Namo Buddhaya,
Wow, udah panjang banget diskusinya. Tetapi saya cuma ingin memberikan beberapa info buat sdr. Triyana
Pertama, tentang Udana bab VIII sutta 3 adalah benar tentang Nibbana seperti dikutipkan secara lengkap di bawah ini:
Udana
8.3. Parinibbana
Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berada di dekat Savatthi, di Hutan Jeta, di Vihara Anathapindika. Pada saat itu Sang Bhagava sedang mengajar, memberi inspirasi, dan menggembirakan para bhikkhu dengan percakapan mengenai Dhamma yang berhubungan dengan Nibbana, dan para bhikkhu, dengan keyakinan dan penuh perhatian, mengkonsentrasikan seluruh pikiran, sangat berminat mendengarkan Dhamma.
Kemudian, karena menyadari pentingnya hal itu, Sang Bhagava pada saat itu mengungkapkan kotbah inspirasi ini:
O, bhikkhu, ada sesuatu yang tidak-dilahirkan, tidak-menjelma, tidak-tercipta, yang mutlak. Jika seandainya saja, O, bhikkhu, tidak ada sesuatu yang tidak-dilahirkan, tidak-menjelma, tidak-tercipta, yang mutlak, maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada sesuatu yang tidak-dilahirkan, tidak-menjelma, tidak-tercipta, yang mutlak, maka ada jalan keluar kebebasan dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Sumber: http://www. w****a .com/forum/kumpulan-sutra-vinaya-buddhist/8450-udana-bab-8-pataligamiya-vagga-bab-terakhir.html
Kedua, tentang kesadaran (vinnana) dalam konsep Buddhis awal (Theravada) adalah muncul bergantung pada sebab dan kondisi serta bukan sesuatu yang kekal yang berkelana dalam samsara dan merasakan akibat perbuatan baik dan buruk seseorang. Hal ini ditegaskan dalam Mahatanhasankhaya Sutta ketika seorang bhikkhu bernama Sati menganut pandangan salah tentang kesadaran ini:
MAHATANHASANKHAYA SUTTA
(Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Hanuman Sakti, Jakarta, 1997)
1. Demikianlah yang saya dengar:
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, taman milik Anathapindika Savatthi.
2. Pada ketika itu suatu pandangan jahat telah timbul pada diri Bhikkhu Sati Kevattaputta (anak nelayan): "Aku mengerti dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, kesadaran (vinnana) yang sama ini yang berpindah-pindah dalam lingkaran kehidupan (samsara) ini"
3. Banyak bhikkhu mendengar bahwa hal ini. Kemudian mereka pergi kepada Bhikkhu Sati Kevattaputta dan mereka bertanya kepadanya "Avuso, apakah benar bahwa suatu pandangan jahat telah timbul dalam dirimu: Aku mengerti Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava bahwa kesadaran sama ini yang berpindah-pindah dalam lingkaran kehidupan ini"
"Benar, para Avuso aku mengerti Dhamma yang diajarkan Sang Bhagava ... lingkaran kehidupan ini" Karena para bhikkhu ingin agar dia mau melepaskan pandangan jahatnya itu, mereka bertanya, menekan dan menyudutkan dia dengan kata-kata "Avuso Sati, janganlah berkata begitu, janganlah salah mewakili Sang Bhagava, adalah tidak baik untuk salah mewakili Sang Bhagava. Sang Bhagava tidak berkata begitu, sebab kesadaran itu telah dikemukakan di dalam banyak kotbah dhamma oleh Sang Bhagava sebagai hal yang timbul karena adanya sebab, karena tanpa kondisi maka kesadaran tidak muncul (ada)." Namun walaupun ditekan, ditanyai serta disudutkan oleh pertanyaan-pertanyaan mereka, bhikkhu Sati Kevattaputta masih dengan kepala batu salah menanggapi sesuai dengan pandangan jahatnya dan tetap bertahan dan berkata :
"Para Avuso, memang demikian seperti apa yang aku mengerti tentang Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava .... lingkaran kehidupan ini"
4. Karena para bhikkhu tidak dapat membebaskan dirinya dari pandangan salah itu, mereka pergi kepada Sang Bhagava, setelah memberi hormat kepada beliau, mereka duduk ditempat yang tersedia. Setelah duduk, mereka menceritakan kepada Beliau semua yang terjadi dan mereka menambahkan "Bhante, karena kita tidak dapat melepaskan bhikkhu Sati Kevattaputta dari pandangan jahat itu, kami melaporkan kepada Sang Bhagava tentang kejadian itu."
5. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada seorang bhikkhu dengan kata-kata sebagai berikut "Ayo bhikkhu, atas namaku katakan kepada bhikkhu Sati bahwa Guru memanggilmu."
"Baik, bhante," jawabnya. Ia pergi menemui bhikkhu Sati dan berkata "Sang Guru memanggilmu avuso Sati"
"Baiklah, avuso," ia menjawab. Lalu bhikkhu Sati pergi menghadap Sang Bhagava, setelah memberi hormat kepada beliau, ia duduk di tempat yang tersedia. Ketika ia telah duduk, Sang Bhagava bertanya kepadanya: "Sati, apakah betul, bahwa pandangan jahat berikut telah timbul pada dirimu 'Saya mengerti dhamma yang diajarkan Sang Bhagava ........ lingkaran kehidupan ini?'"
"Bhante, memang benar demikian. Seperti apa yang aku mengerti Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, kesadaran .... lingkaran kehidupan ini."
"Apakah kesadaran itu Sati?"
"Bhante, itu adalah apa yang berbicara dan merasakan serta mengalami akibat dari perbuatan baik dan jahat di sini maupun di sana"
6. "Orang bodoh, dari siapakah kamu pernah mendengar saya mengajar Dhamma seperti itu? Orang bodoh, bukankah saya telah nyatakan dalam banyak kotbah bahwa kesadaran muncul karena adanya sebab, karena tanpa adanya kondisi maka kesadaran tidak muncul. Tetapi kamu telah salah menginterprestasikan dengan pengertian kamu yang salah dan mengatakan pandangan salahmu, itu akan menyebabkan banyak akibat buruk (apunna), karena hal ini maka kamu akan lama terganggu dan menderita"
7. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu, bagaimana pendapat kamu sekalian. Sudahkah Sati Kevattaputta menyalakan (usmikato) dhamma dan vinaya ini?"
"Bhante, mengapa harus dia? Tidak, Bhante" Setelah hal ini dinyatakan, Bhikkhu Sati Kevattaputta duduk diam, cemas, bahu turun, kepala tertunduk, muram dan tak berkata sepatah katapun. Menyadari keadaan bhikkhu Sati, maka Sang Bhagava berkata kepadanya "Orang bodoh, ketahuilah karena pandangan jahatmu, Saya akan menanyakan hal ini kepada para bhikkhu"
8. Lalu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu "Para bhikkhu, apakah kamu sekalian tahu Dhamma yang Saya ajarkan adalah seperti yang dipahami oleh Bhikkhu Sati Kevattaputta, ketika ia salah menginterprestasikan karena pengertiannya yang salah dan mengatakannya yang salah, yang menyebabkan banyak akibat buruk, maka ia akan lama terganggu dan menderita"
"Tidak, bhante, karena kesadaran telah dinyatakan dalam banyak kotbah Sang Bhagava bahwa itu muncul karena adanya sebab karena tanpa adanya kondisi maka kesadaran tidak muncul"
"Baik, para bhikkhu, bahwa kamu sekalian mengetahui dhamma yang telah Saya ajarkan. Karena kesadaran telah saya nyatakan dalam banyak kotbah bahwa itu muncul karena adanya sebab, karena tanpa adanya kondisi maka kesadaran tidak muncul. Tetapi Bhikkhu Sati Kevattaputta telah salah menginterprestasikan .... terganggu dan mencerita."
