News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

BAGAIMANAKAH MEMILIH AGAMA?

Started by markosprawira, 10 February 2010, 04:19:39 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

markosprawira




Pada masa Sang Buddha, telah ada banyak aktivitas intelektual besar di
India. Beberapa orang terpandai yang diketahui oleh dunia telah
berkecimpung di dalam kontroversi keagamaan besar sepanjang masa.

Apakah ada Sang Pencipta? Tidak adakah Sang Pencipta? Adakah jiwa itu?
Tidak adakah jiwa itu? Apakah dunia tanpa awal? Apakah ada awal
permulaan?

Ini merupakan beberapa topik yang hangat diperdebatkan sepanjang
waktu. Dan tentu saja, seperti saat ini, semua mengklaim bahwa hanya
dialah yang memiliki semua jawaban dan siapapun yang tidak
mengikutinya akan dikutuk dan dimasukkan ke dalam neraka! Sebenarnya,
semua pencarian keras atas kebenaran ini hanya akan menghasilkan lebih
banyak lagi kebingungan.

Sekelompok pemuda yang saleh dari suku Kalama pergi menghadap Sang
Buddha untuk menyampaikan kebingungan mereka. Mereka bertanya
kepadaNya apa yang seseorang harus lakukan sebelum menerima atau
menolak suatu ajaran.


1. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Berita Semata

Nasihat Sang Buddha seperti yang disebutkan dalam Kalama Sutta adalah
untuk tidak menerima apapun berdasarkan pada berita, tradisi, kabar
angin semata. Biasanya orang mengembangkan keyakinan mereka setelah
mendengarkan perkataan orang lain. Tanpa berpikir mereka menerima apa
yang orang lain katakan mengenai agama mereka atau apa yang telah
tercatat dalam buku-buku keagamaan mereka. Kebanyakan orang jarang
sekali mengambil resiko untuk menyelidiki, untuk menemukan apakah yang
dikatakannya benar atau tidak. Sikap umum seperti ini sukar untuk
dipahami, khususnya di dalam era modern saat ini ketika pendidikan
sains mengajarkan orang untuk tidak menerima sama sekali apapun yang
tidak bisa dijelaskan secara rasional. Bahkan sekarang ini banyak yang
disebut sebagai pemuda berpendidikan  hanya menggunakan emosi atau
ketaatan mereka tanpa menggunakan pikiran naralnya.

Dalam Kalama Sutta, Sang Buddha memberikan nasihat yang sangat liberal
(bebas) kepada sekelompok pemuda dalam menerima suatu agama secara
rasional. Ketika orang-orang muda ini tidak dapat memutuskan bagaimana
memilih agama yang sesuai, mereka menghadap kepada Sang Buddha untuk
mendapatkan nasihatNya. Mereka mengatakan kepadaNya bahwa semenjak
berbagai kelompok agama memperkenalkan agamanya dalam berbagai cara,
mereka mengalami kebingungan dan tidak bisa memahami cara keagamaan
mana yang benar. Para pemuda ini bisa diibaratkan dalam istilah modern
sebagai para pemikir bebas (free thinkers), atau para pencari
kebenaran (truth seekers). Inilah mengapa mereka memutuskan untuk
mendiskusikan hal ini dengan Sang Buddha. Mereka memohon kepada Sang
Buddha untuk memberikan beberapa garis pedoman untuk membantu mereka
menemukan suatu agama yang sesuai dimana dengannya mereka dapat
menemukan kebenaran.

Dalam menjawab pertanyaan mereka, Sang Buddha tidak mengklaim bahwa
Dhamma (ajaranNya) merupakan satu-satunya ajaran yang bernilai dan
siapapun yang mempercayai hal lain akan masuk ke neraka. Justru Beliau
memberikan beberapa nasihat yang penting untuk mereka pertimbangkan.
Sang Buddha tidak pernah menganjurkan orang untuk menerima suatu agama
hanya melalui iman (faith) semata tetapi Beliau menganjurkan mereka
untuk mempertimbangkan dan memahami segala sesuatunya tanpa bias
(praduga/menyimpang). Beliau juga tidak menganjurkan orang untuk
menggunakan emosi atau ketaatan semata yang berdasarkan pada
kepercayaan yang membuta di dalam menerima suatu agama. Inilah mengapa
agama yang berdasarkan pada ajaranNya sering digambarkan sebagai agama
rasional. Agama ini juga dikenal sebagai agama merdeka dan beralasan
(religion of freedom and reason). Kita seharusnya tidak menerima
apapun melalui iman atau emosi untuk mempraktikkan suatu agama. Kita
seharusnya tidak menerima suatu agama begitu saja dikarenakan agama
itu menghilangkan ketakutan bodoh kita mengenai apa yang akan terjadi
pada diri kita, kapan kita mati ataupun ketakutan kita ketika diancam
oleh api neraka jika kita tidak menerima beberapa ajaran atau yang
lainnya. Agama harus diterima melalui pilihan bebas. Setiap pribadi
harus menerima suatu agama karena pemahaman dan bukan karena agama itu
merupakan hukum yang diberikan oleh suatu penguasa atau
kekuatan-kekuatan supernatural. Menerima suatu agama haruslah bersifat
pribadi dan berdasarkan pada kepastian rasional akan agama yang akan
diterima.

