News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Taktik Kotor dengan Metode Pembodohan Logika [copas]

Started by seniya, 03 March 2010, 10:03:05 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

ryu

Quote from: Riky_dave on 04 March 2010, 09:57:00 PM
QuotePerselisihan Mempertahankan Pandangan -- dan Kesia-siaannya
1.    Banyak orang mengatakan bahwa kemurnian hanyalah milik mereka saja. Mereka tidak mengatakan bahwa ada pula kemurnian di dalam ajaran-ajaran lain. Mereka menyatakan bahwa ajaran yang mereka tekuni adalah yang paling hebat, sehingga secara terpisah mereka mengukuhi beranekaragam kebenaran.
2.    Mereka yang ikut berbantahan, setelah ikut bergabung, mulai berselisih dan saling menyebut 'manusia tolol'. Karena bergantung pada guru tertentu, mereka mencari pujian, dan menyebut diri mereka 'pakar'.
3.    Karena terlibat perselisihan di antara banyak orang, pendebat itu menjadi frustasi pada waktu mencari pujian bagi dirinya. Bila kalah dia menjadi terpukul, lalu mencari-cari kesalahan manusia lain, dan bila dikritik dia marah.   
4.    Ketika mereka yang telah menguji pertanyaan-pertanyaannya mengatakan bahwa pembicaraannya salah, dia bersedih, meratap dan menangis dalam perselisihan-perselisihan yang tak berharga, seraya mengatakan: 'Mereka telah mengalahkan saya!'   
5.    Perselisihan-perselisihan ini muncul di antara para pertapa dan akibatnya muncullah rasa gembira yang meluap-luap serta rasa tertekan. Melihat hal ini, hindarilah perselisihan. Tidak ada nilai yang terkandung kecuali pujian yang dimenangkan dengan cara itu.   
6.    Dia yang dipuji di antara banyak orang --karena telah berhasil mempertahankan pandangannya-- akan dipenuhi perasaan senang dan pikirannya terbuai kegembiraan yang meluap-luap karena telah menjadi pemenang.   
7.    Kegembiraan yang meluap-luap itu sendiri adalah landasan untuk keruntuhannya; karena dia tetap akan berbicara dengan kesombongan dan kecongkakan. Melihat hal ini, seharusnya manusia tidak berselisih; karena para bijaksana tidak pernah mengatakan bahwa kemurnian dapat dicapai dengan perselisihan.   
8.    Bagaikan si pemberani yang kokoh kuat karena makanan yang baik, dia meraung maju mencari lawan. Di mana pun ada lawan semacam itu, engkau boleh pergi ke sana. Namun ingatlah, di sini tidak lagi tersisa apa pun yang dapat menimbulkan perkelahian.   
9.    Dengan mereka yang telah memegangi suatu teori dan kemudian bersikeras mengenai hal itu dengan menyatakan bahwa hanya teori itu saja yang benar, engkau boleh berbicara pada mereka. Tetapi ingatlah, 'tidak ada lawan untuk bertempur denganmu'.   
10.    Apakah yang akan kau peroleh dari mereka yang menang setelah mengatasi lawan tanpa membalas satu teori dengan teori lain, o, pemberani? Bagi mereka, tidak sesuatu pun dipegang sebagai yang tertinggi.   
11.    Dengan berspekulasi di pikiran mengenai berbagai pandangan filsafat yang berbeda, engkau telah merenungkan pandangan-pandangan itu. Tetapi engkau tidak dapat maju sembari mengikatkan diri pada manusia yang telah murni.

dan
QuoteMAGANDIYA SUTTA

Magandiya

(Mirip dengan sutta sebelumnya)

