Buddhisme masa kini hasil konstruksi kolonial (baca: Barat)?

Started by sobat-dharma, 16 May 2011, 10:51:48 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

sobat-dharma

Buddhism as a Reform Movement

Buddhism is often viewed as the most modern of world religions.

Is this modernity surprising? Not really, because this Buddhism is itself a modern creation, a late-19th-century development deeply influenced by Western ideas even while emerging as a counterweight to Western colonial domination.

That, at any rate, is the intriguing point made by Donald S. Lopez Jr., a leading scholar of Buddhism, in his introduction to "A Modern Buddhist Bible: Essential Readings from East and West," published by Beacon Press.
Professor Lopez, who teaches Buddhist and Tibetan studies at the University of Michigan, describes how a handful of cosmopolitan Buddhist intellectuals from Ceylon (now Sri Lanka), Thailand, Burma (now Myanmar), China and Japan created this modern Buddhism. They were aided, curiously enough, by an American, Col. Henry Steel Olcott.
Olcott and Blavatsky went to Ceylon where he embraced Buddhism and was soon founding a Young Men's Buddhist Association, publishing the first "Buddhist Catechism," trying to unite all the different forms of Asian Buddhism around a common denominator of beliefs and encouraging the leaders and intellectuals who would reshape Buddhism for their time.

Naturally, this new Buddhism presented itself as a return to the authentic teachings of the Buddha. The Buddhism of the Buddha's experience of enlightenment was seen, Professor Lopez writes, as "most compatible with the ideals of the European Enlightenment, ideals such as reason, empiricism, science, universalism, individualism, tolerance, freedom, and the rejection of religious orthodoxy - precisely those notions that have appealed so much to Western converts."

In effect, this modern Buddhism distanced itself from the actual Buddhism surrounding it. It rejected many ritual elements, Professor Lopez writes, implicitly conceding the charges of Western officials and missionaries that Buddhist populations were ridden by superstition and burdened by exploitative monastic establishments: "The time was ripe to remove the encrustations of the past centuries and return to the essence of Buddhism."

That essence was to be found in Buddhist texts and philosophy, not in the daily round of "monks who chanted sutras, performed rituals for the dead and maintained monastic properties."

The pervasive Buddhist practice of venerating images and relics of the Buddha, which Christian missionaries had considered idolatry, was de-emphasized. Traditional lines dividing monks and lay people were blurred. Important roles were restored to women. The fundamental Buddhist concern to bring an end to suffering now encompassed support for social justice, economic modernization and freedom from colonialism.

Central to modern Buddhism was meditation, an emphasis, Professor Lopez says, that "marked one of the most extreme departures of modern Buddhism from previous forms," which had made meditation only one of many spiritual activities and not necessarily the highest, even within monastic institutions.

Meditation now became a practice recommended for everyone - and also "allowed modern Buddhism generally to dismiss the rituals of consecration, purification, expiation and exorcism so common throughout Asia as extraneous elements that had crept into the tradition," he writes.

The emergence of modern Buddhism, as Professor Lopez describes it, played out a little differently in each Buddhist land. It did not touch Tibetan Buddhism, for example, until the Dalai Lama left Tibet and interacted with a Western audience.

Professor Lopez also notes that this idea of periodically reforming Buddhism from inevitable decline by returning to its roots was found within the tradition itself. But a Westerner reading this history cannot help but think of another religious response to modernization, the Protestant Reformation, with its claim to restore a pure primitive Christianity, its emphasis on equality rather than hierarchy and its rejection of sacrament and ritual in favor of individual piety and introspection.

See also: http://mailbox.univie.ac.at/~muehleb9/shangrila.html

Comments to: esotericandscience_news [at] yahoo.com

Source: http://www.purifymind.com/ReformMovement.htm
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

rooney

Kalo bahan bacaan kayak gini sebaiknya diterjemahkan dulu aja bro... ;D

sobat-dharma

Quote from: rooney on 16 May 2011, 11:00:40 AM
Kalo bahan bacaan kayak gini sebaiknya diterjemahkan dulu aja bro... ;D

Trims atas sarannya bro. Butuh waktu menerjemahkan. Sementara ini buat yang paham Bahasa Inggris dulu :) Nanti terjemahannya menyusul.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

dilbert

coba belajar bahasa pali dan kembali ke teks pali...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

sobat-dharma

Ini terjemahan kasar artikelnya, maaf kalau banyak yang masih keliru:



Buddhisme sebagai Gerakan Reformasi

Buddhisme sering dipandang sebagai agama dunia yang paling modern

Apakah sifat modernitas ini mencengangkan? Tidak juga, karena Buddhisme itu sendiri adalah hasil ciptaan modern, perkembangannya pada akhir Abad ke-19 sangat dipengaruhi oleh ide-ide Barat, bahkan tatkala ia muncul sebagai penyeimbang untuk dominasi kolonial Barat.

