Perumpamaan dalam sutta yang bagus dan di ingat yang mana aja ya?

Started by ryu, 30 May 2011, 08:06:26 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Wijayananda

*double*

Wijayananda

 "Bagai seekor lebah
yang tidak merusak
kuntum bunga, baik
warna maupun baunya,
pergi setelah
memperoleh madu,
begitulah hendaknya
orang bijaksana
mengembara dari desa
ke desa" (Dhp. 49).

Wijayananda

Dhammapada
BAB II. APPAMADA
VAGGA– Kewaspadaan
(25)
Dengan usaha yang
tekun, semangat,
disiplin, dan
pengendalian diri,
hendaklah orang
bijaksana, membuat
pulau bagi dirinya
sendiri, yang tidak
dapat ditenggelamkan
oleh banjir.

stephen chow

Ayo Bro yg maha tahu isi atau pernah baca Sutta..  ;D
silahkan post di sini yg sangat bagus arti2nya..  ^:)^ ^:)^ ^:)^

_/\_
Menjadi Baik adalah moralitas sejati..
Berbuat Baik adalah mungkin sekadar jalan menuju tujuan..
Y.M. Dr. H. Saddhatissa..

stephen chow

adakah yg tahu Sutta yg Buddha bicara soal,
perumpamaan seseorang yg di ajak mencuri mangga sama temannya??
sutta jika kita tahu seseorang melakukan salah jadi apakah yg harus kita lakukan??
saya pernah baca tapi lupa dan tidak ketemu dimana..  :-?
Menjadi Baik adalah moralitas sejati..
Berbuat Baik adalah mungkin sekadar jalan menuju tujuan..
Y.M. Dr. H. Saddhatissa..

wang ai lie

"Bagaimanakah, Yang Mulia, Engkau menyeberangi banjir?"[1]
"Dengan tidak berhenti, Teman, dan dengan tidak mendorong, Aku menyeberangi banjir."[2]
"Tetapi, bagaimanakah, Yang Mulia, bahwa dengan tidak berhenti dan tidak mendorong, Engkau menyeberangi banjir?"
"Ketika Aku diam, Teman, maka Aku tenggelam; tetapi ketika aku mendorong, maka Aku hanyut. Dengan cara inilah, Teman, bahwa dengan tidak berhenti dan tidak mendorong, Aku menyeberangi banjir."[3]
[Devatā:]
"Setelah sekian lama, akhirnya aku melihat
Seorang Brahmana yang telah padam sepenuhnya,
Yang dengan tidak berhenti, tidak mendorong,
Telah menyeberangi kemelekatan terhadap dunia ini."[4]
[spoiler]http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_1.1:_Oghatarana_Sutta[/spoiler]




Di Sāvatthī. Sambil berdiri di satu sisi, devatā itu mengucapkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
"Kehidupan tersapu, umur kehidupan adalah singkat;
Tidak ada naungan bagi seseorang yang telah mencapai usia tua.
Melihat dengan jelas, bahaya kematian ini,
Seseorang harus melakukan perbuatan baik yang membawa pada kebahagiaan."[1]
[Sang Bhagavā:]
"Kehidupan tersapu, umur kehidupan adalah singkat;
Tidak ada naungan bagi seseorang yang telah mencapai usia tua.
Melihat dengan jelas, bahaya kematian ini,
Pencari kedamaian harus menjatuhkan umpan dunia."[2]
[spoiler]http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_1.3:_Upaniya_Sutta[/spoiler]


untuk lebih lengkapnya silahkan baca dihttp://dhammacitta.org/dcpedia/Samyutta_Nikaya
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Mr.Jhonz