[Dialog antara Magandiya dan Sang Buddha pada saat Magandiya menawarkan putrinya pada Sang Buddha untuk dijadikan istri.]
1.    Sang Buddha: 'Bahkan ketika melihat putri-putri Mara1 yaitu Tanha (nafsu keinginan), Rati (kemelekatan) dan Raga (nafsu indera), tidak ada sedikit pun nafsu jasmani yang muncul di dalam diriku untuk berhubungan. Apa pula benda yang penuh air kencing dan kotoran ini? Bahkan dengan kakiku pun aku tak ingin menyentuhnya!'
2.    Magandiya: Jika engkau tidak menginginkan permata ini, putri yang diinginkan oleh banyak raja, katakanlah apa pandanganmu, bagaimanakah cara hidupmu sesuai dengan moralitas dan praktek, serta masa depanmu.   
3.    Sang Buddha: O, Magandiya, setelah mempelajari apa yang dilekati erat-erat oleh manusia, aku tidak mengatakan 'Inilah yang kukatakan'. Dengan melihat semua pandangan ini --namun tidak melekatinya-- dan karena mencari kebenaran, kutemukan kedamaian di dalam diri.
4.    Magandiya: Pertapa agung, tanpa melekati pandangan-pandangan yang tergabung dalam sistem-sistem spekulatif itu, engkau membicarakan kedamaian di dalam. Bagaimanakah hal itu dapat dijelaskan oleh para bijaksana?   
5.    Sang Buddha: Aku tidak mengatakan bahwa manusia mencapai 'kesucian' lewat pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Kesucian tidak juga dapat dicapai tanpa pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Pencapaian kesucian hanya menggunakan faktor-faktor ini sebagai sarana namun tidak melekatinya sebagai tujuan. Hanya dengan cara itulah manusia mencapai kesucian dan tidak merindukan tumimbal lahir.   
6.    Magandiya: Jika engkau tidak mengatakan bahwa 'kesucian' tidak dicapai lewat pandangan, tradisi, pengetahuan dan ritual, dan tidak juga lewat tidak adanya itu semua -- bagiku tampaknya pengetahuanmu itu omong kosong, karena beberapa manusia menganggap bahwa 'penyucian' berasal dari pandangan.
7.    Sang Buddha: Karena pandanganmulah engkau terus-menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini. Hal ini disebabkan oleh karena engkau terobsesi dan berpegang erat pada pendapat-pendapat yang sudah terbentuk sebelumnya. Dari pandangan ini engkau belum memperoleh pengertian sedikit pun: itulah sebabnya engkau melihat ini semua sebagai omong kosong.   
8.    Bila seseorang menganggap dirinya 'setara', 'lebih rendah', atau 'lebih tinggi' dibanding yang lain, dengan alasan itu pula dia langsung masuk ke dalam perdebatan. Tetapi di dalam diri orang yang tidak tergerak oleh ketiga macam pengukuran ini tidak ada pikiran-pikiran semacam itu -yaitu 'setara', 'lebih rendah' atau 'lebih tinggi'.
9.    Mengapa Arahat harus berbantahan dengan orang yang cukup dia beritahu dengan mengatakan 'Ini kebenaran' atau 'Itu kebohongan'? Jika orang tidak memiliki pikiran-pikiran 'setara' atau 'tidak setara', dengan siapakah dia dapat bersitegang?
10.    Pertapa yang telah meninggalkan rumahnya dan tidak membina hubungan intim di desa-desa, bebas dari nafsu birahi, tidak dikuasai oleh rasa senang (terhadap nafsu duniawi) -- dia tidak terjebak masuk ke dalam percakapan-percakapan yang dapat menimbulkan perselisihan dengan orang lain.
11.    Manusia agung yang berkelana di dunia ini terbebas dari pandangan-pandangan, tidak melekatinya dan tidak masuk ke dalam perselisihan. Bagaikan bunga teratai berduri yang muncul dengan tangkainya tanpa ternoda oleh lumpur dan air, begitu pula sang pertapa --pembicara perdamaian yang bebas dari nafsu-- tidak ternoda oleh dunia dan nafsu-nafsu jasmaninya.
12.    Orang bijaksana itu tidak menjadi sombong melalui pandangan atau pengetahuan, karena dia tidak melekati hal-hal semacam itu. Dia tidak tergoda oleh tindakan dan tidak pula tergoda oleh belajar, karena ia tidak melekat dalam setiap keadaan.   
13.    Tidak ada ikatan bagi dia yang telah terbebas dari ide, dan tidak ada salah pandangan bagi dia yang telah terbebas lewat kebijaksanaan. Mereka yang mengukuhi ide dan pandangan, berkelana dan masuk ke dalam perselisihan di dunia.

