News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Binatang mikroskopik

Started by Tommy Fong, 24 April 2010, 07:24:47 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Tommy Fong

1. Apakah binatang-binatang mikroskopik merupakan awal dari inkarnasi dan mereka berinkarnasi terus menjadi binatang-binatang yang lebih besar dan akhirnya jadi manusia?
2. Apakah jika kita membunuh binatang kecil seperti semut dan besar seperti gajah mempunyai karma buruk yang nilainya sama?

FZ

binatang mikroskopik ? contohnya apa bro.. biar pemahaman kita sama.. apakah maksudnya seperti protozoa yang mikroskopik / semut, kutu yang kecil2..

Tommy Fong

Binatang mikroskopik adalah binatang yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop.

gajeboh angek

Pertama-tama istilah inkarnasi mungkin kurang tepat. Dalam penggunaan bahasa biasa, bagi yang sudah tahu mungkin tidak ada masalah. Tetapi inkarnasi bisa juga disebut sebagai pemahaman salah, dalam arti pemahaman ada jiwa atau roh yang lahir kembali.

Dalam Ajaran Sang Buddha, kelahiran kembali memang ada, tetapi tidak ada urutannya harus dari binatang baru jadi manusia. Sang Buddha mengajarkan adanya kelahiran kembali, tergantung penyebabnya maka akan terlahir di alam yang sesuai. Bisa terlahir di alam binatang, bisa terlahir sebagai manusia, bisa terlahir di neraka, bisa terlahir di alam dewa.

Membunuh sangat dipengaruhi dari niatnya. Jika niat membunuh begitu besar, maka hasilnya juga akan semakin besar. Dari Sutta-Sutta bisa kita lihat bahwa membunuh tetap tidak baik, apapun alasannya.
Tetapi harus diingat, penyebab buah kamma bukan hanya 1. Ada beberapa penyebab. Dari literatur seperti vinaya kemungkinan ukuran korban (kalau manusia dari batinnya) mempengaruhi buah kamma. Membunuh manusia lebih berat daripada membunuh gajah, membunuh gajah lebih berat dari membunuh semut.
Apakah membunuh semut selalu berakibat buruk? Dalam Anguttara Nikaya I.249, disebutkn seseorang yang terlatih baik dalam mengembangkan pikiran, perkataan dan perbuatan, melakukan perbuatan buruk kecil bagaikan menaruh garam di sungai gangga.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

adi lim

Quote from: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 24 April 2010, 10:05:06 PM
Membunuh sangat dipengaruhi dari niatnya. Jika niat membunuh begitu besar, maka hasilnya juga akan semakin besar. Dari Sutta-Sutta bisa kita lihat bahwa membunuh tetap tidak baik, apapun alasannya.
Tetapi harus diingat, penyebab buah kamma bukan hanya 1. Ada beberapa penyebab. Dari literatur seperti vinaya kemungkinan ukuran korban (kalau manusia dari batinnya) mempengaruhi buah kamma. Membunuh manusia lebih berat daripada membunuh gajah, membunuh gajah lebih berat dari membunuh semut.
Apakah membunuh semut selalu berakibat buruk? Dalam Anguttara Nikaya I.249, disebutkn seseorang yang terlatih baik dalam mengembangkan pikiran, perkataan dan perbuatan, melakukan perbuatan buruk kecil bagaikan menaruh garam di sungai gangga.

Jadi melakukan perbuatan buruk kecil itu apa ya ? maksudnya membunuh semut ?
kalau perbuatan buruk kecil bagaikan menaruh garam di sungai Gangga, berarti perbuatan buruk kecil itu tidak masalah dan boleh dilakukan, karena tidak akan pengaruh ! karena hanya sedikit garam tidak bisa membuat sungai jadi asin. Demikian ?
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Tommy Fong

Quote from: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 24 April 2010, 10:05:06 PM
Pertama-tama istilah inkarnasi mungkin kurang tepat. Dalam penggunaan bahasa biasa, bagi yang sudah tahu mungkin tidak ada masalah. Tetapi inkarnasi bisa juga disebut sebagai pemahaman salah, dalam arti pemahaman ada jiwa atau roh yang lahir kembali.

