dasar perempuan binal ? (17+)

Started by Satria, 12 May 2011, 10:07:23 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

kullatiro

#120
No.18.

MATAKABHATTA-JĀTAKA


"Jika mengetahui hukuman," dan seterusnya
. Kisah ini
diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai
(perayaan) makanan untuk orang-orang yang telah meninggal.
Saat itu, para penduduk membunuh kambing, domba, hewan-
hewan lainnya, dan mempersembahkan mereka dalam sebuah
ritual yang disebut perayaan makanan untuk mereka yang telah
meninggal demi keselamatan sanak keluarga mereka yang
mereka tinggalkan. Melihat para penduduk sedang
melaksanakan upacara tersebut, para bhikkhu bertanya kepada
Sang Guru, "Bhante, barusan para penduduk membunuh
sejumlah makhluk hidup dan mempersembahkan mereka dalam
sebuah ritual yang disebut sebagai perayaan makanan untuk
mereka yang telah meninggal. Dapatkah hal itu membawa
kebaikan, Bhante?"
"Tidak, para Bhikkhu," jawab Sang Guru, "pembunuhan
yang dilakukan dengan tujuan mengadakan sebuah perayaan,
tidak akan membawa kebaikan apa pun juga. Di kehidupan yang
lampau, mereka yang bijaksana membabarkan Dhamma dengan
melayang di udara, dan menunjukkan akibat buruk dari praktik
yang salah itu, membuat semuanya meninggalkan praktik
tersebut. Namun dewasa ini, saat pengaruh kelahiran
sebelumnya telah mengacaukan pikiran mereka, praktik salah itu
muncul kembali." Setelah mengucapkan kata-kata tersebut,
Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
______________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
seorang brahmana yang sangat menguasai ajaran Tiga Weda,
dan terkenal di seluruh dunia sebagai seorang guru, mempunyai
ide mengadakan perayaan makanan untuk mereka yang telah
meninggal. Ia mengambil seekor kambing dan berkata pada para
muridnya, "Anak-anakku, bawa kambing ini ke sungai di bawah
sana dan mandikan; kemudian pasangkan untaian bunga di
lehernya, berikan padanya semangkuk padi-padian dan rapikan
ia sedikit, lalu bawa ia kembali kepadaku."
"Baiklah," jawab mereka, dan membawa kambing itu
turun ke sungai, tempat ia dimandikan. Setelah itu, mereka
merapikan kambing itu dan membawanya ke tepi sungai.
Kambing yang mempunyai kesadaran akan perbuatannya di
kelahiran yang lampau, merasa gembira memikirkan bahwa ia
akan terbebas dari kesengsaraannya, ia tertawa dengan suara
yang nyaring seperti bunyi panci yang jatuh. Namun saat
memikirkan brahmana itu akan mendapatkan kesengsaraan
karena membunuhnya, ia merasa sangat kasihan pada
brahmana tersebut dan menangis dengan suara yang nyaring
pula. "Teman," kata seorang brahmana muda [167], "saat tertawa
maupun menangis, suaramu sama nyaringnya; apa yang
membuatmu tertawa dan apa juga yang membuatmu menangis?"
"Tanyakan kembali pertanyaan ini di hadapan gurumu."
Dengan membawa kambing itu, mereka menemui sang
guru, kemudian menceritakan kejadian itu kepada guru mereka.
Mendengar cerita mereka, guru itu bertanya kepada kambing
tersebut mengapa ia tertawa lalu menangis. Di saat inilah hewan
yang mengetahui akibat perbuatannya di kelahiran yang lampau,
karena mempunyai kemampuan untuk mengingat kembali
tentang kelahirannya yang lampau, menyatakan hal ini kepada
brahmana tersebut : — "Di kehidupan yang lampau, Brahmana,
saya sama sepertimu, seorang brahmana yang sangat
menguasai ajaran Weda, dan demi memberikan persembahan
pada perayaan makanan untuk mereka yang telah meninggal,
saya membunuh seekor kambing sebagai korban. Hanya karena
membunuh seekor kambing, kepala saya telah dipenggal selama
empat ratus sembilan puluh sembilan kali. Ini adalah yang kelima
ratus kalinya, dan merupakan kelahiran saya sebagai seekor
kambing yang terakhir kalinya. Saya tertawa dengan nyaring saat
memikirkan saya akan segera terbebas dari kesengsaraan. Di
sisi yang lain, saya menangis karena memikirkan bagaimana,
karena membunuh seekor kambing, saya mendapatkan
malapetaka dengan kehilangan kepala sebanyak lima ratus kali,
dan kamu akan menerima hukuman karena membunuh saya,
kamu juga akan mendapatkan malapetaka dengan kehilangan
kepala, seperti saya, sebanyak lima ratus kali. Karena rasa
kasihan itulah saya menangis."
"Jangan takut, Kambing," kata
brahmana itu, "Saya tidak akan membunuhmu." "Apa katamu,
Brahmana?" seru kambing itu, "Baik engkau akan membunuhku
maupun tidak, saya tidak akan dapat melepaskan diri dari
kematian hari ini." "Jangan takut; saya akan mendampingimu
untuk menjagamu." "Perlindunganmu merupakan kelemahan,
Brahmana, dan akan memberi kekuatan pada hasil kejahatanku."
Setelah membebaskannya, brahmana memberi pesan
kepada para muridnya, "Jangan sampai ada orang yang
membunuh kambing itu." Bersama beberapa pemuda, ia
mengikuti hewan itu dalam jarak dekat. Setelah dibebaskan,
kambing itu menjulurkan lehernya untuk makan daun-daun yang
tumbuh di dekat puncak sebuah batu besar. Secara tiba-tiba,
petir menyambar batu itu, satu pecahan batu yang besar
menghantam kambing yang sedang menjulurkan lehernya itu dan
terpisahlah kepala kambing dari badannya. Orang-orang
berdatangan mengerumuni tempat itu.
[168] Saat itu, Bodhisatta terlahir sebagai dewa pohon di
tempat itu. Dengan kekuatan gaibnya, ia duduk bersila melayang
di udara, semua orang dalam kerumunan itu melihatnya. Ia
berpikir, "Jika makhluk-makhluk ini mengetahui akibat perbuatan
jahat mereka, mungkin mereka akan berhenti membunuh." Maka
dengan suara yang enak didengar, ia mengajarkan Kebenaran
kepada mereka melalui syair ini,