Bro Ryu,maaf,saya mau bertanya yang point ke 11 dan 13,apakah ada kolerasi?

Dan Bagaimana seorang Bijak mengemukan pendapatnya?bukankah dalam membicarakan pendapat tak terlepas dari "perselisihan,dimana setiap orang membawa pandangannya masing2?

Mohon bimbingannya..

Anumodana _/\_
mungkin seorang bijak mengemukakan pendapatnya tanpa terikat oleh menang atau kalah, Buddha tidak memaksakan pandangannya terhadap orang yang diajak bicara atau debat, dan beliau membabarkan dhamma sesuai dengan yang telah beliau pahami, dan coba baca2 lagi sutta percakapan Buddha dengan yang lain, Buddha kadang mematahkan pandangan2 salah dengan menjabarkan pandangan2 itu dengan baik sekali sehingga yang diajak bicaranya memahami apa yang beliau katakan. dan juga coba baca poin ke 3, ketika tidak melekati maka ditemukan kedamaian di dalam diri.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Riky_dave

Quote from: seniya on 04 March 2010, 10:14:48 PM
[at] riky_dave:
Cth ttg diskusi yg buntu d atas bs saja dtarik kemungkinan salah satu dr kesimpulan2 berikut:
1. Rujukan A benar & rujukan B salah.
2. Rujukan A salah & rujukan B benar.
3. Rujukan A benar jk kondisi tertentu terpenuhi & rujukan B benar jk kondisi lain terpenuhi.
4. Rujukan A & B keduany salah. Oleh karenany,dberikan kesimpulan ttg jwbn atau kemungkinan jwbn yg lbh tepat.

D sini peran moderator sangat penting agar dpt mencapai kesimpulan yg benar & diskusi tdk menjd buntut. Oleh krn itu,seorg moderator hrs berpengetahuan luas, menguasai topik yg didiskusikan & bersikap sbg penengah yg tdk memihak pd salah satu peserta diskusi.

Setuju,,yang sulitnya jika salah 1 atau kedua belah pihak ngotot,itu masalah juga..dan saya rasa sebelum diskusi dimulai lawan diskusi harus menguasai topik yang akan diskusikan terlebih dahulu sehingga referensi suttanya mengena.. :)

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

johan3000

Kelihatannya menarik utk dibuka kelad BERDEBAT....
dgn drilllll22222 masing2 point gitu?.

sehingga 21 point dpt dimengerti dan dipraktekan.

gimana? kapan kelasnya dimulai ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Kelana

Quote from: seniya on 03 March 2010, 10:03:05 PM

1. Ad Hominem :
Menyerang orangnya bukan menjawab isinya.
Ketika seorang arguer tidak dapat mempertahankan posisinya dengan
evidence /
fakta / reason, maka mereka mulai mengkritik sisi kepribadian lawannya.

Tanya:
Jika menyerang orangnya dan juga menjawab isinya, apakah ini termasuk Ad Hominem ?

_/\_
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

seniya

#34
Quote from: johan3000 on 05 March 2010, 03:07:46 PM
Kelihatannya menarik utk dibuka kelad BERDEBAT....
dgn drilllll22222 masing2 point gitu?.

sehingga 21 point dpt dimengerti dan dipraktekan.

gimana? kapan kelasnya dimulai ?

Jangan di sini buka kelas debatnya, bro, tapi lebih baik di forum lain aja yang khusus untuk itu, forum ini bukan untuk debat kusir seperti itu.....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

seniya

Quote from: Kelana on 05 March 2010, 07:40:53 PM

Tanya:
Jika menyerang orangnya dan juga menjawab isinya, apakah ini termasuk Ad Hominem ?

