JMB8 = satu2nya jalan menuju pembebasan = satu belenggu ?

Started by Hasan Teguh, 02 June 2010, 09:07:06 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Hasan Teguh

Sang Buddha :
"Melekat kepada satu pandangan saja dan memandang rendah pandangan orang lain adalah tidak baik dan orang bijaksana menamakan ini satu belenggu."

Jika demikian, yang berpandangan JMB8 adalah satu2nya jalan menuju pembebasan dapat dinamakan satu belenggu ?

Apa komentar Anda ?

[gmod=Kemenyan]URL Cross-Posting removed[/gmod]

ryu

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Hasan Teguh


dipasena

bro hasan yg baik, didalam buddhist ada 4 jenis kemelekatan, antara lain

1. kemelekatan terhadap nafsu indera
2. kemelekatan terhadap pandangan salah
3. kemelekatan terhadap upacara-upacara agama
4. kemelekatan terhadap adanya diri yg kekal

apakah memegang teguh jalan mulia berunsur delapan dapat menjadi belenggu yang dapat menimbulkan kemelekatan berdasarkan kriteria diatas ?

jika dianalisa lagi, kita mengenal 2 tipe kemelekatan dalam kehidupan sehari-hari

1. kemelekatan yg tidak membawa kita menuju ke pembebasan.
2. kemelekatan yg membawa kita menuju ke pembebasan.

memegang teguh jalan mulia berunsur delapan "mungkin" dapat dikatakan oleh mereka yg tidak memahami dhamma sebagai salah satu bentuk kemelekatan, namun kemelekatan tersebut dapat membawa kita menuju ke pembebasan, yg kemudian akan kita lepaskan nya...

salam dalam cinta kasih
dari aa'tono

Indra

Quote from: Hasan Teguh on 02 June 2010, 09:07:06 AM
Sang Buddha :
"Melekat kepada satu pandangan saja dan memandang rendah pandangan orang lain adalah tidak baik dan orang bijaksana menamakan ini satu belenggu."

Jika demikian, yang berpandangan JMB8 adalah satu2nya jalan menuju pembebasan dapat dinamakan satu belenggu ?

Apa komentar Anda ?



Bro Hasan, darimanakah sumber kutipan anda? akan lebih memudahkan jika Bro Hasan menyebutkan rujukan sutta-nya, karena dengan demikian kita bisa menganalisis secara keseluruhan sutta, dan tidak hanya dari satu kalimat saja.

Hasan Teguh

[at] Indra

[spoiler]
Pada suatu hari sekelompok orang Brahmana yang terpelajar dan terkemuka mengunjungi Sang Buddha dan melakukan tukar pikiran yang mendalam dengan Sang Tathagata.

Seorang brahmana muda berusia 16 tahun yang bernama Kapathika (yang oleh kelompok tersebut dianggap sebagai orang pintar dan luar biasa) telah mengajukan pertanyaan sbb.. "Gotama Yang Mulia, kaum brahmana memiliki kitab-kitab suci yang sudah tua sekali dan diceritakan serta dipelajari turun-temurun hingga kini.

Menurut kitab-kitab tersebut kaum brahmana telah sampai kepada satu kesimpulan terakhir: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu.' Kami ingin bertanya, bagaimana pendapat Gotama Yang Mulia mengenai hal ini?"

Sang Buddha balik bertanya. "Di antara kaum brahmana, apakah ada seorang yang secara pribadi telah tahu dan lihat bahwa : 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'?"

Anak muda itu lantas menjawab. "Tidak ada." "Kalau begitu, adakah seorang Guru atau Guru dari para Guru kaum brahmana sebelumnya sampai turunan ketujuh, atau mungkin salah seorang dari penulis asli kitab-kitab suci itu sendiri yang telah tahu dan lihat: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'?"

"Tidak ada."
"Kalau begitu dapat diumpamakan seperti satu barisan orang buta yang saling berpegangan tangan. Yang berada di muka tidak melihat, yang berada di tengah tidak melihat dan yang berada di belakang pun tidak melihat. Oleh karena itu, dapat Aku katakan bahwa keadaan kaum brahmana sama saja seperti barisan orang buta itu."

Sesudah itu, Sang Buddha memberikan nasihat yang penting sekali kepada para brahmana tersebut. "Bagi seorang bijaksana yang harus melindungi Kebenaran tidaklah layak untuk sampai kepada kesimpulan. 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'."