Perumpaan mengenai daun di hutan..
SN 56.31
Simsapa Sutta
Daun-Daun Simsapa
Diterjemahkan dari bahasa Pali ke bahasa Inggris oleh
Bhikkhu Thanissaro
Ketika Yang Terberkahi tinggal di Kosambi didalam hutan simsapa.1 Kemudian,
memungut beberapa lembar daun
simsapa dengan tangannya, beliau bertanya pada para bhikkhu, "Menurut
kalian, para bhikkhu; Manakah yang lebih banyak, beberapa lembar
ditanganku atau yang berada diatas di hutan simsapa?"
"Daun-daun yang berada ditangan Yang Terberkahi lebih sedikit, Yang
Mulia. Yang diatas di hutan simpasa lebih banyak."
"Demikianlah, para bhikkhu, hal-hal yang telah saya ketahui dengan
pengetahuan langsung tetapi tidak diajarkan lebih banyak [dibandingkan
dengan apa yang saya ajarkan]. Dan mengapa aku tidak mengajarkannya?
Karena hal-hal tersebut tidak berhubungan dengan tujuan, tidak
berhubungan dengan prinsip dari kehidupan suci, dan tidak membawa pada
pembebasan, pada pelepasan, pada penghentian, pada ketenangan, pada
pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada pelepasan. Karena itulah aku
tidak mengajarkannya.
"Dan apakah yang aku ajarkan?" 'Ini dukkha... Inilah penyebab dari
dukkha... Inilah berhentinya dari dukkha... Inilah jalan latihan yang
membawa pada berhentinya dukkha': Inilah yang aku ajarkan. Dan mengapa
aku mengajarkan hal-hal tersebut? Karena hal-hal tersebut berhubungan
dengan tujuan, berhubungan dengan prinsip dari kehidupan suci, dan
membawa pada pembebasan, pada pelepasan, pada penghentian, pada
ketenangan, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada pelepasan.
Inilah mengapa aku mengajarkan hal-hal tersebut.
"Karena itu tugas kalian adalan merenungkan, 'Inilah dukkha... Inilah
sumber dari dukkha... Inilah berhentinya dukkha.' Tugas kalian adalah
merenungkan, 'Inilah jalan latihan yangmembawa pada berhentinya
dukkha."
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Mr.Jhonz

Perumpaan mengenai menghitung ternak orang..
Ada yg tahu suttanya?
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

wang ai lie

'Beberapa adalah teman-minum, dan beberapa
Menyatakan persahabatannya di depanmu,
Tetapi mereka yang adalah teman-teman di saat engkau membutuhkan,
Merekalah sahabat sejati.
Tidur larut malam, melakukan pelanggaran seksual,
Bertengkar, melakukan kekejaman,
Teman-teman jahat dan kekikiran,
Enam hal ini menghancurkan seseorang.
Ia yang bergaul dengan teman-teman jahat
Dan menghabiskan waktunya melakukan perbuatan-perbuatan jahat,
Di alam ini dan di alam berikutnya juga
Orang itu akan menderita kesengsaraan
Berjudi, prostitusi, dan bermabukan juga,
Menari, menyanyi, tidur di siang hari,
Berkeliaran pada waktu yang salah, bergaul dengan teman-teman jahat
Dan kekikiran menghancurkan seseorang.
Ia bermain dadu dan meminum minuman keras
Dan bepergian bersama istri-istri orang lain. [185]
Ia mengambil jalan yang rendah, hina,
Seperti bulan pada paruh penyusutan.
Pemabuk, hancur dan jatuh miskin,
Semakin banyak minum semakin haus,
Bagaikan batu di dalam air akan tenggelam,
Segera ia akan kehilangan sanak-saudaranya.
Ia yang menghabiskan hari-hari siangnya dalam tidur,
Dan terjaga pada malam hari,
Menyukai kemabukan dan prostitusi,
Tidak mampu mempertahankan rumah yang layak.
"Terlalu dingin! Terlalu panas! Terlalu larut!" mereka mengeluh,
Kemudian meninggalkan pekerjaan mereka,
Hingga setiap kesempatan yang telah mereka miliki
Untuk melakukan kebajikan terlepaskan
Tetapi ia yang menganggap dingin dan panas
Tidak berarti apa-apa, dan seperti seorang laki-laki
Melaksanakan tugas-tugasnya
Kegembiraannya tidak akan berkurang.[8]'
[spoiler]http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_31:_Sigalaka_Sutta[/spoiler]
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

