu, tidak ada perlindungan lainnya."


pendapat saya, Sang Buddha telah memberi nasihat yang bijaksana.

pendapat saya, Bro Chingik Benar !, tapi tidak bisa menjawab apa yang dimaksud dengan yang ditanya Bro Indra, melenceng kemana2 ! Bingung !
Lebih baik Bro Chingik menyatakan saya tidak bisa menjawab, Jujur adalah Niat yang BAIK !
_/\_

mungkin ada rekan lain yang sudi menjelaskan, silahkan ...

chingik

Quote from: adi lim on 27 November 2009, 09:49:38 AM
Quote from: chingik on 27 November 2009, 01:50:42 AM
Quote from: Indra on 27 November 2009, 12:37:25 AM
Quote from: chingik on 27 November 2009, 12:20:15 AM
Quote from: Jerry on 27 November 2009, 12:12:32 AM
Dan bagaimana tahu kalau pertolongan yg kita dapat itu berasal dari beliau 'para mahluk suci' dan bukan karena perlindungan kamma kita sendiri? Adakah cara yg dpt dipercaya dan diandalkan dlm membedakan 2 pertolongan di atas? Thanks :)

tidak ada cara , karena sesungguhnya keduanya tak terpisah.

Bro Chingik, bagaimana pendapat anda dengan sabda Sang Buddha berikut ini yg terdapat dalam Samyutta Nikaya:
"Ananda, berdiamlah dengan dirimu sendiri sebagai pulaumu, dengan dirimu sendiri sebagai perlindunganmu, tidak ada perlindungan lainnya."


pendapat saya, Sang Buddha telah memberi nasihat yang bijaksana.

pendapat saya, Bro Chingik Benar !, tapi tidak bisa menjawab apa yang dimaksud dengan yang ditanya Bro Indra, melenceng kemana2 ! Bingung !
Lebih baik Bro Chingik menyatakan saya tidak bisa menjawab, Jujur adalah Niat yang BAIK !
_/\_
bro Indra hanya menanya pendapat saya, dan apa salahnya saya menjawab apa adanya sesuai jalan pikiran saya?
Saya tahu maksud beliau
Quote from: Indra on 27 November 2009, 10:29:15 AM
Quote from: adi lim on 27 November 2009, 09:49:38 AM
Quote from: chingik on 27 November 2009, 01:50:42 AM
Quote from: Indra on 27 November 2009, 12:37:25 AM
Quote from: chingik on 27 November 2009, 12:20:15 AM
Quote from: Jerry on 27 November 2009, 12:12:32 AM
Dan bagaimana tahu kalau pertolongan yg kita dapat itu berasal dari beliau 'para mahluk suci' dan bukan karena perlindungan kamma kita sendiri? Adakah cara yg dpt dipercaya dan diandalkan dlm membedakan 2 pertolongan di atas? Thanks :)

tidak ada cara , karena sesungguhnya keduanya tak terpisah.

Bro Chingik, bagaimana pendapat anda dengan sabda Sang Buddha berikut ini yg terdapat dalam Samyutta Nikaya:
"Ananda, berdiamlah dengan dirimu sendiri sebagai pulaumu, dengan dirimu sendiri sebagai perlindunganmu, tidak ada perlindungan lainnya."


pendapat saya, Sang Buddha telah memberi nasihat yang bijaksana.

pendapat saya, Bro Chingik Benar !, tapi tidak bisa menjawab apa yang dimaksud dengan yang ditanya Bro Indra, melenceng kemana2 ! Bingung !
Lebih baik Bro Chingik menyatakan saya tidak bisa menjawab, Jujur adalah Niat yang BAIK !
_/\_

mungkin ada rekan lain yang sudi menjelaskan, silahkan ...


saya mengerti apa yg ingin disampaikan  bro Indra.  Bahwa minta pertolongan kpd Avalokitesvara adalah rancu dengan nasihat Buddha yg menyatakan kita harus menjadikan diri sendiri sebagai pulau.
Tetapi saya dapat memaklumi bahwa masih byk yg tidak memahami prinsip Mahayana, lalu menggunakan konsep yg dipegang sendiri utk menilai ini benar itu salah.
Mohon pertolongan kepada Avalokitesvara tidak bisa diartikan secara sempit bahwa berarti kita hanya duduk dan menunggu pertolongan dan kita sepenuhnya bergantung padanya, dan menganggap kontradiktif dgn nasihat Buddha ttg menjadikan diri sebagai tempat berlindung.