Ketika diminta oleh brahmana muda itu untuk memberikan keterangan lebih lanjut tentang hal melindungi Kebenaran, Sang Buddha menjawab: "Seseorang mempunyai kepercayaan. Kalau ia berkata, ini adalah kepercayaanku; sampai di sini ia melindungi Kebenaran.

Tetapi dengan ini ia tidak dapat maju lebih jauh untuk sampai pada kesimpulan terakhir: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu.' Dengan perkataan lain, orang boleh saja percaya akan apa yang ia suka dan ia boleh berkata: 'Aku percaya ini'. Sampai di sini ia menghormati Kebenaran.

Tetapi berhubung dengan kepercayaannya itu tidak seharusnya ia berkata bahwa apa yang ia percayai itu adalah satu-satunya Kebenaran dan yang lain palsu."

Sang Buddha melanjutkan. "Melekat kepada satu pandangan saja dan memandang rendah pandangan orang lain adalah tidak baik dan orang bijaksana menamakan ini satu belenggu."

[Buku Dhamma Sari - MP.Sumedha Widyadharma]
[/spoiler]

pemula

 :-? saya rasa lebih tepat bukan "dengan memandang", akan tetapi "lebih menyadari".  :D hanya ini saja trima kasih atas kesempatannya.  :) semoga segala sesuatunya menjadi lebih baik.

K.K.

Quote from: Hasan Teguh on 02 June 2010, 11:13:22 AM
[at] Indra

[spoiler]
Pada suatu hari sekelompok orang Brahmana yang terpelajar dan terkemuka mengunjungi Sang Buddha dan melakukan tukar pikiran yang mendalam dengan Sang Tathagata.

Seorang brahmana muda berusia 16 tahun yang bernama Kapathika (yang oleh kelompok tersebut dianggap sebagai orang pintar dan luar biasa) telah mengajukan pertanyaan sbb.. "Gotama Yang Mulia, kaum brahmana memiliki kitab-kitab suci yang sudah tua sekali dan diceritakan serta dipelajari turun-temurun hingga kini.

Menurut kitab-kitab tersebut kaum brahmana telah sampai kepada satu kesimpulan terakhir: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu.' Kami ingin bertanya, bagaimana pendapat Gotama Yang Mulia mengenai hal ini?"

Sang Buddha balik bertanya. "Di antara kaum brahmana, apakah ada seorang yang secara pribadi telah tahu dan lihat bahwa : 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'?"

Anak muda itu lantas menjawab. "Tidak ada." "Kalau begitu, adakah seorang Guru atau Guru dari para Guru kaum brahmana sebelumnya sampai turunan ketujuh, atau mungkin salah seorang dari penulis asli kitab-kitab suci itu sendiri yang telah tahu dan lihat: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'?"

"Tidak ada."
"Kalau begitu dapat diumpamakan seperti satu barisan orang buta yang saling berpegangan tangan. Yang berada di muka tidak melihat, yang berada di tengah tidak melihat dan yang berada di belakang pun tidak melihat. Oleh karena itu, dapat Aku katakan bahwa keadaan kaum brahmana sama saja seperti barisan orang buta itu."

Sesudah itu, Sang Buddha memberikan nasihat yang penting sekali kepada para brahmana tersebut. "Bagi seorang bijaksana yang harus melindungi Kebenaran tidaklah layak untuk sampai kepada kesimpulan. 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'."

Ketika diminta oleh brahmana muda itu untuk memberikan keterangan lebih lanjut tentang hal melindungi Kebenaran, Sang Buddha menjawab: "Seseorang mempunyai kepercayaan. Kalau ia berkata, ini adalah kepercayaanku; sampai di sini ia melindungi Kebenaran.

Tetapi dengan ini ia tidak dapat maju lebih jauh untuk sampai pada kesimpulan terakhir: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu.' Dengan perkataan lain, orang boleh saja percaya akan apa yang ia suka dan ia boleh berkata: 'Aku percaya ini'. Sampai di sini ia menghormati Kebenaran.

Tetapi berhubung dengan kepercayaannya itu tidak seharusnya ia berkata bahwa apa yang ia percayai itu adalah satu-satunya Kebenaran dan yang lain palsu."

Sang Buddha melanjutkan. "Melekat kepada satu pandangan saja dan memandang rendah pandangan orang lain adalah tidak baik dan orang bijaksana menamakan ini satu belenggu."

[Buku Dhamma Sari - MP.Sumedha Widyadharma]
[/spoiler]
MN 95, Canki Sutta.

