News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Dana Dhamma

Started by K.K., 15 November 2010, 10:38:20 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

K.K.

Quote from: coecoed on 19 November 2010, 08:17:30 AM
Cinta dan tindakan berpengharapan yang baik bagi setiap makhluk, bukan hanya ukuran untuk kepentingan diri sendiri saja.
your motivation, ini mengenai kualitas hatimu,bukan kepandaian kelicikan pikiran makhluk.
Maksudnya motivasi jadi jelek kalau orangnya hepatitis? Apa maksud "hati" di sini?

Betul, dana bukan masalah 'ritual', seperti orang Farisi yang dengan kelicikan mengatakan tidak perlu merawat orang tua jika sudah berdana ke bait Allah. Selain mengajarkan tidak berbakti, juga membelokkan esensi dana.


Quotesebagai contoh : apakah semua orang kaya lebih banyak melakukan perbuatan baiknya daripada orang yang tidak berpunya? sebagai contoh dalam praktek-praktek umat dalam fangsen, sebenarnya yang dipikirkan hanya untuk kepentingan belaka diri saja tanpa ada kepedulian/menghiraukan atau sedikit saja untuk menyatakan kasih (metta,karuna,mudita) kepada makhluk lain tetapi lebih besar kepada keuntungan/kepentingan diri sendiri saja?.
Ini ada benar dan ada kelirunya. Memang benar orang tidak memiliki banyak harta, tetap bisa melakukan dana yang mulia. Namun, memang orang kaya memiliki lebih banyak kesempatan berdana, tidak bisa dipungkiri.


Quoteingat cerita seorang nenek yang menjual rambutnya untuk membeli minyak untuk dipersembahkan ke altar Buddha.
atau seorang nenek yang memberi persembahan beberapa ketip di bait Allah yang dipuji Yesus/Isa Almasih (Almasih=Mesias).
siapakah yang menilai setiap yang tersembunyi?
Dulu digunakan uang logam untuk menyumbang di Bait Allah. Orang kaya di sana berlomba cari muka dengan memberikan banyak dan ditunjukkan dengan "berisiknya" uang logam itu waktu disumbangkan. Sedangkan seorang janda miskin dengan ikhlas memasukkan 2 kepeng uang saja.

Namun di sini tidak ada yang menilai setiap yang tersembunyi. Sebagaimana api membakar walaupun disembunyikan di kolong ranjang, demikian pula kebaikan tetap berbuah walaupun tidak ada yang melihat.


Quotecoecoe-the believer
seperti bagi pengikut kristus,
1Sam 16:7  Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."
Kalau di Buddhisme, semua orang melakukan segala kebaikan bukan demi dilihat Allah, tetapi demi terkikisnya keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin.


QuoteMat 6:4  Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
Di Buddhisme, berdana tidak masalah terang-terangan atau tersembunyi, selama dilandasi niat baik, memberikan yang baik ke orang yang tepat pula.


Quote22  Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?
23  Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
Saya tambahkan ayatnya: Matius 7:22-23.

Akhir kata saya mau mengingatkan, ini Board Theravada dan di Tipitaka tidak ada kitab Samuel, Matius, maupun Markus.

ciputras

Berikut saya hendak sharing pengalaman saya beberapa tahun yang lalu:

Ketika saya jalan-jalan ke salah satu mall dan mampir ke satu toko pernak-pernik buddhist (kebetulan toko ini sering
saya kunjungi). Pada waktu itu mata saya melihat sebuah buku yang kelihatan sudah kuno (tanpa plastik
pembungkus) tergeletak bersama-sama dengan buku-buku lainnya yang masih baru dan dalam plastik. Buku itu
belum kumal tetapi kertasnya sudah menguning. Terlihat pada halaman awal bahwa buku itu 'printed for free
distribution' tetapi pada sampul belakang tertempel tag Rp. 50.000,- Judul buku tersebut adalah 'The Craft of the
Heart (Citta-Vijja)' yang ditulis oleh salah satu bhikkhu hutan Thai dan diterjemahkan oleh seorang bhikkhu
berkebangsaan Amerika. Saya perkirakan buku itu diterbitkan pada tahun 1982 oleh salah satu penerbit di Bangkok.
Yang menarik perhatian adalah isi buku tersebut yang saya baca selintas. Lalu saya menghampiri penjaga toko
(yang sudah saya kenal karena sering berinteraksi ketika berkunjung) dan menanyakan kenapa buku dhamma yang
sudah jelas untuk 'free distribution' masih di-banderol dengan harga demikian. Bagaimana kalo free aja hehe...
Penjelasan dari penjaga toko adalah bahwa buku tersebut diperoleh dengan cara berdana. Jadi bila saya mau, ya
berdana dengan tag harga tersebut. Oh begitu ... ya sudah. Maka buku tersebut saya bawa pulang.

