Mari share pengalaman pribadi bertemu Ariya Sangha

Started by maya devi, 03 March 2010, 12:50:20 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

bond

Ikutan ah.... ;D

Saya mulai dari Luangta Mahaboowa

Tentunya saya pernah cerita tentang beliau....intinya beliau adalah bhikkhu yg luar biasa...dan banyak yg meyakini bahwa beliau adalah seorang Arahat, diluar kita mau mempercayainya atau tidak...tapi kita bisa melihat sendiri dan saya telah menyaksikan sendiri. Saya hanya bisa mengatakan luar biasa, dan bagaimana saya bisa kesana, ada pengalaman unik yg tidak bisa saya katakan jauh sebelum saya mengenal beliau sebagai seorang Luangta dan Bhikkhu hutan.....Dan banyak sekali pelajaran yg didapat disana......dan tentunya banyak hal2 yg unik terjadi disana tentunya pengalaman spiritual... ;D

Lalu tentang Sayalay Dipankara(murid Paauk Sayadaw). Beliau juga berkesan bagi saya karena beliaulah hambatan dan stagnasi meditasi saya teratasi sehingga semua keraguan tentang pengalaman sebelumnya terjawab...sehingga berjalan mulus. Dan hal yg unik juga saat beliau membacakan paritta blessing...."ada sesuatu"  ;D dan saya pikir saya saja yg merasakan....ternyata banyak umat yg merasakannya...dan hal itu memang langsung saya tanyakan kepada mereka.

Bhante Pannavaro...nah hal ini tak pernah saya lupakan tentang kerendah hatian sebagai bhikkhu senior...kejadiannya adalah sekitar pukul 4 pagi lewat...ketika saya akan ke dharamsala untuk bermeditasi...saya melihat beliau membuka pintu gerbang vihara sendiri. Padahal bisa saja menunggu penjaga vihara yg membukakan atau 2 samanera yg sedang berlatih. Tetapi ia menanganinya langsung. Setelah itu dia mempersiapkan tempat untuk makan untuk sekitar 20 bhikkhu, yang kebetulan yang datang waktu itu adalah bhikkhu dhutangga cucu murid dari Ajahn Mun Bhuridatta yakni Luanpu Santiwarayan(yang diyakini sebagai arahat). Dan beliau melakukan itu semua saat  sedang flu. Jadi sambil melakukan itu hacchi...hacchi beberapa kali...sungguh menakjubkan. Bahkan dalam berbagai kesempatan dhammadesana beliau. Bagi saya isinya tegas dan bijaksana dan penuh kewibawaan.

Berikutnya Bhante Thitaketuko. Nah mungkin saat ini jarang terdengar karena beliau sakit stroke...Pengalaman bersama beliau selalu melekat dihati saya...karena dari pertama saya masuk agama Buddha..ceramah2nya lah yg membuka pikiran saya...dan puncaknya saat ia melatih saya dan beberapa teman bervipasana...bagi saya dia adalah guru Vipasanna Indonesia yg mahir dalam vipasanna dan merupakan asset bangsa ini khususnya umat Buddha. Bahkan yg membuat saya terharu adalah saat saya berlatih bersama beliau adalah retreat terakhir sebelum beliau jatuh sakit. Dan yg membuat lebih terharu dan kagum yaitu saat beliau mengajar vipasanna  dalam keadaan sakit yg dia tahan...tetapi terus dengan semangat memberi dorongan kepada kita semua. Saat melatih beliau sudah menggunakan tongkat dan saya tau terkadang beliau dalam menahan sakit dan lelah...tapi tidak pernah mundur sampai titik darah terkahir. Saya menanggap guru yg luar biasa terutama saat beliau menjelaskan anatta melalui pengalaman vipasanna pada tahap awal sesuai pengalaman meditator saat itu. Dan masih banyak2 cerita2 menarik tentang beliau yg tidak mungkin saya ceritakan secara terbuka.