Orang dapat membuat berbagai macam klaiman mengenai agama mereka
dengan membesar-besarkan berbagai macam peristiwa untuk mempengaruhi
orang lain. Kemudian, mereka dapat memperkenalkannya sebagai pesan
surgawi untuk menumbuhkan iman atau rasa percaya. Tetapi kita harus
membaca apa yang tertulis secara analitis dengan menggunakan akal
sehat dan kekuatan pikiran. Itulah mengapa Sang Buddha menasihatkan
kita untuk tidak menerima secara tergesa-gesa apapun yang tercatat,
tradisi, atau kabar angin semata. Orang mempraktikkan tradisi-tradisi
tertentu yang berdasarkan pada kepercayaan, kebiasaan atau cara hidup
komunitas dimana mereka berada. Namun, beberapa tradisi sangatlah
penting dan berarti. Oleh karena itu, Sang Buddha tidak mengecam semua
tradisi adalah salah tetapi menasihatkan kita untuk
mempertimbangkannya dengan sangat berhati-hati praktik mana yang penuh
arti dan mana yang tidak. Kita harus mengetahui bahwa beberapa tradisi
tertentu tersebut menjadi ketinggalan jaman dan tidak berarti lagi
setelah beberapa periode waktu. Hal ini mungkin disebabkan karena
kebanyakan di antaranya diperkenalkan dan dipraktikkan oleh
orang-orang primitif dan pemahaman mereka tentang kehidupan manusia
dan alam sangatlah terbatas pada masa itu. Jadi, pada masa sekarang
ini ketika kita menggunakan pendidikan sains modern kita dan
pengetahuan akan alam semesta, kita dapat melihat sifat sesungguhnya
dari kepercayaan mereka. Kepercayaan yang dimiliki orang-orang
primitif mengenai matahari, bulan, dan bintang-bintang, bumi, angin,
halilintar, guntur dan halilintar, hujan dan gempa bumi, berdasarkan
pada usaha mereka untuk menjelaskan fenomena alam yang nampaknya
sangat mengerikan. Mereka memperkenalkan fenomena alam tersebut
sebagai tuhan-tuhan (dewa) atau perbuatan-perbuatan tuhan dan
kekuatan-kekuatan supernatural.


2. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Tradisi Semata

Dengan pengetahuan kita yang telah maju, kita dapat menjelaskan
fenomena alam yang nampaknya mengerikan ini sebagaimana apa adanya.
Itulah mengapa Sang Buddha mengatakan, "Janganlah menerima dengan
segera apa yang kau dengar. Janganlah mencoba untuk membenarkan
perilaku tidak rasionalmu dengan mengatakan ini adalah tradisi-tradisi
kami dan kita harus menerimanya." Kita seharusnya tidak percaya begitu
saja kepada takhayul ataupun dogma agama karena orang yang dituakan
melakukan hal yang sama. Ini bukan berarti kita tidak menghormati para
sesepuh kita, tetapi kita harus melaju bersama waktu. Kita seharusnya
memelihara kepercayaan-kepercayaan yang sesuai dengan pandangan dan
nilai-nilai modern dan menolak apapun yang tidak diperlukan atau yang
tidak sesuai karena waktu telah berubah. Dengan cara ini kita akan
dapat hidup dengan lebih baik.

Satu generasi yang lalu, seorang pendeta Anglikan, Uskup dari Woolich
menyatakan sebuah kalimat, "Tuhan dari celah" (God of the gaps) untuk
menjelaskan bahwa apapun yang tidak kita pahami merupakan atribut
tuhan. Karena pengetahuan kita terhadap dunia telah berkembang,
kekuatan tuhan pun berkurang secara bersamaan.


3. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Kabar Angin Semata

Semua orang suka mendengarkan cerita. Mungkin itulah mengapa orang
mempercayai kabar angin. Anggaplah ada seratus orang yang telah
melihat sebuah peristiwa tertentu dan ketika setiap orang
menceritakannya kembali kepada yang lain, ia akan menghubungkannya
dengan cara yang berbeda dengan menambahkan lebih banyak hal lainnya
dan membesar-besarkan hal yang kecilnya. Ia akan menambahkan "garam
dan bumbu" untuk membuat ceritanya lebih seru dan menarik dan untuk
memperindahnya. Umumnya setiap orang akan menceritakan suatu kisah
seolah-olah dialah satu-satunya yang dapat menceritakan kepada orang
lain apa yang benar-benar terjadi. Inilah sifat sesungguhnya dari
cerita yang dibuat dan disebarkan oleh orang. Ketika Anda membaca
beberapa kisah dalam agama apapun, cobalah untuk ingat bahwa
kebanyakan dari interpretasinya adalah hanya untuk menghias peristiwa
kecil untuk menarik perhatian orang. Jika tidak demikian, maka tidak
akan ada apapun bagi mereka untuk diceritakan kepada orang lain dan
tak seorang pun akan menaruh perhatian pada kisah itu.

Di sisi lain cerita dapat sangat bermanfaat. Cerita merupakan cara
yang menarik untuk menyampaikan pelajaran moral. Literatur Buddhis
merupakan gudang yang besar dari beragam kisah cerita. Tetapi itu
hanyalah cerita. Kita harus tidak mempercayainya seperti seolah-olah
cerita itu adalah kebenaran mutlak. Kita seharusnya tidak seperti anak
kecil yang percaya bahwa seekor serigala dapat menelan hidup-hidup
seorang nenek dan berbicara kepada manusia! Orang dapat berbicara
mengenai berbagai macam keajaiban, tuhan-tuhan/dewa, dewi,
bidadari-bidadari dan kekuatan mereka berdasarkan pada kepercayaan
mereka. Kebanyakan orang cenderung untuk menerima dengan segera
hal-hal tersebut tanpa penyelidikan apapun, tetapi menurut Sang
Buddha, kita seharusnya tidak mempercayai dengan segera apapun karena
mereka yang menceritakannya kepada kita akan hal itu pun terpedaya
olehnya. Kebanyakan orang di dunia ini masih berada dalam kegelapan
dan kemampuan mereka untuk memahami kebenaran sangatlah miskin. Hanya
beberapa orang yang memhami segala sesuatu secara sewajarnya.
Bagaimana mungkin seorang buta menuntun seorang buta lainnya? Kemudian
ada perkataan lain, "Jack  si mata satu dapat menjadi raja dikerajaan
orang buta." Beberapa orang mungkin hanya mengetahui sebagian dari
kebenaran. Kita perlu berhati-hati dalam menjelaskan kebenaran mutlak
ini kepada mereka.


4. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Otoritas Teks-Teks
Keagamaan Semata

Selanjutnya Sang Buddha memperingati kita untuk tidak mempercayai
apapun berdasarkan pada otoritas teks-teks keagamaan ataupun
kitab-kitab suci. Beberapa orang selalu mengatakan bahwa semua
pesan-pesan yang terdapat dalam kitab-kitab suci mereka disampaikan
secara langsung oleh tuhan mereka. Sekarang ini, mereka mencoba untuk
memperkenalkan buku-buku tersebut sebagai pesan dari surga. Hal ini
sukar untuk dipercaya bahwa mereka menerima pesan ini dari surga dan
mencatatnya dalam kitab suci mereka hanya pada beberapa ribu tahun
yang lampau. Mengapa wahyu ini tidak diberikan lebih awal? (Menimbang
bawa planet bumi ini berusia empat setengah miliar tahun). Mengapa
wahyu tersebut dibuat hanya untuk menyenangkan beberapa orang tertentu
saja?  Tentunya akan jauh lebih efektif jika mengumpulkan semua orang
dalam suatu tempat dan menyatakan kebenaran kepada banyak orang
daripada bergantung pada satu orang untuk melakukan pekerjaan itu.
Bukankah tetap lebih baik jika tuhan-tuhan mereka menampakkan diri
pada hari-hari penting tertentu dalam setahun untuk membuktikan
keberadaan dirinya secara berkala? Dengan cara demikian tentunya
mereka tidak akan memiliki kesulitan sama sekali untuk mengubah
seluruh dunia!