Hampir setiap malam saya baca buku ini sedikit demi sedikit. Hari demi hari saya merasakan rasa suka cita yang
semakin mendalam. Dhamma yang disampaikan oleh bhikkhu hutan ini begitu lugas. Saya selama ini masih bingung
bagaimana sebaiknya saya mempraktekkan ajaran Buddha Gotama. Mulai dari mana? Bagaimana? Sudah segudang
teori yang telah saya baca lewat buku-buku dhamma baik yang diperoleh dengan gratis di vihara maupun beli.
Dhamma dalam buku tersebut membimbing umat awam perumah-tangga secara bertahap. Sulit dilukiskan dengan
kata-kata, terasa plong hingga yang terdalam, mata hendak menitikkan air mata dan suka cita yang mendalam.
Saya sangat bersyukur dapat 'mendengarkan' dhamma yang diuraikan dalam buku tersebut (Bhante menjelaskan
dengan gaya bahasa seperti menjelaskan dalam tatap muka). Sempat timbul keinginan untuk membagikan dhamma
ini ke lebih banyak orang, tetapi saya tidak tahu bagaimana cara terbaiknya. Saya menyadari bahwa efek yang saya
alami setelah membaca buku ini belum tentu akan dialami oleh orang lain yang membacanya. Namun saya yakin, bila
dhamma ini sedikit demi sedikit menjadi bagian dari saya, maka hal ini akan memberikan dampak positif bagi
orang-orang yang ada disekeliling saya (tidak muluk-muluk, anggota keluarga saya saja dulu).

Saya bersyukur akhirnya dhamma yang ditulis oleh Bhikkhu hutan tersebut bisa sampai juga pada saya walau hampir
70 tahun yang lalu ditulis dan Bhikkhu tersebut telah lebih dari 40 tahun wafat. Semua ini tidak terlepas dari peran
banyak pihak. Saya sangat berterimakasih kepada Bhikkhu berkebangsaan Amerika itu yang telah menterjemahkan
dari bahasa Thai ke bahasa Inggris sehingga saya bisa membaca dan mengerti. Saya juga sangat berterimakasih
kepada mereka yang telah berdana uang dan tenaga hingga buku itu dapat dicetak dan menjangkau lebih banyak
orang. Juga kepada toko dimana saya memperoleh buku tersebut, saya berterimakasih hingga buku dhamma
tersebut bisa sampai kepada saya. Banyak pihak yang telah berperan hingga dhamma dana lewat media buku
(tulisan) dapat mencapai sasaran. Mari kita terus berdana uang dan tenaga untuk menyebarkan dhamma lewat
media buku. Tidak perlu kita mengejar pahala dengan memilih-milih jenis dana-nya. Terima kasih kepada TS yang
telah mengangkat topik ini. Tentunya bermanfaat bagi kita semua supaya tidak salah mengenali topaz sebagai intan.
_/\_
Buddha said to his followers:
"cetanaham bhikkhave kammam vadami" - "The intention, monks, is what I maintain to be the action."
Ajahn Lee : "An evil intention blemishes virtue. A good intention helps keep it pure."

K.K.

#137
Semoga kita semua bisa melihat betapa besarnya manfaat dana materi dari sharing Bro ciputras dan terus berdana. 

