Kontroversi mengenai doktrin anatta sepertinya didasari oleh rasa takut yang mendalam terhadap penolakan adanya jiwa. Manusia pada umumnya sangat melekat pada hidupnya, sehingga mereka cenderung untuk mempercayai adanya sesuatu yang bersifat tetap, kekal, abadi di dalam dirinya. Bila ada orang yang mengatakan bahwa tiada sesuatu pun yang kekal dalam diri mereka, tidak ada semacam jiwa dalam diri mereka yang akan berlangsung selamanya,mereka akan merasa ketakutan.
Mereka bertanya-tanya apa yang akan terjadi dengan mereka di masa mendatang mereka takut jadi musnah! Sang Buddha memahami hal ini, seperti yang dapat kita lihat dalam cerita tentang Vacchagotta, yang seperti orang pada umumnya, takut dan bingung terhadap doktrin anatta.
Vacchagotta adalah seorang pertapa yang pada suatu hari mengunjungi Sang Buddha untuk menanyakan beberapa hal penting. Dia bertanya kepada Sang Buddha, Apakah atta itu ada? Sang Buddha diam. Kemudian, dia bertanya kembali, Apakah atta itu tidak ada? Namun Sang Buddha tetap diam. Setelah Vacchagotta berlalu, Sang Buddha menjelaskan kepada Ananda, mengapa Ia telah bersikap diam. Sang Buddha menjelaskan bahwa Ia mengetahui Vacchagotta sedang mengalami kebingungan tentang atta, dan jika Ia menjawab bahwa atta itu ada, berarti Ia mengajarkan paham eternalistik, teori jiwa yang kekal, yang tidak Ia setujui. Namun, bila Ia menjawab bahwa atta itu tiada, maka Vacchagotta akan berpikir Sang Buddha mengajarkan paham nihilistik, paham yang mengajarkan bahwa makhluk hidup hanyalah suatu organisme batin-jasmani yang akan musnah total setelah kematian.
Sang Buddha tidak setuju dengan paham nihilistik karena paham ini menolak kamma, tumimbal lahir, dan hukum keberasalan yang saling bergantungan. Sebaliknya Sang Buddha mengajarkan bahwa manusia terlahir kembali dengan patisandhi, kesadaran yang berkesinambungan, kesadaran tumimbal lahir yang tidak berpindah dari kehidupan sebelumnya, melainkan timbul karena adanya berbagai kondisi dari kehidupan sebelumnya, misalnya kondisi seperti kamma. Jadi orang yang terlahir kembali bukanlah orang yang sama dengan yang telah meninggal, namun juga bukan orang yang sepenuhnya berbeda dengan yang telah meninggal. Yang paling penting, dalam ajaran Buddha tidak dikenal adanya tubuh metafisik, jiwa, atau roh yang sama yang berlanjut dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya.
Namun ajaran ini terlalu sulit bagi Vacchagotta, dan Sang Buddha ingin menunggu sampai Vacchagotta telah matang secara intelektual. Sang Buddha bukanlah seperti komputer yang akan menjawab setiap pertanyaan secara otomatis. Demi kebaikan para penanya, Ia mengajar sesuai dengan kesiapan dan perangai seseorang. Cerita selanjutnya, melalui meditasi Vipassana, Vacchagotta mampu mencapai kematangan spiritual, memahami sifat segala sesuatu yang tidak memuaskan, fana, dan tiada inti diri; dan akhirnya dia menjadi seorang Arahat.
Namun sayang sutta ini disalahgunakan oleh beberapa cendekiawan Hindu seperti Ananda K. Coosmaraswamy dan I.B. Horner yang mencoba membuktikan bahwa Sang Buddha mengakui adanya roh. Adapun gagasan yang terkandung dalam istilah atta sebagai berikut. Sebelum Sang Buddha muncul di dunia, Brahmanisme,yang kemudian hari disebut Hinduisme,adalah ajaran utama yang dianut di India. Brahmanisme mengajarkan doktrin keberadaan atta (atau atman, dalam Sansekerta), yang pada umumnya diterjemahkan sebagai jiwa atau diri. Kemunculan Sang Buddha yang merupakan ex-Hindu dengan ajarannya yang lain dari yang lain sudah membuat para cendekiawan hindu kebakaran jenggot.
IMAM MAHDI
shohib alzaman AL FATTAH