Indra

Quote from: Hasan Teguh on 02 June 2010, 11:13:22 AM
[at] Indra

[spoiler]
Pada suatu hari sekelompok orang Brahmana yang terpelajar dan terkemuka mengunjungi Sang Buddha dan melakukan tukar pikiran yang mendalam dengan Sang Tathagata.

Seorang brahmana muda berusia 16 tahun yang bernama Kapathika (yang oleh kelompok tersebut dianggap sebagai orang pintar dan luar biasa) telah mengajukan pertanyaan sbb.. "Gotama Yang Mulia, kaum brahmana memiliki kitab-kitab suci yang sudah tua sekali dan diceritakan serta dipelajari turun-temurun hingga kini.

Menurut kitab-kitab tersebut kaum brahmana telah sampai kepada satu kesimpulan terakhir: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu.' Kami ingin bertanya, bagaimana pendapat Gotama Yang Mulia mengenai hal ini?"

Sang Buddha balik bertanya. "Di antara kaum brahmana, apakah ada seorang yang secara pribadi telah tahu dan lihat bahwa : 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'?"

Anak muda itu lantas menjawab. "Tidak ada." "Kalau begitu, adakah seorang Guru atau Guru dari para Guru kaum brahmana sebelumnya sampai turunan ketujuh, atau mungkin salah seorang dari penulis asli kitab-kitab suci itu sendiri yang telah tahu dan lihat: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'?"

"Tidak ada."
"Kalau begitu dapat diumpamakan seperti satu barisan orang buta yang saling berpegangan tangan. Yang berada di muka tidak melihat, yang berada di tengah tidak melihat dan yang berada di belakang pun tidak melihat. Oleh karena itu, dapat Aku katakan bahwa keadaan kaum brahmana sama saja seperti barisan orang buta itu."

Sesudah itu, Sang Buddha memberikan nasihat yang penting sekali kepada para brahmana tersebut. "Bagi seorang bijaksana yang harus melindungi Kebenaran tidaklah layak untuk sampai kepada kesimpulan. 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'."

Ketika diminta oleh brahmana muda itu untuk memberikan keterangan lebih lanjut tentang hal melindungi Kebenaran, Sang Buddha menjawab: "Seseorang mempunyai kepercayaan. Kalau ia berkata, ini adalah kepercayaanku; sampai di sini ia melindungi Kebenaran.

Tetapi dengan ini ia tidak dapat maju lebih jauh untuk sampai pada kesimpulan terakhir: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu.' Dengan perkataan lain, orang boleh saja percaya akan apa yang ia suka dan ia boleh berkata: 'Aku percaya ini'. Sampai di sini ia menghormati Kebenaran.

Tetapi berhubung dengan kepercayaannya itu tidak seharusnya ia berkata bahwa apa yang ia percayai itu adalah satu-satunya Kebenaran dan yang lain palsu."

Sang Buddha melanjutkan. "Melekat kepada satu pandangan saja dan memandang rendah pandangan orang lain adalah tidak baik dan orang bijaksana menamakan ini satu belenggu."

[Buku Dhamma Sari - MP.Sumedha Widyadharma]
[/spoiler]

Thanks Bro Kainyn atas infonya. IMO, yg dalam spoler di tas hanya menampilkan sebagian dri keseluruhan sutta, bagian selanjutnya yg tidak dicantumkan di atas adalah bagian yg penting untuk menjelaskan arti dari kalimat Sang Buddha yg dipertanyakan.

versi lengkapnya ada di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.095x.than.html

K.K.

Quote from: Indra on 02 June 2010, 11:33:25 AM
Quote from: Hasan Teguh on 02 June 2010, 11:13:22 AM
[at] Indra

[spoiler]
Pada suatu hari sekelompok orang Brahmana yang terpelajar dan terkemuka mengunjungi Sang Buddha dan melakukan tukar pikiran yang mendalam dengan Sang Tathagata.

Seorang brahmana muda berusia 16 tahun yang bernama Kapathika (yang oleh kelompok tersebut dianggap sebagai orang pintar dan luar biasa) telah mengajukan pertanyaan sbb.. "Gotama Yang Mulia, kaum brahmana memiliki kitab-kitab suci yang sudah tua sekali dan diceritakan serta dipelajari turun-temurun hingga kini.

Menurut kitab-kitab tersebut kaum brahmana telah sampai kepada satu kesimpulan terakhir: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu.' Kami ingin bertanya, bagaimana pendapat Gotama Yang Mulia mengenai hal ini?"