9. "Para bhikkhu, kesadaran hanya muncul, tergantung pada sebabnya: bila kesadaran (vinnana) muncul tergantung pada mata (cakkhu) dan bentuk-bentuk (rupa), disebut kesadaran mata (cakkhuninnana): kesadaran muncul tergantung pada telinga (sota) dan suara (sadda) disebut kesadaran telinga (sotavinnana): kesadaran yang muncul tergantung pada hidung (nasa) dan bau (gandha) disebut kesadaran hidung (nasavinnana): kesadaran yang muncul tergantung pada lidah (jivha) dan rasa (rasa) disebut kesadaran lidah (jivhavinnana); kesadaran yang muncul tergantung pada tubuh (kaya) dan sentuhan (photthabba) disebut kesadaran tubuh (kaya vinnana): kesadaran yang muncul tergantung pada pikiran (mano) dan obyek pikiran (dhamma) disebut kesadaran pikiran (manovinnana).
Seperti api yang hanya diperhitungkan tergantung pada sebab yang memunculkannya, api terbakar tergantung pada batang kayu di sebut api batang kayu, bila api terbakar tergantung pada kayu bakar disebut api kayu bakar, bila api terbakar tergantung pada rumput disebut api rumput, bila api terbakar tergantung pada kotoran sapi disebut api kotoran sapi, bila api terbakar tergantung pada dedak disebut api dedak, bila api terbakar tergantung pada sampah disebut api sampah. Demikian pula, kesadaran hanya muncul tergantung pada sebabnya. Ketika kesadaran muncul tergantung pada mata dan bentuk disebut kesadaran mata .... bila kesadaran muncul tergantung pada pikiran dan obyek pikiran disebut kesadaran pikiran."
...[dst]
Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=696
Semoga bermanfaat
Namo Buddhaya,
Bro Seniya yang baik,
Terima kasih untuk Sutta Suci yang dilampirkan disini
Memang benar bahwa ke 6 kesadaran tersebut muncul dan lenyap tergantung pada sebab dan kondisi dan saya yakin MAHATANHASANKHAYA SUTTA adalah benar. Yang ingin saya tanyakan adalah setelah anda mampu mengamati ke 6 kesadaran tersebut dengan baik dan konstan seperti yang kita lakukan dalam Vipasanna bukankah anda masih tetap eksis, dalam artian anda masih dapat mencerap obyek-obyek dengan baik dan benar, melalui pembuktian ini saja dapat dikatakan bahwa ada Yang Eksis yang mampu mecerap obyek-obyek dengan baik dan benar dan itu adalah Diri Buddha anda.
Selanjutnya dalam Mahayana ajaran Yogacara (
http://en.wikipedia.org/wiki/Yogacara) dikenal tidak hanya ke 6 kesadaran tersebut tetapi masih ada lagi kesadaran lain yaitu :
The Yogacara School that espoused the Cittamatra Doctrine proffer two more consciousnesses:
Seventh consciousness: "The manas consciousness ""Obscuration-consciousness" (Tibetan: nyon-yid rnam-shes); (Sanskrit: klistamanas = klesha "obscuration", "poison", "enemy"; manas "ideation", "moving mind", "mind monkey" (volition?); a consciousness which through apprehension, gathers the hindrances, the poisons, the karmic formations (c.f. Manas (early Buddhism)).
Eighth consciousness: "store-house consciousness" (Tibetan: kun-gzhi rnam-shes; Sanskrit: ālāyavijñāna); " The seed consciousness (bi^ja-vijn~a^na); "the consciousness which is the basis of the other seven.[2] The seven prior consciousnesses are based and founded upon the eighth. It is the aggregate which administers and yields rebirth; this idea may in some respects be compared to the usage of the word "citta" in the agamas; see below. In the early texts the sankhara-khandha plays some of the roles ascribed to the store-house consciousness by later Yogacara thinkers.
Lihat :
http://en.wikipedia.org/wiki/Eighth_consciousnessdan kesadaran ke-9 yaitu Kesadaran Kebudhaan atau Sugatagarbha / Amala Vijnana (
http://www.sgi-usa-southbaycc.org/study/Nine_Consciousnesses.pdf)
Jadi dapat dikatakan bahwa Sang Buddha tidak tak memiliki kesadaran setelah ia mencapai Samyaksambuddha/Sammasambuddha, tetapi mencapai tataran tertinggi dari kesadaran yaitu kesadaran ke-9 atau Sugatagarbha / Amala Vijnana/ Fundamental Pure Consciousness (Buddhahood)