Demikian sharing pengalaman saya..dan tentunya kebaikan2 mereka bisa menjadi teladan dan tentunya masih banyak bhikkhu2 yg memiliki kemahiran dalam sila, samadhi dan Panna bahkan tidak menutup kemungkinan sebagai Ariya.

Mettacitena. _/\_



Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Peacemind

Sekedar sharing juga!

Pertama saya tekankan di sini bahwa keyakinan pada seseorang bahwa ia telah mencapai kesucian bukan hal yang salah. Hal ini sah-sah saja, apalagi jika keyakinan itu muncul setelah kita berasosiasi dengan orang tersebut dalam jangka waktu yang lama. Selama berasosiasi, kita melihat bagaimana tindak tanduk orang tersebut baik perkataan maupun jasmani benar2 mencerminkan tanda2 seorang mulia. Kita yang belum pernah melihat secara langsung bagaimana tindak-tanduk Bhikkhu Sāriputta, Bhikkhu Mahā Mogallana, Mahā Kassapa atau bhikkhu2 terkenal lainnya yang hidup pada jaman Sang Buddha saja percaya 100 persen bahwa mereka adalah arahat. Tentu tidak ada salahnya bagi kita untuk yakin bahwa seseorang merupakan seorang mulia / ariya terutama setelah kita berasosiasi dengan beliau dalam jangka waktu yang lama. Sang Buddha sendiri pernah mengatakan bahwa kebijaksanaan seseorang akan tampak hanya ketika kita telah berasosiasi dengannya dalam jangka waktu yang tidak sedikit.

Saya memiliki pengalaman dengan seorng bhikkhu hutan, yang bagi saya beliau adalh salah satu di antara manusia2 terbaik yang pernah saya lihat di dunia ini, walaupun tentu saya tidak tahu apakah beliau seorang ariya atau bukan, but the faith is there!

Setiap liburan semester saya dan teman saya pergi ke salah satu hutan di Sri Lanka, dan menghabiskan seluruh waktu liburan di sana. Pertama saya menginjakkan kaki di vihara hutan itu sendiri sudah sangat mengesankan. Saya melihat semua pohon2 di hutan seakan-akan seperti kumpulan para arahat, begitu menenangkan, mendamaikan dan menimbulkan rasa joy tersendiri. Rasa joy itu bertambah ketika berasosiasi dengan para bhikkhu hutan dan hidup bersama mereka. Pengalaman hidup dengan mereka sungguh2 merupakan pengalamn yang sangat mengesankan karena di sinilah saya benar2 menemui para bhikkhu praktisi yang mempraktikkan vinaya secara strict,  ditambah lagi meditasi dari pagi buta jam 3 sampai malam jam 10. Namun, di antara hal2 yang mengesankan itu, ada satu pengalamn yang sangat mengesankan.

Setelah beberapa kali mengikuti retret di hutan itu, kepala vihara hutan itu meninggal yang kemudian digantikan oleh bhikkhu lain. Ketika liburan datang, kami kembali ke hutan itu untuk retret. Perlu dicatat bahwa di vihara itu, meskipun kita ditekankan untuk menghabiskan waktunya untuk bermeditasi, di sore hari sekitar jam 6 kita diwajibkan untuk mengikuti chanting. Bhikkhu2 senior di sana selalu mengatakan bahwa membersihkan vihara, chanting merupakan vatta / kewajiban. Mereka selalu mengingatkn sabda Sang Buddha mengenai pentingnya vatta, " moralitas/ sila seseorang akan terpenuhi jika ia memenuhi kewajibannya (yo vattaṃ paripureti so sīlaṃ paripureti).  Setelah selesai kita berbondong-bondong ke kuti kepala vihara hanya dengan menggunakan senter karena memang di malam hari hutan gelap  sementara kuti2 tidak menggunakn listrik. Saat itulah, pertama kalinya saya bertemu dengan kepala vihara baru. Beliau berumur 76 (sekarang 78 tahun), pembawaanya sangat tenang, sangat sederhana namun mencerminkan kewibawaan. Setelah kami menghormat beliau, kemudian beliau membabarkan Dhammanya. Saat itulah, perasaan gembira luar biasa muncul ketika mendengarkan babaran Dhamma beliau karena Dhamma yang beliau babarkan tampak berasal dari pengalaman beliau sendiri dan apa yang dibabarkan hanya berhubungan dengan jalan mencapai nibbāna. Di perjalanan kembali ke kuti, hatiku terus berdetak mengingat babaran Dhamma beliau, perasaan joy terus berdesir tatkala ingatan terhadap bhikkhu itu muncul. Saya dan teman saya tinggal di hutan tersebut selama dua bulan dan selama itu tiap malam bhikkhu tersebut membabarkan Dhamma, dan selama itu pula Dhamma yang beliau babarkan hanya berkaitan dengan Jalan menuju nibbāna. Semakin kita berasosiasi dengan beliau semakin kuat keyakinan  muncul terhadap beliau.

