8 (
Verocana, Raja para Asura
Di Sàvatthi di Hutan Jeta. Pada saat itu Sang Bhagavà sedang melewatkan harinya dan sedang berada dalam keheningan. Kemudian Sakka, <436> raja para deva, dan Verocana, raja para asura, mendekati Sang Bhagavà dan masing-masing berdiri di tiang pintu. Kemudian Verocana, Raja para asura, melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavà:
894. “Seseorang harus berusaha
Hingga tujuannya tercapai.
Tujuan bersinar ketika dicapai:
Ini adalah kata-kata Verocana.” [226]
[Sakka:]
895. “Seseorang harus berusaha
Hingga tujuannya tercapai.
Tujuan bersinar ketika dicapai:
Tidak ada ditemukan yang lebih baik daripada kesabaran.”
[Verocana:]
896. “Semua makhluk condong pada suatu tujuan
Di sana atau di sini sesuai situasinya,
Tetapi semua pergaulan makhluk-makhluk
Adalah yang tertinggi di antara kenikmatan-kenikmatan.
Tujuan bersinar ketika dicapai:
Ini adalah kata-kata Verocana.” <487>
[Sakka:]
897. “Semua makhluk condong pada suatu tujuan
Di sana atau di sini sesuai situasinya,
Tetapi semua pergaulan makhluk-makhluk
Adalah yang tertinggi di antara kenikmatan-kenikmatan.
Tujuan bersinar ketika dicapai:
Tidak ada ditemukan yang lebih baik daripada kesabaran.”
9 (9) Para Petapa di sebuah Hutan
Di Sàvatthi. “Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau, sejumlah orang petapa yang bermoral dan bersikap baik bertempat tinggal di gubuk-gubuk daun di sebidang tanah di dalam hutan. Kemudian Sakka, raja para deva, dan Vepacitti, raja para asura, mendekati para petapa itu.
“Vepacitti, raja para asura, mengenakan sepatunya, mengikat erat pedangnya, dan, dengan dengan memegang payung tinggi di atasnya, memasuki pertapaan melalui gerbang utama. Kemudian, setelah menghadapkan sisi kirinya ke arah mereka, ia berjalan melewati para petapa itu yang bermoral dan bersikap baik. Tetapi Sakka, raja para deva, melepaskan sepatunya, menyerahkan pedangnya kepada orang lain, <488> menurunkan payungnya, dan memasuki pertapaan melalui gerbang [biasa], kemudian ia berdiri di tempat teduh, merangkapkan tangan sebagai penghormatan, menghormati para petapa itu yang bermoral dan bersikap baik.
“Kemudian, para bhikkhu, para petapa itu berkata kepada Sakka dalam syair:
898. “’Aroma para petapa terikat pada sumpah mereka,
Terpancar dari tubuh mereka, terbang bersama angin.
Berbaliklah dari sini, O deva bermata seribu,
Karena aroma para petapa ini menjijikkan, O raja-deva.’
[Sakka:]
899. “’Biarlah aroma para petapa terikat pada sumpah mereka,
Terpancar dari tubuh mereka, terbang bersama angin.
Kami menyukai aroma ini, O yang terhormat,
Bagaikan karangan bunga di kepala. [227]
Para deva tidak menganggapnya menjijikkan.”’ <489>
10 (10) Para petapa di Tepi Samudera
Di Sàvatthi. “Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau sejumlah petapa yang bermoral dan bersikap baik menetap di gubuk-gubuk daun di tepi samudera. Pada saat itu, para deva dan para asura sedang bersiap-siap untuk suatu pertempuran. Kemudian para petapa yang bermoral dan bersikap baik itu berpikir: ‘Para deva adalah baik dan para asura adalah tidak baik. Mungkin terjadi bencana pada kami. Kami akan mendekati Sambara, raja para asura, dan memohon jaminan keselamatan.’
“Kemudian , para bhikkhu, bagaikan seorang kuat yang merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, para petapa itu yang bermoral dan bersikap baik itu lenyap dari gubuk-gubuk daun di sepanang pantai dan muncul kembali di hadapan Sambara, raja para asura. Kemudian para petapa itu berkata kepada Sambara dalam syair:
900. “’Para petapa yang telah menghadap Sambara
Memohon jaminan keselamatan darinya. <490>
Karena engkau dapat memberikan kepada mereka apa yang engkau inginkan,
Apakah itu adalah bencana atau keselamatan.’
[Sambara:]
901. “Aku tidak akan memberikan keselamatan kepada para petapa,
Karena mereka membenci para penyembah Sakka;
Walaupun engkau memohon keselamatan kepadaku,
Aku hanya akan memberikan bencana.
[Para petapa:]
902. “Walaupun kami memohon keselamatan kepadamu,
Engkau hanya memberikan bencana kepada kami.
Kami menerima ini dari tanganmu:
Semoga bencana tanpa akhir menghampirimu!
903. “Apapun benih yang ditanam,
Itulah buah yang akan dipetik;
Pelaku kebaikan memetik kebaikan;
Pelaku kejahatan memetik kejahatan.
Olehmu, teman, benih telah ditanam;
Dengan demikian engkau akan mengalami buahnya.’
“Kemudian, para bhikkhu setelah mengutuk Sambara, raja para asura, bagaikan seorang kuat yang merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, para petapa itu yang bermoral dan bersikap baik itu lenyap dari hadapan Sambara dan muncul kembali di gubuk-gubuk daun mereka di tepi samudera. [228] Tetapi setelah dikutuk oleh para petapa yang bermoral dan bersikap baik itu, Sambara, raja para asura, dicengkeram oleh ketakutan di sepanjang malam itu.” <492>