Authenticity of the Suttas of the Pali Canon

Started by sobat-dharma, 13 May 2011, 03:50:45 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

sobat-dharma

Quote from: ryu on 20 May 2011, 11:33:41 AM
apakah buda mengajarkan untuk membunuh?

apakah dalai lama membunuh?

ada option lain khan yaitu lari?

setiap pembunuhan ada konsekuensinya itu yang diajarkan buda, bukan melakukan pembenaran membunuh demi menolong.

Kalau kita bicara tentang monastik, kita memang bisa lebih ketat tentang hal ini. Namun, Umat Buddhis bukanlah hanya monastik, melainkan terdiri dari beragam profesi yang kadang-kadang walaupun melanggar sila tetap dibutuhkan dalam masyarakat.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

ryu

Quote from: sobat-dharma on 20 May 2011, 11:40:22 AM
Mahayana berkembang dari tuntutan realitas di masyarakat. Tentara dan petani yang mempunyai keyakinan terhadap ajaran Buddhis tidak perlu terlalu risau antara tuntutan dalam kehidupan dalam dunia awam dengan Buddhadharma. Konflik2 demikian, bagaimanapun harus dijawab dan diberikan ruang yang toleran untuk mendamaikan keduanya. Mereka tidak perlu meninggalkan pekerjaannya, selama profesi itu mutlak dibutuhkan dalam masyarakat, hanya untuk Buddhadharma ataupun sebaliknya.

Jika tidak ada tentara atau polisi (seperti Densus 88) lantas siapa yang akan mempertahankan negara atau menjaga keamanan di negara tersebut dari teroris dll? Negara-negara Buddhis seperti Sri Lanka, Thailand dl, faktanya,l sama sekali tidak menghilangkan tentara dari alat negara.

Jika petani tidak boleh membunuh hama-hama dari sawahnya, lantas bagaimana mengisi perut warga negara yang lapar?
di tibet katanya para petani ketika menggali tanah pun hati2, mereka menyelamatkan cacing2 dari galian itu.

*nonton film kundun
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

sobat-dharma

Quote from: ryu on 20 May 2011, 11:42:40 AM
di tibet katanya para petani ketika menggali tanah pun hati2, mereka menyelamatkan cacing2 dari galian itu.

*nonton film kundun

Ini contoh masyarakat yang meresapkan Buddhadharma dalam kehidupan sehari2nya: Tapi bagaimana saat suatu hama menyerang dan mengancam panen warga sehingga berpotensi dampak kelaparan dan kematian, saya belum pernah tahu apa tindakan mereka. 
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Indra

Quote from: sobat-dharma on 20 May 2011, 11:40:22 AM
Mahayana berkembang dari tuntutan realitas di masyarakat. Tentara dan petani yang mempunyai keyakinan terhadap ajaran Buddhis tidak perlu terlalu risau antara tuntutan dalam kehidupan dalam dunia awam dengan Buddhadharma. Konflik2 demikian, bagaimanapun harus dijawab dan diberikan ruang yang toleran untuk mendamaikan keduanya. Mereka tidak perlu meninggalkan pekerjaannya, selama profesi itu mutlak dibutuhkan dalam masyarakat, hanya untuk Buddhadharma ataupun sebaliknya.

Jika tidak ada tentara atau polisi (seperti Densus 88) lantas siapa yang akan mempertahankan negara atau menjaga keamanan di negara tersebut dari teroris dll? Negara-negara Buddhis seperti Sri Lanka, Thailand dl, faktanya,l sama sekali tidak menghilangkan tentara dari alat negara.

Jika petani tidak boleh membunuh hama-hama dari sawahnya, lantas bagaimana mengisi perut warga negara yang lapar?

sungguh ironis, suatu aliran yg katanya penuh cinta kasih, bahkan menjalani hidup vegetarianism, tapi juga turut berkontribusi dalam wisata "hajar musuh, bunuh" serta pembantaian tikus, dll.

ryu

Quote from: sobat-dharma on 20 May 2011, 11:45:56 AM
Ini contoh masyarakat yang meresapkan Buddhadharma dalam kehidupan sehari2nya: Tapi bagaimana saat suatu hama menyerang dan mengancam panen warga sehingga berpotensi dampak kelaparan dan kematian, saya belum pernah tahu apa tindakan mereka. 
perlu disadari, membunuh pasti ada akibatnya, mau besar ataupun kecil, jangan melakukan pembenaran, silahkan saja membunuh tapi pasti ada akibatnya.

itu saja simple.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

pannadevi

Quote from: sobat-dharma on 20 May 2011, 11:40:22 AM
Mahayana berkembang dari tuntutan realitas di masyarakat. Tentara dan petani yang mempunyai keyakinan terhadap ajaran Buddhis tidak perlu terlalu risau antara tuntutan dalam kehidupan dalam dunia awam dengan Buddhadharma. Konflik2 demikian, bagaimanapun harus dijawab dan diberikan ruang yang toleran untuk mendamaikan keduanya. Mereka tidak perlu meninggalkan pekerjaannya, selama profesi itu mutlak dibutuhkan dalam masyarakat, hanya untuk Buddhadharma ataupun sebaliknya.