Dalam Ajaran Sang Buddha, kelahiran kembali memang ada, tetapi tidak ada urutannya harus dari binatang baru jadi manusia. Sang Buddha mengajarkan adanya kelahiran kembali, tergantung penyebabnya maka akan terlahir di alam yang sesuai. Bisa terlahir di alam binatang, bisa terlahir sebagai manusia, bisa terlahir di neraka, bisa terlahir di alam dewa.


Saya memakai kata inkarnasi karena saya percaya bahwa kelahiran kembali itu ada titik awalnya dan mungkin sekali bermula dari binatang mikroskopik. Kalau kita memakai kata reinkarnasi berarti kita memulai dari titik awal lagi. Saya percaya bahwa grafik inkarnasi itu naik turun (kadang lebih baik kadang lebih buruk dari inkarnasi sebelumnya) dan tujuannya untuk mencari keseimbangan. Kecendrungan grafik itu menuju keatas dan akhirnya kita akan mencapai titik akhir yaitu Nirvana.
Kenapa saya berpikir bahwa binatang mikroskopik merupakan titik awal, itu tidak lain karena binatang itu paling tidak sempurna karena hanya mempunyai satu sel saja.

Kalau kita tidak mempunyai roh/jiwa, apanya yang terlahir kembali? Tolong jelaskan

FZ

btw ini thread yang menarik.. kenapa saya katakan menarik..
IMO.. binatang mikroskopik bukan merupakan makhluk hidup dari segi buddhisme, karena binatang makroskopik ini tidak memiliki kesadaran.. (CMIIW), jadi IMO juga, binatang ini tidak termasuk dalam roda tumimbal lahir (CMIIW)

Di lain sisi, pengertian binatang mikroskopik juga masih rancu.. para ilmuwan masih kesulitan membagi apa itu binatang mikroskopik. Gak perlu jauh2.. yang dikatakan protozoa seperti flagellata, contoh kerennya : Euglena viridis, dari pertanyaan thread ini, pasti digolongkan sebagai binatang mikroskopik. Tapi dari sisi ilmuwan, ada yang menggolongkan sebagai hewan (tetep protozoa), tapi ada yang menggolongkan sebagai "tumbuhan" karena memiliki klorofil / lebih tepatnya dikatakan sebagai Algae.

Jadi sebelum menelusuri thread ini lebih dalam, keyword yang digunakan untuk bertanya yaitu binatang makroskopik pun masih bisa dipertanyakan lagi.. dikhawatirkan pembahasannya akan meluas..

Dan 1 hal, jika binatang makroskopik dimasukkan dalam roda tumimbal lahir.. itu SANGAT MENYERAMKAN..
Mengapa ? gila.. ketika mau minum air, merebus air aja sudah membunuh berjuta2 protozoa.. bagaimana mo mencapai pencerahan neh.. :))

Mr. pao

Quote from: Tommy Fong on 24 April 2010, 07:24:47 PM
1. Apakah binatang-binatang mikroskopik merupakan awal dari inkarnasi dan mereka berinkarnasi terus menjadi binatang-binatang yang lebih besar dan akhirnya jadi manusia?
2. Apakah jika kita membunuh binatang kecil seperti semut dan besar seperti gajah mempunyai karma buruk yang nilainya sama?
1. Yang disebut makhluk yang mempunyai jiwa itu terdiri dari :

1. Rupa = Bentuk, tubuh, badan jasmani.
2. Viññana = Kesadaran.
3. Sañña = Pencerapan.
4. Sankhära = Pikiran, bentuk-bentuk mental
5. Vedanä = Perasaan.

Apakah makhluk mikroskopik memiliki ke lima syarat tersebut?
Jika makhluk tersebut tidak memiliki syarat-syarat diatas (kesadaran dan bentuk2 mental) maka tidak tergolong dalam mahluk yang mempunyai jiwa dan tidak dapat reinkarnasi. (sory ya bahasanya pakai bahasa preman  ;D )

2. Kadar karma ini perlu kembali pada AKUSALA CITTA

Dalam diri manusia yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian terdapat sifat-sifat baik dan sifat-sifat buruk. Diantara ke dua jenis sifat tersebut, sifat-sifat buruklah yang lebih dominan dalam diri manusia. Oleh sebab itu, manusia lebih suka berbuat jahat daripada berbuat baik yang tentunya akan mengakibatkan penderitaan bagi manusia itu sendiri.

Sifat atau pikiran buruk itu berakar dari Lobha (keserakahan), Dosa (kebencian), dan Moha (kebodohan). Lobha, Dosa, dan Moha terdapat dalam diri setiap orang yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian, tetapi dalam 'kadar' yang berbeda-beda. Ada orang yang sifat Lobhanya lebih menonjol, atau sifat Dosanya lebih menonjol, atau sifat Mohanya lebih menonjol.

Pengertian Akusala Citta

Akusala Citta, berarti kesadaran atau pikiran yang tidak baik atau amoral.
Kesadaran atau pikiran ini bersekutu dengan Akusala Cetasika atau bentuk-bentuk batin yang tidak baik. Kesadaran atau pikiran ini timbul dari Lobha ( keserakahan), Dosa (kebencian), dan Moha (kebodohan).

Lobha timbul karena indera mencerap obyek yang baik,
Dosa timbul karena indera mencerap obyek yang tidak baik,
sedangkan Moha timbul karena adanya ayonisomanasikara yang berarti pertimbangan yang tidak sedetil-detilnya terhadap sesuatu, sehingga tidak dapat mengetahui sesuatu itu dengan sewajarnya.

Lobha, Dosa dan Moha merupakan 3 akar kejahatan atau akusala mula yang mengakibatkan penderitaan bagi manusia. Dengan adanya 3 akar kejahatan ini, manusia bertumimbal lahir terus menerus dalam roda samsara ini.

Dalam kamavacara Citta, ven. Anuruddhacariya Mahathera mengajarkan Akusala Citta terlebih dahulu. Hal ini disebabkan oleh akibat yang timbul dari adanya akusala citta. Jika akusala citta timbul dalam diri seseorang, maka kesadaran ini akan memberikan akibat tidak baik atau penderitaan yang akan dialami orang tersebut dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, setiap umat Buddha seyogyanya mengetahui sifat atau keadaan dari Akusala Citta itu dan kemudian berusaha melenyapkannya.

Pengelompokan Akusala Citta

Akusala Citta berjumlah 12 jenis, Berdasarkan Kusala-Mula, Akusala Citta dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu :

1. Lobhamula Citta ( terdiri dari 8 jenis)
2. Dosamula Citta ( terdiri dari 2 jenis)
3. Mohamula Citta (terdiri dari 2 jenis)


I. Lobhamula Citta.

Lobha Mula Citta berarti kesadaran atau pikiran yang berakar pada lobha.

Lobhamula Citta terdiri dari 8 jenis, yaitu :

1. Kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan (Spontan), disertai perasaan senang, dan bersekutu dengan pandangan salah (Somanassa-sahagatam ditthigatasampayuttam, asankharikam)

Contoh : Dengan penuh perasaan senang seorang anak kecil secara spontan mencuri sebuah apel, dengan berpikir bahwa tidak ada kejahatan di dalam perbuatannya.

2. Kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan, disertai kesenangan dan bersekutu dengan pandangan salah (Somanassa-sahagatam ditthigatasampayuttam sasankharikam)

Contoh : Dengan ajakan dari sahabatnya ,seorang anak mencuri sebuah apel dengan senang hati, dan berpikir bahwa tidak ada kejahatan di dalam perbuatannya.

3. Kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan ( spontan), disertai perasaan senang dan tidak bersekutu dengan pandangan salah (Somanassa-sahagatam ditthigatavippayuttam asankharikam).

Contoh : Dengan spontan seseorang mencuri ayam dengan perasaan senang, walaupun ia telah mengetahui bahwa perbuatannya itu salah .

4. Kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan, disertai kesenangan dan tidak bersekutu dengan pandangan salah (Somanassa-sahagatam ditthigatavippayuttam sasankharikam).

Contoh : Seseorang pergi memancing ikan mengikuti kehendak sahabatnya dengan disertai perasaan senang, walaupun ia telah mengetahui bahwa perbuatannya itu salah.

5. Kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan (spontan) disertai ke-masabodohan (netral) dan bersekutu dengan pandangan salah (Upekkhasahagatam ditthigatasampayuttam asankharikam)

Contoh : Seseorang mencuri mangga yang timbul secara spontan (tanpa ajakan) dengan disertai sedikit perasaan senang, dan dengan pandangan tiada kejahatan dalam perbuatannya itu. (" Apa salahnya aku mengambil mangga itu? , ah...cuek aja deh.. !")

6. Kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan disertai kemasabodohan(netral) dan bersekutu dengan pandangan salah (Upekkha-sahagatam ditthigatasampayuttam sasankharikam).

Contoh : Dengan ajakan dari sahabatnya seorang anak mencuri sebuah apel dengan disaertai sedikit perasaan senang (netral, dan berpikir bahwa tidak ada kejahatan di dalam perbuatannya.

7. Kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan (spontan) disertai kemasabodohan(netral) dan tidak bersekutu dengan pandangan salah (Upekkhasahagatam, ditthigatavippayuttam asankharikam)

Contoh : Dengan spontan seorang anak mencuri sebuah apel dengan sedikit perasaan senang (netral), walaupun ia tahu bahwa ada kejahatan di dalam perbuatannya.

8. Kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan disertai kemasabodohan (netral) dan tidak bersekutu dengan pandangan salah (Upekhasahagatam ditthigatavippayuttam, sasankharikam)

Contoh : Dengan ajakan dari temannya seorang anak mencuri sebuah apel dengan sedikit perasaan senang (netral), walaupun ia tahu bahwa ada kejahatan di dalam perbuatannya.

Dalam lobhamula Citta yang berjumlah delapan jenis ini terdapat 3 pasang Dhamma, yaitu :


a. Somanassa-sahagatam dan upekkhasahagatam.

Somanassa-sahagatam berarti timbulnya disertai perasaan senang, yaitu perasaan senang yang luar biasa. Jika seseorang mempunyai pikiran serakah yang timbulnya disertai kesenangan yang luar biasa, maka ia akan menerima akibat jahat yang berat.

Upekkhasahagatam berarti timbulnya disertai kemasabodohan, yaitu mempunyai hanya sedikit perasaan senang. Jika seseorang mempunyai pikiran serakah yang timbulnya disertai sedikit kesenangan, maka ia akan menerima akibat jahat ringan atau agak ringan.


b. Ditthogatasampayutta dan Ditthigatavippayutta.

Ditthogatasampayutta berarti bersekutu dengan pandangan salah atau Miccha-ditthi, seperti menganggap tidak ada akibat dari perbuatan jahat, tidak ada sorga dan neraka, orang yang berpikiran seperti ini tidak mengetahui bahwa perbuatan salah sehingga ia melekat, Ini tentu lebih berat akibatnya karena dapat menjurus ke alam Apaya.

Ditthigatavippayutta berarti tidak bersekutu dengan pandangan salah atau Miccha-ditthi, tetapi bukanlah berarti mempunyai pandangan benar atau samma-ditthi. Yang dimaksudkan disini ialah orang itu telah mengetahui bahwa perbuatan itu salah sehingga ia tidak melekat. Karena tidak melekat, hal ini akan membawa akibat yang lebih ringan.


c. Asankharika dan Sasankharika.

Asankharika berarti timbulnya tanpa ajakan. Jadi, kesadaran atau pikiran ini dalam keadaan kuat (tikkha). Jika seseorang mempunyai pikiran serakah yang timbulnya tanpa ajakan, maka ia akan menerima akibat jahat yang berat.

Sasankharika berarti timbulnya dengan ajakan, Jadi kesadaran atau pikiran itu dalam keadaan lemah (manda). Jika seseorang mempunyai pikiran serakah yang timbulnya dengan ajakan, maka ia akan menerima akibat karma jahat yang ringan atau agak ringan.

Dengan mengetahui 3 pasang Dhamma diatas dan melihat contoh-contohnya, kita dapat mengetahui bahwa di antara 8 jenis Lobha mula-Citta ini ternyata Lobha jenis pertama berakibat paling berat karena pikiran Lbha itu timbul tanpa ajakan, disertai perasaan senang, bersekutu dengan pandangan salah.

Sedangkan Lobha jenis ke delapan berakibat paling ringan, karena pikiran Lobha itu timbul dengan ajakan, disertai kemasabodohan (netral), tidak bersekutu dengan pandangan salah.

Dengan mengetahui berat ringannya akibat dari pikiran yang berakar pada Lobha, kita harus berusaha secara maksimal agar jika pikiran Lobha itu harus timbul juga daqlam diri kita sebagai manusia biasa yang belum mencapai tingkat kesucian, maka hendaknya pikiran Lobha yang timbul itu berakibat paling ringan. Jadi, kita harus berusaha untuk melenyapkan pikiran-pikiran Lobha, terutama yang berakibat paling berat, agar kita tidak menderita lebih lama lagi sebagai akibat dari perbuatan jahat yang telah kita lakukan pada masa lampau.

(penjelasan sampai disini dulu. nati baru tambah lagi bagian dosa dan moha jika perlu)  ;D



Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Mr. pao

Quote from: Forte on 25 April 2010, 07:09:28 PM
Jadi sebelum menelusuri thread ini lebih dalam, keyword yang digunakan untuk bertanya yaitu binatang makroskopik pun masih bisa dipertanyakan lagi.. dikhawatirkan pembahasannya akan meluas..

Dan 1 hal, jika binatang makroskopik dimasukkan dalam roda tumimbal lahir.. itu SANGAT MENYERAMKAN..
Mengapa ? gila.. ketika mau minum air, merebus air aja sudah membunuh berjuta2 protozoa.. bagaimana mo mencapai pencerahan neh.. :))
Ngak masalah bro, pembahasannya gakkan luas, karena apa yang tidak dilihat dengan  mata telanjang tidak melanggar sila dan bukan dikategorikn dalam karma buruk.
Jika ada oknum yang mempermasalahkan hal ini dan menjalankan sila atas hal ini bearti orangnya hebat karena silanya melebihi sila bhikkhu.   :))
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

FZ

mantap jawabannya mr. pao..
yup.. secara logika mustahil.. karena kita akan membunuh di sana sini.. :P

Peacemind

Quote from: Mr. pao on 25 April 2010, 07:43:23 PM
Quote from: Forte on 25 April 2010, 07:09:28 PM
Jadi sebelum menelusuri thread ini lebih dalam, keyword yang digunakan untuk bertanya yaitu binatang makroskopik pun masih bisa dipertanyakan lagi.. dikhawatirkan pembahasannya akan meluas..

Dan 1 hal, jika binatang makroskopik dimasukkan dalam roda tumimbal lahir.. itu SANGAT MENYERAMKAN..
Mengapa ? gila.. ketika mau minum air, merebus air aja sudah membunuh berjuta2 protozoa.. bagaimana mo mencapai pencerahan neh.. :))
Ngak masalah bro, pembahasannya gakkan luas, karena apa yang tidak dilihat dengan  mata telanjang tidak melanggar sila dan bukan dikategorikn dalam karma buruk.
Jika ada oknum yang mempermasalahkan hal ini dan menjalankan sila atas hal ini bearti orangnya hebat karena silanya melebihi sila bhikkhu.   :))

Para pertapa Jainisme berusaha mempraktikkan demikian. Mereka menutup mulutnya karena takut membunuh makhluk2 di udara jika masuk di mulutnya, dan membawa sapu untuk membersihkan jalan yang ditapaki karena takut ada binatang yang terbunuh ketika berjalan.

Mr. pao

Quote from: Peacemind on 25 April 2010, 07:59:40 PM
Quote from: Mr. pao on 25 April 2010, 07:43:23 PM
Quote from: Forte on 25 April 2010, 07:09:28 PM
Jadi sebelum menelusuri thread ini lebih dalam, keyword yang digunakan untuk bertanya yaitu binatang makroskopik pun masih bisa dipertanyakan lagi.. dikhawatirkan pembahasannya akan meluas..

Dan 1 hal, jika binatang makroskopik dimasukkan dalam roda tumimbal lahir.. itu SANGAT MENYERAMKAN..
Mengapa ? gila.. ketika mau minum air, merebus air aja sudah membunuh berjuta2 protozoa.. bagaimana mo mencapai pencerahan neh.. :))
Ngak masalah bro, pembahasannya gakkan luas, karena apa yang tidak dilihat dengan  mata telanjang tidak melanggar sila dan bukan dikategorikn dalam karma buruk.
Jika ada oknum yang mempermasalahkan hal ini dan menjalankan sila atas hal ini bearti orangnya hebat karena silanya melebihi sila bhikkhu.   :))

Para pertapa Jainisme berusaha mempraktikkan demikian. Mereka menutup mulutnya karena takut membunuh makhluk2 di udara jika masuk di mulutnya, dan membawa sapu untuk membersihkan jalan yang ditapaki karena takut ada binatang yang terbunuh ketika berjalan.
Praktiknya menjadi gak efektif karena kalo ada orang yang membutuhkan pertolongan tidak ditolong hy karena pertimbangan jalan bisa membunuh makhluk kecil, yah jadinya orang sakit mati karena tidak ditolong. karma buruk-lah orang ini karena menyebabkan kematian orang lain(lebih biruk dari menginjak semut).  ;D
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Mr. pao

Quote from: Forte on 25 April 2010, 07:48:46 PM
mantap jawabannya mr. pao..
yup.. secara logika mustahil.. karena kita akan membunuh di sana sini.. :P
Smoga kita menambah lebih banyak pengetahuan dhamma. ;)
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Nevada

Quote from: Peacemind on 25 April 2010, 07:59:40 PM

Para pertapa Jainisme berusaha mempraktikkan demikian. Mereka menutup mulutnya karena takut membunuh makhluk2 di udara jika masuk di mulutnya, dan membawa sapu untuk membersihkan jalan yang ditapaki karena takut ada binatang yang terbunuh ketika berjalan.

Sedikit OOT...

Sam, saya sering membaca referensi yang menyatakan bahwa "Buddha Gotama pernah menyatakan kepada para bhikkhu bahwa di dalam satu cawan air, terdapat banyak sekali makhluk hidup yang tak kasat mata". Anda mungkin pernah membaca referensi seperti ini juga. Apakah memang ada pernyataan seperti itu di Tipitaka? Di bagian mana?

gajeboh angek

kalau gak salah ada aturan pula, binatang yang lebih kecil dari burung puyuh (gak keliatan mata), maka gak termasuk pembunuhan?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days