Pertanyaan Mengenai Kelahiran Kembali

Started by Isaacus Newtonus, 02 October 2012, 09:24:25 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Isaacus Newtonus

Quote from: Kainyn_Kutho on 05 October 2012, 02:33:17 PM
Jadi siapa menentukan standardnya? Ini juga pertanyaan yang ditanyakan dengan kurang tepat. Sama seperti jika orang bertanya, 'gimana menentukan standard jatuh cinta?'
Keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin itu diselidiki dan dipahami secara internal oleh masing-masing individu.

Ini justru menunjukkan ketimpangan lain dalam ajaran Buddhisme, yaitu: bahwa ternyata standar pencerahan itu tidak ada, bahwa apa yang disampaikan Sidharta-pun tidak bisa dijadikan standar pencerahan, karena ujung-ujungnya kembali kepada pribadi masing-masing.


Mas Tidar


[spoiler=AP]
dari awal hanya berputar2 tentang konsep dan selalu menggesekkan konsep A, B, C dst.

[/spoiler]


Quote from: Sunyata on 05 October 2012, 01:42:22 PM
[spoiler]Menurut saya: mungkin sebaiknya member tidak membawa kepercayaan om Isaac ke dalam diskusi. mungkin karena ada offense dari member sini makanya ada defense dari om Isaac dan sebaliknya (melindungi kepercayaan masing2) sehingga diskusi ini tidak berjalan baik (berputar2). mohon dimengerti karena saya juga ingin belajar dari thread ini. terima kasih _/\_[/spoiler]
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

K.K.

Quote from: Isaacus Newtonus on 05 October 2012, 02:42:30 PM
Bro berkata, "Ketika membunuh hewan, bagaimanakah bathin seorang berproses? Pikiran bagaimanakah yang timbul? Orang lain tidak tahu, harus ia sendiri yang menyelidiki bathinnya", sehingga dari kata-kata ini, bro menyiratkan bahwa seandainya batin seseorang murni dalam melakukannya, ia bisa saja membunuh hewan.

Tetapi itu karena bro sudah terkonsep bahwa membunuh hewan diperbolehkan. Namun jika memang batin yang menentukan, bagaimana jika saya ganti menjadi seperti ini: "Ketika membunuh manusia, bagaimanakah bathin seorang berproses? Pikiran bagaimanakah yang timbul? Orang lain tidak tahu, harus ia sendiri yang menyelidiki bathinnya."

Jika memang batin yang menentukan, mengapa membunuh manusia tidak boleh?

Bro bisa memahami maksud saya? Intinya, bro sudah terkonsep bahwa membunuh manusia tidak boleh, membunuh hewan boleh.

Nah, yang jadi pertanyaan: Bagaimana jika ada seseorang yang mengatakan bahwa membunuh hewan, bahkan dengan motif hati yang benar sekalipun, adalah salah? Bahwa orang yang membunuh hewan dengan alasan atau motif hati apapun, tidak akan mencapai pencerahan?

Wah, anda "hebat" sekali sudah bisa buat kesimpulan saya sudah terkonsep 'bunuh hewan boleh'. ;D [1]

Yang saya maksud adalah untuk mengikis noda bathin, maka seseorang harus menyelidiki pikiran apa yang timbul ketika ia melakukan sesuatu, termasuk dalam membunuh hewan. Dengan perhatian benar, maka ia bisa melihat pikiran yang timbul, juga menilai manfaatnya.

Dengan cara menyelidiki bathin demikian, seorang Buddhis bisa menyimpulkan bahwa pembunuhan semua makhluk (bukan hanya manusia seperti asumsi anda) itu didasarkan pemikiran "demikian", yang adalah tidak bermanfaat. Karena tidak bermanfaat maka dihindari, bukan karena di kitabnya sudah tertulis standard tertentu.



Sunyata

Quote from: Kainyn_Kutho on 05 October 2012, 02:45:36 PM
Memangnya apa yang salah dengan bertelanjang dada?

Buddhisme adalah ajaran yang membedakan secara terperinci antara noda bathin dengan sosial-budaya. Wanita bertelanjang dada adalah hal biasa di pedalaman. Bahkan di negara barat juga ada penganut nudist yang telanjang. Sementara di lain tertentu, wanita memperlihatkan rambut pun bisa dihukum mati. Ini adalah perbedaan karena nilai budaya setempat, berbeda dengan noda bathin. Buddhisme menganggap budaya adalah netral, dan fokusnya adalah pada noda bathin.


Jadi kenapa Sang Buddha mengenakan jubah, om? apakah Sang Buddha pernah menjelaskan mengapa? adakah rujukan sutta untuk itu?

Mohon petunjuknya om Kainyn. Mungkin juga bermanfaat buat om Isaac. ;D


_/\_

K.K.

Quote from: Isaacus Newtonus on 05 October 2012, 02:46:59 PM
Ini justru menunjukkan ketimpangan lain dalam ajaran Buddhisme, yaitu: bahwa ternyata standar pencerahan itu tidak ada, bahwa apa yang disampaikan Sidharta-pun tidak bisa dijadikan standar pencerahan, karena ujung-ujungnya kembali kepada pribadi masing-masing.


Betul, itulah perbedaannya. Apa yang disampaikan Siddharta bukan untuk dijadikan dogma, namun untuk kita selidiki kebenarannya. Anda bilang itu ketimpangan, saya bilang itu 'anti-brainwash'. No problem.