Jika secara kaku mengartikan bahwa menjadikan diri sebagai pelindung tidak berlindung pada yang lain, maka seharusnya kita juga menyanggah pernyataan Berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha.
Permohonan kepada Avalokitesvara bukan berarti kita hanya berlindung pada yg luar, dan tidak berlindung pada diri sendiri.
Sama seperti ketika anda mengalami kecelakaan lalu minta pertolongan kepada orang sekitar, bukan berarti anda sepenuhnya berlindung pada orang lain dan tidak pernah lagi berlindung/ berusaha sendiri. 
Praktisi mahayana juga tidak mengabaikan prinsip tentang usaha sendiri/ menjadikan diri sebagai pelita. Secara mutlak Avalokitesvara tidak bisa menyulap orang menjadi Tercerahkan, tetapi bagaimanapun juga ketika Dia dgn batin Maitri Karunanya memberikan sedikit "uluran tangan", itu sudah merupakan nilai yang sangat berarti, mengapa?
1. Avalokitesvara adalah siswa dari Buddha, siswa yg mengekspresikan Maitri Karuna melalui adhitana yg demikian agung, maka apalagi dengan keagungan Buddha, tentu menjadi lebih besar, hingga kita menjadi sangat respek terhadap Buddha.
2. Avalokistesvara mengaktualisasi Dharma melalui adhitana yg demikian agung, maka kita menjadi kagum dan terinpirasi utk mengikuti praktik2 Dharma yg agung seperti itu.
3. Avalokitesvara adalah bagian dari Ariya Sangha, maka kita menjadi sangat respek terhadap Sangha.

Berikut ada satu kisah yg menggambarkan bahwa pemujaan Avalokitesvara dalam Mahayana bukan berarti bergantung/berlindung spenuhnya pada Nya:
Seorang pemuda melihat patung Avalokitesvara yg sedang memegang tasbih, lalu ia bertanya pada seorang bhiksu mengapa Avalokitesvara memegang tasbih. Bhiksu itu menjawab, "Avalokitesvara menggunakan tasbih utk melafal "Namo Avalokitesvara Bodhisatvaya". Pemuda ini menjadi heran, "mengapa melafal nama sendiri?" , Bhiksu itu lalu menjawab, "Memohon kepada orang lain, bukankah lebih baik memohon pada diri sendiri?"
So, janganlah salah memahami makna pemujaan pada Avalokitesvara. Ada yang bertanya, "kalo gitu, apakah sia-sia memohon pada Nya?" Relatif, tergantung apa tujuan anda, yg jelas adalah sia2 jika anda ingin memohon rejeki hanya demi memuaskan nafsu keinginan anda.

Demikian penjelasan singkatnya. (Mohon jgn menggunakan kacamata sekte utk mencari penilaian penjelasan di atas, mari kita saling memahami pandangan masing2, terima kasih)  :)

7 Tails

mungkin saja gak ada yg tersengaja dihidup ini.. siapa tau avalokitesvara yg membingbing gw ke forum ini.. yup sip he...
peace
korban keganasan

ryu

Bro chingik, apa bedanya seorang boddhisatva dengan dewa?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

 [at]  7tail, maaf gw bukan avalo =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

johan3000

#266
Quote from: ryu on 27 November 2009, 02:23:28 PM
[at]  7tail, maaf gw bukan avalo =))

tetapi begitu non Buddhist mendengar......


MOHON/MINTA/TOLONG pd Kwan Im............
utk supaya slamat/aman/berhasil dst


nahhhh akan diartikan agama yg bisa pakai MOHON.....

jadi akan kesulitan kita menjelaskannya.... (lebih baik tidak pakai kata mohon)...

bagaimana menurut yg lain ???