Sang Buddha balik bertanya. "Di antara kaum brahmana, apakah ada seorang yang secara pribadi telah tahu dan lihat bahwa : 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'?"

Anak muda itu lantas menjawab. "Tidak ada." "Kalau begitu, adakah seorang Guru atau Guru dari para Guru kaum brahmana sebelumnya sampai turunan ketujuh, atau mungkin salah seorang dari penulis asli kitab-kitab suci itu sendiri yang telah tahu dan lihat: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'?"

"Tidak ada."
"Kalau begitu dapat diumpamakan seperti satu barisan orang buta yang saling berpegangan tangan. Yang berada di muka tidak melihat, yang berada di tengah tidak melihat dan yang berada di belakang pun tidak melihat. Oleh karena itu, dapat Aku katakan bahwa keadaan kaum brahmana sama saja seperti barisan orang buta itu."

Sesudah itu, Sang Buddha memberikan nasihat yang penting sekali kepada para brahmana tersebut. "Bagi seorang bijaksana yang harus melindungi Kebenaran tidaklah layak untuk sampai kepada kesimpulan. 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'."

Ketika diminta oleh brahmana muda itu untuk memberikan keterangan lebih lanjut tentang hal melindungi Kebenaran, Sang Buddha menjawab: "Seseorang mempunyai kepercayaan. Kalau ia berkata, ini adalah kepercayaanku; sampai di sini ia melindungi Kebenaran.

Tetapi dengan ini ia tidak dapat maju lebih jauh untuk sampai pada kesimpulan terakhir: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu.' Dengan perkataan lain, orang boleh saja percaya akan apa yang ia suka dan ia boleh berkata: 'Aku percaya ini'. Sampai di sini ia menghormati Kebenaran.

Tetapi berhubung dengan kepercayaannya itu tidak seharusnya ia berkata bahwa apa yang ia percayai itu adalah satu-satunya Kebenaran dan yang lain palsu."

Sang Buddha melanjutkan. "Melekat kepada satu pandangan saja dan memandang rendah pandangan orang lain adalah tidak baik dan orang bijaksana menamakan ini satu belenggu."

[Buku Dhamma Sari - MP.Sumedha Widyadharma]
[/spoiler]

Thanks Bro Kainyn atas infonya. IMO, yg dalam spoler di tas hanya menampilkan sebagian dri keseluruhan sutta, bagian selanjutnya yg tidak dicantumkan di atas adalah bagian yg penting untuk menjelaskan arti dari kalimat Sang Buddha yg dipertanyakan.

versi lengkapnya ada di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.095x.than.html
Yang saya tangkap, hal yang dibahas adalah antara "mempertahankan kebenaran" dan "merealisasi kebenaran" adalah dua hal yang berbeda. Ada 5 cara mempertahankan kebenaran, namun tidak berhubungan dengan realisasi kebenaran itu sendiri.

Jadi saya lihat, bukan hanya JMB8, tetapi ajaran apa pun yang hanya dipertahankan, bukan direalisasi, adalah tidak bermanfaat, tidak menghasilkan.

pemula

Y...
SAng Buddha melanjutkan.,,
("Melekat pada satu pandangan saja. dan memandang rendah orang lain ADALAH "Tidak Baik")
sekedar menasehati ulang... selanjutnya, sebagai penekanan untuk orang ketiga (Brahma).
("Orang bijaksana menamakan ini satu Belenggu"). secara logika emang demikian harusnya.
Lalu yang jadi permasalahan. Apa Sang Buddha mencaci, menganggap rendah, menghina?
atau lebih tepat karena ia yang telah lebih dulu menyadari dan melihat. dan hanya memberi penjelasan dan penerangan lebih lanjut kepada orang yang ingin mengetahuinya?

Indra

Quote from: Kainyn_Kutho on 02 June 2010, 11:41:24 AM
Quote from: Indra on 02 June 2010, 11:33:25 AM
Quote from: Hasan Teguh on 02 June 2010, 11:13:22 AM
[at] Indra

[spoiler]
Pada suatu hari sekelompok orang Brahmana yang terpelajar dan terkemuka mengunjungi Sang Buddha dan melakukan tukar pikiran yang mendalam dengan Sang Tathagata.

Seorang brahmana muda berusia 16 tahun yang bernama Kapathika (yang oleh kelompok tersebut dianggap sebagai orang pintar dan luar biasa) telah mengajukan pertanyaan sbb.. "Gotama Yang Mulia, kaum brahmana memiliki kitab-kitab suci yang sudah tua sekali dan diceritakan serta dipelajari turun-temurun hingga kini.