_/\_

Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

johan3000

Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:48:25 PM
Quote from: johan3000 on 05 March 2010, 03:07:46 PM
Kelihatannya menarik utk dibuka kelad BERDEBAT....
dgn drilllll22222 masing2 point gitu?.

sehingga 21 point dpt dimengerti dan dipraktekan.

gimana? kapan kelasnya dimulai ?

Jangan di sini buka kelas debatnya, bro, tapi lebih baik di forum lain aja yang khusus untuk itu, forum ini bukan untuk debat kusir seperti itu.....

thanks bro, telah mengingatkan sebelum.... tersesat...
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Kelana

Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:53:14 PM
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)

Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.

Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya.

Kepada Bhikkhu Arittha :

''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."

"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."

(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

ryu

Quote from: Kelana on 10 March 2010, 04:59:36 PM
Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:53:14 PM
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)

Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.

Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya.

Kepada Bhikkhu Arittha :

''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."

"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."

(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).

berarti sikap Buddha itu tidak patut di tiru khan ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

kullatiro

Quote from: Kelana on 10 March 2010, 04:59:36 PM
Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:53:14 PM
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)

Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.

Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya.

Kepada Bhikkhu Arittha :

''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."

"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."

(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).


duh kadang dah pake bahasa halus juga masih ada yang tersinggung di layani dengan sabar dan ke rendah hati saja biar sadar sendiri tidak bermaksud menyinggung dia.

seniya

Quote from: Kelana on 10 March 2010, 04:59:36 PM

Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)

Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.

Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya.

Kepada Bhikkhu Arittha :

''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."

"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."

(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).

Maaf, saya bukan tidak menjawab pertanyaan sdr. Kelana, tetapi bukankah sudah jelas bahwa "ad hominem" itu adalah menyerang kepribadian lawan terlepas dari apakah sudah dijawab pertanyaannya atau belum oleh pihak kedua. Jadi tidak perlu saya jawab, tetapi saya cuma mengingatkan bahwa "ad hominen" itu berbahaya apalagi jika disangkut-pautkan dengan masalah SARA.

Soal poin kedua, saya rasa kalau memang tidak bermaksud menyinggung tetapi orang tersebut tersinggung maka bukan salah kita karena kita tidak berniat demikian. Tetapi alangkah baiknya sebelum menjawab pertanyaan/diskusi, kata-kata yang akan dikeluarkan harus dipikirkan matang-matang apakah bersifat menyinggung atau tidak karena bisa saja kata ini bagi kita sepele, tetapi bagi orang lain bersifat menyinggung.

Untuk poin ketiga, menurut saya Buddha tidak bermaksud menyinggung seseorang dengan mengatakan orang tersebut "bodoh". Dalam Abhayarajakumara Sutta mengatakan bahwa Buddha hanya mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat terlepas dari apakah kata-kata tersebut disukai orang lain atau tidak. Lagipula menegur seseorang dengan mengatakan "orang bodoh" karena memang kebodohan/ketidaktahuannya dapat menyadarkan orang tersebut dari kebodohannya itu.

Tetapi mungkin hanya seorang yang benar-benar bijaksana seperti Sang Buddha yang bisa mengetahui apakah kata-kata yang menyinggung tersebut dapat bermanfaat atau tidak. Oleh karena itu, kita tidak bisa meniru Sang Buddha untuk mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat tetapi tidak disukai. Apalagi ini adalah forum umum yang banyak dibaca orang dari berbagai belahan dunia maya, sehingga kata-kata yang tidak disukai yang kita keluarkan mungkin bisa menyinggung banyak orang di luar sana.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Kelana

Quote from: seniya on 10 March 2010, 07:58:53 PM
Maaf, saya bukan tidak menjawab pertanyaan sdr. Kelana, tetapi bukankah sudah jelas bahwa "ad hominem" itu adalah menyerang kepribadian lawan terlepas dari apakah sudah dijawab pertanyaannya atau belum oleh pihak kedua. Jadi tidak perlu saya jawab, tetapi saya cuma mengingatkan bahwa "ad hominen" itu berbahaya apalagi jika disangkut-pautkan dengan masalah SARA.

