Pelanggaran terjadi jika dalam kondisi mengetahui (belum mencapai) dan mengatakan sudah mencapai. Sedangkan menurut Sang Buddha bukan pelanggaran bila tidak mengetahui. Dalam dan hanya dalam konteks ini, bila beliau tidak mengetahui dan berdasarkan ketidaktahuan lalu menilai diri berlebihan dan menyatakan pencapaian, maka bukan sebuah pelanggaran.
Jadi,kalau boleh tahu,apa yang mendasari seorang Bhikkhu mempublikasikan dirinya sebagai seorang Arahatta?Adakah itu disebut
menilai dirinya terlalu berlebihan atau bahasa gaulnya "sombong" "angkuh" sama seperta Devadatta atau Bahiya atau yang lainnya?
Jadi menurut Anda,apakah menilai diri terlalu berlebihan,kemudian mempublikasikannya,bisa dikatakan perlanggaran karena "berdusta"?
dan poin terakhir,bagaimana mungkin "seorang Arahatta" tidak tahu dia adalah Arahatta atau bukan,sehingga terjadi kerancuan seperti ini,bahkan mengeluarkan sebuah buku..?
adakah gunanya mengatakan diri sebagai Arahatta?
apakah Ven Ajahn Mun,Ven Ajahn Chah pernah melakukan ini ?
"Tetapi, yang kemudian menjadi poin penyelidikan kita adalah soal beliau mengumumkan pencapaiannya pada umat awam. Ini pun harus diselidiki terlebih dulu. Apabila memang beliau sebelumnya tidak pernah tahu bahwa yang dilakukan oleh beliau adalah pelanggaran, maka pengumuman tersebut bukanlah pelanggaran. Tetapi, apabila setelahnya telah mengetahui isi vinaya dan beliau masih bersikukuh menegaskan berulang-ulang di hadapan umat awam, maka itu sebuah pelanggaran."
Ok,saya menerima penjelasan ini,bagaimana kalau Beliau benar,bahwa dia
benar-benar seorang Arahatta?dan pertanyaan berikutnya adalah "Mengapa seorang Murid Buddha,mempublikasikan dirinya sebagai Arahatta?"[tentu bukan untuk mencari sensasi mengejar popularitas seperti artis-artis bukan?]
dan sekali lagi,"Apakah pernah ada murid Sang Buddha,pada zaman Buddha pernah menyatakan dirinya sebagai "Arahatta" didepan orang banyak?"
Jika ya,pada sutta bagian mana,dan tolong disharekan agar kami semua memahami untuk membedakan "seorang Arahatta" dan "bukan Arahatta" secara menyeluruh atau secara sekilas,sehingga kami bisa terbebas dari keragu-raguan kami terhadap seorang Bhikkhu yang menyatakan dirinya sebagai Arahatta,seperti yang diketahui berpikiran buruk terhadap seorang Arahatta akan mengundang "kamma buruk yang berat"..
Pertanyaan lebih lanjutnya:
Apakah beliau telah mengetahui isi vinaya dan kemudian mengumumkannya? Ataukah beliau sebelumnya belum mengetahui? Apakah setelah mengetahui isi vinaya beliau masih mengumumkan kearahatannya kepada umat awam?
Apakah seorang Arahatta masih memerlukan untuk membaca Vinaya?Apakah seorang Arahatta masih belum terbebaskan secara penuh dari segala kilesa?Apakah seorang Arahatta masih perlu melakukan sesuatu tindakan[Kiriya] merujuk kepada Vinaya?
Dari pendapat saya,saya malah kira "arahatta" seperti seekor ikan,yang dilepaskan ke dalam samudra,maka dimana pun dia berenang,semuanya adalah lautan kesadaran tanpa dicemari..
Hal-hal inilah yang lebih dulu harus diselidiki terlebih dulu sebelum menjudge pengumuman pencapaian sebagai salah atau tidak salah.
Maaf,kalau boleh saya tahu,pada kalimat mana dari tulisan-tulisan saya,yang menjudge Bhikkhu tersebut "salah" atau "tidak salah"?
Jika tidak salah, maka Sang Buddha masih membekali kita dengan Sutta yang mengajarkan untuk menyelidiki dan menanyakan Dhamma secara langsung kepada mereka yang mengaku arahanta, serta dengan jalan, metode bagaimana beliau telah mencapai kearahantaan itu. Jika seandainya beliau bisa menjawab semua hal, maka kualitas kearahatannya boleh diterima boleh juga ngga. Sebaliknya jika seandainya beliau tidak bisa menjawab, menghindar, berputar-putar, atau juga menuduh telah diserang maka tentu saja kualitas kearahantaannya harus diragukan.
Jika seseorang yang pintar,menguasai Tipitaka secara benar dan tekstual,tidak diragukan lagi dia bisa menjawab "semua" pertanyaan yang diajukan oleh "umat awam",tetapi apakah itu menunjukan "kearahattannya"?