Pelaku Ritual VS Tanpa Ritual sekalipun.

Started by Juice_alpukat, 27 January 2010, 08:56:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

g.citra

Quote from: Indra on 27 January 2010, 12:41:09 PM
ritual ditinggalkan karena munculnya pandangan benar, dan saat mencapai tingkat sotapatti, seseorang otomatis meninggalkan silabbataparamasa, bukan sebaliknya, ninggalin ritual supaya jadi sotapanna.

kalo seorang sotapana, masih mgkn ngikutin ritual gak ?

Kalo masih mgkn, karena pandangan benar, bukan menjadikan ritual ditinggalkan, tapi sama sekali tak dilekati (karena sudah tau makna sesungguhnya) ...


Tekkss Katsuo

menurt saya Seorg Sotapana masih mungkin mengikuti ritual, namun dia tdk menganggap ritual itu sebagai hal hal yg membawa pada pembebasan dari Dukkha, dia hanya menganggap ritual hanya sebagai ritual atao tata cara penghormatan tanpa melekati ritual itu

kamala

bagaimana membedakan yang ini ritual yang ini bukan ?
apakah tatanan puja bakti termasuk ritual ?
_/\_  terima kasih :)
Daripada seribu kata yang tak berarti,
adalah lebih baik sepatah kata yang bermanfaat,
yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.

Riky_dave

Quote from: Indra on 27 January 2010, 12:41:09 PM
ritual ditinggalkan karena munculnya pandangan benar, dan saat mencapai tingkat sotapatti, seseorang otomatis meninggalkan silabbataparamasa, bukan sebaliknya, ninggalin ritual supaya jadi sotapanna.
MANTAP
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Juice_alpukat

oke para senior pendapatnya membuat sy agak mengerti,tq.
Kesimpulan;
-ritual sbgai bgian dr khdupan.
-ritual trkdg brmanfaat dan kdg tidak.
-ritual bukan jalan satu2nya untk kselamatan.
-ritual bukan untk jd kemelekatan.
-ritual kadang mrupakan bentuk kedisiplinan.

Kelana

Sīlabbataparāmasa

sīla = nature, character, habit, behaviour; usually

abbata = breaking of the moral obligation; lawless

parāmasa = touching, seizing, taking hold

Memegang kebiasaan yang melanggar ketentuan kemoralan atau hukum. Kemoralan dan hukum yang mana yang dilanggar? Jelas  Hukum Dhamma.

Jadi menurut saya, bukan hanya sekedar masalah keterikatan/kemelekatan pada suatu tindakan, tapi juga nilai yang terkandung dari tindakan yang menjadi kebiasaan atau habit.

Jika hanya menitikberatkan pada keterikatan/kemelakatan saja, maka kebiasaan potong ayam untuk dipersembahkan ke langit akan berkesan dapat "dimaafkan". Orang akan berpikir, "Ah kalau saya lupa potong ayam untuk besok dibawa ke  altar pasti tidak apa-apa, kan tidak perlu melekat, jadi asal saya sempat saja kalau begitu." Jelas hal ini tidak dibenarkan karena kebiasaan potong ayam yang dilakukan oleh orang itu sudah melanggar Hukum Dhamma. Jadi melekat atau tidak melekat pada kebiasaan potong ayam, tetap tindakan itu melanggar Hukum Dhamma dan orang itu masih terbelenggu.  Dan melanggar Hukum Dhamma itu banyak ragamnya, saya mempersilahkan para senior untuk memaparkannya.

Kata "upacāra" sendiri berarti habit, practice, conduct, behavior. Menurut saya, kata ini hanya merupakan kata pengganti dari kata "Sīla" di dalam menjelaskan pengertian/definisi dari Sīlabbataparāmasa. Jadi jika ada penjelasan bahwa Sīlabbataparāmasa adalah terikat pada upacara, ini berarti terikat pada habit, praktik, kebiasaan yang melanggar ketentuan kemoralan atau hukum.

CMIIW
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Indra


Juice_alpukat

Kelana, setahuku di vihara tak ada ritual potong ayam,di vihara mana yg pake ritual potong ayam?

Kelana

Quote from: Juice_alpukat on 28 January 2010, 08:34:43 AM
Kelana, setahuku di vihara tak ada ritual potong ayam,di vihara mana yg pake ritual potong ayam?

