News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Apakah devadatta vegetarian??

Started by Juice_alpukat, 26 January 2010, 11:34:57 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Juice_alpukat

Quote from: ryu on 26 January 2010, 03:49:24 PM
timbul pertanyaan baru, seseorang yang vegetarian itu bisa termasuk dosa mula citta gak?
semoga ci Lily menjawab.
Kalau seseorang yg vegetarian atau tidak vegetarian termasuk dosa mula citta gak?
Alasannya?

FZ

Quote from: ryu on 26 January 2010, 03:49:24 PM
timbul pertanyaan baru, seseorang yang vegetarian itu bisa termasuk dosa mula citta gak?
mungkin casenya begini ya
kalau misal seseorang vegetarian karena gak suka makan daging,
misal gak makan ikan karena bau amis, bukan didasari tekad niat metta

johan3000

bAGAIMANa kalau orang lahir ditempat yg
gak ada ikan maupun daging....

itu termasuk yg mana ya...., soalnya dia pingin juga
gak bisa. dan sejak lahir gak pernah tau kalau ada
daging maupun ikan.........???

gw yakin org tsb gak bakal merasa tertekan atau gimana
dehhhh

Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Juice_alpukat

Quote from: Forte on 26 January 2010, 03:23:25 PM
oh.. sekarang saya sudah mengerti.. thanks bro atas penjelasannya..
btw threadnya di mana ya? linknya kalau bisa disertakan / diquote aja bro.. biar dijadikan alasan dalam pertanyaan ini..

_/\_

Nyatanya  Bhikkhu Devadatta vegetarian, tapi tetap punya pikiran yang buruk dan melakukan perbuatan buruk,  akhirnya lahir di neraka Avici.http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,14696.0.html
>maka dri itu, sy penasaran,apakah gara2 devadatta vegetarian sampai punya pikiran buruk dan perbuatan buruk gara2 vegetarian?
Apakah devadatta benar2 seorang vegetarian?Suttanya?

Tekkss Katsuo


ryu

Trus casenya, jadi membenci yang tidak vegetarian, trus jadi kalo makan pilih2, trus kalo makan diperiksa segala macam seperti ketakutan gitu.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Nevada

#36
Berikut kronologis singkat mengenai Bhikkhu Devadatta berdasarkan Tipitaka (Pali Kanon)...


Devadatta adalah kakak sepupu dari Siddhattha Gotama (Sang Buddha). Sejak kecil, Devadatta sudah terlihat memiliki sifat jahat. Sering kali Devadatta berusaha mencelakai makhluk lain dan Siddhattha Gotama. Misalnya pada masa kecil, Devadatta berhasil memanah seekor belibis, namun Pangeran Siddhattha kemudian menolong belibis itu; sehingga perihal ini diselesaikan lewat dewan pengadilan dan menunjuk Pangeran Siddhattha sebagai orang yang berhak atas belibis itu. Pada acara sayembara untuk memilih gadis pilihan Siddhattha Gotama, Devadatta juga mengadakan atraksi melawan gajah. Devadatta berhasil membunuh gajah itu hanya dengan sekali pukul dan sekali tendang. Selain itu, masih banyak lagi perilaku Devadatta yang jahat dan brutal.

Ketika Siddhattha Gotama mencapai Pencerahan Sempurna, Beliau kemudian membabarkan Dhamma dan banyak orang bergabung menjadi bhikkhu. Suatu masa ketika Beliau kembali ke Kapilavatthu, beberapa pemuda Kerajaan Sakya juga ikut bergabung ke dalam Sangha. Salah satunya adalah Devadatta.

Meski Devadatta sudah menjadi bhikkhu, namun semua sifat jahat masih ada dalam dirinya. Devadatta menguasai tingkatan-tingkatan jhana dan memiliki kemampuan batin yang tinggi. Dalam kesehariannya, Bhikkhu Devadatta melihat popularitas Sang Buddha yang semakin berkembang. Suatu saat ketika Sang Buddha mebabarkan khotbah di Hutan Veluvana, Bhikkhu Devadatta mengajukan diri secara terbuka untuk menggantikan posisi Beliau sebagai "kepala Sangha". Hal ini ditolak secara tegas oleh Sang Buddha, yang kemudian memunculkan rasa dengki mendalam bagi Devadatta.