Maaf, Sdr. Sena, saya tidak jelas oleh karena itu saya bertanya.

QuoteSoal poin kedua, saya rasa kalau memang tidak bermaksud menyinggung tetapi orang tersebut tersinggung maka bukan salah kita karena kita tidak berniat demikian. Tetapi alangkah baiknya sebelum menjawab pertanyaan/diskusi, kata-kata yang akan dikeluarkan harus dipikirkan matang-matang apakah bersifat menyinggung atau tidak karena bisa saja kata ini bagi kita sepele, tetapi bagi orang lain bersifat menyinggung.

Benar, oleh karena itu kadang kala dalam diskusi yang melibatkan 2 atau lebih pihak, jika terjadi "kegaduhan" kita pun tidak perlu tergesa-gesa menyimpulkan si A menghina si B, si B berbicara kasar, dll. Khususnya di forum yang menggunaan huruf-huruf, persepsi sangatlah berpengaruh.

QuoteUntuk poin ketiga, menurut saya Buddha tidak bermaksud menyinggung seseorang dengan mengatakan orang tersebut "bodoh". Dalam Abhayarajakumara Sutta mengatakan bahwa Buddha hanya mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat terlepas dari apakah kata-kata tersebut disukai orang lain atau tidak. Lagipula menegur seseorang dengan mengatakan "orang bodoh" karena memang kebodohan/ketidaktahuannya dapat menyadarkan orang tersebut dari kebodohannya itu.

Tetapi mungkin hanya seorang yang benar-benar bijaksana seperti Sang Buddha yang bisa mengetahui apakah kata-kata yang menyinggung tersebut dapat bermanfaat atau tidak. Oleh karena itu, kita tidak bisa meniru Sang Buddha untuk mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat tetapi tidak disukai. Apalagi ini adalah forum umum yang banyak dibaca orang dari berbagai belahan dunia maya, sehingga kata-kata yang tidak disukai yang kita keluarkan mungkin bisa menyinggung banyak orang di luar sana.

Untuk poin ketiga, saya tidak tahu pikiran yang melatarbelakangi Sang Buddha mengucapkan hal itu, tapi secara awam, sekali lagi secara awam dan berkaitan dengan jenis agumen, maka itu adalah jenis ad hominem, sekali lagi terlepas dari motivasi, niat, latarbelakang dari ucapan Sang Buddha itu.

evam
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Kelana

Quote from: ryu on 10 March 2010, 05:12:12 PM
Quote from: Kelana on 10 March 2010, 04:59:36 PM
Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:53:14 PM
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)

Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.

Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya.

Kepada Bhikkhu Arittha :

''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."

"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."

(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).

berarti sikap Buddha itu tidak patut di tiru khan ;D

Kita tunggu saja para senior untuk menanggapinya, Mr. Ryu  ;D
Semoga ada jawaban dengan alasannya mengapa patut ditiru atau alasan mengapa tidak patut ditiru
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

ryu

Quote from: Kelana on 11 March 2010, 06:52:28 PM
Quote from: ryu on 10 March 2010, 05:12:12 PM
Quote from: Kelana on 10 March 2010, 04:59:36 PM
Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:53:14 PM
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)

Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.

Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya.

Kepada Bhikkhu Arittha :

''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."

"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."

(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).

berarti sikap Buddha itu tidak patut di tiru khan ;D

Kita tunggu saja para senior untuk menanggapinya, Mr. Ryu  ;D
Semoga ada jawaban dengan alasannya mengapa patut ditiru atau alasan mengapa tidak patut ditiru
kalau dalam imajinasi saya, sudah terbayang kok jawabannya, ok deh ko kelana saya tunggu ah jawabannya...
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

kullatiro

duh, memang kita semua ini pintar yah! sebelum jadi orang pintar mulanya kan jadi orang bodoh dulu kan baru belajar mengatasi kebodohan yang kita miliki.