Perlu saya catat bahwa pertama saya bertemu dengan beliau, saya berpikir beliau berasal dari vihara hutan lain. Saya bertanya dengan salah seorng bhikkhu di sini dan beliau mengatakan bahwa kepala vihara baru ini juga tinggal di hutan yang sama. Selanjutnya saya mendengar bahwa bhikkhu ini hampir tidak pernah keluar dari kuti selama 18 tahun dan selama itu pula dikatakan bahwa dia bicara satu dua kata saja. Oleh karena itu, selama beberapa retret dalam beberapa tahun pertama kami tidak tahu keberadaan beliau di hutan itu. Menurut  sumber lain yang saya dengar, 18 tahun yang lalu sebelum beliau menjadi kepala vihara di sana, ada seorang umat awam datang dan berbincang-bincang Dhamma. Melalui percakapan itu, umat awam itu begitu yakin bahwa bhikkhu tersebut telah mencapai sotapanna dan bahkan ia menulis artikel yang berisikan bahwa bhikkhu itu sotapanna. Karena hal itu, mungkin untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, bhikkhu itu berdiam diri di kuti selama 18 tahun. Demikianlah, sementara orang yang tidak baik akan senang jika dipuji, orang bijaksana akan menyembunyikan kebajikannya.

Kebetulan pendiri vihara hutan ini adalah Bhikkhu Matara Ñāṇārāma, seorang guru meditasi terkenal di Sri Lanka. Beliau telah menulis buku yang diterjemahkan ke bahasa Inggris, "Seven Stages of Purification". Buku ini sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, namun saya lupa judulnya. Kalau ngga salah judulnya, "Pengalaman Langsung". Kepala vihara yang sya ceritakan di atas adalah salah satu murid senior Bhikkhu Matara Ñāṇārāma.

Saya tekankn di sini bahwa tidak ada sedikitpun tujuan negatif melalui cerita di atas. Semuanya semata-mata muncul dari perasaan ingin sharing. That's all.

Mettacittena.

maya devi


bond

Quote
Perlu dicatat bahwa di vihara itu, meskipun kita ditekankan untuk menghabiskan waktunya untuk bermeditasi, di sore hari sekitar jam 6 kita diwajibkan untuk mengikuti chanting. Bhikkhu2 senior di sana selalu mengatakan bahwa membersihkan vihara, chanting merupakan vatta / kewajiban. Mereka selalu mengingatkn sabda Sang Buddha mengenai pentingnya vatta, " moralitas/ sila seseorang akan terpenuhi jika ia memenuhi kewajibannya (yo vattaṃ paripureti so sīlaṃ paripureti).