Hendra Susanto

Quote from: Kainyn_Kutho on 19 November 2010, 08:45:18 AM
Sama sekali tidak sama, Bro Hendra. Itulah mengapa banyak sekali klasifikasi dana yang diajarkan. Ada kisah di mana seorang kaya berdana sangat banyak, membuka tempat tinggal dan makan gratis di empat gerbang kota bagi semua yang membutuhkan, namun dewa yang berdiam di sana hanya berdiam saja. Suatu kali seorang rakyat biasa, memberikan dana sekali, tapi dewa tersebut memuji dengan tinggi dana itu. Ini sulit dimengerti, namun dijelaskan oleh Buddha adalah karena penerima dana (yang sedikit) itu adalah seseorang yang pantas (=Pacceka Buddha), maka dana itu menjadi besar nilainya. Pemberi sama baik, jenis dana baik, penerima beda, hasilnya beda.

Lain lagi kisah Payasi yang memberikan dana dengan "masa bodoh". Sementara itu, ada pemuda bernama Uttara melihatnya dan menasihati Payasi. Kemudian ia diminta melaksanakan dana itu dan dijalankan dengan perhatian. Maka setelah kematian, Payasi hanya terlahir kembali di Catummaharajika dengan tugas melelahkan (harus kepanasan di siang hari), sedangkan Uttara terlahir di Tavatimsa. Jenis dana sama, penerima sama, pemberi beda, hasilnya beda.

Jadi apakah cocok kita dana asal dana saja, semua disederhanakan, yang penting berbuat baik? Bukan demikian yang saya pahami dari Ajaran Buddha. 


jika demikian pengetahuan Mr. Kainyn, kita dalam hal dana berbeda pandangan... :)

K.K.

Quote from: Hendra Susanto on 19 November 2010, 10:35:05 AM
jika demikian pengetahuan Mr. Kainyn, kita dalam hal dana berbeda pandangan... :)
Tidak masalah. Saya yakin banyak yang beda pandangan dengan saya, dan itu lumrah. :)

Kelana

#140
Quote from: Kainyn_Kutho on 15 November 2010, 04:55:28 PM
Saya setuju. Tambahan sedikit: walaupun buku dhamma bukan ditulis sendiri, tetapi jika seseorang telah mengerti ajaran, juga mengerti kecocokan kitab mana yang diberikan, dan akhirnya membawa pada pencapaian orang yang diberikan buku, maka itu juga termasuk dana dhamma. Karena ia mengerti, dan bisa membuat orang lain mengerti. Berbeda dengan tidak mengerti, lalu "tembak-tembakan" aja 1000 buku, syukur-syukur ada yang ngerti.

Saya kurang sependapat dengan tambahannya, Sdr.Kainyn, maaf. Mengapa? Karena sama seperti halnya saya ingin berdana uang kepada orang lain, saya memiliki uangnya, saya tahu uang ini berharga bagi yang bersangkutan, paham akan kegunaan uang dan nilainya, sama seperti Sdr. Kainyn memahaminya, tapi saat berdana saya menggunakan uang Sdr. Kainyn,  dengan ijin anda tentunya, dengan alasan saya memiliki uang yang sama nilainya dan pemahaman yang sama dengan anda mengenai uang. Apakah ini juga berarti saya berdana? Tidak. Semestinya, uang yang saya miliki yang saya berikan.

Begitu juga dengan dana dhamma. Menurut saya harus ada sesuatu berupa pengetahuan dhamma yang dikeluarkan dari diri kita yang kita salurkan, teruskan kepada orang lain. Keistimewaannya, pengetahuan dhamma yang kita miliki tidak akan habis.

Memberikan buku berisi dhamma hasil dari pemahaman orang lain meskipun kita memiliki pemahaman, pengamalan yang sama dengan orang itu, tetap bukanlah dhamma dana, karena tidak ada dhamma dari kita yang kita "lepaskan" dengan cara-cara tertentu. "Melepas" inilah salah satu inti dari berdana.

Demikian.
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

K.K.

Quote from: Kelana on 19 November 2010, 07:56:45 PM
Saya kurang sependapat dengan tambahannya, Sdr.Kainyn, maaf. Mengapa? Karena sama seperti halnya saya ingin berdana uang kepada orang lain, saya memiliki uangnya, saya tahu uang ini berharga bagi yang bersangkutan, paham akan kegunaan uang dan nilainya, sama seperti Sdr. Kainyn memahaminya, tapi saat berdana saya menggunakan uang Sdr. Kainyn,  dengan ijin anda tentunya, dengan alasan saya memiliki uang yang sama nilainya dan pemahaman yang sama dengan anda mengenai uang. Apakah ini juga berarti saya berdana? Tidak. Semestinya, uang yang saya miliki yang saya berikan.