Hal tersebut, bagaimanapun juga, adalah kesimpulan menarik yang dibuat oleh Donald S. Lopez Jr, seorang akademisi terkemuka mengenai Buddhisme, dalam pengantar untuk "A Modern Buddha Bible: Essential Readings from East and West," diterbitkan oleh Beacon Press.

Profesor Lopez, yang mengajar Buddha dan studi Tibet di Universitas Michigan, menggambarkan bagaimana beberapa intelektual Buddhis yang kosmopolitan dari Ceylon (sekarang Sri Lanka), Thailand, Burma (sekarang Myanmar), Cina dan Jepang menciptakan Buddhisme modern. Mereka terbantu, anehnya, oleh seorang Amerika, Kolonel Henry Steel Olcott. Olcott dan Blavatsky pergi ke Sri Lanka, di mana dia memeluk agama Buddha dan segera mendirikan sebuah Asosiasi Pemuda Buddhis (Young Men's Buddhist Association), menerbitkan  "Katekismus Buddhis" yang pertama,  mencoba untuk mempersatukan seluruh berbagai bentuk Buddhisme Asia di sekeliling keyakinan para penganut umumnya serta mendorong para pemimpin dan intelektual yang akan membentuk kembali ajaran Buddha sesuai dengan masa mereka.

Secara natural, Buddhisme baru ini memperkenalkan dirinya sebagai gerakan kembali ke ajaran Buddha yang otentik. Buddhisme yang sesuai dengan pengalaman pencerahan Sang Buddha dilihat, tulis Profesor Lopez, sebagai "yang paling sesuai dengan cita-cita Abad Pencerahan Eropa, ideal-ideal seperti nalar, empirisme, sains, universalisme, individualisme, toleransi, kebebasan, dan penolakan terhadap ortodoksi keagamaan - tepatnya gagasan-gagasan yang banyak serupa dengan seruan perubahan dari Barat."


Akibatnya, Buddhisme modern ini menjauhkan diri dari Buddhisme aktual yang ada di sekitarnya. Ia menolak banyak unsur ritual, tulis Profesor Lopez menulis, secara implisit mengakui tuduhan dari para pejabat kolonial Barat dan misionaris bahwa populasi Buddhis dikuasai oleh takhayul dan terbebani oleh keberadaan komunitas monastik yang eksploitatif: "Waktunya sudah tiba untuk menghilangkan pengerakan dari abad lampau dan kembali ke inti dari Buddhisme. " Inti sari itu dapat ditemukan dalam teks Buddhis dan filsafat, bukan dalam ritual harian "para biksu yang melafalkan sutra, menyelenggarakan upacara untuk orang mati, dan mempertahankan properti milik monastik."

Praktik Buddhis memuja gambar dan relik Sang Buddha yang telah meresap, yang oleh  para misionaris kr****n anggap sebagai penyembahan berhala, menjadi kurang ditekankan lagi. Garis Tradisional yang membagi biksu dan umat awam menjadi kabur. Perempuan dikembalikan peran pentingnya. Perhatian mendasar Buddhis untuk mengakhiri penderitaan sekarang juga mencakup dukungan untuk keadilan sosial, modernisasi ekonomi dan kebebasan dari penjajahan.

Pusat bagi Buddhisme modern adalah meditasi, sebuah penekanan, yang menurut Profesor Lopez, bahwa "menandai salah satu perbedaan paling ekstrim dari Buddhisme modern dengan bentuk sebelumnya," yang menjadikan meditasi hanya salah satu kegiatan rohani dan bukan selalu yang tertinggi, bahkan di dalam institusi monastik sekalipun.

Meditasi sekarang menjadi praktik yang direkomendasikan untuk semua orang - dan juga "menginjinkan Buddhisme modern secara umum untuk menghentikan ritual penyucian, pemurnian, penebusan dosa dan pengusiran arwah yang begitu umum di seluruh Asia sebagai unsur-unsur asing yang telah merayap ke tradisi," tulisnya.

Munculnya Buddhisme modern, sebagaimana dijelaskan oleh Profesor Lopez, terjadi sedikit berbeda di setiap negeri Buddhis. Ia tidak menyentuh Buddhisme Tibet, misalnya, hingga Dalai Lama meninggalkan Tibet dan berinteraksi dengan khalayak Barat.

Profesor Lopez juga mencatat bahwa ide reformasi Buddhisme secara berkala dari penurunan tak terelakkan dengan kembali ke akar-akarnya ditemukan dalam tradisi itu sendiri. Tapi orang Barat yang membaca sejarah ini tidak bisa tidak hanya bisa mengingat  respon agama lain terhadap modernisasi, Reformasi Protestan, dengan klaim untuk memulihkan Kekr****nan primitif murni, penekanannya pada keadilan daripada hierarki dan penolakannya terhadap sakramen dan ritual mendukung kesalehan individu dan introspeksi.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Satria

Gunakan nalar yang benar. budhisme asli akan ditemukan.

sobat-dharma

Quote from: Satria on 16 May 2011, 12:57:36 PM
Gunakan nalar yang benar. budhisme asli akan ditemukan.