_/\_
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

GandalfTheElder

#267
Benar dan saya setuju sekali dengan bro. chingik. Saya ingin menambhakan tentang bantuan dari Bodhisattva dari tataran spiritual dan bantuan dalam hal-hal fisik. Pertama saya akan membahas dari segi bantuan spiritual.

Dalam Mahayana sendiri dikenal ada dua konsep. Yang pertama adalah konsep Jiriki (self-power yaitu sesuai dengan anjuran Sang Buddha agar kita menjadi pelindung bagi diri kita sendiri). Konsep satunya adalah Tariki (other-power yaitu yang mana kita berserah memohon pertolongan para Buddha dan Bodhisattva).

Bagi umat Buddhis Tiongkok dan Jepang, beberapa orang menyederhanakannya begini:
1. Metode Chan (Zen) khususnya, Tiantai, Huayen menggunakan metode self power (jiriki), yang mana ditujukan bagi orang-orang yang pikirannya memang cukup berkapasitas untuk metode ini.
2. Metode Sukhavati menggunakan metode other power (tariki), yang ditujukan bagi orang-orang yang kapasitasnya masih lebih rendah.

Namun sebenarnya dalam metode Sukhavati sendiri ada metode self-power dan other-power. Demikian juga dalam metode Zen (Chan) ada metode self power dan other power. Namun tentu penekanan kedua aliran terhadap jiriki dan tariki ini berbeda, yang satu menekankan tariki (Sukhavati), yang satu menekankan jiriki (Zen).

Metode jiriki (self power) dalam tradisi Sukhavati adalah dalam metode samatha-vipashyana terhadap Amitabha dan Sukhavati, yang mana metode buddhanusmrti, baik secara pelafalan ataupun visualisasi membawa pada shamatha, dan kemudian memahami secara vipashyana bahwa Buddha dan Sukhavati itu shunyata hakekatnya. Metode Sukhavati ini lebih berkembang dalam tradisi Sukhavati awal dan aliran Tiantai.

Metode tariki (other power) dalam tradisi Sukhavati adalah pelafalan nama Amitabha yang didasarkan atas harapan agar terlahir di Sukhavati, menggantungkan diri dan yakin sepenuhnya pada kekuatan Ikrar penyelamatan Amitabha Buddha dan menganggap jiriki (self power) sebagai sia-sia belaka dan malah akan menimbulkan kebanggan akan kekuatan si 'aku' seperti: 'Aku' yang mencapai Tanah Suci, "berkat meditasi-Ku aku mencapai Tanah Suci". Sedangkan metode tariki (other power) dapat membawa pada kerendahan hati dan tanpa "Aku". Pemikiran ini berkembang dalam tradisi Sukhavati yang lebih kemudian serta aliran Jodo dan Jodo Shinshu.

Honen mengatakan bahwa keteguhan dan perjuangan seseorang dalam mempraktekkan buddhanusmrti itu adalah self power (jiriki) sedangkan buddhanusmrti yang bergantung akan kekuatan Ikrar penyelamatan Amitabha adalah other power (tariki). Dan yang paling dapat menyimpulkannya adalah seorang myokonin dari aliran Jodo Shinshu yang mengatakan:

"Apa yang dibayangkan sebagai kekuatan lain [other power],
tidak lain adalah kekuatan diri [self power'].
Mencoba menghindari kejahatan
dan terus menerus mencari Tanah Suci
pikiran ini juga tidak lain adalah kekuatan diri."


Myokonin tersebut mencoba mengatakan bahwa ketika seseorang berusaha untuk menggantungkan diri sepenuhnya pada kekuatan lain, maka sebenarnya itu juga kekuatan dirinya sendiri / pikirannya sendiri [self power]. Itu adalah keputusannya sendiri. Itu adalah keinginannya sendiri. Itu adalah niatnya sendiri untuk yakin. Tanpa inisiatifnya untuk percaya, bagaimana mungkin seseorang bisa yakin atas "other power"? Jadi apa sih yang dimaksud keyakinan pada "other power' itu? La wong ketika kita berniat mencari "other power" itu sendiri sudah berarti "self power"?