Begitu juga dengan dana dhamma. Menurut saya harus ada sesuatu berupa pengetahuan dhamma yang dikeluarkan dari diri kita yang kita salurkan, teruskan kepada orang lain. Keistimewaannya, pengetahuan dhamma yang kita miliki tidak akan habis.

Memberikan buku berisi dhamma hasil dari pemahaman orang lain meskipun kita memiliki pemahaman, pengamalan yang sama dengan orang itu, tetap bukanlah dhamma dana, karena tidak ada dhamma dari kita yang kita "lepaskan" dengan cara-cara tertentu. "Melepas" inilah salah satu inti dari berdana.

Demikian.

Ketika Bro kelana pinjam uang saya untuk berdana, terlepas dari waktu itu Bro punya uang atau tidak, menurut saya dana tetap terjadi. Bahkan ketika seorang pencuri/koruptor berdana, maka dana juga tetap terjadi, hanya saja tentu beda jauh nilainya.

Thera Assaji menggubah syair pendek tentang Ajaran Buddha, Sariputta menangkap dan memahaminya. Lalu setelah paham, ia mendatangi Moggallana mengulang persis syair dari Thera Assaji tersebut, dan Moggallana juga memahaminya. Menurut Bro kelana, apakah Sariputta berdana dhamma kepada Moggallana?


williamhalim

Dalam Buddhisme, diajarkan bagi kita untuk memilah2 suatu kejadian. Sebabnya karena pikiran yg muncul dan lenyap bukanlah suatu kesatuan, melainkan letup demi letup citta yg masing2 menyumbang kamma yg berbeda.

Contoh simpel adalah Robinhood:

Apakah Robinhood mencuri dari si kaya dan menyumbang ke si miskin adalah perbuatan baik atau jelek? Kita tidak bisa menggeneralisirnya. Motivasi dan usahanya menyumbang ke si miskin adalah baik, akan memberikan hasil yg baik pula baginya (terbukti kaum miskin mendukungnya dan membantunya jika ia dalam kesulitan).

Namun caranya mendapatkan uang tsb, yakni mencurinya dari kaum kaya adalah usaha yg buruk, terbukti, ia menerima hasilnya: dikejar2 oleh pasukan, dipenjara, dsbnya.

Itu sekedar contoh. Namun pada kenyataannya, motivasi kita tidak sesederhana itu, dalam sepersekian detik, pikiran kita menimbang2 dan menimbulkan aneka variasi motivasi yg berbeda... tentu saja kita masih dalam taraf tidak dapat mendeteksinya... namun dapat disimpulkan bahwa: kita harus memilah2 setiap kegiatan yg kita lakukan, krn tidak dapat dipastikan bahwa dalam kegiatan baik, motivasinya pasti baik dan demikian pula sebaliknya...

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Kelana

Quote from: Kainyn_Kutho on 20 November 2010, 09:20:43 AM
Ketika Bro kelana pinjam uang saya untuk berdana, terlepas dari waktu itu Bro punya uang atau tidak, menurut saya dana tetap terjadi. Bahkan ketika seorang pencuri/koruptor berdana, maka dana juga tetap terjadi, hanya saja tentu beda jauh nilainya.

Kasus yang saya sampaikan bukan kasus meminjam uang anda, Sdr. Kainyn, tetapi memberikan uang anda. Uang yang saya berikan bukan uang saya, bukan bagian dari kehidupan saya dan bukan hasil pinjam. Oleh karena itu saya katakan itu bukan berdana, tetapi memberikan milik orang lain dengan mengatasnamakan berdana. Ini yang pertama.

Seorang pencuri/koruptor dapat dikatakan berdana meskipun memiliki nilai yang sangat rendah karena ia sudah memiliki uang tersebut yang sudah menjadi bagian kehidupannya meskipun dari hasil pekerjaan yang tidak benar. Di sini ada pelepasan milik dari si pencuri/koruptor. Pelepasan milik ini yang saya nilai sebagai dana, meskipun sangat rendah karena syarat-syarat berdana yang tidak terpenuhi.