wang ai lie

'Teman yang mencari apa yang dapat ia peroleh,
Teman yang mengucapkan omong-kosong,
Teman yang sekadar menyanjungmu,
Teman yang mendampingi dalam berfoya-foya:
Empat ini adalah musuh yang sesungguhnya, bukan teman.
Yang bijaksana, mengenali ini,
Harus menjauhkan diri dari mereka
Seperti dari jalan yang menakutkan.' [187]


'Teman yang suka membantu dan
Teman di saat bahagia dan tidak bahagia,
Teman yang menunjukkan jalan yang benar,
Teman yang bersimpati:
Empat jenis teman ini oleh ia yang bijaksana
Harus diketahui nilai sesungguhnya, dan ia
Harus menghargai mereka dengan sepenuh hati, bagaikan
Seorang ibu terhadap anak kesayangannya.
Sang bijaksana yang terlatih dan disiplin
Bersinar bagaikan mercusuar
Ia mengumpulkan kekayaan bagaikan lebah
Mengumpulkan madu, dan kekayaannya terus tumbuh
Bagaikan gundukan sarang semut yang semakin tinggi.
Dengan kekayaan yang diperolehnya, seorang duniawi
Dapat mengabdikan diri demi kebaikan orang banyak.
Ia harus membagi kekayaannya menjadi empat (ini akan sangat bermanfaat)
Sebagian boleh ia nikmati sesuka hatinya,
Dua bagian harus digunakan untuk pekerjaan,
Bagian ke empat harus disimpan
Sebagai cadangan pada saat dibutuhkan.'



'Ibu, ayah di arah timur,
Para guru di arah selatan, [192]
Istri dan anak-anak di arah barat,
Teman dan rekan di arah utara.
Para pelayan dan pekerja di bawah,
Para petapa dan Brahmana di atas.
Arah-arah ini harus
Dihormati oleh seorang yang baik.
Ia yang bijaksana dan disiplin,
Baik hati dan cerdas,
Rendah hati, bebas dari keangkuhan,
Ia akan mendapatkan keuntungan.
Bangun pagi, menolak kemalasan,
Tidak tergoyahkan oleh kemalangan,
Berperilaku tidak tercela, selalu waspada,
Ia akan mendapatkan keuntungan.
Bergaul dengan teman-teman, dan menjaga mereka.
Menyambut kedatangan mereka, tidak menjadi tuan rumah yang kikir,
Bagi seorang penuntun, guru, dan teman,
Ia akan mendapatkan keuntungan.
Memberikan persembahan dan berkata-kata yang baik,
Menjalani kehidupan demi kesejahteraan orang lain,
Tidak membeda-bedakan dalam segala hal,
Tidak memihak jika situasi menuntut:
Hal-hal ini membuat dunia berputar
Bagaikan sumbu roda kereta.
Jika hal-hal demikian tidak ada,
Tidak ada ibu yang akan mendapatkan dari anaknya,
Penghormatan dan penghargaan,
Juga tidak ayah, sebagaimana mestinya.
Tetapi karena kualitas-kualitas ini dianut
Oleh para bijaksana dengan penuh hormat, [193]
Maka hal-hal ini terlihat menonjol
Dan sangat dipuji oleh semua.'
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Mahadeva

saya pernah baca kisah Buddha ingin minum dari sungai dan nyuruh Bhante Ananda, tapi airnya keruh karena tanah atau kotoran jadi Ananda tidak mau ambil...disuruh Buddha tunggu beberapa saat masih keruh ternyata..lalu disuruh kembali masih keruh tapi sudah mulai mengendap sedikit2...tunggu lagi, air sudah jernih dan air itu diberikan pada Buddha

