mengumpulkan paramita untuk menjadi Samyaksambuddha itu egois!!

Started by El Sol, 23 February 2008, 03:04:05 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

chingik

Quotejelas2 kalo term Hinayana itu ada setelah Buddha Parinibbana...
Bgm cara bro membuktikan kebenaran pernyataan di atas.
Mohon penjelasannya.

Quote
dan logika gk seh..kalo sang Buddha bilank Hinayana jelek bla bla bla..dan padahal umat2 Hinayana mengikuti jejak sang Buddha juga..yakni menjadi Arahat...
Dalam konteks Mahayana, ada kasus di mana ada Arahat tertentu tidak 'benar-benar' mengikuti jejak Buddha. Mengikuti jejak Buddha yang sesungguhnya adalah mengusahakan dhamma dapat tersiar luas. Banyak bhikkhu Arahat yang melakukannya.  Tetapi ada juga siswa2 baik bhikkhu maupun perumah tangga yang tidak menjalankan hal seperti itu. Bahkan ada bhikkhu pembuat onar. Mereka sekilas seperti mengikuti jejak Buddha, tetapi secara tersirat, mereka adalah Hinayana. Jadi mana bisa disebut mengikuti jejak Buddha?? 

Quote
jadi Arahat bukan egois..Arahat mencapai kesucian dan menagajar! para Arahat mengajar pada umatnya agar bisa membantu orang lain..agar bisa berbuat Kusala Kamma...apakah itu egois?

Arahat tidak egois. Jika egois maka tidak mungkin disebut Arahat. Arahat yang melakukan tugas menyebarkan dhamma tentu telah menjalankan aspirasi agung.
Para siswa utama yang telah menjadi Arahat (Seperti Sariputta, Mahakassapa, Aniruddha, dll) tidak membangkitkan aspirasi untuk menjadi Sammsasambuddha(tentu hal ini masalah perbedaan konsep lagi, tapi mari kita kesamping hal ini dulu)
Namun dalam wawasan Mahayana, Buddha tetap meramalkan mereka akan mencapai Sammasambuddha juga, bagaimana mungkin orang yang diramalkan menjadi Buddha dapat disebut Hinayana?

tesla

Quote from: chingik on 25 February 2008, 06:22:27 PM
Dalam konteks Mahayana, ada kasus di mana ada Arahat tertentu tidak 'benar-benar' mengikuti jejak Buddha. Mengikuti jejak Buddha yang sesungguhnya adalah mengusahakan dhamma dapat tersiar luas. Banyak bhikkhu Arahat yang melakukannya.  Tetapi ada juga siswa2 baik bhikkhu maupun perumah tangga yang tidak menjalankan hal seperti itu. Bahkan ada bhikkhu pembuat onar. Mereka sekilas seperti mengikuti jejak Buddha, tetapi secara tersirat, mereka adalah Hinayana. Jadi mana bisa disebut mengikuti jejak Buddha?? 

maaf sdr. chingik,
yg Anda katakan jejak Buddha membabarkan dhamma adalah dari salah satu sudut pandang.
Bagaimana dapat dikatakan jejak sesungguhnya adalah membabarkan dhamma?
tidak ada keinginan utk berdebat, saya berharap sdr. chingik menjawabnya utk diri sendiri:
"apakah membabarkan dhamma menjadi hal yg lebih luhur melebihi pencapaian nibbana?"

mengenai perbedaan story yg ada di mahayana ataupun theravada, biarlah menjadi warna dalam perjalanan kita mencapai nibbana :)

salam metta,
:lotus:
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Suchamda

Quote from: El Sol on 24 February 2008, 03:36:31 PM
Quote from: Suchamda on 24 February 2008, 09:36:14 AM

Jangan sampai secuil kotoran nyemplung di danau, seluruh danau jadi bau.

logika apa ini?

apakah yg kamu maksud,

jangan sampe secuil Suchamda nyemplung di danau, seluruh danau jadi bau?


Adikku El Sol, saya sama sekali tidak mengarahkan sindiran atau penghinaan kepadamu, mengapa kamu merasa demikian dan kemudian berkata-kata sesuatu yang tidak pantas demikian kepada saya?
Saya tidak mengapa dikatakan demikian, tapi apa yang membuat saya sedih adalah karena anda merasa mencintai Dharma, membela Dharma, akan tetapi sama sekali belum berjalan didalam koridor Dharma yang basic sekalipun.
Masalah terbesar yang saya lihat dalam diri kamu adalah besarnya nafsu kebencian dan kemarahan. Apakah kamu tidak berniat mengatasi hal itu? Saya rasa kamu akan banyak mendapat kemajuan bila bisa mengatasi sifat bawaan kamu yang satu itu.