—Jika mengetahui hukuman yang timbul adalah lahir
dalam kesengsaraan, mereka yang hidup akan berhenti
melakukan pembunuhan. 
Malapetaka adalah buah bagi seorang pembunuh.


Setelah Sang Mahasatwa mengajarkan Kebenaran, para
pendengarnya merasa takut pada penderitaan di neraka; orang-
orang yang mendengar perkataannya, takut terhadap
penderitaan yang ada di neraka, sehingga mereka berhenti
membunuh. Dan Bodhisatta sendiri, setelah berhasil membuat
mereka menjalankan sila melalui Dhamma yang dibabarkannya,
meninggal dunia dan terlahir kembali di alam bahagia. Orang-
orang itu juga, mereka yang tetap setia pada ajaran Bodhisatta,
menghabiskan hidup dengan berdana dan melakukan perbuatan
baik lainnya, setelah meninggal terlahir kembali di alam dewa.
____________________
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru mempertautkan
antara kedua kisah itu dan menjelaskan tentang kelahiran itu
dengan berkata, "Di masa itu, Saya adalah dewa pohon."

http://www.scribd.com/doc/31483424/Jataka-Vol-1#fullscreen:on

  ini terjemahan indonesia nya

johan3000

Quotebila dapat menangkap makna dibalik kisah itu, maka ketahuhuilah pula bahwa pertanyaan dari sdr. bro Johan untuk memberi sandang dan pangan kepada masyarakt dengan Logika itu adalah hal yang gak nyambung.

bukan soal nyambung atau tidak....

menurut logiku gw, ternyata masalah tsb belum dpt bro pecahkan... itu aja... :)) :)) :))

ilmu logika bro belum memiliki kemampuan utk memecahkan masalah nyata...
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Sostradanie