Saya jadi teringat dua peristiwa yg mengesankan batin saya tentang membersihkan vihara. Suatu ketika saat saya berada divihara mendut, ada dua bhikkhu dr Srilanka sebagai tamu divihara itu. Nah saat mereka baru sampai siang hari dan kemudian menjelang sore dengan kesadaran sendiri mereka membersihkan vihara mendut dari dedaunan dan debu. Padahal divihara itu ada tukang bersih2 tetapi mereka tetap melakukannya. Saya salut banget. Karena hal2 kecil seperti itu mereka melakukan dengan penuh kesadaran dan kesederhanaan.

perisitiwa kedua sewaktu saya bersama para bhikkhu hutan di udorn Thani, mereka juga seperti samanera katakan...sore hari mereka menyapu sekitar kuti mereka. Bahkan saat saya disana saya heran umat awam yg retreat disana melakukan hal yg sama. Hal ini berbeda saat saya mengikuti retreat diindo yg fokus pada meditasi saja....pertama saya belum terbiasa...tapi lama kelamaan menjadi hal yg indah dan bersahaja...bahkan mereka melakukan tugas2 mereka dengan alami dan penuh kesadaran....Dari sini saya mendapat pelajaran yakni memulai sesuatu dari hal2 yg kecil dan sederhana maka kita baru bisa mencapai hal2 yg besar.

Anumodana cerita Samanera sangat inspiratif
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: maya devi on 03 March 2010, 06:05:51 PM
ha??? mana mungkin saya akan mengganggap anda ARIYA SANGHA.
botakin kepala anda dulu, upasampada baru sy mengganggap anda adl ARIYA SANGHA karena anda telah bergabung dg sangha.

Anathapindika adalah seorang Sotapanna perumah-tangga. Beliau tidak menjalankan kehidupan sebagai bhikkhu (=tidak botaki kepala), namun termasuk dalam Ariya Sangha karena seorang Sotapanna. Sebaliknya bhikkhu mahatherea yang sudah 100 tahun dalam Sangha, jika tetap seorang anggota puthujjana, tetaplah bukan seorang Ariya Sangha.


Quotepertanyaan anda seperti pertanyaan anak2. pertanyaan anda sungguh tidak relevan.
da jelas judulnya kan, sy hanyalah putthu jana........................
mungkin anda tau bahwa Beliau2 tersebut bukan ARIYA SANGHA ( dg arti yg telah mencapai tingkat kesucian )?
Karena sama-sama tidak tahu, alangkah baiknya tidak menerka-nerka.
Postingan dari Bro Indra tidaklah salah dan bukan memperpanjang masalah, tetapi alangkah baiknya kita tidak menspekulasikan seseorang adalah Ariya atau bukan.


bond

^
^

Saya rasa masalahnya sudah selesai, dan tujuan topik ini memang bukan untuk tebak-menebak ....hanya diblow up saja seakan-akan mau tebak2an ...klarifikasi sudah dijelaskan oleh sis Maya bahwa tujuan judul diatas hanya simbolik bukan berbicara secara definisi. Jadi menurut saya everything is clear now. Salah tidak salah bukan inti permasalahan.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: bond on 04 March 2010, 04:45:10 PM
^
^

Saya rasa masalahnya sudah selesai, dan tujuan topik ini memang bukan untuk tebak-menebak ....hanya diblow up saja seakan-akan mau tebak2an ...klarifikasi sudah dijelaskan oleh sis Maya bahwa tujuan judul diatas hanya simbolik bukan berbicara secara definisi. Jadi menurut saya everything is clear now. Salah tidak salah bukan inti permasalahan.

OK, di sini saya anggap clear.

andry

saya pernah bertemu dengan brahma. tp saia juga bingung apakah die juga saka raja para dewa.
Samma Vayama

marcedes

share pengalaman ketemu
Samdech Preah Sanghareach Bour Kry ( bhante bour kry )

sewaktu beliau datang pertama kali di vihara, sangat kepengen tahu bagaimana model dari seorang sangharaja...
ternyata pembawa-an dirinya sangat tenang seperti sangat-sangat mindfulness...saya juga pernah di upasaka oleh beliau langsung, dengan adat kamboja yg digunting rambut dikit...^^

memang benar kata Ajahn Brahm, seorang suciawan arahatta tidak memiliki duri spritual.
dekat beliau seolah-olah sangat terpancar metta dari seluruh tubuhnya seolah-olah pengen dekat terus...hahaha

beliau juga banyak membantu umat disini baik melalui nasihat maupun secara spritual dalam menyelesaikan masalah.

Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

dipasena

wah gw jg ada pengalaman nih, kemarin sempat ke malay, setelah jalan2 di beberapa mall, gw makan di salah satu depot yg ramai dengan pengunjung (dekat jg dengan penginapan gw), eh tengah asik2 makan malah ada bhikkhu minta2 duit... dari meja ke meja, minta sumbangan... tiba2 trut...trut... bunyi hp si bhikkhu, buset, bhikkhu tersebut menghentikan aktifitas minta sumbangan, trus berjalan agak cepat ke balik mobil yg di parkir di seberang depot... ada bhikkhu gaul nan memalukan begitu ?

pengalaman kedua, taon berapa gw lupa tp klo ga salah giliran Walubi yang mengadakan waisak di borobudur, subuh2 biasa ada acara mengelilingi candi, jalan 3 langkah lsng namaskara sampai beberapa putaran...setelah acara tersebut selesai, eh gw ketemu bhikkhu tenteng tas laptop n bawa hp nokia n9500 (jaman itu, tipe nokia itu termasuk wah bo) sambil jalan sambil telp menggunakan nokia n9500, buset ini eksekutif muda ato bhikkhu ??? kurang jas n dasi aja tuh...

pengalaman ketiga, waktu ke thai dalam rangka jalan2 jg, eh gw sempat nyasar ke wat arum... emang keren tuh candi yg tinggi, gw penasaran naik tuh candi, dari atas gw liat eh ada bhikkhu di taman samping dekat pintu keluar area candi, gw sempat turun dari candi yg tinggi trus menuju ke sana, eh... malah tuh bhikkhu bicara ma salah satu orang thai masalah burung di atas pohon, trus bermalas2-an di kursi yg ada di sono... sambil menunggu kotak dana n beberapa altar yg ada disekitar nya... ga tau apa maksudnya, ga seperti yg gw bayangi tentang negara buddhist... sayang gw ga sempat keliling2 ke wat2 yg terkenal di sono... n ga sempat ketemu lungta dan bhikkhu2 senior...

itu pengalaman buruk n jelek deh yg pernah gw alami... sebenarnya masih byk, tp ga etis klo di bahas lebih banyak... semoga sangha bisa menjalankan vinaya nya dengan lebih baik n sungguh2.... amin... eh salah sadhu... sadhu... sadhu... :D

Yumi

Bagi saya, yang paling membahagiakan adalah saat bertemu Bhante Jinadhammo, apalagi saat mendengar beliau bicara, kata-katanya sederhana namun selalu berpesan Kebenaran. Beliau seorang guru yang special di hati saya karena sudah beberapa kali membimbing dan mengingatkan saya.