Umat Buddha tidak berusaha untuk memperkenalkan ajaran Sang Buddha
sebagai pesan surgawi, dan mereka mengajarkan tanpa menggunakan
kekuatan mistik apapun. Menurut Sang Buddha, kita tidak seharusnya
menerima ajaranNya seperti yang tercatat dalam kitab suci Buddhis
secara membuta dan tanpa pemahaman yang benar. Ini merupakan kebebasan
yang luar biasa yang Sang Buddha berikan kepada kita. Meskipun Beliau
tidak pernah mengklaim bahwa umat Buddha adalah orang-orang pilihan
tuhan, Beliau memberikan penghargaan jauh lebih besar kepada
kecerdasan manusia dibanding dengan yang pernah dilakukan oleh agama
manapun.

Cara yang terbaik bagi seseorang yang berasional untuk mengikuti
adalah mempertimbangkan secara hati-hati sebelum ia menerima atau
menolak segala sesuatu. Mempelajari, berpikir, menyelidiki sampai Anda
menyadari apa yang ada sebenarnya. Jika Anda menerimanya hanya
berdasarkan pada perintah atau kitab-kitab suci, Anda tidak akan
menyadari kebenaran bagi diri Anda sendiri.



markosprawira

5. Janganlah Bergantung Pada Logika dan Argumentasi Pribadi Saja

"Janganlah bergantung pada logika dan argumentasi pribadi saja"
merupakan nasihat lain dari Sang Buddha. Janganlah berpikir bahwa
penalaran Anda adalah hal yang mutlak. Kalau tidak demikian, Anda akan
berbangga diri dan tidak mendengarkan orang lain yang lebih mengetahui
dibandingkan dengan diri Anda. Biasanya kita menasihatkan orang lain
untuk menggunakan penalaran. Benar, dengan menggunakan daya pikiran
dan akal yang terbatas, manusia berbeda dengan hewan dalam hal
menggunakan pikirannya. Bahkan seorang anak kecil dan orang yang tidak
berpendidikan pun menggunakan penalaran sesuai dengan usia,
kedewasaan, pendidikan, dan pemahaman. Tetapi penalaran ini berbeda
berdasarkan pada kedewasaan, pengetahuan, dan pengalaman. Sekali lagi,
penalaran ini merupakan subjek dari perubahan, dari waktu ke waktu.
Identitas seseorang atau pengenalan akan konsep-konsep juga berubah
dari waktu ke waktu. Dalam penalaran seperti itu tidak ada analisa
terakhir atau kebenaran mutlak. Karena kita tidak memiliki pilihan
lain, kita harus menggunakan penalaran terbatas kita secara keras
sampai kita mendapatkan pemahaman yang sebenarnya. Tujuan kita
seharusnya adalah mengembangkan pikiran kita secara berkesinambungan
dengan bersiap diri untuk belajar dari orang lain tanpa menjadi masuk
ke dalam kepercayaan membuta. Dengan membuka diri kita pada cara
berpikir yang berbeda, dengan membiarkan kepercayaan kita
tertantang/teruji, dengan selalu tetap membuka pikiran, kita
mengembangkan pemahaman kita atas diri kita sendiri dan dunia di
sekeliling kita. Sang Buddha mengunjungi setiap guru yang dapat Beliau
temukan sebelum Beliau mencapai Pencerahan terakhir. Meskipun kemudian
Beliau tidak menerima apapun yang mereka ajarkan. Justru, Beliau
menggunakan penalaranNya untuk memahami Kebenaran. Dan ketika Beliau
mencapai Penerangan Agung, Beliau tidak pernah marah atau mengancam
siapapun yang tidak setuju dengan ajaranNya.

Sekarang marilah kita mempertimbangkan argumen dan logika. Kapanpun
kita berpikir bahwa suatu hal tertentu dapat kita terima, kita
mengatakan hal itu adalah logika. Sebenarnya, seni logika merupakan
alat yang bermanfaat bagi sebuah argumen. Logika dapat diekploitasi
oleh para orator (ahli pidato) berbakat yang menggunakan kepandaian
dan kecerdikan. Seseorang yang mengetahui cara berbicara dapat
menjatuhkan kebenaran dan keadilan serta mengalahkan orang lain.
Seperti para pengacara berargumen di pengadilan. Kelompok-kelompok
agama yang berbeda berargumen untuk membuktikan bahwa agama mereka
lebih baik dari agama-agama yang lainnya. Argumen-argumen mereka
berdasarkan pada bakat dan kemampuan mereka untuk menyampaikan
pandangan-pandangan mereka tetapi sebenarnya mereka tidak tertarik
kepada kebenaran. Inilah sifat dasar dari argumen. Untuk mencapai
kebenaran, Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak terpengaruh oleh
argumen atau logika tetapi menasihatkan kita untuk menggunakan
penyelidikan yang tidak bias. Ketika orang-orang mulai berargumen,
secara alami emosi mereka juga muncul dan hasilnya adalah argumen yang
memanas. Kemudian, egoisme manusia menambah lebih banyak lagi api
dalam perang kata-kata ini. Pada akhirnya, menciptakan permusuhan
karena tak ada seorang pun yang mau menyerah. Oleh karena itu,
seseorang seharusnya tidak memperkenalkan kebenaran agama melalui
argumen. Ini merupakan nasihat penting lainnya dari Sang Buddha.


6. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Pengaruh Pribadi Seseorang Semata

Kemudian nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun sebagai
kebenaran mutlak berdasarkan pada pengaruh pribadi seseorang. Hal ini
mengacu pada kepercayaan yang dilihat sebagai kebenaran melalui
imajinasi pribadi seseorang. Meskipun kita memiliki keraguan dalam
pikiran kita, kita menerima hal-hal tertentu sebagai kebenaran setelah
penyelidikan yang terbatas. Semenjak pikiran kita terpedaya oleh
banyaknya keinginan dan perasaan-perasaan emosional, sikap batin ini
menciptakan banyak ilusi. Dan kita juga sebenarnya memiliki kebodohan
batin. Semua orang menderita yang diakibatkan dari kebodohan batin dan
ilusi. Kekotoran batin menyelimuti pikiran yang kemudian menjadi bias
dan tidak dapat membedakan antara kebenaran dan ilusi. Sebagai
hasilnya, kita menjadi percaya bahwa hanya kepercayaan kitalah yang
benar. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak mengambil sebuah
kesimpulan dengan segera dengan menggunakan perasaan emosional kita
tetapi untuk mendapatkan lebih banyak lagi informasi dan penyelidikan
sebelum kita mengambil kesimpulan terhadap sesuatu. Ini berarti kita
harus bersedia mendengarkan terlebih dulu apa yang orang lain katakan.
Mungkin mereka dapat menjernihkan keragu-raguan kita dan membantu kita
untuk mengenali kesalahan atas apa yang kita percayai sebagai
kebenaran. Sebagai contoh untuk hal ini adalah suatu masa ketika
orang-orang pernah mengatakan bahwa matahari mengelilingi bumi dimana
bumi berbentuk datar seperti layaknya uang logam. Hal ini berdasarkan
pada keterbatasannya pengetahuan mereka, tetapi mereka bersiap untuk
membakar hidup-hidup siapapun yang berani mengemukakan pandangan yang
lain. Terima kasih kepada Guru Tercerahkan kita, Buddhisme dalam
sejarahnya tidak memiliki catatan gelap dimana orang tidak
diperkenankan untuk menentang apapun yang tidak masuk akal seperti
itu. Inilah mengapa begitu banyak aliran Buddhisme saling bertautan
secara damai tanpa mengecam satu sama yang lain. Berdasarkan pada
petunjuk-petunjuk yang jelas dari Sang Buddha, umat Buddha menghormati
hak-hak orang lain untuk memegang pandangan yang berbeda.


7. Janganlah Menerima Apapun Yang Kelihatannya Benar

Nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun yang kelihatannya
benar. Ketika Anda melihat segala hal dan mendengarkan beberapa
tafsiran yang diberikan oleh orang lain, Anda hanyalah menerima
penampilan luar dari obyek-obyek tersebut tanpa menggunakan
pengetahuan anda secara mendalam. Kadangkala konsep atau identitas
yang Anda ciptakan mengenai suatu obyek adalah jauh dari kebenaran
hakikinya.