Sekarang dengarkanlah penjelasan saya. Apa yang saya maksudkan dengan kata-kata "Jangan sampai secuil kotoran nyemplung di danau, seluruh danau jadi bau" adalah :
Sebagai praktisi Dharma, janganlah menjadikan hal-hal remeh dan bukan dharma seperti halnya kritik mengkritik aliran menjadi sesuatu yang mengacaukan keseluruhan pelatihan batin kita, dan juga mempertegang tali persaudaraan antar umat Buddhis yang berbeda-beda.
Saya rasa, anda dan saya sama-sama setuju bahwa Dharma harus dipraktekkan. Oleh karena itu maka sebaiknya kita berhati-hati terhadap kekotoran pikiran kita sendiri sehingga tidak merusak ketenangan seluruh danau batin kita.

Mohon anda simak juga bahwa saya berterimakasih atas tulisan kamu tersebut karena 'ujian' spt hal itu memang saya butuhkan saat ini dalam proses penggemblengan diri saya. Apa yg saya katakan ini bukan kepura-puraan, saya sadari secara penuh. Saya berharap suatu saat nanti kamu bisa mempelajarinya.
Kalau boleh saya beritahu, hal2 spt itu bukan hanya dari kamu saja tetapi juga dari berbagai pihak yg tak disangka-sangka. Jujur saja, memang saya pada awalnya merasakan kaget, tidak enak, tapi pelajaran spt ini membuat saya lebih maju selangkah lagi. Hanya saja, saya merasa akan lebih baik lagi bila anda bisa menunjukkan secara persis dimana letak kesalahan saya. Disitu saya akan banyak belajar dari anda.
Terima kasih.

Sekarang lihatlah masalah egoisme itu dalam sudut pandang ini. Apakah arti mempelajari sebuah ajaran yang non-egois tetapi tidak berarti apa-apa untuk menjadikan kita altruis (=mengutamakan orang lain)? Apakah orang yang egois bisa memahami apa makna dari non-egois ?
Bila batin anda jernih dan tidak dikotori dengan kemarahan-kemarahan itu, maka permasalahan yg dibahas di topik ini sama sekali tidak ada artinya buat menjadikan kita tidak egois.

Mudah-mudahan anda memahami.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

El Sol

Quote from: Suchamda on 26 February 2008, 01:17:55 AM
Quote from: El Sol on 24 February 2008, 03:36:31 PM
Quote from: Suchamda on 24 February 2008, 09:36:14 AM

Jangan sampai secuil kotoran nyemplung di danau, seluruh danau jadi bau.

logika apa ini?

apakah yg kamu maksud,

jangan sampe secuil Suchamda nyemplung di danau, seluruh danau jadi bau?


Adikku El Sol, saya sama sekali tidak mengarahkan sindiran atau penghinaan kepadamu, mengapa kamu merasa demikian dan kemudian berkata-kata sesuatu yang tidak pantas demikian kepada saya?
Saya tidak mengapa dikatakan demikian, tapi apa yang membuat saya sedih adalah karena anda merasa mencintai Dharma, membela Dharma, akan tetapi sama sekali belum berjalan didalam koridor Dharma yang basic sekalipun.
Masalah terbesar yang saya lihat dalam diri kamu adalah besarnya nafsu kebencian dan kemarahan. Apakah kamu tidak berniat mengatasi hal itu? Saya rasa kamu akan banyak mendapat kemajuan bila bisa mengatasi sifat bawaan kamu yang satu itu.

Sekarang dengarkanlah penjelasan saya. Apa yang saya maksudkan dengan kata-kata "Jangan sampai secuil kotoran nyemplung di danau, seluruh danau jadi bau" adalah :
Sebagai praktisi Dharma, janganlah menjadikan hal-hal remeh dan bukan dharma seperti halnya kritik mengkritik aliran menjadi sesuatu yang mengacaukan keseluruhan pelatihan batin kita, dan juga mempertegang tali persaudaraan antar umat Buddhis yang berbeda-beda.
Saya rasa, anda dan saya sama-sama setuju bahwa Dharma harus dipraktekkan. Oleh karena itu maka sebaiknya kita berhati-hati terhadap kekotoran pikiran kita sendiri sehingga tidak merusak ketenangan seluruh danau batin kita.