Sdr. Juice, dalam topik ini saya sendiri tidak pernah mengatakan ada ritual potong ayam di vihara. :)
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Riky_dave

Kenapa tidak dibedakan dulu antara VIHARA VS KLENTENG???
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Juice_alpukat

Quote from: Juice_alpukat on 28 January 2010, 08:34:43 AM
Kelana, setahuku di vihara tak ada ritual potong ayam,di vihara mana yg pake ritual potong ayam?
Quote from: Kelana on 28 January 2010, 10:22:19 AM
Quote from: Juice_alpukat on 28 January 2010, 08:34:43 AM
Kelana, setahuku di vihara tak ada ritual potong ayam,di vihara mana yg pake ritual potong ayam?

Sdr. Juice, dalam topik ini saya sendiri tidak pernah mengatakan ada ritual potong ayam di vihara. :)
sama tuh,
maksud sy, ritual kebaktian di wihara.;D

ge2004

Ritual sendiri menurut saya banyak sisi baiknya, misalnya altar ada Buddha Rupang, pakai Hio, Lilin, Kembang, dll, itu merupakan tradisi turun temurun. Kalau tidak salah Sang Buddha pun ketika akan Parinibbana tidak meminta umatnya supaya nanti dibuatkan altar dengan perlengkapan Buddha Rupang beserta kelengkapan lainnya. Melaksanakan ritual, berarti kita menciptakan suatu tradisi yang akan dilaksanakan dengan sendirinya secara turun temurun, sehingga nantinya identitas agama Buddha tidak gampang punah. Bayangkan kalau tidak ada ritual, maka tidak ada tradisi baca paritta di depan altar, orang-orang tidak ke Vihara, maka agama Buddha tidak akan mengakar pada kehidupan anak-anak kita. Karena anak-anak kecil tidak akan mengerti bahasa Dhamma, mereka hanya terbiasa melihat orang tuanya melaksanakan ritual keagamaan. Dari kebiasaan/tradisi ritual itulah maka anak-anak akan tetap mengenal Buddha dan terbiasa dengan ritual Buddhist yang mereka jalankan sehari-hari.
Sabbapapassa Akaranam
Kusalassupasampada
Sacittapariyodapanam
Etam Buddhana Sasanam

The Ronald

kebaktian di vihara yah?
menurutku itu bukan ritual... karena pembacaan paritta, di maksudkan untuk di mengerti artinya dan di jalankan dalam kehidupan masing2... bukan seperti berdoa kepada suatu mahluk agar di beri sesuatu
tapi klo ada yg dtg, cuma baca doank, arti ga ngerti...terus dia berpikir dgn membaca tsb..dia bisa mencapai keselamatan..itu di sebut ritual
itu 1 jenis kebaktian, tetapi memiliki makna berbeda, karena individu dan presepsi yg berbeda
...

Juice_alpukat

Oo,ritual berbeda dngan kebaktian?
Ritual macam mana?
Kebktian macam apa?

The Ronald

beda dalam presepsi..
pernah ke vihara ga?  aku kasih contoh yg di vihara aja (semoga pernah)

pada pembacaan paritta dari awal sampe akhir...

..seperti yg aku bilang di atas... cuma baca... dan berharap, dgn dtg ke vihara tiap minggu maka dia masuk surga suatu saat nanti (karena dia sudah baca paritta) --> ini aku sebut ritual
yg lainnya baca, dan mengerti artinya.. ini  5 sila, 5 sila inilah yg harus di kerjakan dalam kehidupan sehari2, ini budhhanusati dhamanussati, sangha nusati.. inilah keistimewaan budhha, dhamma, dan sangha,
ini trisanara, di sinilah aku berpegang
ini karaniya metta sutta.. ini lah yg harus di lakukan  untuk mencapai ketenangan
dst
ini bukan ritual..

2-2nya di sebut kebaktian (baik yg pertama..maupun yg ke 2)baik yg ritual maupun yg bukan ritual.. tp kebaktian itu sebenarnya di maksudkan bukan untuk di jadikan ritual...
inti utamanya adalah di dhammadesanna


itu contoh di vihara loh..

...