Maka dari itu pada hakekatnya tidak ada sebenarnya yang dinamakan kekuatan lain (other power) dan kekuatan diri (self power) karena seperti yang DT Suzuki bilang, "Kekuatan lain harus direalisasi secara pribadi". Ini akan dibahas di bawah.

Konsep penyerahan diri pada Buddha (other power) ini tidak hanya ada dalam tradisi Pure Land, namun juga di aliran Vajrayana seperti yang disebutkan para guru agung di India dan Tibet dalam doa-doa mereka pada para Buddha dan Bodhisattva. Namun di aliran Vajrayana lebih ditekankan pada praktik jiriki (self power) yang menggunakan metode samatha-vipashyana, mahamudra, dzogchen dll sedangkan tradisi Pure Land seperti Jodo Shinshu sangat menegasikan praktik jiriki (self power).

(Dalam praktik Kriya Tantra seseorang berserah pada para Deity Bodhisattva dan Buddha - other-power, namun ketika sudah masuk Yoga Tantra [praktik yang lebih tinggi] seseorang merealisasi bahwa Deity Buddha / Bodhisattva itu sebenarnya tidak berbeda dengan diri sendiri, tidak berbeda dengan Pikiran Sejati kita sendiri, sehingga berubah menjadi self-power)

Sedangkan untuk aliran Chan atau Zen, seperti kita banyak tahu, sangat menekankan konsep jiriki dengan metodenya zuochan (zazen) yang menggabungkan metode samatha-vipashyana. Zen / Chan sangat menggantungkan pada praktik meditasi dengan kekuatan diri, untuk merealisasi hakekat sejati pikiran.

Master Shengyen dari DDM, Patriark tradisi Linji dan Caodong dalam buku Zen Wisdom:

Lalu kemudian beliau ditanya: "Mengapa beberapa praktisi Chan memohon bantuan pada Guanyin - Avalokitesvara?"
Master Shengyen menjawab: "Chan adalah bagian dari agama Buddha dan tidak dapat terlepas sepenuhnya dari hal-hal relijius. Praktisi yang berada di dalam situasi ketika mereka merasa tidak memiliki harapan atau putus asa dapat memohon pertolongan pada Avalokitesvara untuk diberikan kekuatan. Adalah sifat yang manusiawi apabila terkadang merasa lemah atau tidak berdaya. Pertanyaanya adalah, apakah praktisi Chan memohon pertolongan Avalokitesvara? Para master Chan, meskipun mereka tidak memiliki kemelekatan dan tidak mencari apapun untuk kepentingan mereka sendiri, di saat-saat tertentu mereka menemukan diri mereka tidak dapat melakukan sesuatu untuk kepentingan para makhluk. Di situasi seperti ini master Dhyana (Chan) dapat memanggil nama Avalokitesvara. Meskipun begitu, dalam studi saya tentang sejarah Buddhisme Tiongkok, saya tidak pernah menemukan satupun catatan tentang seorang Master Chan pada Dinasti Tang yang melafalkan nama Buddha dan Bodhisattva. Adalah mungkin apabila pencapaian master-master pada masa ini tidaklah sedalam para sesepuh terdahulu. Seorang master yang benar-benar tercerahkan tidak akan merasa butuh memohon pertolongan Avalokitesvara."

Muridnya juga bertanya, "Ketika para praktisi Tanah Suci melafalkan nama Buddha dan mencapai tingkat 'pikiran yang manunggal', apakah sama dengan pengalaman Chan tentang 'pikiran yang manunggal'?
Master Shengyen menjawab, "Tidak sama karena para praktisi Tanah Suci berharap untuk terlahir di Tanah Suci. Pikiran yang berharap / menginginkan menunjukkan bahwa ada kemelekatan. Jika ada kemelekatan yang turut serta, maka hal tersebut bukanlah pengalaman Chan. Ketika praktisi Chan melafalkan nama Buddha, harus tidak ada unsur keinginan. Praktisi Chan yang sesungguhnya tidak pernah meminta bantuan seorang Buddha."

