bulu dekat pantat bebek mandarin + baca sutra = pernikahan harmonis..benarkah?

Started by marcedes, 17 March 2010, 12:37:17 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

truth lover

Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 02:22:48 PM
Quote from: truth lover on 26 March 2010, 02:17:26 PM
mas kainyn memang bijaksana, saya kadang-kadang mengkhayal, kapankah kita semua dapat berdiskusi tanpa over reaktif bila orang mengemukakan pendapat yang menyinggung keyakinan kita? atau bahkan terkesan menyalahkan dan juga menggurui. mungkinkah impian saya menjadi kenyataan?

8->
:) Bisa dimulai sekarang dari diri sendiri. Kalau Bro truth lover melakukannya, minimal sudah ada 1 orang yang begitu. Nanti orang lain mencontoh, tambah banyak lagi yang begitu. Lama-lama impian itu terwujud juga. Dan seperti pernah saya bilang juga, pilihlah lawan diskusi yang tepat, karena tidak semua orang bisa cocok dengan kita.

OK, BTT ke bebek + sutra.

dari sebelumnya saya begitu kok, buktinya mas Kainyn yang terkesan menggurui saya nggak marah kan? Mudah-mudahan ada orang lain yang mencontoh ya?

sekarang ke bebek, pertanyaan besar:

bila dicoba mungkinkah terjadi? wallahuallam, tapi kalau yang percaya jampi-jampi boleh mempertimbangkan untuk mencoba
tapi imannya harus lebih  kuat biar lebih manjur  :))
The truth, and nothing but the truth...

ryu

 [at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

K.K.

Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.


bond

Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 05:47:46 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



Setuju dengan bro Kainyn. Dan kita hanya bisa mengetahui kebenaran apabila kita telah melihatnya langsung dari yang kasar sampai yang halus. Dan yang sering jadi masalah ketika masuk ke Dhamma yang halus yg belum pernah dilihat langsung, kita berpikir kita memiliki pengertian benar tanpa menyelidiki aspek2 yang terkandung dalam pengertian benar itu sendiri dan seringnya terjebak dalam pengertian benar dalam persepsi sendiri. Artinya saya setuju realita/fakta yang jadi barometernya. Bila tolak ukurnya dipaksakan dalam lintas keyakinan maka yang terjadi tidak ada habisnya seperti 2 orang buta membicarakan gajah.  _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 05:47:46 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.


Ok ;D


Begini, dalam ajaran agama lain ada pernyataan :
Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.

nah bagi ajaran mereka apabila suami istri itu ribut dan ingin rujuk kembali rasanya tidak usah membaca banyak2 doa atau seperti isi thread ini, mereka cukup berdoa pada Tuhannya dan Tuhannya pasti akan memberikan jalan.

nah kemudian apabila ada yang bertanya masa hanya berdoa saja bisa akur kembali, pastinya jawaban akan ada untuk menjawab pertanyaan2 sejenis seperti jawaban2 di thread ini, nah menurut kainyn bagaimana?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

Quote from: bond on 26 March 2010, 06:01:12 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 05:47:46 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



Setuju dengan bro Kainyn. Dan kita hanya bisa mengetahui kebenaran apabila kita telah melihatnya langsung dari yang kasar sampai yang halus. Dan yang sering jadi masalah ketika masuk ke Dhamma yang halus yg belum pernah dilihat langsung, kita berpikir kita memiliki pengertian benar tanpa menyelidiki aspek2 yang terkandung dalam pengertian benar itu sendiri dan seringnya terjebak dalam pengertian benar dalam persepsi sendiri. Artinya saya setuju realita/fakta yang jadi barometernya. Bila tolak ukurnya dipaksakan dalam lintas keyakinan maka yang terjadi tidak ada habisnya seperti 2 orang buta membicarakan gajah.  _/\_
untuk membandingkan bisa kok papa bond, justru untuk melihat kebenaran itu apakah hanya dipaksakan sebagai kebenaran yang di tafsirkan atau hal itu merupakan kebenaran yang benar2 ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

bond

Quote from: ryu on 26 March 2010, 06:04:08 PM
Quote from: bond on 26 March 2010, 06:01:12 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 05:47:46 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