Jika tidak ada tentara atau polisi (seperti Densus 88) lantas siapa yang akan mempertahankan negara atau menjaga keamanan di negara tersebut dari teroris dll? Negara-negara Buddhis seperti Sri Lanka, Thailand dl, faktanya,l sama sekali tidak menghilangkan tentara dari alat negara.

Jika petani tidak boleh membunuh hama-hama dari sawahnya, lantas bagaimana mengisi perut warga negara yang lapar?

saya hanya ingin menanyakan yg sy beri tanda bold, saya sebagian besar setuju dg pandangan bro bhw lihatlah manfaatnya, krn Sang Buddha sendiri aja udah menyampaikan dlm Kalamasutta bhw kita jangan mudah percaya walau dengan kitab suci sekalipun, tapi bagi sy pribadi sy percaya dg TIPITAKA. dlm Kalamasutta beliau menekankan utk melihat manfaat sebuah ajaran, bahwa membawa KESEJAHTERAAN atau tidak, dalam arti membebaskan kita dari roda samsara. klo percaya sepenuhnya Tipitaka tapi tetap tidak menjalankan ajarannya dengan benar ya percuma.

mettacittena,

sobat-dharma

Quote from: Indra on 20 May 2011, 11:49:21 AM
sungguh ironis, suatu aliran yg katanya penuh cinta kasih, bahkan menjalani hidup vegetarianism, tapi juga turut berkontribusi dalam wisata "hajar musuh, bunuh" serta pembantaian tikus, dll.


Itulah realitas! Tidak ada yang namanya konsistensi, karena realitas selalu ajaib dan di luar nalar kita. Dalam hal ini, Mahayana tidak bersembunyi dalam ilusi tentang konsistensi namun menghadapi realitas yang tidak konsisten: sambil mempertahankan cita-cita Bodhisattva. Cita2 tersebut seringkali dilambangkan sebagai teratai di atas rawa2 yang kotor.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Indra

Quote from: sobat-dharma on 20 May 2011, 11:55:08 AM
Itulah realitas! Tidak ada yang namanya konsistensi, karena realitas selalu ajaib dan di luar nalar kita. Dalam hal ini, Mahayana tidak bersembunyi dalam ilusi tentang konsistensi namun menghadapi realitas yang tidak konsisten: sambil mempertahankan cita-cita Bodhisattva. Cita2 tersebut seringkali dilambangkan sebagai teratai di atas rawa2 yang kotor.

lucu rasanya mengatakan "mempertahankan cita-cita bodhisattva", sambil menggorok leher.

sobat-dharma

Quote from: Indra on 20 May 2011, 11:56:40 AM
lucu rasanya mengatakan "mempertahankan cita-cita bodhisattva", sambil menggorok leher.

Karena anda membacanya hanya dari segi konsistensi secara rasio
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Indra

Quote from: sobat-dharma on 20 May 2011, 11:57:35 AM
Karena anda membacanya hanya dari segi konsistensi secara rasio

maka jelaskanlah, bagaimana cara anda mempertahankan cita-cita bodhisattva (yg menghindari pembunuhan) sementara anda membenarkan pembunuhan?

djoe

Quote from: pannadevi on 20 May 2011, 11:53:03 AM
saya hanya ingin menanyakan yg sy beri tanda bold, saya sebagian besar setuju dg pandangan bro bhw lihatlah manfaatnya, krn Sang Buddha sendiri aja udah menyampaikan dlm Kalamasutta bhw kita jangan mudah percaya walau dengan kitab suci sekalipun, tapi bagi sy pribadi sy percaya dg TIPITAKA. dlm Kalamasutta beliau menekankan utk melihat manfaat sebuah ajaran, bahwa membawa KESEJAHTERAAN atau tidak, dalam arti membebaskan kita dari roda samsara. klo percaya sepenuhnya Tipitaka tapi tetap tidak menjalankan ajarannya dengan benar ya percuma.

mettacittena,

Sayangnya sebagian orang masih suka berkutat pada asli dan palsu ketimbang manfaatnya.

pannadevi

#206
Quote from: djoe on 20 May 2011, 12:04:06 PM
Quote from: pannadevi on 20 May 2011, 11:53:03 AM
Quote from: sobat-dharma on 20 May 2011, 11:40:22 AM
Mahayana berkembang dari tuntutan realitas di masyarakat. Tentara dan petani yang mempunyai keyakinan terhadap ajaran Buddhis tidak perlu terlalu risau antara tuntutan dalam kehidupan dalam dunia awam dengan Buddhadharma. Konflik2 demikian, bagaimanapun harus dijawab dan diberikan ruang yang toleran untuk mendamaikan keduanya. Mereka tidak perlu meninggalkan pekerjaannya, selama profesi itu mutlak dibutuhkan dalam masyarakat, hanya untuk Buddhadharma ataupun sebaliknya.