Bhikkhu Devadatta kemudian bersekongkol dengan Pangeran Ajatasattu (anak dari Raja Bimbisara). Berkat hasutan dari Bhikkhu Devadatta, Pangeran Ajatasattu merebut tahta Kerajaan Magadha dari ayahnya; dan menyekap Bimbisara di penjara dengan berbagai siksaan sampai mati. Devadatta yang memiliki seorang "bekingan" Raja Magadha ini kemudian semakin gencar berusaha menjatuhkan Sang Buddha.

Kebencian Devadatta pada Sang Buddha semakin besar, sehingga ia ingin membunuh Sang Buddha. Pertama kali dengan menyewa para pemanah bayaran. Usaha pertama ini gagal karena semua pemanah justru mencapai tingkatan Sotapanna ketika mendengar khotbah Sang Buddha. Usaha kedua dari Devadatta yaitu ketika dia mendorong sebongkah batu besar dari atas Bukit Gijjhakuta. Bongkahan batu itu terbelah namun serpihannya hanya melukai kaki Sang Buddha hingga berdarah. Usaha ketiga dari Devadatta adalah dengan memabukkan Gajah Nalagiri ke arah rombongan bhikkhu bersama Sang Buddha. Namun gajah ini berhasil ditenangkan oleh Sang Buddha.

Menyadari ketiga usahanya gagal, Devadatta berusaha memakai cara lain dengan memecah-belah Sangha. Devadatta mulai mencari-cari "kelemahan" di dalam Ajaran Sang Buddha. Setelah menemukan beberapa "kelemahan", Devadatta kemudian mempersuasi banyak bhikkhu untuk menilai Ajaran Sang Buddha itu tidak benar; namun ajaran Devadatta yang benar. Devadatta menuntut Sang Buddha menetapkan 5 peraturan baru, yaitu:

1) Para bhikkhu harus tinggal di hutan
=> Sang Buddha membolehkan bhikkhu untuk berdiam di vihara maupun di kota. Devadatta menilai ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab memperbolehkan bhikkhu untuk "tetap tinggal" di duniawi.

2) Para bhikkhu harus mendapatkan makanan dengan cara pindapatta
=> Sang Buddha membolehkan bhikkhu untuk menerima undangan dana makan dari perumah tangga. Devadatta menilai ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab memperbolehkan bhikkhu untuk mendapatkan makanan dengan "mudah".

3) Para bhikkhu harus memakai jubah dari potongan kain sisa atau bekas pembungkus mayat
=> Sang Buddha membolehkan bhikkhu untuk menerima dan memakai jubah dari pemberian (dana) para perumah tangga. Devadatta menilai bahwa ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab masih mau memakai pakaian yang bersih dan rapi.

4) Para bhikkhu harus tinggal di bawah pohon
=> Sang Buddha membolehkan bhikkhu berdiam di tempat lain yang kondusif selama di dalam hutan (dengan beberapa syarat). Sedangkan Devadatta menilai bahwa ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab masih bisa memilih-milih tempat tinggal. Dalam pandangan-padangan petapa lain, menjalani kehidupan petapa dengan tinggal di bawah pohon adalah salah satu bentuk "sikap religius"; dan ini yang digenggam oleh Devadatta.

5) Para bhikkhu tidak boleh memakan daging atau ikan
=> Sang Buddha membolehkan bhikkhu untuk memakan daging atau ikan, dengan syarat tidak melihat proses pembunuhan, tidak mendengar suara sewaktu proses pembunuhan, dan tidak mengetahui bahwa daging dan ikan itu diolah untuknya. Devadatta menilai bahwa ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab menurutnya memakan daging adalah sama seperti mencelakai makhluk hidup lain. Dalam pandangan-pandangan petapa lain, seorang petapa yang mengembangkan cinta kasih seharusnya juga tidak memakan daging. Dalam pandangan yang lebih "suci", petapa telanjang terkenal seperti Nigantha Nataputta, Punna Koliyaputta, Seniya, dll. sama sekali tidak memakai pakaian apapun. Mereka hidup tanpa berpakaian sebab memegang pandangan bahwa pakaian pun didapatkan dari penyiksaan makhluk hidup. Namun Devadatta tidak mengikuti jejak mereka, dan hanya menuntut para bhikkhu untuk tidak makan daging dan ikan.