Mohon anda simak juga bahwa saya berterimakasih atas tulisan kamu tersebut karena 'ujian' spt hal itu memang saya butuhkan saat ini dalam proses penggemblengan diri saya. Apa yg saya katakan ini bukan kepura-puraan, saya sadari secara penuh. Saya berharap suatu saat nanti kamu bisa mempelajarinya.
Kalau boleh saya beritahu, hal2 spt itu bukan hanya dari kamu saja tetapi juga dari berbagai pihak yg tak disangka-sangka. Jujur saja, memang saya pada awalnya merasakan kaget, tidak enak, tapi pelajaran spt ini membuat saya lebih maju selangkah lagi. Hanya saja, saya merasa akan lebih baik lagi bila anda bisa menunjukkan secara persis dimana letak kesalahan saya. Disitu saya akan banyak belajar dari anda.
Terima kasih.

Sekarang lihatlah masalah egoisme itu dalam sudut pandang ini. Apakah arti mempelajari sebuah ajaran yang non-egois tetapi tidak berarti apa-apa untuk menjadikan kita altruis (=mengutamakan orang lain)? Apakah orang yang egois bisa memahami apa makna dari non-egois ?
Bila batin anda jernih dan tidak dikotori dengan kemarahan-kemarahan itu, maka permasalahan yg dibahas di topik ini sama sekali tidak ada artinya buat menjadikan kita tidak egois.

Mudah-mudahan anda memahami.
kadang aku berpikir...untuk apa saya mengatasi sifat2 yg bisa menghancurkan Dhamma2 palsu...

untuk apa saya mengatasi kebencian dan kemarahan saya agar aliran lain bisa menginjak2 aliran saya dengan penghinaan?

kalo Mahayana tidak menghina Hinayana(Theravada) dalam buku/sutra2 mereka..I think..tidak ada gunanya saya menyimpan kemarahan dan kebencian saya bukan?

saya memelihara kebencian dan kemarahan..demi diri saya ato demi Dhamma..saya sendiri juga gk tao pasti... ;D

yg pasti...kitab2 palsu yg beredar setelah sang Buddha lama parinibbana itu..dan berisi makhluk2 gk jelas seperti Avalokhitesvara itu tidak layak untuk exist dimuka bumi ini sebagai true Buddhism...

itu menurut gw...

bond

IMO:

Menjaga Dhamma asli, hanya satu jalan yaitu dengan praktek Dhamma. Daripada kita mencoba menjaga Dhamma asli tetapi kita sendiri belum praktek, maka yg terjadi kehancuran diri sendiri dan kebingungan.

Jika ada yg menghina Theravada, adalah karena avijja. Tetapi jangan biarkan avijja lainnya hinggap kedalam diri kita. Biarkan hal yg baik dan buruk mengalir apa adanya didunia ini, karena semuanya tidak kekal, yg terpenting kita menyadari kemana aliran air kita mengarah. Baik dan benar sudah ada hukum2 yg mengaturnya, entah itu hukum alami ataupun yg artificial.

Avalokitesvara ada atau tidak ada, ambilah hikmahnya saja.Berjalannya dengan praktek pasti kita mengetahui dengan jelas. Mengasihi yg tersesat adalah bentuk cinta kasih dan welas asih tiada tara dan juga praktek Dhamma yg mulia.

Smoga bermanfaat untuk semuanya
_/\_

Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

El Sol

Quote from: bond on 26 February 2008, 03:43:21 PM
IMO:

Menjaga Dhamma asli, hanya satu jalan yaitu dengan praktek Dhamma. Daripada kita mencoba menjaga Dhamma asli tetapi kita sendiri belum praktek, maka yg terjadi kehancuran diri sendiri dan kebingungan.

Jika ada yg menghina Theravada, adalah karena avijja. Tetapi jangan biarkan avijja lainnya hinggap kedalam diri kita. Biarkan hal yg baik dan buruk mengalir apa adanya didunia ini, karena semuanya tidak kekal, yg terpenting kita menyadari kemana aliran air kita mengarah. Baik dan benar sudah ada hukum2 yg mengaturnya, entah itu hukum alami ataupun yg artificial.

Avalokitesvara ada atau tidak ada, ambilah hikmahnya saja.Berjalannya dengan praktek pasti kita mengetahui dengan jelas. Mengasihi yg tersesat adalah bentuk cinta kasih dan welas asih tiada tara dan juga praktek Dhamma yg mulia.