Quote from: Satria on 21 May 2011, 09:47:33 PM
apakah anda merasa tidak difahami oleh saya karena pertanyaan yang anda ajukan terasa belum terjawab?

menurut saya, itu bukan karna saya tidak memahami anda, tapi anda tidak cukup sabar menunggu kesimpulan akhir dari jawaban saya. saya menjelaskan secara bertahap dengan teknik logika.  tapi sebagaimana saya jelaskan bahwa menggunakan logika berarti memerlukan kekuatan mental tertentu, yaitu ketenangan, kejernihan pikiran, kemampuan berkonsentrasi, keterampilan mengingat dan menghubungkan satu argument dengan argument lainnya. tanpa itu, kebenaran logic sulit difahami. jawaban yang pasti akan anda temukan, setelah anda secara bertahap mampu mencapai tahap mental yang memungkinkan melihat fakta logika tersebut secara nyata. jadi, bila anda menunggu jawaban saya, maka saya menunggu kondisi anda untuk mencapai kondisi mental tertentu.

tentang cara memahami orang lain, saya tidak akan membela diri. tapi saya sekedar ingin bercerita, yang nantinya anda boleh percaya atau tidak.

bila mengajar meditasi, saya duduk di depan para murid. bila tingkat konsentrasi saya mencapai tahap ke 3 atau ke 4, maka kemampuan membaca pikiran pun muncul. lalu satu prsatu murid, saya sebut namanya dan saya uraiankan bagaimana keadaan batin dan apa yang ia pikirkan. selain itu, sayapun menguraikan tentang apa yang terjadi padanya di masa lalu pada kehidupan ini.  seringkali saya menyentuh hal-hal yang bersifat rahasia pribadi. mereka seringkali heran, bagaimana saya bisa mengetahui semua itu, padahal mereka tidak pernah menceritakannya pada siapapun. Dan bahkan saya bisa menguraikan secara terperinci keadaan mental mereka.

Sebagian murid seringkali mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Umumnya pertanyaan saya jawab secara langsung. tapi ada pengetahuan-pengetahuan yang tidak bisa saya uraiakan dengan kata-kata, maka saya mentranfer pengetahuan tersebut secara telepati. saya menyuruh murid tersebut untuk mengheningkan cipta. sementara sayapun mengembangkan daya konsentrasi untuk mengirimkan "file pengetahuan" yang ada di dalam batin saya.

stelah selesai saya kirimkan, saya bertanya, "Bagaimana, apakah kamu telah mendapatkan jawaban dari pertanyaan mu itu?"

murid tersebut mengangguk lalu mencium tangan saya, karena rasa gembira telah menemukan jawaban yang selama ini ia cari.

jika pengakuan saya tersebut benar, dan jika kemampuan saya dalam memahami orang lain sangat buruk, bagimana bisa saya melakukan hal-hal seperti yang saya ceritakan kepada murid-murid saya ketika mereka berlatih meditasi?
Nah, cuma inilah kemampuan anda. Sungguh-sungguh tragis....lawakan yang menarik untuk dibaca.
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

Satria

Quote from: sriyeklina on 21 May 2011, 09:45:59 PM
Secara logika ini tidak benar. Berarti cerita ini juga tidak benar.Anda sudah memberikan fitnah terhadap ustadz. Seharus-nya anda menafsirkan bahwa ustadz itu marah. Dan juga  seharusnya anda mengatakan,anda menafsirkan karena ego-nya tersentil oleh anda.

Bukankah itu ajaran anda pada postingan anda sebelum-nya?


saya tidak menyatakan bahwa itu bukan tafsiran saya. saya mengatakan bahwa ustadz tersebut marah, tanpa mengatakan "om Budi berkata bahwa ustadz tersebut marah".  saya tidak memfitnah om Budi.

saya menyatakan yang sebenarnya, karena usai bubar dari majlis taklim tersebut ustadz itu meminta maaf kepada saya dengan berkata, "maafkan saya, karena saya telah marah tadi".