Cobalah untuk melihat segala sesuatu dalam sudut pandang yang
sebagaimana mestinya. Buddhisme dikenal sebagai Ajaran Analisis
(Doktrin of Analysis). Hanya dengan melalui analisa kita dapat
memahami apa yang sebenarnya terdapat pada sebuah obyek dan apakah
jenis dari elemen-lemen dan energi-energi yang berkerja dan
bagaimanakah hal-hal itu bisa ada, mengapa mengalami kelapukan dan
menghilang. Jika Anda menelaah sifat alami dari hal-hal ini, Anda akan
menyadari bahwa segala sesuatu yang ada adalah tidak kekal dan
kemelekatan terhadap obyek-obyek tersebut dapat menimbulkan
kekecewaan. Juga, Anda akan menyadari bahwa tidak ada hal penting
dalam pertengkaran mengenai ide-ide ketika dalam analisa terakhir,
ketika melihat hal-hal tersebut dalam sudut pandang yang sebebarnya,
ternyata hal-hal tersebut hanyalah ilusi belaka. Umat Buddha tidaklah
terjebak dalam hal-hal kontoversial mengenai kapan dunia akan berakhir
karena mereka melihat bahwa secara pasti segala sesuatu yang terdiri
dari perpaduan akan mengalami kehancuran. Dunia akan berakir. Tidak
ada keraguan akan hal itu. Kita berakhir setiap waktu kita menarik
napas masuk dan keluar. Akhir dunia (yang disampaikan oleh Sang
Buddha) hanya semata-mata peristiwa dramatis dari sesuatu yang terjadi
dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan ilmu astronomi modern mengatakan
pada kita bahwa dunia bergejolak setiap saat. "Mereka yang tidak
mengkhawatikan masa lalu, mereka yang tidak mengkhawatirkan masa
depan, maka mereka hidup dalam ketenangan" (Sang Buddha). Ketika kita
mengetahui kebenaran ini, maka akhir dunia tidak lagi menjadi hal yang
begitu menakutkan dan tidaklah pantas untuk dikhawatirkan.


8. Janganlah Bergantung Pada Pengalaman Spekulasi Pribadi Seseorang.

Sang Buddha kemudian memperingati para pengikutnya untuk tidak
bergantung pada pengalaman spekulasi pribadi seseorang. Setelah
mendengarkan atau membaca beberapa teori tertentu, orang dengan mudah
tiba pada kesimpulan tertentu dan memelihara kepercayaan ini. Mereka
menolak dengan sangat keras untuk mengubah pandangan mereka karena
pikiran mereka telah terbentuk atau karena sewaktu beralih pada
kepercayaan tertentu, mereka telah diperingatkan bahwa mereka akan
dibakar di dalam neraka jika mereka mengubah pendiriannya. Dalam
kebodohan dan rasa takut, orang-orang malang ini hidup dalam surga
kebodohan, mereka berpikir bahwa kesalahan-kesalahan mereka secara
ajaib akan diampuni. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak membuat
kesimpulan gegabah apapun untuk memutuskan apakah sesuatu itu benar
atau sebaliknya. Manusia dapat menemukan berbagai macam hal di dunia
ini tetapi hal yang paling sukar bagi mereka untuk dilihat adalah
kebenaran atau realita dari segala sesuatu yang terbentuk dari
perpaduan. Kita seharusnya tidak bergantung pada desas-desus spekulasi
untuk memahami kebenaran. Kita boleh menerima beberapa hal tertentu
sebagai dasar yang digunakan untuk memulai sebuah penyelidikan yang
akhirnya akan memberikan kepuasan pada pikiran. Keputusan yang kita
ambil dengan cara spekulasi dapat dibandingkan dengan keputusan yang
dibuat oleh sekelompok orang buta yang menyentuh bagian berbeda dari
tubuh seekor gajah. Setiap orang buta tersebut memiliki keputusan
sendiri mengenai apa yang ia pikirkan tentang bentuk dari gajah
tersebut. Bagi masing-masing orang buta tersebut, apa yang ia katakan
adalah benar. Meskipun mereka yang dapat melihat hal-hal tersebut tahu
bahwa semua orang buta tersebut salah, dalam pikiran orang-orang buta
tersebut mereka berpikir bahwa merekalah yang benar. Juga janganlah
seperti katak dalam tempurung kelapa yang berpikir bahwa tidak ada
dunia lain di luar apa yang dapat ia lihat.

Kita terbutakan oleh kekotoran batin kita. Inilah mengapa kita tidak
dapat memahami kebenaran. Inilah mengapa orang lain dapat menyesatkan
dan mempengaruhi kita dengan sangat mudah. Kita selalu mudah mengganti
kepercayaan yang telah kita terima sebagai kebenaran karena kita tidak
memiliki pemahaman yang mendalam. Orang-orang mengubah lebel agama
mereka dari waktu ke waktu karena mereka mudah terpengaruh oleh emosi
manusia. Ketika kita sudah menyadari kebenaran tertinggi, kita tidak
perlu lagi mengubahnya dalam keadaan apapun karena dalam kebenaran
terakhir tidak ada hal yang diubah, ia adalah Mutlak.


