Perumpamaan dalam sutta yang bagus dan di ingat yang mana aja ya?

Started by ryu, 30 May 2011, 08:06:26 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

ryu

sumber : google

Seorang brahmana suatu ketika melontarkan cacian kepada Sang Buddha yg dengan tenangnya membiarkan dia meneruskan omongannya sampai dia kecapaian sendiri, "Jika engkau memberikan hadiah kepada seseorang dan dia tidak menerimannya, lantas hadiahnya jadi milik siapa?"Si brahmana yg dipenuhi amarah menjawab,"Tentu saja milikku. Kenapa?"Sang Buddha melanjutkan,"Demikian pula, karena Aku tidak menerima suguhan omelanmu, jadi semuanya akan balik kepadamu." ini seharusnya juga jadi reaksi kita..
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

wang ai lie

Quote from: ryu on 31 May 2011, 10:43:40 PM
sumber : google

Seorang brahmana suatu ketika melontarkan cacian kepada Sang Buddha yg dengan tenangnya membiarkan dia meneruskan omongannya sampai dia kecapaian sendiri, "Jika engkau memberikan hadiah kepada seseorang dan dia tidak menerimannya, lantas hadiahnya jadi milik siapa?"Si brahmana yg dipenuhi amarah menjawab,"Tentu saja milikku. Kenapa?"Sang Buddha melanjutkan,"Demikian pula, karena Aku tidak menerima suguhan omelanmu, jadi semuanya akan balik kepadamu." ini seharusnya juga jadi reaksi kita..

perasaan ini bukan perumpamaan dah bro  ;D
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Mahadeva

Quote from: ryu on 31 May 2011, 10:41:51 PM
baru tau satu

pada jaman Buddha ... di suatu daerah ada ritual kematian... bila ada orang yang meninggal maka dalam pembakaran... anak tertuanya akan memukul kepala yang meninggal ini... ini ritual...


pada saat itu ada keluarga yang meninggal.. dan anak tertua keluarga itu mendatangi buddha untuk mengadakan ritual pada orang tuanya yang meninggal ... agar masuk surga...


kemudian Buddha meminta pemuda yang orangtuanya meninggal ini... untuk membeli dua pot... kemudian pot itu yang satu di isi kerikil dan yang satu di isi sejenis mentega...

pemuda ini mengira Buddha akan mengadakan ritual untuk membuat agar orang tuanya masuk surga...

kemudian Buddha meminta pemuda itu menaruh kedua pot itu kedalam kolam...

setelah berada didasar kolam ... buddha meminta pemuda itu untuk memukul kedua pot itu sampai pecah... pemuda ini berpikir ritual buddha ini untuk menggantikan ritual memukul kepala orang yang meninggal...

pemuda ini berpikir dengan ritual itu akan membantu orang tuanya masuk ke surga...

dan setelah pemuda itu memecahkan pot itu... kemudian pot yang berisi kerikil... kerikilnya berserak didasar kolam... tenggelam.... sedangkan pot yang berisi sejenis mentega.... menteganya muncul ke permukaan air.... mengambang diatas air kolam...

kemudian Buddha menjelaskan ... bahwa dengan sendirinya yang ringan akan naik yang berat akan tenggelam ini hukum alam ... ini seperti perbuatan kita... bila perbuatan kita baik di umpamakan ringan... dengan sendirinya kita akan naik ke surga... tapi bila perbuatan kita jahat di umpamakan berat... dengan sendirinya kita akan jatuh ke neraka... ini sudah hukum alam...


tidak ada ritual yang dapat menangkalnya...

kemudian Buddha meminta pemuda ini... silahkan cari pendeta, brahmana dan orang orang sakti suci... yang bisa membuat ritual sehingga mentega tenggelam ke dalam dasar kolam dan membuat kerikil menjadi mengambang di permukaan kolam...

tidak akan ada pendeta , brahmana dan sebagainya yang akan bisa melakukan itu...

kalau misalnya ada brahmana ya sakti dan bisa mengangkat kerikil itu hanya dengan suaranya? Buddha kan juga sakti kan? hehe