Setuju dengan bro Kainyn. Dan kita hanya bisa mengetahui kebenaran apabila kita telah melihatnya langsung dari yang kasar sampai yang halus. Dan yang sering jadi masalah ketika masuk ke Dhamma yang halus yg belum pernah dilihat langsung, kita berpikir kita memiliki pengertian benar tanpa menyelidiki aspek2 yang terkandung dalam pengertian benar itu sendiri dan seringnya terjebak dalam pengertian benar dalam persepsi sendiri. Artinya saya setuju realita/fakta yang jadi barometernya. Bila tolak ukurnya dipaksakan dalam lintas keyakinan maka yang terjadi tidak ada habisnya seperti 2 orang buta membicarakan gajah.  _/\_
untuk membandingkan bisa kok papa bond, justru untuk melihat kebenaran itu apakah hanya dipaksakan sebagai kebenaran yang di tafsirkan atau hal itu merupakan kebenaran yang benar2 ;D

Nah ini pointnya ryu, pada Dhamma yang kasar bisa digapai dengan perbandingan karena gampang terlihat realitanya atau terlihat faktanya secara kasat mata. Tetapi seringnya ketika masuk hal yang halus, kita mulai beradu konsep tanpa melihat realitanya kalau sekedar membandingkan bukanlah hal yang tabu tetapi ketika kita sudah menilai aku yang paling benar tanpa melihat realita maka ini hanyalah ilusi kebenaran.  :D
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

truth lover

Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 05:47:46 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



gunanya perbandingan, orang menjadi tahu perbedaannya, setelah kita bantu supaya tahu perbedaannya (hanya mengungkapkan perbedaan),  mereka sendiri akan menentukan yang mana yang mengena di hati mereka.

akan baik sekali jika Dhammacitta mau memulai hal ini.
The truth, and nothing but the truth...

chingik

Quote from: truth lover on 26 March 2010, 06:26:02 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 05:47:46 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



gunanya perbandingan, orang menjadi tahu perbedaannya, setelah kita bantu supaya tahu perbedaannya (hanya mengungkapkan perbedaan),  mereka sendiri akan menentukan yang mana yang mengena di hati mereka.

akan baik sekali jika Dhammacitta mau memulai hal ini.
kalo gitu bro aja yg jadi ketuanya hehe, tapi ingat pesan bro kainyn "buat perbandingan ga papa, Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa"
;D

chingik

Quote from: bond on 26 March 2010, 06:01:12 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 05:47:46 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



Setuju dengan bro Kainyn. Dan kita hanya bisa mengetahui kebenaran apabila kita telah melihatnya langsung dari yang kasar sampai yang halus. Dan yang sering jadi masalah ketika masuk ke Dhamma yang halus yg belum pernah dilihat langsung, kita berpikir kita memiliki pengertian benar tanpa menyelidiki aspek2 yang terkandung dalam pengertian benar itu sendiri dan seringnya terjebak dalam pengertian benar dalam persepsi sendiri. Artinya saya setuju realita/fakta yang jadi barometernya. Bila tolak ukurnya dipaksakan dalam lintas keyakinan maka yang terjadi tidak ada habisnya seperti 2 orang buta membicarakan gajah.  _/\_

setuju banget. alangkah baiknya ini menjadi pesan penting agar orang dapat memahami arah sebenarnya dari sebuah diskusi. 

ryu

Quote from: bond on 26 March 2010, 06:14:42 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 06:04:08 PM
Quote from: bond on 26 March 2010, 06:01:12 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 05:47:46 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



Setuju dengan bro Kainyn. Dan kita hanya bisa mengetahui kebenaran apabila kita telah melihatnya langsung dari yang kasar sampai yang halus. Dan yang sering jadi masalah ketika masuk ke Dhamma yang halus yg belum pernah dilihat langsung, kita berpikir kita memiliki pengertian benar tanpa menyelidiki aspek2 yang terkandung dalam pengertian benar itu sendiri dan seringnya terjebak dalam pengertian benar dalam persepsi sendiri. Artinya saya setuju realita/fakta yang jadi barometernya. Bila tolak ukurnya dipaksakan dalam lintas keyakinan maka yang terjadi tidak ada habisnya seperti 2 orang buta membicarakan gajah.  _/\_
untuk membandingkan bisa kok papa bond, justru untuk melihat kebenaran itu apakah hanya dipaksakan sebagai kebenaran yang di tafsirkan atau hal itu merupakan kebenaran yang benar2 ;D

