[at] Hendra
maen mati2an ya??
wod... cw loe bingung ntar klo loe 'mati'
wod... nyokap loe bingung ntar klo loe 'mati'
wod... bokap loe bingung ntar klo loe 'mati'
wod... (isi sendiri) bingung ntar klo loe 'mati'
jangan mati bikin orang yang belon mati repot (lingkungan uda siap apa belon)
kecuali loe tinggal diutan...
sedikit saran gue...
1/2 mati aja
Hal ini pun saya sempet terpikir, berapa banyak pihak yang akan bingung kalau saya "mati"? Tapi sampai kapan kita akan memuaskan kebingungan semua pihak? Toh pada realitanya, kematian datang secara tiba-tiba, tanpa bilang "Eh, si A mau mati lho...kamu orang jangan pada bingung dan sedih yah!"
SAya kebetulan sudah ada beberapa pengalaman menghadapi kematian kerabat dekat...Yang pertama sewaktu kakek meniggal, beliau sudah berumur 69 tahun, anak sudah besar dan mandiri, cucu-ny pun (termasuk saya) sudah lumayan besar, tapi keluarga yang ditinggalkan tetap saja bersedih...
Dan pengalaman berhubungan dengan kematian yang paling merubah hidup saya yah sewaktu bokap meninggal..Beliau meninggal pada hari pertama Imlek karena sakit jantung. Bisa dibayangkan kekagetan semua pihak yang ditinggalkan?? Pada saat semua orang umumnya berbahagia karena kumpul bersama keluarga masing2, tetapi keluarga kami kehilangan seorang ayah..Bahkan pada hari pertama tersebut ada beberapa pihak keluarga yang tidak mau datang karena menganggap melihat orang mati pada saat Imlek adalah tabu.
Dan apakah papa saya meninggalkan kami dengan semua-nya sudah selesai? Jawabannya
TIDAK. Ada urusan bisnis papa yang berhenti di tengah jalan, bahkan termasuk mengenai hal hutang-piutang. Saat itu pun sebenarnya ortu sudah pisah, tapi nyokap masih sangat sedih (ya iya sih, udh 20 tahun lebih hidup susah dan senang bersama) keadaan menjadi lebih rumit ketika pihak keluarga papa mau ikut campur dalam hal pengurusan kematian dan harta. Akhirnya pada saat itu saya dan koko saya ambil keputusan yang tidak dapat menyenangkan semua pihak, kami sebagai anak memutuskan untuk mengurus kematian papa sendiri, mengenai soal dana kita menyatakan silahkan kalau mau bantu asal tidak ada intervensi mengenai pengambilan keputusan. Saat itu saya baru 16 tahun dan koko saya 21 tahun.Saya yang mengurusi mengenai rumah duka, krematorium, peti mati, dan surat2 karena pada hari pertama tersebut mama dan koko saya sangat shock, tapi hal2 tersebut sudah harus ditentukan pada hari pertama.Tidak tahu, kenapa walaupun saya waktu itu sangat sedih dan shock, tapi melihat kondisi mama dan koko saya yang histeris seperti itu bukannya membuat saya menjadi ikutan histeris, tetapi menajadi dorongan diri untuk tetap berpikir jernih dan tegar. "Kematian sudah datang, yang pergi tidak akan kembali, saya harus tenang" Itulha kalimat yang saya ucapkan berkali2 dalam hati.
Pengalaman papa meninggal pun mendorong saya untuk mengenal dhamma.Saya mencari jawaban atas kesedihan saya dan hal2 yang sebaiknya saya lakukan. That's why "I'm still searching..."
Wah kalau mau dilanjutin isa panjang, bisa jadi novel nih...
Maksud dari saya berbagi pengalaman ini ialah,
Kematian dapat datang kapan saja, dan permasalahan pun datang bagi yang mati dan yang ditinggalkan. Dari pada kita membenci kematian yang pasti akan datang,lebih baik kita dapat mengenal apa itu kematian, sehingga kalau kematian itu datang kita dapat mengahadapinya dengan baik.