Saya masih ingat, tahun 2007 saat menemani beberapa teman ke Vihara Borobudur, secara tidak sengaja saya jadi ikut menjumpai beliau. Begitu juga ketika teman2 saya sambil bersujud konsultasi sesuatu dengannya, saya yang baru pertama kali mengunjungi seorang bhikkhu merasa asing melihat mereka berlutut di depan bhikkhu, tapi karena sedang menemani saya pun ikut saja cara mereka. Saya sudah lupa pastinya apa yang sedang dibahas, kebetulan posisi saya agak jauh sehingga suara beliau kurang jelas terdengar olehku, dan memang saya pun tidak begitu mengacuhkan apa yang lagi mereka bahas. Tapi beberapa saat kemudian ketika beliau bicara, tiba-tiba saja nada suaranya menjadi tinggi dan terdengar seperti membentak, dan saat saya mengalihkan pandangan ke arah beliau ternyata matanya melototiku dengan tajam, seakan-akan marah dengan saya. Akhir kalimat yang terdengar pas waktu itu adalah kata "... neraka!!" Sempat saya terheran sejenak kenapa mengatakan "neraka!" sambil melihatku begitu. Kata terakhir yang tertangkap olehku itu begitu melekat di kepala saya sesudah pertemuan itu dan ketika dalam perjalanan pulang bersama teman saya di mobil, seseorang teman bertanya pada yang lainnya, "Eh, kamu lihat gak tadi waktu kita bicara sama Bhante, kenapa ya nada bicaranya jadi tiba2 berubah, gak biasanya beliau gitu, kayak lagi mau marahin orang. Entah sedang memarahi siapa ya beliau tadi?" Mendengar itu, saya jadi teringat lagi saat Bhante mengatakan itu, matanya melihat saya dengan tajam. Apa maksudnya saya akan masuk neraka ya? Emang tadi saya lagi ngapain ya waktu beliau marah pada saya? Atau ini cuma kebetulan dan perasaan saya aja? Mungkin ia membaca pikiran saya saat itu dan ingin memberitahu saya bahwa saya sudah banyak kamma buruk dan nanti akan masuk neraka. Hmm... saat itu berbagai pertanyaan muncul di hatiku, dan sesudah itu saya jadi takut berjumpa beliau. Belakangan saya tau kalau gaya bicara beliau memang kadang bisa 'marah anak sindir menantu', saya tambah yakin kalau waktu itu bukan hanya kebetulan, beliau memang menegur saya, mungkin karena perhatian saya entah ke mana2 saat beliau lagi bicara sehingga tidak sadar. Pengalaman itu membuat saya mulai terbangun dan takut masuk neraka.

Lalu pengalaman lain mendengarkan beliau lagi waktu tahun 2008, saat kopdar DC di vihara itu juga. Ternyata kopdarnya ada mengunjungi Bhante Jinadhammo. Dalam hati, saya masih takut pada beliau. Tapi kali itu beliau tidak lagi tiba-tiba memarahi saya, malah kata-katanya seperti nasihat yang mengingatkan, terdengar sederhana namun dalam, "... Orang yang sudah tau Jalan, tapi masih saja mengotori Jalan ...," ini kalimat yang baru saya dengar seumur hidupku, dan saya senang merenungkannya. Tidak lama setelah kopdar tersebut, menyusul lagi kopdar berikutnya di pagi hari, menemui Bhante Jinadhammo juga, hari itu sebetulnya masih ada was-was ketika akan memasuki ruangannya, tapi ternyata beliau tersenyum saat kami datang. Wah, lega rasanya hati ini, akhirnya bisa melihat beliau senyum penuh metta. :x

Selanjutnya pengalaman ketika diajak teman saya ikut membantu bersih-bersih pekarangan vihara di Sidikalang. Saat itu merupakan pengalaman pertama membersihkan kuti Sangha. Dan yang aneh adalah salah satu kuti yang kami bersihkan itu memiliki aroma bunga yang wangi, padahal kuti2 lain di sebelahnya tidak begitu. Setelah tugas kami selesai dan saatnya istirahat, ternyata kebetulan Bhante Jinadhammo pada saat itu ada berkunjung di vihara itu juga. Beliau menanyakan teman yang mengajakku yang juga siswinya, "Ada berapa orang kami semua?" Lalu menyerahkan 7 buku Vipassana Bhavana untuk dibagikan pada kami.  ;D Oleh-oleh pertama dari Eyang. Sepulang dari sana, saya belum langsung membacanya karena belum sempat. Tapi suat saat, setelah membaca dan mengikuti petunjuk dalam buku itu, saya sangat bahagia dan dalam hati amat berterima kasih pada beliau. Buku itu masih saya simpan sampai sekarang.