Janindra d' Sihamuni

Quote from: Mahadeva on 01 June 2011, 08:04:52 AM
kalau misalnya ada brahmana ya sakti dan bisa mengangkat kerikil itu hanya dengan suaranya? Buddha kan juga sakti kan? hehe
brahmana di jaman Sang Buddha,banyak yang hanya mengaku punya kesaktian,buat rekrut pengikut......
Buddha juga sakti,tetapi itulah.Hebatnya Sang Buddha,gak mau nyombongin kesaktian-Nya
====namo Gotama Sammasambuddhanam Arahanto Bhagavantam======
;D;D;D;D
_/\_
bocah gitar!!! ;D ;D ;D 

wang ai lie

BHISAPUPPHA-JĀTAKA
Sumber : Indonesia Tipitaka Center

"Bunga yang Anda cium itu," dan seterusnya. Sang Guru menceritakan kisah ini ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang bhikkhu.
Ceritanya dimulai ketika bhikkhu tersebut telah meninggalkan Jetavana dan tinggal di Kerajaan Kosala dekat hutan.
Pada suatu hari, ia pergi ke sebuah kolam teratai [308], dan sewaktu melihat sebuah teratai berbunga, ia berdiri di sampingnya dan menciumnya.
Kemudian seorang dewi penghuni hutan menakutinya dengan berkata, "Mārisa, Anda adalah seorang pencuri aroma (bau), ini adalah sejenis pencurian."
Dalam ketakutannya, ia kembali ke Jetavana, menemui Sang Guru, memberi penghormatan dan duduk. "Anda tinggal di mana selama ini, Bhikkhu?" "Di hutan anu, dan dewi di sana menakuti diriku dengan cara anu."

Sang Guru berkata, "Anda bukanlah orang pertama yang dibuatnya menjadi ketakutan ketika mencium aroma bunga, orang bijak di masa lampau juga dibuatnya menjadi ketakutan dengan cara yang sama," dan atas permintaan bhikkhu itu, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir di dalam sebuah keluarga brahmana yang tinggal di sebuah desa di Kerajaan Kasi.
Ketika dewasa, ia mempelajari semua ilmu pengetahuan di Takkasila dan sesudahnya, menjadi seorang petapa dan tinggal di dekat sebuah kolam teratai.
Suatu hari, ia pergi ke kolam itu dan berdiri sambil mencium sekuntum teratai yang telah mekar. Seorang dewi yang berdiam di dalam sebuah pohon memperingatkannya dengan mengucapkan bait pertama berikut:—

Bunga yang Anda cium itu (sebelumnya)
tidak diberikan (diserahkan) kepadamu,
meskipun itu hanya satu tangkai;
Ini adalah sejenis pencurian, Mārisa,
Anda mencuri aroma wanginya.
Kemudian Bodhisatta mengucapkan bait kedua berikut:—


Saya tidak mengambil ataupun merusak bunga ini:
dari kejauhan, kucium bunga mekar ini.
Saya tidak tahu atas dasar apa
Anda mengatakan saya mencuri aroma wanginya.
Pada waktu yang sama, seorang laki-laki sedang menggali di kolam itu untuk mengambil akar teratai dan membuat bunga teratai itu menjadi rusak. Bodhisatta yang melihatnya, berkata, "Anda menuduh seseorang sebagai pencuri ketika ia mencium baunya dari kejauhan: [309] mengapa Anda tidak berbicara dengan pemuda itu?"


maka untuk berbicara kepadanya, Bodhisatta mengucapkan bait ketiga berikut:—

Kulihat seorang pemuda mencabuti akar teratai
dan merusak batangnya:
Mengapa Anda tidak mengatakan
bahwa perbuatan pemuda yang demikian itu
sebagai perbuatan salah?

Untuk menjelaskan mengapa ia tidak berbicara dengan pemuda itu, dewi tersebut mengucapkan bait keempat dan kelima berikut:—

Menjijikkan seperti pakaian seorang pelayan
adalah pemuda yang berbuat salah itu:
Saya tidak ada kata-kata untuk orang semacam dirinya,
sedangkan saya berkenan berbicara kepada Anda.


Ketika seseorang bebas dari noda-noda batin
dan berusaha mencapai kesucian,
perbuatan buruk dalam dirinya terlihat sekecil ujung rambut,
seperti sebuah awan hitam di langit.


Setelah diperingatkan demikian olehnya, Bodhisatta mengucapkan bait keenam berikut:—

Pastinya Anda mengenalku dengan sangat baik,
Anda berkenan untuk mengasihaniku:
Jika Anda melihat saya melakukan kesalahan seperti ini lagi,
mohon tegurlah saya kembali.


Kemudian dewi itu berbicara dengannya dalam bait ketujuh berikut:—

Saya berada di sini bukan untuk melayanimu,
kami juga bukan orang sewaan:
Carilah, Petapa, untuk dirimu sendiri
jalan mencapai kebahagiaan.


[310] Setelah memberikan nasihat kepadanya, dewi itu kembali ke tempat kediamannya. Bodhisatta melakukan meditasi jhana secara terus-menerus dan terlahir di alam brahma.
____________________
Setelah uraian-Nya selesai, Sang Guru memaklumkan kebenarannya dan mempertautkan kisah kelahiran diri mereka:— Di akhir kebenarannya, bhikkhu itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna:—"Pada masa itu, dewi tersebut adalah Uppalavaṇṇā dan petapa itu adalah saya sendiri."
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma