CengBeng/QingMing

Started by kullatiro, 03 April 2010, 07:07:14 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

kullatiro

well, seperti kita tahu pada saat ini pada banyak yang merayakan QingMing/CengBeng dengan membakar kertas kim  atau membakar rumah rumahan kertas dll. tetapi dunia berubah apa yang baik pada masa lalu mungkin tidak cocok pada masa sekarang.

Ada anjuran dari Tzu chi daripada membakar kertas kim adalah tidak bermanfat lebik baik dana nya di danakan lebih bermanfaat. well aku rasa anjuran ini baik tetapi seperti sebuah tradisi ini telah berakar kadang susah untuk memberi penjelasan kepada mereka yang tidak mengerti.

kadang kita bertanya apa benarnya sih tuh bakar kertas kim ( wa juga dulu gitu mempertentang kan nya) tetapi sesudah masa nya lewat( tidak mempertentangkan lagi) maka kebenaran sejatinya bisa muncul sendiri. jadi mari kita melihat masa lalu mungkin pada masa lalu ada peristiwa pemakaman karena yang hidup nya terlalu bersedih seperti Kisa Gotami maka anggota sangha pada waktu itu tidak tahu bagaimana menjelaskan ( boro boro bisa dengar dhammadesana saking sedih nya anggota sangha disamping mungkin tidak terlihat oleh umat) jadi anggotta sangha itu berpikir bagaimana memberi penjelasan dan agar umat juga tidak terhanyut dalam kesedihan. maka dia melihat ada hio yang terbakar dan melihat kertas maka dia mengajari umat awam tersebut untuk membakar kertas yang indah dengan warna emas tersebut sehelai demi sehelai untuk memberi gambaran bahwa dunia ini tidak lah kekal dan akan selalu terbakar, dengan harapan hal ini tidak hanya mengurangi kesedihan sang umat awam tapi juga mengajar ke tidak melekatan atas apa yang terjadi di dunia ini secara tidak langsung.

Tetapi setelah melewati proses ratusan tahun hal ini bergeser dari hal semestinya hingga timbulah salah pengertian dalam konsepnya yang kita kenal pada hari ini.

tentunya setelah mengetahui ini mungkin kita dapat mengambil manfaat dan mengubah bentuk tradisi yang ada ini dalam bentuk lain yang mungkin lebih bersahabat bagi dunia yang ada pada saat sekarang ini.

------------------------------------

seperti Buddha Gautama yang memberi penjelasan ke pada pemuda sigavalada atas apa yang di perbuat nya sesuai dengan tradisi yang di wariskan kepada sigalavada. Buddha menguraikan arti sebenarnya dari tradisi tersebut. Maka kita mungkin harus memberi penjelasan yang baik kepada umat awam, tidak hanya asal mengatakan hal ini tidak baik dilakukan dan tidak bermanfaat.

Harapan ku adalah dengan mengetahui asal mulanya maka kita dapat mengubah nya sesuai jaman ini dan dapat mempertahan kan kebaikan yang ada di dalam nya.


seorangv

_/|\_ guru, bisa minta referensinya ga? Buat nguatin artikel diatas _/|\_ ^o^

kullatiro

 Cuma ada cerita Kisa Gotami sebagai referensi dan sigalavada sutta saja sebagai referensi.

seorangv

Maaf kalo OOT, gimana kalau pada waktu malam ceit capgo ato sejenisnya dimana orang ngebakar kertas juga pas sembahyang, yang dibuat kayak mahkota, perahu, n sejenisnya gtu, plus pada waktu mau sin cia kan biasa ngebakar kertas yang kek jubah gtu ada reason n faktor dukungan yg kuat dari filosofi masa lalunya ga? IMO, skarang ni harusnya mending gag usah bakar kan, selain ngeborosin budget jugaan ga ramah lingkungan tq _/|\_

kullatiro

#4
well seperti kita ketahui pas ceit capgo adalah hari uposatha dan tujuan utama hari itu adalah melatih diri kita, membakar segala sesuatu seperti mahkota dll adalah menggambarkan dunia ini dan harapan kita (Tanha, lobah, moha juga irsia) agar umat awam bisa pelan pelan melepaskan gambaran dunia ini bahwa semuanya ini tidak kekal (semuanya akan hancur menjadi abu).

Seperti kita ketahui juga dalam masyarakat kita ada kecendrungan perayaan yang terlalu berlebihan hingga melupakan lingkungan kita (contoh misalnya pernikahan nia rahmadani dan ardie bakrie dan juga putri si bakrie dulu menikah juga sama terlalu berlebihan tapi waktu pernikahan putrinya masih ada baik nya masih menyantun orang yang tidak berpunya). Jadi pembakaran mahkota dan lain lain ini untuk menyadarkan umat awam akan hal tersebut bahwa segala sesuatunya dapat hilang dalam sekejap dan menjadi abu dan debu.

seorangv

Jadi pada intinya pada saat prosesi lebih ditekankan pada makna pembakarannya(perenungan arti prosesinya), bukan pada quantitas kertasnya (just ritual) dimana orang-orang beranggapan dengan banyaknya kertas yang dibakar, banyak "dana" yang diterima. Gitu juga pada waktu ceng bengan, dengan orang bakar banyak replika barang, koper n uang. Di Alam sana, bakal nerima barang2nya juga. ^o^

dhammadinna


seniya

Ternyata tradisi memberikan persembahan kepada leluhur yang telah meninggal dunia juga terdapat dalam kitab Pali. Silakan lihat di http://www.w****a.com/forum/theravada/3033-ceng-beng-theravada-version.html untuk lebih jelasnya.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

kullatiro

iya memng memberi persembahan dana , makananan dan minuman ada tapi yang kertas itu loh yang jadi masalah nya.

dhammadinna

Quote from: seniya on 08 April 2010, 09:02:08 PM
Ternyata tradisi memberikan persembahan kepada leluhur yang telah meninggal dunia juga terdapat dalam kitab Pali. Silakan lihat di http://www.w****a.com/forum/theravada/3033-ceng-beng-theravada-version.html untuk lebih jelasnya.

Memang ada... Tapi konteksnya bukan mengadakan ritual mempersembahkan makanan dan minuman langsung ke leluhur / makhluk alam peta, bukan pula membakar uang-uangan kertas. Tapi mendanakan makanan/minuman, pakaian, atau yang lainnya, atas nama leluhur/makhluk peta. Bila mereka turut berbahagia (bermudita) melihat kita melakukan kebajikan tersebut, maka mereka berkesempatan lahir di alam yang lebih baik karena bermudita citta juga adalah suatu kebajikan.