Smoga bermanfaat untuk semuanya
_/\_


dalam Mahayana kamu dianggap egois loh...karena cuma mementingkan pencerahan diri sendiri... :|

tesla

Quote from: El Sol on 26 February 2008, 04:22:09 PM
dalam Mahayana kamu dianggap egois loh...karena cuma mementingkan pencerahan diri sendiri... :|

kata bond sudah tepat banget sol,
tidak perlu merasa 'ter'-hina oleh ucapan yg dilontarkan karena kebodohan.
tidak ada seorangpun yg dapat melecehkanmu kecuali kamu
mengizinkannya.

dan lagi, setelah mengetahui anicca, apakah kamu masih mau menganggap tubuh 'El Sol' adalah kamu? kesadaran El Sol adalah kamu? Theravadin adalah kamu?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

andry

Dhamma sang bhagava telah sempurna dibabarkan

El Sol , lo gak usah pusing2 belain aliran lo, antepin aja orang lain atau aliran lain mau nginjek2 ngeludahi or whatever...
yang penting dhamma itu telah sempurna dibabarkan
Samma Vayama

chingik

Quote
maaf sdr. chingik,
yg Anda katakan jejak Buddha membabarkan dhamma adalah dari salah satu sudut pandang.
Bagaimana dapat dikatakan jejak sesungguhnya adalah membabarkan dhamma?
tidak ada keinginan utk berdebat, saya berharap sdr. chingik menjawabnya utk diri sendiri:
"apakah membabarkan dhamma menjadi hal yg lebih luhur melebihi pencapaian nibbana?"

mengenai perbedaan story yg ada di mahayana ataupun theravada, biarlah menjadi warna dalam perjalanan kita mencapai nibbana

Dua2nya sama luhurnya. Dua2nya telah dilakukan oleh sang Buddha. Ada Arahat yang mengikuti dua langkah tersebut. Maka ia disebut Arahat yang mengikuti jejak Buddha secara konkret. Ada Arahat yang tidak melakukan hal itu, maka dia disebut mengikuti jejak Buddha tapi kadarnya tentu tidak sesempurna Arahat pertama.
Arahat bagaimanapun juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda walaupun sama-sama mencapai nibbana. Itulah sebabnya ada 10 siswa terkemuka, memiliki kelebihan masing-masing.
Ya..ini memang dalam konteks Mahayana. Tentu pandangan Theravada berbeda, dan sama sekali tidak berarti Theravada adalah Arahat yang tidak mengikuti jejak Buddha, malahan saya sudah katakan bahwa dalam Theravada juga mengajarkan jiwa misionaris seperti yang dinasihati Buddha dan itu sudah terbukti Theravada itu bukan berjiwa Hinayana. Toh walaupun tidak bercita2 menjadi Sammsasambuddha, jika yang dilakukan adalah sesuai dengan jiwa aspirasi agung, maka menurut Mahayana itu sudah merupakan aspirasi yang Mahayani. Ini terbukti bahwa dalam Mahayana, Buddha akhirnya meramalkan bahwa para Siswa Arahat bahkan yang belum Arahat, seperti Sariputta, Ananda, Mahakassapa, dll akan menjadi Buddha juga. Padahal secara eksplisit mereka tidak bercita-cita menjadi Buddha. Sekali lagi ini adalah wawasan Mahayana. Tentu Theravada tidak berpandangan demikian. Mungkin ada yang bilang dalam Theravada menjadi Arahat sudah cukup dan itu sudah merupakan jalan terakhir dan terluhur, ya memang nggak apa-apa dan memang nggak salah kok. Cuma Mahayana menambahkan saja bahwa bila orang seperti itu jika mau menyebarkan dhamma, maka dia akan menjadi Buddha pada suatu saat. 


El Sol

Quote from: tesla on 26 February 2008, 05:12:31 PM
Quote from: El Sol on 26 February 2008, 04:22:09 PM
dalam Mahayana kamu dianggap egois loh...karena cuma mementingkan pencerahan diri sendiri... :|

kata bond sudah tepat banget sol,
tidak perlu merasa 'ter'-hina oleh ucapan yg dilontarkan karena kebodohan.
tidak ada seorangpun yg dapat melecehkanmu kecuali kamu
mengizinkannya.

dan lagi, setelah mengetahui anicca, apakah kamu masih mau menganggap tubuh 'El Sol' adalah kamu? kesadaran El Sol adalah kamu? Theravadin adalah kamu?
hmm..logika juga...^^

yah dah deh..aku juga dah cape menghina Mahayana...ternyata menghina bisa cape juga... ^-^

thx kepada seluruh umat Mahayana dan umat Theravada yg mencoba mengsadarkan saya... ;D semoga Niat dan Kamma baek kalian kepadaku akan berbuah dalam bentuk Panna yg murni dan sempurna...

dan maaf atas kecuaian saya dalam mengendalikan Sati saya..sehingga bisa dikuasai oleh Dosa,Lobha dan Moha...semoga diriku bisa secepatnya lepas dari ketiga belenggu ini sehingga tidak menyakiti diri saya dan makhluk lain...