"saya" di dalam kalimat itu adalah "ustadz tsb", jadi benar bahwa ustdz tsb telah marah.

adapun pernyataan "saya menyentil ego ustadz tersebut", ini benar merupakan tafsiran saya terhadap keadaan pada waktu. tapi saya tidak memfitnah ustadz itu karena saya tidak berkata, "ustadz itu berkata bahwa saya menyentil ustadz itu".

adapun ego adalah "rasa keakuan".

dia telah mengakui bahwa dirinya marah. selanjutnya, dalam budhisme diajarkan bahwa orang yang marah itu karena ia berpikir "dia telah menyakitiku" atau "aku telah disakiti olehnya". yang merasa disakiti adalah sang "Aku" atau "rasa keakuan".

dan karena yang dianggap menyakiti "rasa keakuan" sang ustadz adalah perkataan saya, maka hal itu saya sebut "saya menyentil ego ustadz tsb"

johan3000

mari kita lihat siapakah lawakan sejati hahahaha....

murid yg cium tangan itu laki atau cewek ... nahhhhh, info gak lengkap...
utk di processsss....

Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Satria

Quote from: johan3000 on 21 May 2011, 09:55:15 PM
bukan soal nyambung atau tidak....

menurut logiku gw, ternyata masalah tsb belum dpt bro pecahkan... itu aja... :)) :)) :))

ilmu logika bro belum memiliki kemampuan utk memecahkan masalah nyata...

kalo ahli psikologi anda panggil untuk membangun jembatan, pasti ahli psikologi tersebut tidak akan mampu memecahkan masalah "membangun jembatan" tersebut. karena anda salah panggi orang, sharusnya anda panggil tukang arsitek bangungan.

kalau menanyakan persoalanp-persoalan meditasi, anda harus datang kepada arahat, bukan kepada seorang ahli matematika. kendatipun jenius dalam bidang matematika, ia belum tentu mampu memecahkan persoalan nyata yang terjadi di dalam meditasi.

kalau anda ingin menyelesaikan persoalan sandang dan pangan, anda harus menghubungi menteri ekonomi, bukan seorang ahli logika.

hanya bila anda ingin menyelesaikan masalah-masalah logika, anda bisa temui ahli logika.

Satria

Quote from: johan3000 on 21 May 2011, 10:02:48 PM
mari kita lihat siapakah lawakan sejati hahahaha....

murid yg cium tangan itu laki atau cewek ... nahhhhh, info gak lengkap...
utk di processsss....



anda juga harus tau, bahwa semakin saya diperolok-olok, maka saya sungguh semakin mrasa senang hati. inilah yang saya butuhkan.

bila orang mulai memuji atau menyangjung saya di forum ini, pasti saya akan segera kabur dari sini. jadi, silahkan memperolok saya sepuasnya. hanya agar tidak menjadi kamma buruk bagi saya, harus saya ingatkan bahwa berbuat memperolok seperti itu merupakan kamma buruk. Kendatipun saya tidak keberatan dengan olok-olokan anda dan sdr sriyeklina, tapi saya harus meminta anda untuk berhenti mengolok-olok saya, untuk kebaikan anda sendiri.

Sostradanie

Quote from: Satria on 21 May 2011, 10:00:52 PM
saya tidak menyatakan bahwa itu bukan tafsiran saya. saya mengatakan bahwa ustadz tersebut marah, tanpa mengatakan "om Budi berkata bahwa ustadz tersebut marah".  saya tidak memfitnah om Budi.

saya menyatakan yang sebenarnya, karena usai bubar dari majlis taklim tersebut ustadz itu meminta maaf kepada saya dengan berkata, "maafkan saya, karena saya telah marah tadi".

"saya" di dalam kalimat itu adalah "ustadz tsb", jadi benar bahwa ustdz tsb telah marah.

adapun pernyataan "saya menyentil ego ustadz tersebut", ini benar merupakan tafsiran saya terhadap keadaan pada waktu. tapi saya tidak memfitnah ustadz itu karena saya tidak berkata, "ustadz itu berkata bahwa saya menyentil ustadz itu".

adapun ego adalah "rasa keakuan".

dia telah mengakui bahwa dirinya marah. selanjutnya, dalam budhisme diajarkan bahwa orang yang marah itu karena ia berpikir "dia telah menyakitiku" atau "aku telah disakiti olehnya". yang merasa disakiti adalah sang "Aku" atau "rasa keakuan".

dan karena yang dianggap menyakiti "rasa keakuan" sang ustadz adalah perkataan saya, maka hal itu saya sebut "saya menyentil ego ustadz tsb"
-Ini nama-nya alibi yang ditambahkan kemudian. Atau bisa disebut ilmu belut..