Praktisi Chan melafalkan nama Buddha tidak dengan keinginan/harapan, namun dengan keyakinan bahwa 'Pikiran adalah Buddha'. Seingat saya ketika membaca riwayat hidup Master Xuyun, saya juga menemukan bahwa betapa sedikit sekali atau bahkan tidak pernah Master Xuyun memohon bantuan para Bodhisattva. Padahal beliau ternyata juga paham betul metode Sukhavati. Dan meskipun beliau jarang sekali meminta bantuan, terlihat para Bodhisattva menolong beliau dalam praktik Dharma.

Metode Tanah Suci pada awalnya juga mungkin menggunakan keinginan, namun ketika merealisasi Tanah Suci, maka keinginan itu sendiri sudah tidak ada, karena keinginan itu adalah "self power" sedangkan yang ditekankan adalah "other power" yaitu ikrar Amitabha.

Ada satu ungkapan Chan (Zen) yang populer, diucapkan Dogen dan pernah juga oleh master Shengyen, yang sekilas merepresentasikan keyakinan pada "other power":
"Kesampingkanlah tubuh dan pikrianmu, lupakanlah mereka, dan lemparkanlah mereka ke dalam rumah Buddha; kemudian semuanya akan diselesaikan oleh Buddha."

Sekilas mirip dengan penyerahan diri Kristiani, namun kalau seseorang melihat bahwa konsep dasar Chan adalah "Pikiran adalah Buddha" maka yang dimaksud adalah Pikiran Sejati. Yang dimaksud bahwa kita melemparkannya pada rumah Buddha dan akan diselesaikan oleh Buddha adalah berarti kita "beristirahat" dalam Pikiran Sejati kita dengan cara samadhi dan vipasyana.

Demikian juga Amitabha Buddha yang sejati itu tidak dicari di luar diri, tetapi ada dalam diri yaitu pikiran Sejati kita. Apa itu Pikiran Sejati? Tak lain adalah Tathagatagarbha / Shunyata / Anatman – Bukan Diri. Ketika kita mencari "other power" dan merindukan Tanah Suci, berarti dalam diri kita ada jejak keinginan yang tak lain adalah "kekuatan diri". Makna "Other power", kerendahan hati adalah bebas dari si "aku / diri", berserah sepenuhnya pada "Other Power" berarti berserah pada Pikiran Sejati.

Maka tak berlebihan apabila Lama Anagarika Govinda berkata:
"Bantuan dari seorang (Buddha atau) Bodhisattva bukanlah sesuatu yang datang dari luar atau ditekankan pada siapa yang ditolong, tetapi kekuatan pencerahan yang berada dalam sifat sejati semua makhluk, sebuah kekuatan, yang dibangkitkan oleh pengaruh spiritual atau tindakan Bodhisattva, membuat kita mampu untuk tidak takut dalam segala situasi."

Bantuan para Buddha dan Bodhisattva sesungguhnya tidaklah berbeda dengan usaha kita sendiri. Karena para Buddha dan Bodhisattva berdiam dalam Pikiran Sejati kita dan kita sendiri berusaha untuk "menggapai" Pikiran Sejati tersebut. Tapi jangan kerena dikatakan bahwa para Buddha dan Bodhisattva itu berdiam dalam pikiran, maka Bodhisattva itu khayal adanya. Tidak begitu. Mereka itu benar-benar ada dan nyata sebagai satu sosok makhluk yang mendapat gelar Bodhisattva. Nah apakah tidak bertentangan?

Sang Buddha berkata bahwa pikiran adalah pelopor, dan bahkan dunia yang kita anggap ada ini sebenarnya adalah proyeksi dari pikiran kita sendiri, kesepuluh alam tumimbal lahir ada di dalam pikiran kita sendiri. Maka sesosok makhluk yang diberi gelar Bodhisattva itu sesungguhnya juga ada di dalam pikiran kita sendiri. Semuanya saling berkaitan, antara alam luar dengan pikiran, bagaikan jala Sakra Devanam Indra di mana satu dengan yang lain saling berhubungan dan memantulkan satu sama lain. Para Buddha dan Bodhisattva yang telah merealisasi Pikiran Sejati, tentu berhubungan dengan Pikiran Sejati kita sendiri. Lewat hubungan inilah para Buddha dan Bodhisattva menolong kita. Dengan beristirahat dalam Pikiran Sejati kita sendiri, kita berserah diri pada pertolongan Pikiran Sejati para Buddha dan Bodhisattva.

