Bertemu Makhluk-Makhluk Itu
Dituturkan langsung oleh seorang Upasaka, Jakarta
________________________________________
Tiga minggu setelah kerusuhan besar melanda Jakarta, tepatnya pada Jumat pagi, sekitar pukul 2.00 WIB. Saya terjaga dari tidur. Saya ingin menggerakan badan saya tetapi tidak dapat. Saya masih dapat berpikir jernih. Mendadak muncul suara halus ditelinga saya yang dibarengi dengan semilir angin yang aneh. Suara itu adalah suara wanita. Mereka berteriak kesakitan dan minta tolong. Suara mereka sungguh menyedihkan sekali. Kemudian saya mencoba menenangkan diri saya, dan dalam batin saya muncul gambaran mereka. Mereka berpakaian putih yang berlumuran darah dan sobek sana-sini. Terlihat jelas bekas luka di tubuh mereka dalam pandangan saya. Muka mereka sangat menderita sekali. Selanjutnya saya mengambil inisiatif untuk membacakan Namakara Gatha, Vandana dan kalimat "“Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta:, yang artinya “Semoga Semua Makluk Berbahagia”. Kemudian mereka berangsur-angsur lenyap. Setelah itu saya mulai dapat menggerakkan badan lagi, sedang sebelumnya tidak dapat sama sekali. Pada saat mereka lenyap, anjing peliharaan saya melolong panjang sekali, padahal sama sekali dia tidak pernah melakukan hal demikian sebelumnya. Ibu sayapun juga terjaga dan melihat banyak sosok gelap di depan pintu rumah, tetapi ia tidak menggubrisnya karena mata yang masih mengantuk.
Sejenak setelah peristiwa itu, saya teringat akan Dhammapada Atthakatha yang isinya mengenai manfaat orang yang berdana kepada Bhikkhu Sangha atas nama orang-orang yang telah meninggal. Dalam kitab suci itu disebutkan Raja Bimbisara diganggu oleh peta-peta kelaparan dan kedinginan, yang merupakan saudara raja dalam kehidupan yang lampau. Raja Bimbisara meminta nasehat kepada Sang Buddha, dan Beliau mengajurkan kepada raja untuk berdana makanan dan jubah kepada Sangha atas nama para peta tersebut. Setelah raja melakukannya, peta-peta itu terlahir kembali di alam bahagia.
Saya memutuskan untuk berdana makanan atas nama mereka. Dalam kondisi krisis ekonomi saat ini, saya hanya bisa berdana makanan sederhana saja. Tetapi saya bertekad dengan dana ini, semoga mereka dapat menikmati pelimpahan jasa. Pada hari Sabtu, saya berangkat ke Vihara dan berdana makanan atas nama para korban. Ada juga beberapa umat yang ikut berdana, menyiapkan makanan dan minuman untuk para Bhikkhu Sangha. Dalam kesempatan tersebut, kami mendapatkan wejangan Dhamma singkatnya mengenai manfaat berdana. Saya begitu terpesona dengan perkataan Bhikkhu Sangha. Rupanya manfaat berdana itu tidak hanya dinikmati oleh para korban yang telah meninggal tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang berdana, karena mereka akan mendapatkan kesehatan yang baik, usia panjang, kecantikan, kecakapan dan kekayaan. Setelah itu Bhikkhu Sangha membacakan parrita Pattidana (Pelimpahan Jasa), dan saya memusatkan pikiran untuk menyalurkan jasa-jasa kebajikan ataqs nama mereka dengan menuangkan air dalam mangkuk ke mangkuk yang lainnya sebagai simbol dilakukannya pelimpahan jasa.
Saya merasa bahagia dan terharu sekali karena saya dapat membahagiakan sesama makhluk yang menderita. Memang dari sudut kuantitas tidaklah seberapa banyak jumlahnya, tetapi hanya ini yang dapat saya lakukan. Kemudian saya pulang ke rumah dengan membawa kebahagiaan.
(Dikutip dari Majalah Dhammacakka No.12/Tahun IV/198)