Jika tidak ada tentara atau polisi (seperti Densus 88) lantas siapa yang akan mempertahankan negara atau menjaga keamanan di negara tersebut dari teroris dll? Negara-negara Buddhis seperti Sri Lanka, Thailand dl, faktanya,l sama sekali tidak menghilangkan tentara dari alat negara.

Jika petani tidak boleh membunuh hama-hama dari sawahnya, lantas bagaimana mengisi perut warga negara yang lapar?
saya hanya ingin menanyakan yg sy beri tanda bold, saya sebagian besar setuju dg pandangan bro bhw lihatlah manfaatnya, krn Sang Buddha sendiri aja udah menyampaikan dlm Kalamasutta bhw kita jangan mudah percaya walau dengan kitab suci sekalipun, tapi bagi sy pribadi sy percaya dg TIPITAKA. dlm Kalamasutta beliau menekankan utk melihat manfaat sebuah ajaran, bahwa membawa KESEJAHTERAAN atau tidak, dalam arti membebaskan kita dari roda samsara. klo percaya sepenuhnya Tipitaka tapi tetap tidak menjalankan ajarannya dengan benar ya percuma.

mettacittena,

Sayangnya sebagian orang masih suka berkutat pada asli dan palsu ketimbang manfaatnya.

maaf bro, sy menanggapi bro Sobat-dharma atas postingan beliau, coba anda baca, apakah yg sy tanyakan, jelas2 sy meng-quote pernyataan beliau, jadi beliau yg lebih berhak menjawab, anda sudah menanggapi sy yg bukan menjawab pertanyaan sy, malah akan menjurus ke perdebatan yg tidak membawa manfaat.

djoe

#207
quote author=pannadevi link=topic=20313.msg349340#msg349340 date=1305868112]
maaf bro, sy menanggapi bro Sobat-dharma atas postingan beliau, coba anda baca, apakah yg sy tanyakan, jelas2 sy meng-quote pernyataan beliau, jadi beliau yg lebih berhak menjawab, anda sudah menanggapi sy yg bukan menjawab pertanyaan sy, malah akan menjurus ke perdebatan yg tidak membawa manfaat.
[/quote]

saya hanya menyambut positif saran anda untuk melihat manfaatnya

ryu

Quote from: sobat-dharma on 20 May 2011, 11:55:08 AM
Itulah realitas! Tidak ada yang namanya konsistensi, karena realitas selalu ajaib dan di luar nalar kita. Dalam hal ini, Mahayana tidak bersembunyi dalam ilusi tentang konsistensi namun menghadapi realitas yang tidak konsisten: sambil mempertahankan cita-cita Bodhisattva. Cita2 tersebut seringkali dilambangkan sebagai teratai di atas rawa2 yang kotor.
bukan soal realitas, dalam surangama sutra aja sudah disebutkan orang yang makan daging saja sudah bukan disebut murid buda, apalagi ini membunuh, ckckck berarti sutra palsu pun tidak bermanfaat khan? =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

pannadevi

Quote from: djoe on 20 May 2011, 12:11:41 PM
quote author=pannadevi link=topic=20313.msg349340#msg349340 date=1305868112]
Quote from: djoe on 20 May 2011, 12:04:06 PM
Quote from: pannadevi on 20 May 2011, 11:53:03 AM
saya hanya ingin menanyakan yg sy beri tanda bold, saya sebagian besar setuju dg pandangan bro bhw lihatlah manfaatnya, krn Sang Buddha sendiri aja udah menyampaikan dlm Kalamasutta bhw kita jangan mudah percaya walau dengan kitab suci sekalipun, tapi bagi sy pribadi sy percaya dg TIPITAKA. dlm Kalamasutta beliau menekankan utk melihat manfaat sebuah ajaran, bahwa membawa KESEJAHTERAAN atau tidak, dalam arti membebaskan kita dari roda samsara. klo percaya sepenuhnya Tipitaka tapi tetap tidak menjalankan ajarannya dengan benar ya percuma.

mettacittena,
Sayangnya sebagian orang masih suka berkutat pada asli dan palsu ketimbang manfaatnya.
maaf bro, sy menanggapi bro Sobat-dharma atas postingan beliau, coba anda baca, apakah yg sy tanyakan, jelas2 sy meng-quote pernyataan beliau, jadi beliau yg lebih berhak menjawab, anda sudah menanggapi sy yg bukan menjawab pertanyaan sy, malah akan menjurus ke perdebatan yg tidak membawa manfaat.


saya hanya menyambut positif saran anda untuk melihat manfaatnya

baiklah, lain kali klo menjawab tidak perlu meng-quote jika TIDAK bermaksud menanggapi seseorang. lebih baik langsung ketik jawaban tanpa quote postingan. krn sy mempertanyakan postingan bro sobat-dharma maka sy quote postingan beliau, tapi anda quote postingan sy dg sekarang menyatakan tidak menanggapi saya.

(**BUKAN premanisasi lho....**)