Jika kita mengacu pada Sutta Pitaka dan Kitab Komentar, perdagangan daging (mamsa vanijja) merujuk pada perdagangan hewan ternak yang diperuntukkan untuk dikonsumsi dagingnya. Dalam hal ini, usaha membuka restoran / rumah makan yang menyediakan "daging segar" untuk dihidangkan sebagai menu makanan termasuk dalam perdagangan daging (mamsa vanijja). Dalam konteks ini pula, jika kita memesan hewan hidup di restoran untuk diolah menjadi menu makanan, sebenarnya itu termasuk dalam pelanggaran sila pertama (melakukan pembunuhan). Saya pikir teman-teman sudah tahu kenapa hal itu termasuk pelanggaran sila pertama...
Sedangkan menjual daging yang sudah diolah, bukan termasuk perdagangan daging. Dalam hal ini, memperdagangkan (menjual) bakpao isi daging, mie ayam, nugget, makanan anjing, kerupuk udang, permen, dsb. bukan termasuk perdagangan daging (mamsa vanijja).
Meski dalam Vanijja Sutta hanya lima perdagangan saja yang diklasifikasi sebagai perdagangan salah, namun bukan berarti perdagangan lain yang merugikan bentuk-bentuk makhluk hidup lain diperbolehkan. Maksudnya, setiap perdagangan yang merugikan makhluk hidup itu sebaiknya tidak dilakukan. Dalam konteks ini, kita harus mengacu kembali pada Pancasila. Sebuah perdagangan yang benar, selain tidak termasuk dalam perdagangan salah di Vanijja Sutta, sebaiknya juga tidak mengondisikan untuk terjadinya pelanggaran sila (moralitas). Apapun bentuk perdagangan yang hendak dijalankan, meskipun menjual makhluk hidup sekalipun, jika makhluk hidup lain itu tidak teraniaya, tidak terbunuh, tidak tertekan; maka itu bukan termasuk perdagangan salah.
Kita bisa menengok kisah di zaman Sang Buddha, bahwa ketika itu sudah ada perdagangan bulu domba dan susu sapi. Namun ternyata Sang Buddha tidak membicarakannya. Sang Buddha dan para bhikkhu dulu terkadang juga menerima persembahan bulu domba ketika ada umat yang berdana. Dan di salah satu kesempatan, Sang Buddha juga sempat memuji manfaat dari sapi yang salah satunya adalah bisa memberikan susu sehingga manusia menjadi sehat. Dalam contoh dua perdagangan ini, baik sapi dan domba tidaklah dianiya maupun dibunuh. Justru sebaliknya, kedua hewan ternak ini harus dirawat dengan sehat agar menghasilkan susu dan bulu yang berkualitas. Dan sebaiknya semua peternak ini memerlakukan sapi dan domba dengan baik, jangan sampai punya pikiran "yang penting untung, masa bodoh dengan sapi dan domba yang menderita di kandang". Bisnis susu sapi dan bulu domba ini jika dikerjakan dengan baik dan sesuai dengan Pancasila, merupakan suatu bisnis yang saling menguntungkan. Dalam hal ini, kita bisa menganggap bahwa sapi dan domba adalah hewan peliharaan yang harus dirawat dengan baik. Karena sapi dan domba dirawat dengan baik, mereka memberikan balas jasa berupa susu dan bulu yang berkualitas; yang selanjutnya bisa diambil oleh peternak dan dijual. Untuk perihal ini, saya melihat bisnis ini bukan termasuk perdagangan salah. Dan demikian pula dengan bisnis "lainnya"...