Metode Chan (Zen), Tanah Suci pun akhirnya bermuara di satu tempat, tidak ada "other maupun "self" yang ada adalah Pikiran Sejati yang Tanpa Aku.

Dalam Mahaprajnaparamita-Shastra, Yang Arya Nagarjuna menjawab pertanyaan berikut:
Penanya: Jika Buddha setelah memasuki samadhi dari Simha's Play, kemudian melanjutkannya sedemikian rupa sehingga makhluk-makhluk neraka, setan kelaparan, hewan dan delapan kondisi sulit lannya dapat terbebaskan dan terlahir di alam Dewa Caturmaharajika dan bahkan Parinimirtavasavartin, masihkah ada kebutuhan untuk mengumpulkan kebajikan dan mempraktekkan kebajikan dengan tujuan mendapatkan buah pencerahan?
Jawab Nagarjuna: Kita telah mendiskusikannya di atas bahwa makhluk-makhluk dengan kebajikan yang besar setelah melihat cahaya dari Buddha maka ia akan mencapai penceraham, [namun] mereka yang melakukan berbagai pelanggaran dan penuh dengan kekotoran batin hanya sampai dalam tingkat pemahaman di saat bumi bergetar. Ketika cahaya matahari menyinari kolam teratai, maka teratai yang sudah masak akan terbuka, sedangkan batang-batang muda belumlah terbuka; maka seperti itulah, ketika Sang Buddha mengeluarkan cahaya-Nya, para makhluk yang memiliki kebajikan dan pengetahuan yang tajam dapat dengan segera mencapai pembebasan... Ketika pohon buah digoyang-goyang, maka buah yang matanglah yang pertama kali jatuh.

Di atas kita melihat jelas bahwa para Buddha berusaha menyelamatkan para makhluk hidup, tapi itu semua pun bergantung pada karma masing-masing makhluk. Maka dari itu ada ungkapan, "Para Bodhisattva tidak mampu menyebrangkan mereka yang halangan karmanya terlalu berat." Cahaya Dharma Sang Buddha hanya mampu diresapi oleh mereka yang telah masak oleh karena karma baik mereka sendiri.

Juga ada ungkapan "Buddha memberkahi kita setiap hari, tetapi oleh karena halangan karma kita sendirilah maka kita tidak mampu melihatnya ataupun menerimanya." Ya, Buddha dan Bodhisattva selalu berusaha menyebrangkan kita dengan kekuatan samadhi-nya, namun kita sendiri yang tidak mampu menerimanya, karena ketidakbajikan yang kita kumpulkan sendiri. Makna lain dari Buddha selalu memberkahi kita adalah bahwa di dalam diri kita ada Pikiran Sejati dan oleh karena halangan karma, maka kita tidak mampu mengenali ataupun melihat Pikiran Sejati kita itu, oleh sebab itu kita terus terlahir dalam samsara. Semuanya tergantung karma kita, Buddha dan Bodhisattva hanya membantu memasakkannya dan mematangkannya salah satunya dengan cara membabarkan Dharma.

Maka dari itu pertolongan dari para Buddha dan Bodhisattva adalah bagaikan seseorang menggantungkan dirinya pada seorang Guru. Ajaran Vajrayana juga menunjukkan betapa pentingnya kita berbakti pada guru spiritual dan seringkali doa-doa berisi memohon pada guru-guru silsilah. Yang patut digarisbawahi di sini adalah penggunaan kata "Guru" yang menandakan bahwa seseorang mengharapkan berkah Dharma (ajaran) dari para Guru, sehingga dia sendiri dapat berusaha mencapai Pencerahan. Guru membimbing muridnya, namun ini semua bergantung pada muridnya sendiri.