Buddha bilang, pikiran juga diumpamakan seperti itu, kalau saat keruh (jengkel marah dll), jangan diapa2kan atau diaduk2 (dilawan), tapi dibiarkan saja, pasti kotorannya mengendap suatu saat..

tapi saya lupa ada di sutta mana

lalu perumpamaan ttg tuan rumah yang makan suguhannya sendiri

lalu tentang orang yang mendoakan supaya pecahan kendi terapung di atas danau.


ryu

mn
Rathavinīta Sutta

14. "Sehubungan dengan hal tersebut, teman, aku akan memberikan sebuah perumpamaan, karena orang-orang bijaksana memahami makna dari suatu pernyataan melalui perumpamaan. Misalkan bahwa Raja Pasenadi dari Kosala sewaktu menetap di Sāvatthī [149] menghadapi suatu urusan yang harus diselesaikan segera di Sāketa, dan bahwa antara Sāvatthī dan Sāketa tujuh kereta telah dipersiapkan untuknya. Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala, meninggalkan Sāvatthī melalui pintu istana dalam, menaiki kereta pertama, dan dengan mengendarai kereta pertama ia akan tiba di kereta ke dua; kemudian ia akan turun dari kereta pertama dan naik ke kereta ke dua, dan dengan mengendarai kereta ke dua, ia akan tiba di kereta ke tiga ... dengan mengendarai kereta ke tiga, ia akan tiba di kereta ke empat ... dengan mengendarai kereta ke empat, ia akan tiba di kereta ke lima ... dengan mengendarai kereta ke lima, ia akan tiba di kereta ke enam ... dengan mengendarai kereta ke enam, ia akan tiba di kereta ke tujuh, dan dengan mengendarai kereta ke tujuh, ia akan tiba di pintu istana dalam di Sāketa. Kemudian, ketika ia telah sampai di pintu istana dalam, teman-teman dan kenalannya, kerabat dan sanak saudaranya, akan bertanya: 'Baginda, apakah engkau datang dari Sāvatthī dengan mengendarai kereta ini?' Bagaimanakah seharusnya Raja Pasenadi dari Kosala menjawabnya dengan benar?"

"Untuk menjawab dengan benar, teman, ia harus menjawab sebagai berikut: 'Di sini, sewaktu menetap di Sāvatthī aku menghadapi suatu urusan yang harus diselesaikan segera di Sāketa, dan antara Sāvatthī dan Sāketa tujuh kereta telah dipersiapkan untukku. Kemudian, meninggalkan Sāvatthī melalui pintu istana dalam, aku menaiki kereta pertama, dan dengan mengendarai kereta pertama aku tiba di kereta ke dua; kemudian aku turun dari kereta pertama dan naik ke kereta ke dua, dan dengan mengendarai kereta ke dua, aku tiba di kereta ke tiga ... ke empat ... ke lima ... ke enam ... kereta ke tujuh, dan dengan mengendarai kereta ke tujuh, aku tiba di pintu istana dalam di Sāketa.' Untuk menjawabnya dengan benar ia harus menjawab demikian."

15. "Demikian pula, teman, pemurnian moralitas adalah demi untuk mencapai pemurnian pikiran; pemurnian pikiran adalah demi untuk mencapai pemurnian pandangan; pemurnian pandangan adalah demi untuk mencapai pemurnian dengan mengatasi keragu-raguan; pemurnian dengan mengatasi keragu-raguan [150] adalah demi untuk mencapai pemurnian melalui pengetahuan dan penglihatan atas apa yang merupakan jalan dan apa yang bukan merupakan jalan; pemurnian melalui pengetahuan dan penglihatan atas apa yang merupakan jalan dan apa yang bukan merupakan jalan adalah demi untuk mencapai pemurnian melalui pengetahuan dan penglihatan terhadap sang jalan; pemurnian melalui pengetahuan dan penglihatan terhadap sang jalan adalah demi untuk mencapai pemurnian melalui pengetahuan dan penglihatan; pemurnian melalui pengetahuan dan penglihatan adalah demi untuk mencapai Nibbāna akhir tanpa kemelekatan. Adalah demi untuk  mencapai Nibbāna akhir tanpa kemelekatan inilah kehidupan suci dijalani di bawah Sang Bhagavā."
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