Isaacus Newtonus

Quote from: Kainyn_Kutho on 05 October 2012, 03:10:02 PM
Anda bilang itu ketimpangan, saya bilang itu 'anti-brainwash'. No problem.

Terkadang otak kita memang perlu dicuci agar bersih dari kesalahan-kesalahan ajaran manusia.


K.K.

Quote from: Sunyata on 05 October 2012, 03:01:51 PM
Jadi kenapa Sang Buddha mengenakan jubah, om? apakah Sang Buddha pernah menjelaskan mengapa? adakah rujukan sutta untuk itu?

Mohon petunjuknya om Kainyn. Mungkin juga bermanfaat buat om Isaac. ;D


_/\_
Jubah itu memang atribut dari seorang samana, tidak memakai hal yang mewah, juga tidak ekstrem sampai telanjang. Hal ini juga memang sesuai dengan norma pada masa itu dan norma masyarakat yang tidak mengembangkan noda bathin tidak masalah untuk diikuti dan dijalani.


K.K.

Quote from: Isaacus Newtonus on 05 October 2012, 03:13:53 PM
Terkadang otak kita memang perlu dicuci agar bersih dari kesalahan-kesalahan ajaran manusia.


Saya kembalikan. Anda pakai standard dari mana?

Rico Tsiau

bro Isaacus Newtonus, tadi anda bilang disini bertujuan belajar..
tapi semakin saya ikuti, saya rasa anda bukan ingin belajar, anda hanya mau pamer bahwa agama anda lebih superior dari buddhisme.

anda secara 'tersirat' bermaksud untuk berpromosi dengan menunjukkan sesuatu yang anda anggap kelemahan buddhisme dan menyatakan itu sebagai tidak sesuai dengan kebenaran universal, timpang, dan hanya ajaran 'manusia' yang akan mengenal kesalahan yang dalam hal ini pun anda ingin menggiring pemikiran bahwa agama langit yang anda anut pasti tidak mengenal kesalahan.

namun sayangnya apa yang anda anggap timpang, lemah, tidak benar secara universal, dan memiliki kesalahan ini sesungguhnya tidak anda pahami dengan baik. bahkan saya ragu apa anda mau berusaha untuk memahaminya. anda hanya menilai dari mindset anda yang terprogram berpikir kukuh bahwa ajaran agama lain (dalam hal ini, buddhisme) adalah tidak benar dan bukan jalan keselamatan.

open your mind, dan cobalah belajar lebih dalam apa itu buddhisme? bagaimana cara pandangnya pada kehidupan ini, bagaimana penerapannya dalam diri. atau minimal anda coba bongkar (baca) sana sini bagaimana dan apa yang diajarkan dalam buddhisme sebelum anda sudah menilai ajaran ini timpang dan lainnya.

dari penyusunan kosa kata, dan dari cara bertutur saya nilai anda cukup intelek. namun sayang mindset anda terdogma sedemikian rupa sehingga anda tidak lebih hanya seperti katak dalam tempurung. ayo buka tempurung itu, lihatlah dunia ini.

_/\_

rooney

Quote from: Isaacus Newtonus on 05 October 2012, 03:13:53 PM
Terkadang otak kita memang perlu dicuci agar bersih dari kesalahan-kesalahan ajaran manusia.

Saya tidak menyangka anda akan mengeluarkan komentar subjektif seperti ini.

Rico Tsiau

Quote from: Isaacus Newtonus on 05 October 2012, 03:13:53 PM
Terkadang otak kita memang perlu dicuci agar bersih dari kesalahan-kesalahan ajaran manusia.

ckckckck.....  #-o

FZ

luar biasa juga.. total post 160 hanya di thread ini..

Sunyata

Quote from: Kainyn_Kutho on 05 October 2012, 03:16:42 PM
Jubah itu memang atribut dari seorang samana, tidak memakai hal yang mewah, juga tidak ekstrem sampai telanjang. Hal ini juga memang sesuai dengan norma pada masa itu dan norma masyarakat yang tidak mengembangkan noda bathin tidak masalah untuk diikuti dan dijalani.
tapi saya pernah baca tentang bhikkhu yg terlahir sebagai kutu karena jubahnya. Itu bagaimana, om?

Isaacus Newtonus

Quote from: Rico Tsiau on 05 October 2012, 03:32:18 PM
ckckckck.....  #-o

QuoteSaya tidak menyangka anda akan mengeluarkan komentar subjektif seperti ini.


Lho, apa yang saya katakan itu memang benar. Terkadang otak kita perlu dicuci dari kesalahan-kesalahan ajaran manusia. Siapa yang mencuci? Kita sendiri. Jika kita tahu ada ajaran salah yang kita pegang, maka kita tinggalkan, dan menerima ajaran yang benar.

"Kesalahan-kesalahan ajaran manusia" siapa? Siapa saja, mau ajaran Gereja, Pendeta, Bhiksu, Ulama, dll. Semua ajaran manusia yang salah harus kita bersihkan, kita buang dari otak kita.






morpheus

reply saya dicuekin om isaacus  :'( :'( :'(
jadinya iseng ke pembahasan lain nih  ;D

Quote from: Isaacus Newtonus on 05 October 2012, 02:33:56 PM
Jika aturan negara mengatakan itu salah, bagaimana? Berarti aturan negara lebih mulia dari aturan Buddhisme, bukan?
<gak_serius>
dengan logika yang sama, aturan taliban > aturan muslim moderat > aturan kristian > aturan negara demokrasi
taliban harus mencuci bersih kesalahan2 ajaran infidel...
</gak_serius>
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path