_/\_

EVO

Quotedan maaf atas kecuaian saya dalam mengendalikan Sati saya..sehingga bisa dikuasai oleh Dosa,Lobha dan Moha...semoga diriku bisa secepatnya lepas dari ketiga belenggu ini sehingga tidak menyakiti diri saya dan makhluk lain...
Quote

tidak ada yang perlu dimaafkan....karna memang tidak ada yang perlu di maafkan....terima la apa adanya...
amatin saja dan sadari perasaan mu itu....telusuri...dari manakah semua itu....
seperti kau merasakan rasa capek...akhirnya kau malas untuk menghina....karna dah cape....
rasa cape itu sebab...akibatnya kau tak mau menhina lagi.....
tidak menghina lagi itu sebab....akibatnya kau tak melakukan kamma buruk....
sebab tidak melakukan kamma buruk....akibatnya kau terbebas....
sebab terbebas....akibatnya kau bahagia.....
sebab kau bahagia.....akibatnya kau mendekati nibanna itu sendiri.....
kalau kau tak lagi merasa bahagia pada saat itulah nibanna....
tiada konsep "rasa"....etc...

andry

Samma Vayama

tesla

ini hanya pendapat saya pribadi... sebenarnya saya sendiri ga pantas dikatakan Theravadin ataupun Mahayanist karena belum ikut 1x pun pujabakti di vihara... apalagi dibaptis :P

QuoteTentu Theravada tidak berpandangan demikian. Mungkin ada yang bilang dalam Theravada menjadi Arahat sudah cukup dan itu sudah merupakan jalan terakhir dan terluhur, ya memang nggak apa-apa dan memang nggak salah kok. Cuma Mahayana menambahkan saja bahwa bila orang seperti itu jika mau menyebarkan dhamma, maka dia akan menjadi Buddha pada suatu saat.

jadi (walaupun berkesan berpihak Theravada ^-^ ) tujuan utk mencapai tingkat kesucian Arahat, bukan artinya menutup kemungkinan utk menjadi SammasamBuddha... SammasamBuddha dalam hal tingkat kesucian, adalah seorang arahat :)

menjadi arahat, tidak ada batasan hanya berupa SavakaBuddha (yg mendengarkan Dhamma). Savaka, Pacceka & SammasamBuddha, dalam hal kesucian adalah sama-sama arahat.

jadi sebenarnya dalam Theravada, tidak ada target tetap utk menjadi SavakaBuddha.
dalam Mahayana sendiri, bercita-cita menjadi SammasamBuddha tentu adalah hal yg sangat baik. merupakan sebuah fokus tujuan.
hal ini memang tidak ditetapkan dalam Theravada.

QuoteCuma Mahayana menambahkan saja bahwa bila orang seperti itu jika mau menyebarkan dhamma, maka dia akan menjadi Buddha pada suatu saat.

SavakaBuddha, PaccekaBuddha & SammasamBuddha dapat menyebarkan dhamma kok :)
bahkan umat awam yg belum mencapai tingkat kesucian apapun, dapat jg menyebarkan dhamma mulai sekarang,
tidak perlu menunggu sampai menjadi SammasamBuddha.

:lotus: Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

chingik

 Di dalam Buddhavamsa menyebutkan tentang ikrar Bodhisatta
Sumedha, yang merupakan kelahiran masa lampau dari Sang Buddha saat
Beliau masih menempuh Jalan Bodhisatta:

"Apakah gunanya aku menyeberang seorang diri, menjadi seseorang yang
menyadari kekuatanku? Setelah meraih kemaha-tahuan, aku akan
menyebabkan dunia ini bersama dengan para dewa untuk menyeberang
[bersama-sama]. Memotong aliran samsara, menghancurkan tiga proses
dumadi (becomings), menaiki perahu Dhamma. Aku akan menyebabkan dunia
ini beserta para dewa untuk menyeberang."


nyanadhana

wah ikrar bro Sumedho,wahahahhaha, bagus bagus.........
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.