QuoteThera Assaji menggubah syair pendek tentang Ajaran Buddha, Sariputta menangkap dan memahaminya. Lalu setelah paham, ia mendatangi Moggallana mengulang persis syair dari Thera Assaji tersebut, dan Moggallana juga memahaminya. Menurut Bro kelana, apakah Sariputta berdana dhamma kepada Moggallana?

Jika seperti itu kisahnya, jika yang disampaikan Y.A Assaji merupakan dhamma yang merubah batin Sariputta dan Moggallana, menurut saya, ya Sariputta berdana dhamma kepada Moggallana. Mengapa? Karena saat Sariputta mendengarkan syair Y.A Assaji dan memahaminya, Sariputta telah memiliki dhamma dalam taraf tertentu, sudah menyimpannya dalam pikiran, sudah jadi bagian dari dirinya. Dan saat Sariputta mengulangnya lagi kepada Moggallana dengan alasan yang baik tentunya, maka Sariputta telah mendanakan dhamma.

Demikian pendapat saya. Bagaimana dengan anda Sdr. Kainyn, apakah Sariputta berdana dhamma atau tidak? Apa alasannya?
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

ryu

seseorang kaya berdana membangun "wihara" untuk tempat memberikan dama, kemudian banyak orang datang ke "wihara" itu untuk mendengar dama. apakah si orang kaya itu berdana dama atau tidak?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

andry

Samma Vayama

K.K.

Quote from: williamhalim on 20 November 2010, 09:48:35 AM
Dalam Buddhisme, diajarkan bagi kita untuk memilah2 suatu kejadian. Sebabnya karena pikiran yg muncul dan lenyap bukanlah suatu kesatuan, melainkan letup demi letup citta yg masing2 menyumbang kamma yg berbeda.

Contoh simpel adalah Robinhood:

Apakah Robinhood mencuri dari si kaya dan menyumbang ke si miskin adalah perbuatan baik atau jelek? Kita tidak bisa menggeneralisirnya. Motivasi dan usahanya menyumbang ke si miskin adalah baik, akan memberikan hasil yg baik pula baginya (terbukti kaum miskin mendukungnya dan membantunya jika ia dalam kesulitan).

Namun caranya mendapatkan uang tsb, yakni mencurinya dari kaum kaya adalah usaha yg buruk, terbukti, ia menerima hasilnya: dikejar2 oleh pasukan, dipenjara, dsbnya.

Itu sekedar contoh. Namun pada kenyataannya, motivasi kita tidak sesederhana itu, dalam sepersekian detik, pikiran kita menimbang2 dan menimbulkan aneka variasi motivasi yg berbeda... tentu saja kita masih dalam taraf tidak dapat mendeteksinya... namun dapat disimpulkan bahwa: kita harus memilah2 setiap kegiatan yg kita lakukan, krn tidak dapat dipastikan bahwa dalam kegiatan baik, motivasinya pasti baik dan demikian pula sebaliknya...

::
Setuju, saya juga memilih untuk memilah sampai pada bagian yang sesederhana mungkin. Dalam kasus Robin Hood, uang itu adalah hasil curian. Hasil curian itu adalah hasil korupsi dari rakyat. Sangat kompleks, tapi ketika si Robin Hood yang punya uang (tanpa lihat dari mana) membagikan ke orang yang membutuhkan, saya rasa itu bisa disebut dana. Begitu juga kalau misalnya saya tidak punya uang tapi merasa iba pada seseorang yang kena musibah, pinjam dulu duit Bro Wili untuk sumbang orang tersebut, maka dana sudah saya lakukan. Apakah nanti saya bayar atau saya "gelapkan", sudah urusan berbeda. :D

K.K.

Quote from: Kelana on 20 November 2010, 11:20:05 AM
Kasus yang saya sampaikan bukan kasus meminjam uang anda, Sdr. Kainyn, tetapi memberikan uang anda. Uang yang saya berikan bukan uang saya, bukan bagian dari kehidupan saya dan bukan hasil pinjam. Oleh karena itu saya katakan itu bukan berdana, tetapi memberikan milik orang lain dengan mengatasnamakan berdana. Ini yang pertama.
Oh, begitu maksudnya. Sorry saya salah mengerti. Dalam hal ini, jika Bro kelana hanya menyampaikan saja, maka cuma terjadi "jasa menyampaikan" bukan berdana itu sendiri (walaupun tetap ada perbuatan baik di sana). Sama seperti kasus kurir, tukang pos, dan pembantu yang menyampaikan surat berisi ajaran guru ke murid.