Nah ini pointnya ryu, pada Dhamma yang kasar bisa digapai dengan perbandingan karena gampang terlihat realitanya atau terlihat faktanya secara kasat mata. Tetapi seringnya ketika masuk hal yang halus, kita mulai beradu konsep tanpa melihat realitanya kalau sekedar membandingkan bukanlah hal yang tabu tetapi ketika kita sudah menilai aku yang paling benar tanpa melihat realita maka ini hanyalah ilusi kebenaran.  :D
justru ini untuk melihat realita, seperti apa ajaran Buddha, apakah realita atau khayalan?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

chingik

Quote
justru ini untuk melihat realita, seperti apa ajaran Buddha, apakah realita atau khayalan?
maslaahnya realita yg dilihat dari kacamata pancaindera apakah dpt diandalkan? bukankah kita diajarkan utk mengamati gerakgerik pancaindra sebgai produk khayalan yg menutupi realitas sejati? dan realitas sejati hanya bisa terkuak ketika kita memasuki kesadaran murni yg halus melalui samatha vipassana.

bond

Quote from: ryu on 26 March 2010, 06:39:10 PM
Quote from: bond on 26 March 2010, 06:14:42 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 06:04:08 PM
Quote from: bond on 26 March 2010, 06:01:12 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 05:47:46 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



Setuju dengan bro Kainyn. Dan kita hanya bisa mengetahui kebenaran apabila kita telah melihatnya langsung dari yang kasar sampai yang halus. Dan yang sering jadi masalah ketika masuk ke Dhamma yang halus yg belum pernah dilihat langsung, kita berpikir kita memiliki pengertian benar tanpa menyelidiki aspek2 yang terkandung dalam pengertian benar itu sendiri dan seringnya terjebak dalam pengertian benar dalam persepsi sendiri. Artinya saya setuju realita/fakta yang jadi barometernya. Bila tolak ukurnya dipaksakan dalam lintas keyakinan maka yang terjadi tidak ada habisnya seperti 2 orang buta membicarakan gajah.  _/\_
untuk membandingkan bisa kok papa bond, justru untuk melihat kebenaran itu apakah hanya dipaksakan sebagai kebenaran yang di tafsirkan atau hal itu merupakan kebenaran yang benar2 ;D

Nah ini pointnya ryu, pada Dhamma yang kasar bisa digapai dengan perbandingan karena gampang terlihat realitanya atau terlihat faktanya secara kasat mata. Tetapi seringnya ketika masuk hal yang halus, kita mulai beradu konsep tanpa melihat realitanya kalau sekedar membandingkan bukanlah hal yang tabu tetapi ketika kita sudah menilai aku yang paling benar tanpa melihat realita maka ini hanyalah ilusi kebenaran.  :D
justru ini untuk melihat realita, seperti apa ajaran Buddha, apakah realita atau khayalan?

Bagaimana melihat realita dan khayalan dalam tataran dhamma yang halus?. Contoh : ryu pernah lihat Dewa datang langsung, atau nibbana atau aura, cakra. ? Apakah dengan perbandingan konsep saja dengan omong2 logika duniawi, atau realita yang harus dilihat langsung/praktek?
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

truth lover

Quote from: chingik on 26 March 2010, 06:31:15 PM
Quote from: truth lover on 26 March 2010, 06:26:02 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 26 March 2010, 05:47:46 PM
Quote from: ryu on 26 March 2010, 05:42:29 PM
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



gunanya perbandingan, orang menjadi tahu perbedaannya, setelah kita bantu supaya tahu perbedaannya (hanya mengungkapkan perbedaan),  mereka sendiri akan menentukan yang mana yang mengena di hati mereka.

akan baik sekali jika Dhammacitta mau memulai hal ini.
kalo gitu bro aja yg jadi ketuanya hehe, tapi ingat pesan bro kainyn "buat perbandingan ga papa, Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa"
;D
Setuju mas, biarkan  masing-masing mengungkapkan kebenaran. Biarkan masing-masing mengungkapkan tolok ukur kebenaran mereka masing-masing, toh pembaca sendiri akan memilih kebenaran yang cocok bagi mereka. Tak ada yang bisa memaksa orang lain menerima kebenaran yang tidak cocok bagi mereka kan? Salut nih sama mas Chingik.
The truth, and nothing but the truth...

ryu

Quote from: chingik on 26 March 2010, 06:47:54 PM
Quote
justru ini untuk melihat realita, seperti apa ajaran Buddha, apakah realita atau khayalan?
maslaahnya realita yg dilihat dari kacamata pancaindera apakah dpt diandalkan? bukankah kita diajarkan utk mengamati gerakgerik pancaindra sebgai produk khayalan yg menutupi realitas sejati? dan realitas sejati hanya bisa terkuak ketika kita memasuki kesadaran murni yg halus melalui samatha vipassana.
Ya realita yang pertama2 dilihat memang dari panca indera, mau darimana lagi? sesudah itu bisa dinilai dan diselidiki khan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))