9. Janganlah Dengan Mudah Mengubah Pandangan Kita Karena Kita Terkesan
Oleh Kemampuan Mengesankan Seseorang

Kita seharusnya tidak mengubah pandangan-pandangan kita dengan mudah
karena kita terkesan oleh kemampuan mengesankan seseorang merupakan
nasihat selanjutnya Sang Buddha yang diberikan kepada orang-orang muda
yang disebut dengan suku Kalama. Seberapa orang memiliki kemampuan
yang mengesankan Anda dengan perilaku dan kemampuan nyata untuk
melakukan hal-hal tertentu. Sebagai contoh, akankah Anda mempercayai
secara membuta seorang gadis yang ada di iklan televisi yang
mengatakan kepada Anda bahwa Anda juga dapat menjadi cantik secantik
dirinya, memiliki gigi seindah giginya, jika Anda menggunakan pasta
gigi merek tertentu?  Tentu tidak.Anda tidak akan menerima apa yang ia
katakan tanpa memeriksa secara hati-hati kebenaran akan pernyataanya.
Ini juga sama dengan para pembicara fasih yang mengetuk pintu Anda
untuk menceritakan cerita yang mempesona tentang "kebenaran" mereka.
Mereka mungkin berbicara mengenai beragam guru-guru agama, guru-guru,
dan ahli-ahli meditasi. Mereka juga akan menikmati memberi pernyataan
yang dilebih-lebihkan untuk membuktikan kekuatan dari guru-guru mereka
untuk mempengaruhi pikiran Anda. Jika Anda secara membuta menerima
perkataan-perkataan mereka sebagai Kebenaran, Anda akan memelihara
pandangan yang goyah dan dangkal karena Anda tidak sepenuhnya yakin.
Anda dapat mengikuti mereka dengan iman untuk beberapa saat, tetapi
suatu hari Anda akan merasa kecewa, karena Anda tidak menerimanya
melalui pemahaman dan pengalaman Anda. Dan segera setelah guru
mengesankan lainnya datang, Anda akan meninggalkan yang pertama.

Telaahlah nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha. Pikirkan bagaimana
beralasannya, masuk akalnya, dan ilmiahnya cara pengajaranNya.
"Janganlah mendengarkan orang lain dengan kepercayaan membuta.
Dengarkanlah mereka dengan segala pengertiannya, tetapi tetaplah penuh
perhatian dan dengarlah dengan pikiran terbuka. Anda tidak seharusnya
menyerahkan pendidikan dan kecerdasan Anda kepada orang lain ketika
Anda sedang mendengarkan mereka. Mereka mungkin mencoba untuk
membangkitkan emosi Anda dan mempengaruhi pikiran Anda sesuai dengan
kebutuhan duniawi Anda untuk memuaskan keinginan Anda. Tetapi tujuan
mereka mungkin bukan berkepentingan untuk menyatakan kebenaran."


10. Janganlah Menerima Apapun Atas Pertimbangan Bahwa "Inilah Guru Kami"

Janganlah menerima apapun atas pertimbangan bahwa "Inilah guru kami",
merupakan nasihat terakhir Sang Buddha dalam konteks ini. Pernahkah
Anda mendengar guru agama lain manapun yang mengutarakan kata-kata
seperti ini? Yang lainnya semua mengatakan, "Sayalah satu-satunya guru
terhebat, Saya adalah Tuhan. Ikutilah aku, sembahlah aku, berdoalah
padaku, jika tidak kau tidak akan memiliki keselamatan." Mereka juga
mengatakan, "Janganlah kau menyembah tuhan lain atau guru lain."
Berpikirlah untuk sejenak untuk memahami sikap Sang Buddha. Sang
Buddha mengatakan, "Kau seharusnya tidak bergantung secara membuta
kepada gurumu. Ia mungkin saja adalah penemu sebuah agama atau guru
yang terkenal, tetapi meskipun demikian kau tidak seharusnya
mengembangkan kemelekatanmu terhadapnya sekali pun."