QuoteSeorang pencuri/koruptor dapat dikatakan berdana meskipun memiliki nilai yang sangat rendah karena ia sudah memiliki uang tersebut yang sudah menjadi bagian kehidupannya meskipun dari hasil pekerjaan yang tidak benar. Di sini ada pelepasan milik dari si pencuri/koruptor. Pelepasan milik ini yang saya nilai sebagai dana, meskipun sangat rendah karena syarat-syarat berdana yang tidak terpenuhi.
Ya, setuju.


QuoteJika seperti itu kisahnya, jika yang disampaikan Y.A Assaji merupakan dhamma yang merubah batin Sariputta dan Moggallana, menurut saya, ya Sariputta berdana dhamma kepada Moggallana. Mengapa? Karena saat Sariputta mendengarkan syair Y.A Assaji dan memahaminya, Sariputta telah memiliki dhamma dalam taraf tertentu, sudah menyimpannya dalam pikiran, sudah jadi bagian dari dirinya. Dan saat Sariputta mengulangnya lagi kepada Moggallana dengan alasan yang baik tentunya, maka Sariputta telah mendanakan dhamma.

Demikian pendapat saya. Bagaimana dengan anda Sdr. Kainyn, apakah Sariputta berdana dhamma atau tidak? Apa alasannya?
Saya juga mengatakan Sariputta berdana dhamma kepada Moggallana, karena dalam hal ini ia telah memahaminya, maka dhamma (Assaji) itu telah menjadi miliknya. Maka di post yang lalu saya tulis:

Tambahan sedikit: walaupun buku dhamma bukan ditulis sendiri (1), tetapi jika seseorang telah mengerti ajaran (2), juga mengerti kecocokan kitab mana yang diberikan (3), dan akhirnya membawa pada pencapaian orang yang diberikan buku (4), maka itu juga termasuk dana dhamma. Karena ia mengerti, dan bisa membuat orang lain mengerti. Berbeda dengan tidak mengerti, lalu "tembak-tembakan" aja 1000 buku, syukur-syukur ada yang ngerti.

Walaupun syair bukan digubah sendiri (1), telah dimengerti Sariputta (2), diberikan ke Moggallana yang saya asumsi karena mereka teman sejak kecil, saling memahami kebijaksanaan masing-masing (3), dan Moggallana mencapai Sotapanna juga (4), maka saya katakan hal tersebut adalah dana dhamma.


K.K.

Quote from: ryu on 20 November 2010, 11:38:08 AM
seseorang kaya berdana membangun "wihara" untuk tempat memberikan dama, kemudian banyak orang datang ke "wihara" itu untuk mendengar dama. apakah si orang kaya itu berdana dama atau tidak?
Dama (玉) = bola?
Tidak, ia berdana "wihara" namun bukan berdana dama (terlepas dari apakah 'dama' itu sendiri yang saya tidak mengerti). 

Media dan penyampaian dhamma tidak harus selalu saling terkait. Bisa saja seorang bikin lapangan sepak bola, lalu dalam satu kesempatan, orang nonton bola sekaligus menyampaikan dhamma ke temannya dan terjadi dana dhamma. Atau bisa juga orang bikin vihara untuk mendengar dhamma, malah dijadikan persembunyian janin aborsi seperti yang dibahas di thread sebelah.


williamhalim

Quote from: ryu on 20 November 2010, 11:38:08 AM
seseorang kaya berdana membangun "wihara" untuk tempat memberikan dama, kemudian banyak orang datang ke "wihara" itu untuk mendengar dama. apakah si orang kaya itu berdana dama atau tidak?

Quote from: Kainyn_Kutho on 20 November 2010, 02:00:17 PM
Dama (玉) = bola?

Gw juga bingung nih, tumben Mr. Ryu nulis jadi aneh begini.. Dama..
Kalau bahasa Minang, 'Dama' artinya 'Damar' (sejenis bahan cat / pelapis kapal).

Kalau bahasa anak2 itu artinya Ibu kita... oh itu 'Mama' ya? he3..

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)