-Umpan yang dipasang sendiri dan dimakan oleh diri sendiri. Itu arti-nya ilmu keledai.

-Hanya 1 pertanyaan yang saya berikan dan itu sudah membuat anda mati langkah, dan pertanyaan saya membuat anda jadi harus melawak :)
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

Satria

Quote from: sriyeklina on 21 May 2011, 10:09:42 PM
-Ini nama-nya alibi yang ditambahkan kemudian. Atau bisa disebut ilmu belut..

-Umpan yang dipasang sendiri dan dimakan oleh diri sendiri. Itu arti-nya ilmu keledai.

-Hanya 1 pertanyaan yang saya berikan dan itu sudah membuat anda mati langkah, dan pertanyaan saya membuat anda jadi harus melawak :)

alibi seperti apa yang anda maksud. anda menuduh saya "menafsirkan" dan saya mengakui bahwa saya menafsirkan. lalu kenapa anda menyebutnya alibi?

tapi saya tidak mengakui tuduhan anda bahwa saya memfitnah, karena sudah saya akui bahwa itu adalah "tafsiran saya". padahal yang saya bahas sebelumnya adalah, seseorang itu disebut fitnah bila menyatakan tafsirannya sendiri sebagai perkataan orang lain. seperti misalnya, si A menafirkan sabda sang Buddha di dalam sutta, tapi ia berkata, "sang buddha mengatakan begini dan begitu" tapi sebenarnya yang dia katakan tafsirannya sendiri. nah, itu baru namanya fitnah.

Indra

Quote from: Satria on 21 May 2011, 10:08:41 PM
bila orang mulai memuji atau menyangjung saya di forum ini, pasti saya akan segera kabur dari sini.

Tuan Satria yg terhormat, anda sungguh cerdas dan bijaksana, pengetahuan logika anda luar biasa.

Quote
jadi, silahkan memperolok saya sepuasnya. hanya agar tidak menjadi kamma buruk bagi saya, harus saya ingatkan bahwa berbuat memperolok seperti itu merupakan kamma buruk. Kendatipun saya tidak keberatan dengan olok-olokan anda dan sdr sriyeklina, tapi saya harus meminta anda untuk berhenti mengolok-olok saya, untuk kebaikan anda sendiri.

kalau tidak, kira2 apakah yg akan anda lakukan?


Satria

Quote from: Indra on 21 May 2011, 10:16:10 PM
Tuan Satria yg terhormat, anda sungguh cerdas dan bijaksana, pengetahuan logika anda luar biasa.

kalau tidak, kira2 apakah yg akan anda lakukan?



saya akan melakukan hal yang baik yang menurut yang saya fahami.

jika orang lain tidak berhenti memperolok saya, itu adalah keberuntungan bagi saya. oleh karna itu, mustahil saya ingin menghukum mereka. tapi sayapun akan ikut serta menjadi rugi, bila saya tidak mengingatkan mereka bahwa itu adalah perbuatan tercela. maka, untuk menghindari perbuatan yang merugikan diri sendiri dan mengharapkan orang lain juga bisa terhindari dari kerugian, saya harus mengingatkan mereka tentang hal yang benar dan yang salah, serta apa akibatnya. seandainya mereka tetap ingin melakukan perbuatan tercela, maka bagi mereka sendirilah yang akan menanggung kerugiannya.