Beginilah caranya Sang Buddha memberikan penghargaan yang semestinya
kepada kecerdasan seseorang dan memperkenankan manusia menggunakan
kehendak bebasnya tanpa bergantung pada orang lain. Sang Buddha
mengatakan, "Kau bisa menjadi tuan atas dirimu sendiri." Sang Buddha
tidak pernah mengatakan kepada kita bahwa Beliau-lah satu-satunya Guru
Yang Tercerahkan dimana para pengikutnya tidak diperkenankan untuk
memuja tuhan/dewa dan guru agama lain. Beliau juga tidak menjanjikan
para pengikutnya bahwa mereka dapat dengan mudah pergi ke surga atau
mencapai Nibbana jika mereka memujaNya secara membuta. Jika kita
mempraktikkan agama begitu saja dengan bergantung kepada seorang guru,
kita tidak akan pernah menyadari kebenaran. Tanpa menyadari kebenaran
mengenai agama yang kita praktikkan kita dapat menjadi korban dari
kepercayaan yang membuta dan memenjarakan kebebasan berpikir kita dan
akhirnya menjadi budak bagi seorang guru tertentu dan
mendiskriminasikan guru yang lain.

Kita harus menyadari bahwa kita harus tidak bergantung pada orang lain
dalam penyelamatan diri kita. Tetapi kita dapat menghormati guru agama
manapun yang sungguh dan pantas untuk dihormati. Para guru agama dapat
mengatakan kepada kita bagaimana untuk meraih keselamatan kita, tetapi
seseorang tidak dapat menyelamatkan orang lain. Penyelamatan ini bukan
seperti menyelamatkan sebuah kehidupan ketika dalam bahaya. Ini adalah
pembebasan terakhir dari kekotoran batin dan penderitaan duniawi.
Inilah mengapa kita harus berkerja secara individual (sendiri) untuk
meraih pembebasan kita atau kemerdekaan penuh berdasarkan pada nasihat
yang diberikan oleh guru-guru agama.

"Tidak ada orang lain yang menyelamatkan kita selain diri kita. Sang
Buddha hanyalah menunjukkan jalannya."

Dapatkah Anda pikiran guru agama manapun yang pernah mengatakan hal
ini? Inilah kebebasan yang kita miliki dalam Buddhisme.

Inilah sepuluh nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha kepada
sekelompok pemuda yang disebut suku Kalama yang datang menemui Sang
Buddha untuk mengetahui bagaimana menerima suatu agama dan bagaimana
untuk memutuskan mana agama yang benar.

Nasihat Beliau adalah: "Janganlah mementingkan diri sendiri dan
janganlah menjadi budak bagi yang lain; Janganlah melakukan apapun
hanya untuk kepentingan pribadi tetapi pertimbangkan untuk kepentingan
pihak lain." Beliau mengatakan kepada suku Kalama agar mereka dapat
memahami hal ini berdasarkan pada pengalaman pribadi mereka. Beliau
juga mengatakan bahwa di antara beragam praktik dan kepercayaan, ada
hal-hal tertentu yang baik bagi seseorang tetapi tidak baik bagi yang
lain. Dan sebaliknya, ada hal-hal tertentu yang baik bagi orang lain
tetapi tidak baik bagi seseorang. Sebelum Anda melakukan apapun, Anda
harus mempertimbangkan baik manfaat maupun ketidakmanfaatan yang akan
bertambah pada diri Anda. Inilah garis pedoman untuk pertimbangan
sebelum Anda menerima suatu agama. Oleh karena itu, Sang Buddha telah
memberikan kebebasan secara penuh kepada kita untuk memilih suatu
agama berdasarkan pada pendirian diri sendiri.

Buddhisme merupakan suatu agama yang mengajarkan seseorang untuk
memahami bahwa manusia bukanlah untuk agama tetapi agama itulah yang
untuk manusia gunakan. Agama dapat diibaratkan sebagai rakit yang
digunakan manusia untuk menyeberangi sungai. Ketika orang itu sampai
di pinggiran sungai, ia dapat meninggalkannya dan melanjutkan
perjalanannya. Seseorang seharusnya menggunakan agama untuk perbaikan
dirinya dan untuk mengalami kebebasan, kedamaian, dan kebahagiaan.
Buddhisme merupakan suatu agama yang dapat kita gunakan untuk hidup
penih kedamaian dan membiarkan yang lain untuk juga hidup penuh
kedamaian. Saat mempraktikkan agama ini kita diperkenankan untuk
menghormati agama lain. Jika sukar untuk menghormati sikap dan
perilaku agama lain maka setidaknya kita perlu bertoleransi tanpa
mengganggu atau mengecam agama lain. Sangatlah sedikit agama lain yang
mengajarkan para pengikutnya untuk mengadopsi sikap bertoleransi ini.


-end-


Judul Asli: How To Choose A Religion?
Oleh: Ven. K. Sri Dhammananda
Diterjemahkan oleh: Bhagavant.com

http://bhagavant.com/home.php?link=naskah_dhamma_article&n_id=92

Nevada