Menurut kitab-kitab tersebut kaum brahmana telah sampai kepada satu kesimpulan terakhir: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu.' Kami ingin bertanya, bagaimana pendapat Gotama Yang Mulia mengenai hal ini?"

Sang Buddha balik bertanya. "Di antara kaum brahmana, apakah ada seorang yang secara pribadi telah tahu dan lihat bahwa : 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'?"

Anak muda itu lantas menjawab. "Tidak ada." "Kalau begitu, adakah seorang Guru atau Guru dari para Guru kaum brahmana sebelumnya sampai turunan ketujuh, atau mungkin salah seorang dari penulis asli kitab-kitab suci itu sendiri yang telah tahu dan lihat: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'?"

"Tidak ada."
"Kalau begitu dapat diumpamakan seperti satu barisan orang buta yang saling berpegangan tangan. Yang berada di muka tidak melihat, yang berada di tengah tidak melihat dan yang berada di belakang pun tidak melihat. Oleh karena itu, dapat Aku katakan bahwa keadaan kaum brahmana sama saja seperti barisan orang buta itu."

Sesudah itu, Sang Buddha memberikan nasihat yang penting sekali kepada para brahmana tersebut. "Bagi seorang bijaksana yang harus melindungi Kebenaran tidaklah layak untuk sampai kepada kesimpulan. 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu'."

Ketika diminta oleh brahmana muda itu untuk memberikan keterangan lebih lanjut tentang hal melindungi Kebenaran, Sang Buddha menjawab: "Seseorang mempunyai kepercayaan. Kalau ia berkata, ini adalah kepercayaanku; sampai di sini ia melindungi Kebenaran.

Tetapi dengan ini ia tidak dapat maju lebih jauh untuk sampai pada kesimpulan terakhir: 'Ini saja yang benar dan yang lain palsu.' Dengan perkataan lain, orang boleh saja percaya akan apa yang ia suka dan ia boleh berkata: 'Aku percaya ini'. Sampai di sini ia menghormati Kebenaran.

Tetapi berhubung dengan kepercayaannya itu tidak seharusnya ia berkata bahwa apa yang ia percayai itu adalah satu-satunya Kebenaran dan yang lain palsu."

Sang Buddha melanjutkan. "Melekat kepada satu pandangan saja dan memandang rendah pandangan orang lain adalah tidak baik dan orang bijaksana menamakan ini satu belenggu."

[Buku Dhamma Sari - MP.Sumedha Widyadharma]
[/spoiler]

Thanks Bro Kainyn atas infonya. IMO, yg dalam spoler di tas hanya menampilkan sebagian dri keseluruhan sutta, bagian selanjutnya yg tidak dicantumkan di atas adalah bagian yg penting untuk menjelaskan arti dari kalimat Sang Buddha yg dipertanyakan.

versi lengkapnya ada di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.095x.than.html
Yang saya tangkap, hal yang dibahas adalah antara "mempertahankan kebenaran" dan "merealisasi kebenaran" adalah dua hal yang berbeda. Ada 5 cara mempertahankan kebenaran, namun tidak berhubungan dengan realisasi kebenaran itu sendiri.

Jadi saya lihat, bukan hanya JMB8, tetapi ajaran apa pun yang hanya dipertahankan, bukan direalisasi, adalah tidak bermanfaat, tidak menghasilkan.


Setuju Bro!

pemula

maaf... sebelumnya. saya gak bermaksud jelek. tapi saya hanya ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut saja. perlukah di pertahankan / melepaskan....?

K.K.

Quote from: pemula on 02 June 2010, 12:02:10 PM
maaf... sebelumnya. saya gak bermaksud jelek. tapi saya hanya ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut saja. perlukah di pertahankan / melepaskan....?

Menurut pendapat saya tentang sutta ini, sebelum satu keyakinan dibuktikan, seseorang tidak cocok mengatakan, "saya tahu kebenaran (ajaran) ini, yang lain salah."
Apakah keyakinan itu dipertahankan/dilepaskan? Bukan keduanya, tetapi untuk diselidiki. Dikatakan juga dalam sutta itu bahwa keyakinan pun bisa berubah. Realisasilah kebenaran, maka dengan sendirinya keyakinan pun, baik yang benar maupun salah, sudah tidak ada lagi.


pemula

Nah itu dia...? yang saya bingung. apa hubungan nya satu bentuk masalah yang tertangkap?
untuk di jadikan satu sumber yang dipertahankan sementara hal itu tidak pasti!