Sostradanie

Quote from: Satria on 21 May 2011, 10:05:40 PM
kalo ahli psikologi anda panggil untuk membangun jembatan, pasti ahli psikologi tersebut tidak akan mampu memecahkan masalah "membangun jembatan" tersebut. karena anda salah panggi orang, sharusnya anda panggil tukang arsitek bangungan.

kalau menanyakan persoalanp-persoalan meditasi, anda harus datang kepada arahat, bukan kepada seorang ahli matematika. kendatipun jenius dalam bidang matematika, ia belum tentu mampu memecahkan persoalan nyata yang terjadi di dalam meditasi.

kalau anda ingin menyelesaikan persoalan sandang dan pangan, anda harus menghubungi menteri ekonomi, bukan seorang ahli logika.

hanya bila anda ingin menyelesaikan masalah-masalah logika, anda bisa temui ahli logika.
Ini adalah perkataan anda sebelum-nya:
- sebagaimana yang dinasihatkan oleh sang Buddha, dalam menyampaikan sesuatu harus berpegang kepada 5 prinsip. diantaranya, "harus benar, menyenangkan, masuk akal dan bertahap."
Di sutta manakah ini? Apa yang anda katakan salah, malah anda pakai. Anda membuat fitnah lagi.
Dan apa yang anda katakan, apakah masuk akal?

Samakah pernyataan yang anda buat dibawah ini dengan realita yang kami lihat sekarang?

[satria] pada saat ini, Logika masih merupakan "peralatan yang mahal dan langka". oleh karena itu, masih terlalu sulit menggunakan logika sebagai alat ukur. Jadi, bukan karena orang memiliki premi yang berbeda-beda yang menyebabkan "cape deh", tapi karena langka nya ilmu ini di dunia saat ini, utamanya di Indonesia.

banyak orang yang mengaku memiliki alat ukur logika, tetapi kebanyak palsu. Ini menjadi tambahan masalah. sudah langka, sekalinya ditemukan, palsu lagi. maka selanjutnya, yang saya tawarkan adalah "alat ukur logika" yang saya miliki dan yang saya klaim asli. Silahkan anda mencoba!
  [/satria]


-
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

johan3000

bro satria, demi kebaikan bro....

gw sangat kwatir kalau nanti MEDITASI bro terganggu lhoooo

mengolok ? menggoolok ? upps... ahh ternyata bro juga orgnya sensitip...

kalau bro pingin nyoba kesemprottt... mungkin bisa nyoba indra ke 6

(walaupun gak nyambung, tapi elu ngertilah maksud gw..)
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

johan3000

Quote from: Satria on 21 May 2011, 10:21:01 PM
saya akan melakukan hal yang baik yang menurut yang saya fahami.

jika orang lain tidak berhenti memperolok saya, itu adalah keberuntungan bagi saya. oleh karna itu, mustahil saya ingin menghukum mereka. tapi sayapun akan ikut serta menjadi rugi, bila saya tidak mengingatkan mereka bahwa itu adalah perbuatan tercela. maka, untuk menghindari perbuatan yang merugikan diri sendiri dan mengharapkan orang lain juga bisa terhindari dari kerugian, saya harus mengingatkan mereka tentang hal yang benar dan yang salah, serta apa akibatnya. seandainya mereka tetap ingin melakukan perbuatan tercela, maka bagi mereka sendirilah yang akan menanggung kerugiannya.

biasanya kalau yg lain gak dengar...
nah dia langsung menawarkan opsi...

COPY DARAT...

hahahahaha.... janganlah berpura-pura...
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Sostradanie

Quote from: Satria on 21 May 2011, 10:15:15 PM
alibi seperti apa yang anda maksud. anda menuduh saya "menafsirkan" dan saya mengakui bahwa saya menafsirkan. lalu kenapa anda menyebutnya alibi?

tapi saya tidak mengakui tuduhan anda bahwa saya memfitnah, karena sudah saya akui bahwa itu adalah "tafsiran saya". padahal yang saya bahas sebelumnya adalah, seseorang itu disebut fitnah bila menyatakan tafsirannya sendiri sebagai perkataan orang lain. seperti misalnya, si A menafirkan sabda sang Buddha di dalam sutta, tapi ia berkata, "sang buddha mengatakan begini dan begitu" tapi sebenarnya yang dia katakan tafsirannya sendiri. nah, itu baru namanya fitnah.

Pakailah logika lawakan itu untuk membaca ulang kembali.
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)