Kebetulan sekali ada yang bagus nih.
Kekosongan dan dunia fenomena bukanlah dua hal yang berbeda. Di sini sangat menjelaskan bahwa kekosongan itu bukan dicari di luar dunia fenomena, namun adalah sisi lain dari dunia fenomena itu sendiri. Secara konvensional kita menunjuk sesuatu sebagai rupa, namun rupa itu sendiri adalah kumpulan yang muncul bergantungan, bukan suatu hakikat 'eksistensi' tertentu, maka disebut 'kosong'. Semua fenomena dunia, termasuk rupa, hakikatnya adalah kosong.
Lalu apakah 'rupa adalah kosong, kosong adalah rupa'?
'Biologi adalah mata pelajaran, apakah mata pelajaran adalah biologi'?
Silahkan jawab sendiri.
Seperti tertulis pada yang saya quote, kekosongan dan sunya bukanlah 2 hal entitias, maka dikatakan kekosongan/sunya itu sendiri adalah fenomena dan fenomena itu sendiri adalah kekosongan/sunya. Keduanya tidak bisa muncul berdiri sendiri dan juga bukan entitas terpisah.
Dan pada dasarnya segala sesusatu adalah sunya dengan kata lain tidak bisa eksis sendiri dengan kata lain bukan entititas yang beridiri sendiri. Segala sesuatu tidak bisa dikatakan ada. TIdak bisa dikatakan ada dalam hal pengertian tidak punya entitas tersendiri. Jika segala sesuatu tidak ada entitas tersendiri, apakah ada entitias yang lain yg bisa membedakan entitas yang tidak ada?
Sama halnya dengan kosong sendiri adalah fenomena Dan rupa juga adalah fenomena.
Keduanya tidak bisa muncul berdiri sendiri dan bukan 2 entitas terpisah. Dan tidak ada yang dapat dikatakan sebagai suatu entitias , sama halnya rupa dan kosong bukanlah 2 entitas terpisah. Jadi rupa adalah kosong, kosong adalah rupa. Dalam hal ini mereka dikatakan sama karena pada dasarnya tidak ada entitas/identiti yang berdiri sendiri
Statement tersebut juga dapat diartikan, tergantung cara kita melihat asalkan sesuai pada konteks dan pada hukum kesunyataan
Seperti yang anda tulis
"namun rupa itu sendiri adalah kumpulan yang muncul bergantungan, bukan suatu hakikat 'eksistensi' tertentu, maka disebut 'kosong'"
dan kosong adalah rupa
Kosong disini dilihat dalam konteks seseorang melihat kosong adalah tanpa eksistensi. Sebaliknya berhentinya rupa bukanlah akhir dari rupa danj uga kita tidak bisa mengatakan akhir dari rupa(jika begitu berarti kita melihat rupa sebagai entitias tertentu dan bisa berakhir putus sama sekalai) tetapi berproses ke eksitensi selanjutnya. Dan bagaiaman mungkin kita bisa mengatakan sesuatu yg tanpa entitas bisa berakhir?. Karena fenomena itu sendiri juga adalah rupa termasuk kekosongan itu sendiri. Jika kita mengatakan berhentinya rupa adalah berhentinya eksistensi, maka itu adalah nihilisme dengan kata lain kita menganggap rupa itu ada dan berdiri sendiri.
Jika kita membeda bedakan dan melekat pada penamaan, maka ada entitas terpisah dalam hal ini kosong dan rupa berbeda, tetapi pada dasarnya mereka berdua adalah sunya dan bukan entitas yg berdiri sendiri.
Jadi sebenarnya sunya itu sendiri adalah tanpa entititas yg berdiri sendiri, bukan mengatakan mereka sesuatu itu tidak ada, tetrapi mereka tidak punya entitas terpisah. Jika tidak ada entitas terpisah, berdiri sendiri, kenapa tidak bisa dikatakan kosong adalah rupa juga.
Jadi pemahaman itu bisa dikembangkan asalkan berpegangan pada kesunyataan. Kecuali kita hanya menghafal mati kata kata tersebut. Dengan demikian kita terkunci oleh kata kata dan tidak bisa berkembang. Harus menggunakan kata kata tersebut persis seperti yang ada di sutra, untuk menjelaskan sesuatu.
Jika ada pemahaman, seharusnya kita mengerti dan melihat kebenarannya walau dalam wujud beda atau kata kata beda.