perumpamaan gergaji :
9. "Sekarang, jika orang lain menyerang bhikkhu itu dalam cara yang tidak diinginkan, tidak disukai, dan tidak menyenangkan, melalui kontak dengan kepalan tangan, tongkat, kayu, atau pisau, ia memahami: 'Jasmani ini memiliki sifat bahwa kontak dengan kepalan tangan, tongkat, kayu, atau pisau akan menyerangnya.  Tetapi telah dikatakan oleh Sang Bhagavā dalam "nasihat tentang perumpamaan gergaji": "Para bhikkhu, bahkan jika para penjahat memotong kalian dengan kejam bagian demi bagian tubuh dengan gergaji berpegangan ganda, ia yang memendam pikiran benci terhadap mereka berarti tidak melaksanakan ajaranKu."  Maka kegigihan tanpa lelah akan dibangkitkan dalam diriku dan perhatian tanpa kendur terbentuk, tubuhku tenang dan tidak terganggu, pikiranku terkonsentrasi dan terpusat. Dan sekarang biarlah kontak dengan kepalan tangan, tongkat, kayu, atau pisau akan menyerang jasmani ini; karena ini adalah bagaimana ajaran Buddha dipraktikkan.'
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

perumpamaan kuda muda dari keturunan murni.

Dengarkan dan perhatikanlah [446] pada apa yang akan Kukatakan."

"Baik, Yang Mulia." Yang Mulia Bhaddāli menjawab.

Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

33. "Bhaddāli, misalkan seorang pelatih kuda yang cerdas memperoleh seekor kuda muda dari keturunan murni yang baik. Pertama-tama ia membuatnya terbiasa mengenakan tali kekang. Sewaktu kuda muda itu dibiasakan mengenakan tali kekang, karena ia melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya, ia memperlilhatkan perlawanan, menggeliat, dan memberontak, namun melalui pengulangan terus-menerus dan latihan secara bertahap, ia menjadi tenang dalam tindakan tersebut.

"Ketika kuda muda itu telah menjadi tenang dalam tindakan itu, sang pelatih kuda lebih jauh membuatnya terbiasa mengenakan perlengkapan kuda. Sewaktu kuda muda itu dibiasakan mengenakan perlengkapan kuda, karena ia melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya, ia memperlilhatkan perlawanan, menggeliat, dan memberontak, namun melalui pengulangan terus-menerus dan latihan secara bertahap, ia menjadi tenang dalam tindakan tersebut.

"Ketika kuda muda itu telah menjadi tenang dalam tindakan itu, sang pelatih kuda lebih jauh membuatnya terlatih dalam melangkah, dalam berlari berputar, dalam menderap, dalam menyerang, dalam kualitas-kualitas kerajaan, dalam budaya kerajaan, dalam kecepatan tertinggi, dalam ketangkasan tertinggi. Sewaktu kuda muda itu dibiasakan melakukan hal-hal ini, karena ia melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya, ia memperlilhatkan perlawanan, menggeliat, dan memberontak, namun melalui pengulangan terus-menerus dan latihan secara bertahap, ia menjadi tenang dalam tindakan tersebut.

"Ketika kuda muda itu telah menjadi tenang dalam tindakan-tindakan itu, sang pelatih kuda lebih jauh menghadiahinya dengan pijatan dan perawatan. Ketika seekor kuda muda jantan dari keturunan murni memiliki sepuluh faktor ini, ia layak menjadi milik raja, layak melayani raja, dan dianggap sebagai salah satu faktor seorang raja.