Menggantungkan diri pada Guru juga termasuk "Other Power", namun menggantungkan di sini tentu bukan berarti kita berdiam diri saja, kita juga harus praktik karena itu yang diinginkan Guru kita yang membimbing kita dalam Dharma. Seperti Guru Zen yang membantu mengarah pikiran muridnya, maka para Bodhisattva juga menolong para makhluk dengan cara membimbing mereka dalam ajaran-ajaran Dharma sehingga para makhluk dapat terbanhkitkan hati Bodhinya dan berjuang mencapai pencerahan.

Tanpa Guru kita, kita mungkin tidak akan mengetahui Dharma, tanpa guru kita kita bisa saja tidak memahami Dharma, namun karena bantuan Guru kita dapat merealisasikan Dharma. Ini yang dimaksud dalam "meminta pertolongan pada para Bodhisattva". Sebagai manusia kita juga meminta tolong pada kerabat dan teman-teman kita, pada orang lain, manusia tidak dapat hidup sendiri, selalu membutuhkan bantuan orang lain. Demikian juga dalam hal spiritual, wajar sekali apabila seseorang meminta bantuan dari Bodhisattva Avalokitesvara yang mencapai tingkat Dharmamegha dan para Samyaksambuddha karena mereka tentu dapat membantu kita dalam menjalankan Dharma.

Bahkan ketika Rinpoche Tibetan memberikan blessing sebenartnya yang dimaksud di sini adalah adhisthana atau inspirasi, bukan "berkah". Inspirasi untuk menemukan dan mengembangkan batin Bodhi kita.

Penjelasan di atas adalah bantuan dari tataran spiritual, namun bukan berarti bantuan secara fisik duniawi seperti kesembuhan penyakit, pemenuhan harapan dll tidaklah ada. Adapun meski kita mengajukan permohonan, apabila tidak dimotivasi dengan ketulusan dan untuk kebahagiaan semua makhluk, maka permohonan itu tentu sia-sia saja. Dalam Vajrayana dikatakan bahwa dalam membuat permohonan kita terlebih dahulu harus membangkitkan Bodhicitta, yaitu batin yang bertekad untuk mencapai pencerahan sempurna demi kebahagiaan semua makhluk.

Sebagai contoh kalau ada orang yang sembahyang memohon pada Avalokitesvara di kelenteng-kelenteng, namun hanya membuat permohonan yang egois dan duniawi seperti kekayaan harta untuk-KU, keluarga -KU, teman - KU dengan tujuan memuaskan nafsu ya tentu sia-sia saja. Tapi sayangnya kerap kali demikianlah yang terjadi.

Banyak umat kelenteng atau umat Buddhis yang masih terjangkit pandangan salah memohon sedemikian rupa, sampai-sampai mereka juga percaya kalau ada tangki / orang yang katanya kerasukan Guanyin dan ikut2an memohon bantuan pada orang-orang 'pintar' semacam itu. Bahkan ada beberapa orang yang menganggap kelenteng / rupang Guanyin yang satu itu "Hen Ling" (Sakti) dan yang lainnya kurang. Pandangan-pandangan seperti itu benar-benar merendahkan Buddha Dharma dan merendahkan Bodhisattva Avalokitesvara menjadi orang yang tak berkarakter sama sekali.

Ketika Avalokitesvara berikrar untuk memberikan anak bagi mereka yang memohon anak dan tulus melafalkan nama-Nya, maka yang dimaksud di sini adalah seseorang memohon anak dengan tekad Bodhicitta, misalnya 'apabila aku memiliki anak maka aku akan mendidiknya dalam Jalan Buddha Dharma hingga akhirnya dapat menolong banyak makhluk' lalu 'semoga dengan memiliki anak ini, dalam batin keluargaku dapat muncul kebahagiaan dan orang tuaku menjadi gembira' dan 'Berkat kesungguhan praktik Dharma dan kebajikan yang kulakukan demi semua makhluk, semoga aku dikaruniai anak'. Apabila seseorang memohon dengan tulus tekad seperti ini, maka niscaya Bodhisattva Guanyin akan membantu.