Pengalaman lain saat Nyepi tahun 2009 juga sangat berkesan. Saat akan ikut menghadiri undangan makan siang untuk Bhante Jinadhammo di Tebing Tinggi, di mana saya harus menemui beliau untuk minta izin menumpang kendaraan sama2 berangkat ke sana. Waktu itu, sebetulnya rencananya mengajak teman2 yang lain juga, tapi memang nasib, tidak ada seorang pun yang bisa menemani saya ke sana, semua berhalangan. Mau tak mau akhirnya saya harus memberanikan diri sendiri meminta bantuan beliau agar diperbolehkan ikut berangkat bersama ke sana. Begitulah perjalanan pulang pergi Medan-Tebing Tinggi, di mana saya seorang duduk diam di bagian belakang mobil, di depan saya supir bersama seorang Bhante yang selama ini paling saya segani dan takuti.. Tapi dalam perjalanan, beliau juga sesekali menanyaiku, saya merasakan keramahannya, duduk di belakangnya baru melihat begitu jelas sosok seorang kakek. Sekarang rasa takut itu sudah berangsur hilang karena sudah lebih terbiasa berjumpa beliau. Meskipun tidak setiap hari bertemu, namun bersyukur bisa seminggu sekali berdana dan memohon sila uposatha darinya.

Terakhir, pengalaman yang paling menyentuh hati saya adalah saat mengikuti latihan Vipassana bimbingan beliau di penghujung tahun 2009 yang lalu di Sumedha, Pekanbaru. Ini retret 7 hari pertama kalinya yang pernah kuikuti, sebelumnya hanya pernah 3-4 hari. Berbeda dengan retret beliau sebelumnya di Langkat yang sesi konsultasinya bersifat terbuka di bhaktisala, kali ini panitia mengatur sesi konsultasi lebih pribadi di mana hanya peserta yang ingin bertanya yang boleh (satu per satu) ke pondok Bhante. Begini memang lebih nyaman bertanya. Tapi uniknya adalah peserta2nya membangkang  ^-^ (termasuk saya), setiap jam konsultasi sudah dimulai dan ada peserta yang mendatangi Bhante, pasti peserta lain yang melihat akan menuju ke sana juga dan ikut menguping. Dalam sekejap, teras pondok Bhante sudah akan dikerubungi peserta, baik yang duduk di tangga pondok maupun berdiri di sekeliling pondok. Peserta akan bubar saat diperingati panitia dan balik kumpul lagi seperti semula ketika panitia pergi. Hehe.. sepertinya memang tidak mudah menyuruh mereka pergi ketika Bhante berpetuah. Meskipun itu jawaban untuk peserta yang bertanya, tapi bisa menjadi pelajaran juga buat yang lainnya. Salah satu nasihat lain yang pernah beliau sampaikan di retret Langkat sebelumnya dan suka saya renungi ialah "Barangsiapa yang bisa menutup kesembilan lubang, maka dialah yang akan mencapai." Terus terang saya sendiri merasa sayang jika harus disuruh bubar dari pondok oleh panitia ketika Bhante lagi ngomong. :no:

Ketika retret di Sumedha itu, saat giliran saya sendiri punya sesuatu yang ingin ditanyakan, terus-terusan tidak jadi karena momen yang belum pas, terlalu banyak orang. Saya terus menanti waktu yang pas dan akhirnya pada suatu pagi ketika saya mendapati beliau lagi berdiri sendirian di dekat pondoknya, saya pun menghampirinya dan menanyakan pertanyaan yang beberapa hari ini mengganjal di hati saya, karena saya merasa latihanku begini2 saja, stagnan. Saya berharap beliau mau mengajari saya bagaimana caranya menembus Empat Kebenaran Mulia dan menjadi sotapanna. Beliau memberi petunjuk singkat dan berkata bahwa masih banyak keraguan. Karena putus asa, malamnya saya kembali menemuinya lagi sekadar untuk mengutarakan apa yang terus ada dalam hati saya selama ikut latihan ini dan menanyakan lagi perihal yang sama. Beliau berpesan agar saya sering2 menghayati Empat Kebenaran Mulia dan mempraktikkannya. Mencontohi mereka yang bisa. Kesadaran itu sangat diperlukan. Yang 4 dan 8 ini sangat penting ..., kata beliau.
Pertemuan konsultasi selanjutnya, ketika beliau menjelaskan, "... Sotapanna begitu dekat, kamu juga bisa ...," kemudian balik menanyaiku, "Kamu masih suka mengotori Jalan, kan?" Saya terdiam, kemudian beliau sambung berkata, "Ah, ngaku sajalah .... Kalo cuma paham Jalan, tapi tidak menginjaki, malah mengotorinya, yah mana bisa.." Aneh, kata-kata ini seperti yang pernah beliau sampaikan saat menjumpainya di Vihara Borobudur dulu, saya diingatkan sekali lagi.  :)
Setelah itu, hati saya jadi resah, sepanjang hari terus bertanya dalam hati, Bhante mengatakan saya mengotori Jalan.. saya ingin tau di mana sebenarnya yang beliau maksudkan itu dalam diriku sehingga saya dapat mengatasinya, saya ragu mungkin ini, tapi kemudian saya ingin menanyakannya saja langsung agar lebih pasti dan lega. Malamnya, saya menemuinya lagi, bertanya mengotori Jalan itu seperti apa, lalu beliau memberi contoh. Kemudian, saya lanjut minta diajari bagaimana caranya agar saya tidak lagi mengotori Jalan. Beliau tidak langsung menjawab malah bertanya, "Ingin tau caranya?" "Ingin, Bhante." Ditanya lagi,"Benar2 mau?" "Iya, Bhante." Maka beliau pun memberikan  jawabannya, yang akhirnya membuat saya sangat puas dan terharu, sekali lagi saya amat berterima kasih. Lalu saya kembali ke kemah, menangis, dan kemudian melanjutkan latihan. Banyak lagi pelajaran2 berharga lainnya yang saya dapatkan dari mendengarkan beliau ngomong. Beliau membangkitkan motivasi saya, membuat sesuatu yang bagi saya tadinya tidak mungkin menjadi mungkin, menunjukkan jawaban dari keraguan hati saya.. Dan sejak malam itu, saya sadar telah menemukan seorang guru sejati.  0:) Berbahagia sekali di retret itu mendapatkan hadiah yang begitu indah dari eyang. Sekarang saya yakin dengan pilihanku.
:D

_/\_
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

maya devi

Yumi..........

Eyang mang sosok yg patut kita teladani.  _/\_

Mengenai intonasi suara Eyang mang byk yg mengalami demikian.
Sy juga punya beberapa pengalaman dg Beliau.

Beliau mahir mengetahui kemampuan murid2 Nya n mampu mengarahkan.
Beliau pada suatu kesempatan menyarankan kami untuk mengunjungi vihara hutan di thailand. ;D

:)




dhammadinna

Quote from: Yumi on 08 March 2010, 01:27:19 AM
Beliau berpesan agar saya sering2 menghayati Empat Kebenaran Mulia dan mempraktikkannya. Mencontohi mereka yang bisa. Kesadaran itu sangat diperlukan. Yang 4 dan 8 ini sangat penting ..., kata beliau.
Pertemuan konsultasi selanjutnya, ketika beliau menjelaskan, "... Sotapanna begitu dekat, kamu juga bisa ...," kemudian balik menanyaiku, "Kamu masih suka mengotori Jalan, kan?" Saya terdiam, kemudian beliau sambung berkata, "Ah, ngaku sajalah .... Kalo cuma paham Jalan, tapi tidak menginjaki, malah mengotorinya, yah mana bisa.."

Malamnya, saya menemuinya lagi, bertanya mengotori Jalan itu seperti apa, lalu beliau memberi contoh. Kemudian, saya lanjut minta diajari bagaimana caranya agar saya tidak lagi mengotori Jalan.

Cerita yang menarik. Saya suka bagian ini ^ ^ ^ Sis, kalo boleh, bisa dishare penjelasan bhante, seperti apakah mengotori Jalan? lalu bagaimana caranya agar tidak lagi mengotori Jalan?  :)

Yumi

Hehe.. Sis Mayvise, intinya aja ya..  :)
Jalan Mulia Beruas 8 (Roda Dhamma)
latihan yang "sungguh-sungguh"...
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~