34. "Demikian pula, Bhaddāli, ketika seorang bhikkhu memiliki sepuluh kualitas, ia layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, ladang menanam jasa yang tanpa bandingnya di dunia. Apakah sepuluh ini? Di sini, Bhaddāli, seorang bhikkhu memiliki pandangan benar seorang yang melampaui latihan,  kehendak benar seorang yang melampaui latihan, ucapan benar seorang yang melampaui latihan, perbuatan benar seorang yang melampaui latihan, penghidupan benar seorang yang melampaui latihan, usaha benar seorang yang melampaui latihan, [447] perhatian benar seorang yang melampaui latihan, konsentrasi benar seorang yang melampaui latihan, pengetahuan beanr seorang yang melampaui latihan, dan kebebasan benar seorang yang melampaui latihan.  Ketika seorang bhikkhu memiliki sepuluh kualitas, ia layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, ladang menanam jasa yang tanpa bandingnya di dunia."
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

Quote from: Mahadeva on 31 May 2011, 08:43:31 PM
saya pernah baca kisah Buddha ingin minum dari sungai dan nyuruh Bhante Ananda, tapi airnya keruh karena tanah atau kotoran jadi Ananda tidak mau ambil...disuruh Buddha tunggu beberapa saat masih keruh ternyata..lalu disuruh kembali masih keruh tapi sudah mulai mengendap sedikit2...tunggu lagi, air sudah jernih dan air itu diberikan pada Buddha

Buddha bilang, pikiran juga diumpamakan seperti itu, kalau saat keruh (jengkel marah dll), jangan diapa2kan atau diaduk2 (dilawan), tapi dibiarkan saja, pasti kotorannya mengendap suatu saat..

tapi saya lupa ada di sutta mana

lalu perumpamaan ttg tuan rumah yang makan suguhannya sendiri

lalu tentang orang yang mendoakan supaya pecahan kendi terapung di atas danau.


baru tau satu

pada jaman Buddha ... di suatu daerah ada ritual kematian... bila ada orang yang meninggal maka dalam pembakaran... anak tertuanya akan memukul kepala yang meninggal ini... ini ritual...


pada saat itu ada keluarga yang meninggal.. dan anak tertua keluarga itu mendatangi buddha untuk mengadakan ritual pada orang tuanya yang meninggal ... agar masuk surga...


kemudian Buddha meminta pemuda yang orangtuanya meninggal ini... untuk membeli dua pot... kemudian pot itu yang satu di isi kerikil dan yang satu di isi sejenis mentega...

pemuda ini mengira Buddha akan mengadakan ritual untuk membuat agar orang tuanya masuk surga...

kemudian Buddha meminta pemuda itu menaruh kedua pot itu kedalam kolam...

setelah berada didasar kolam ... buddha meminta pemuda itu untuk memukul kedua pot itu sampai pecah... pemuda ini berpikir ritual buddha ini untuk menggantikan ritual memukul kepala orang yang meninggal...

pemuda ini berpikir dengan ritual itu akan membantu orang tuanya masuk ke surga...

dan setelah pemuda itu memecahkan pot itu... kemudian pot yang berisi kerikil... kerikilnya berserak didasar kolam... tenggelam.... sedangkan pot yang berisi sejenis mentega.... menteganya muncul ke permukaan air.... mengambang diatas air kolam...

kemudian Buddha menjelaskan ... bahwa dengan sendirinya yang ringan akan naik yang berat akan tenggelam ini hukum alam ... ini seperti perbuatan kita... bila perbuatan kita baik di umpamakan ringan... dengan sendirinya kita akan naik ke surga... tapi bila perbuatan kita jahat di umpamakan berat... dengan sendirinya kita akan jatuh ke neraka... ini sudah hukum alam...


tidak ada ritual yang dapat menangkalnya...

kemudian Buddha meminta pemuda ini... silahkan cari pendeta, brahmana dan orang orang sakti suci... yang bisa membuat ritual sehingga mentega tenggelam ke dalam dasar kolam dan membuat kerikil menjadi mengambang di permukaan kolam...

tidak akan ada pendeta , brahmana dan sebagainya yang akan bisa melakukan itu...
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))