Perbedaan dengan dewa dewi duniawi adalah dewa duniawi hanya dapat membantu dalam tataran duniawi saja, sedangkan seorang Bodhisattva dapat membabarkan ajaran-ajaran Dharma dengan sangat terampil sehingga mampu menyebrangkan para makhluk. Ini tidak dapat dilakukan oleh para dewa yang masih diliputi tiga racun.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

ryu

 [at] gandalf, saya melihat koq jadinya seperti Buddha Amitabha, kwan Im dll itu seperti sosok imajinasi untuk memberikan pengharapan buat manusia? Kalau diri sendiri dan juga pikiran adalah pelopor nah sosok2 seperti Buddha Amitabha, kwan Im dll itu bukankah akan menjadi pelopor suatu kondisi yang membingungkan.
semisal ada seorang yang menginginkan kesembuhan dia memohon pada Kwan Im kemudian dia sembuh, pertanyaannya apakah karena Kwan Im atau karena pikirannya dia sembuh atau karena karmanya dia sembuh (bisa juga jadi contoh misalnya dari ajaran lain ada kasus yang seperti ini apakah Tuhan dia yang menyembuhkan atau karena kepercayaannya yang menyembuhkan dia)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

GandalfTheElder

#269
Quote[at] gandalf, saya melihat koq jadinya seperti Buddha Amitabha, kwan Im dll itu seperti sosok imajinasi untuk memberikan pengharapan buat manusia? Kalau diri sendiri dan juga pikiran adalah pelopor nah sosok2 seperti Buddha Amitabha, kwan Im dll itu bukankah akan menjadi pelopor suatu kondisi yang membingungkan.
semisal ada seorang yang menginginkan kesembuhan dia memohon pada Kwan Im kemudian dia sembuh, pertanyaannya apakah karena Kwan Im atau karena pikirannya dia sembuh atau karena karmanya dia sembuh (bisa juga jadi contoh misalnya dari ajaran lain ada kasus yang seperti ini apakah Tuhan dia yang menyembuhkan atau karena kepercayaannya yang menyembuhkan dia)

Wah tampaknya anda masih bingung dengan penjelasan saya.

Bila anda sebutkan begitu tentu maka ketiga2nya adalah faktoryang bekerjasama yang membuat sang pasien sembuh.

Faktor pertama adalah bantuan Sang Bodhisattva Avalokitesvara yang memiliki kekuatan agung dan membantu memberikan faktor2 yang dapat memasakkan karma baik si pasien.

Faktor kedua adalah karma sang pasien sendiri yang mana apakah sudah cukup untuk dimatangkan oleh Sang Bodhisattva? Bila halangan karmanya terlalu berat, maka Bodhisattva juga tidak bisa membantu.

Faktor ketiga adalah pikiran yaitu dari tekadnya sendiri yang pengen sembuh sehingga mempercepat penyembuhan, pun juga karena ketulusan, keyakinan dan batin Bodhicittanya maka Sang Bodhisattva turut membantu.

Sudah saya tegaskan bahwa dalam Mahayana sosok-sosok itu tentu bukan imajinasi. Tidak ada bukti historis kalau Sariputra atau Mahakasyapa ada dalam sejarah. Demikian juga dengan para Bodhisattva. Apakah mereka itu imajinasi? Dalam paham keyakinan Buddhis, tentu tidak bukan? Sampai saat ini, keberadaan mereka diketahui hanya dari teks-tekls relijius.

Diri sendiri adalah pelopor, namun para Bodhisattva adalah bagaikan guru ataupun kalyanamitra yang membimbing kita. Misal kita belajar berenang dari seorang guru, kita berserah dan menuruti segala perintah guru, memohon pertolongan guru untuk melatih diri kita, tapi ini semua pun bergantung pada latihan berenang kita sendiri, usaha kita sendiri. Ini yang dimaksud memohon pertolongan Bodhisattva tanpa mengabaikan bahwa diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri.

Para Bodhisattva dan Buddha memiliki tubuh Sambhogakaya yang bertujuan untuk membantu praktik kita dalam meditasi ataupun mengenali batin kita sendiri, bagaimana bisa mereka malah membingungkan pikiran? Guru-guru Mahayana dan Vajrayana banyak yang mendapatkan manfaat dari metode-metode ini, sehingga dari mananya yang membingungkan?

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.