Buddhisme=Nalar. Apakah justru ini yang disebut sebagai pengaruh Barat dalam Buddhisme menurut artikel di atas?
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

sobat-dharma

Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Satria

Quote from: sobat-dharma on 16 May 2011, 01:47:51 PM
Buddhisme=Nalar. Apakah justru ini yang disebut sebagai pengaruh Barat dalam Buddhisme menurut artikel di atas?

ya.

pada dasarnya, budhisme di bangun atas dasar empirisme, bukan tegak di atas filsafat logisme. tetapi, sang Buddha membabarkan dhamma dengan cara yang logic. sementara barat, dengan keputusan dewan geraja yang telah "mengharamkan logika", justru membangung keyakinan umat di atas logika yang serampangan, yang penuh dengan fallacius, sesuatu yang tampak logis, tapi sebenarnya tidak logis. agama manapun di dunia ini, telah tercampuri oleh banyak sekali iluminasi fallacy. penyakit ini hanya bisa disembuhkan dengan obat yang tepat, yaitu logika pula. intinya, musuh yang menggunakan senjata canggih dalam perang, lawanlah dengan senjata canggih pula. jangan bom atom di lawan dengan ketepel, itu gak kurup. kaum satanisme telah mempergunakan logika untuk memporak-porandakan umat beragama. maka logika pulalah yang harus dipergunakan untuk menghadapi mereka.

sobat-dharma

Quote from: Satria on 16 May 2011, 02:37:30 PM
ya.

pada dasarnya, budhisme di bangun atas dasar empirisme, bukan tegak di atas filsafat logisme. tetapi, sang Buddha membabarkan dhamma dengan cara yang logic. sementara barat, dengan keputusan dewan geraja yang telah "mengharamkan logika", justru membangung keyakinan umat di atas logika yang serampangan, yang penuh dengan fallacius, sesuatu yang tampak logis, tapi sebenarnya tidak logis. agama manapun di dunia ini, telah tercampuri oleh banyak sekali iluminasi fallacy. penyakit ini hanya bisa disembuhkan dengan obat yang tepat, yaitu logika pula. intinya, musuh yang menggunakan senjata canggih dalam perang, lawanlah dengan senjata canggih pula. jangan bom atom di lawan dengan ketepel, itu gak kurup. kaum satanisme telah mempergunakan logika untuk memporak-porandakan umat beragama. maka logika pulalah yang harus dipergunakan untuk menghadapi mereka.

Jadi logika itu jahat?
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Satria

Quote from: sobat-dharma on 16 May 2011, 02:47:05 PM
Jadi logika itu jahat?

aduh.... kok logikanya yang jahat? bukan logika nya yang jahat, tapi yang menyalah gunakan logika, itulah yang jahat.

sama seperti teknologi yang kini telah merusak dunia. contoh kecilnya, teknologi plastik, kini menjadi masalah sampah yang mengancam dunia. tapi manusia tidak bisa melepaskan ketergantungannya terhadap teknologi, kendatipun memberi dampak buruk. maka tidak ada jalan lain, kecuali membuat teknologi tandingan untuk menangkal efek buruk dari teknologi sebelumnya.

teknologi lawan teknologi
senjata lawan senjata

apa yang terjadi, bila sebilah pisau ada di tangan seorang penjahat?
apa yang terjadi, bila sebilah pisau ada di tangan seorang arahat?

sobat-dharma

 [at] satria
OK,
tapi bagaimana menurutmu tentang isi artikel ini? Apakah kamu setuju kalau Buddhisme modern adalah hasil konstruksi barat?
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

ryu

budisme sekarang masih seperti dulu mementingkan upacara di bandingkan tujuan inti buda membabarkan dama nya.

jadi ingat thread ini : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=8021.0
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

rooney

Quote from: ryu on 17 May 2011, 12:43:28 PM
budisme sekarang masih seperti dulu mementingkan upacara di bandingkan tujuan inti buda membabarkan dama nya.

jadi ingat thread ini : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=8021.0

Mungkin karena Zaman sekarang banyak umat yang tergila-gila dengan hal itu  ;D

ryu

Quote from: rooney on 17 May 2011, 01:04:51 PM
Mungkin karena Zaman sekarang banyak umat yang tergila-gila dengan hal itu  ;D
yeah tuhan yang bahkan katanya MAHA, tapi membutuhkan uang yang sangat banyak, ciptaan tuhan/manusia yang paling hebat adalah UANG =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))