Kelima peraturan ini ditolak Sang Buddha. Namun usahanya telah membuat banyak bhikkhu lebih percaya kepada Devadatta sebagai bhikkhu benar, daripada Sang Buddha. Setelah kejadian itu, bhikkhu-bhikkhu yang memiliki pandangan berbeda jauh lebih terlihat kontras. Ketika itu, Buddhasasana bisa dikatakan memiliki 2 aliran besar; yakni "Aliran Siddhattha" dan "Aliran Devadatta".

Mengikuti instruksi dari Sang Buddha, YA. Sariputta dan YA. Maha Moggallana mengarahkan para bhikkhu pengikut Devadatta, dan kembali berhasil mengalih-yakinkan mereka untuk berpaling pada Sang Buddha. Sebagian besar pengikut Devadatta kembali kepada Sang Buddha. Di saat itu, Devadatta sakit keras dan semakin parah. Di suatu waktu ketika Devadatta ditandu untuk bertemu Sang Buddha, rombongan bersama Devadatta berhenti di dekat kolam di dekat Vihara Jetavana. Pada saat itu, Devadatta berusaha berdiri dan menginjakkan kakinya di atas tanah. Namun tiba-tiba tanah itu terjerembab dan Devadatta semakin terperosok ke dalam tanah. Sebelum kepalanya ikut terbenam, Devadatta sempat mengucapkan Tisarana ("aku berlindung pada Buddha, pada Dhamma, dan pada Sangha"). Namun akhirnya Devadatta lenyap terperosok ke dalam tanah dan kemudian terlahir di Neraka Avici. Di kemudian hari, Devadatta kelak bisa menjadi seorang Pacceka Buddha.

Nevada

#37
Di dalam Tipitaka (Pali Kanon), tidak disinggung apakah Devadatta adalah seorang vegetarian; atau apakah Devadatta menjalani 5 peraturannya sendiri. Tipitaka memang tidak suka mengandung isi yang bernada sindiran atau muatan pesan yang beraroma diskriminasi terhadap figur atau aliran tertentu.

Mungkin saja Devadatta sebenarnya tidak menjalankan 5 peraturan itu, namun kesepakatan Sidang Konsili yang merumuskan Tipitaka tidak berusaha mencantumkan aib itu. Karena para bhikkhu yang hadir di Sidang Konsili itu adalah Para Arahanta, yang jelas tidak akan membeberkan keburukan orang lain meskipun mereka ditanya.

Jadi karena kita tidak bisa menemukan referensi "Apakah Devadatta adalah seorang vegetarian?" di Tipitaka, maka semua argumen sepanjang ini hanyalah spekulatif.


Note: Kronologis-kronologis Devadatta tidak ditemukan di Sutta. Sebagian besar dapat ditemukan di Vinaya, dan dari Kitab-kitab komentar yang diteruskan dari generasi ke generasi sebelum akhirnya diabadikan dalam bentuk kitab (atthakatha).

Juice_alpukat

Quote from: upasaka on 26 January 2010, 04:26:38 PM
Devadatta mulai mencari-cari "kelemahan" di dalam Ajaran Sang Buddha. Setelah menemukan beberapa "kelemahan", Devadatta kemudian mempersuasi banyak bhikkhu untuk menilai Ajaran Sang Buddha itu tidak benar; namun ajaran Devadatta yang benar. Devadatta menuntut Sang Buddha menetapkan 5 peraturan baru, yaitu:

1) Para bhikkhu harus tinggal di hutan
=> Sang Buddha membolehkan bhikkhu untuk berdiam di vihara maupun di kota. Devadatta menilai ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab memperbolehkan bhikkhu untuk "tetap tinggal" di duniawi.

2) Para bhikkhu harus mendapatkan makanan dengan cara pindapatta
=> Sang Buddha membolehkan bhikkhu untuk menerima undangan dana makan dari perumah tangga. Devadatta menilai ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab memperbolehkan bhikkhu untuk mendapatkan makanan dengan "mudah".

3) Para bhikkhu harus memakai jubah dari potongan kain sisa atau bekas pembungkus mayat
=> Sang Buddha membolehkan bhikkhu untuk menerima dan memakai jubah dari pemberian (dana) para perumah tangga. Devadatta menilai bahwa ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab masih mau memakai pakaian yang bersih dan rapi.

4) Para bhikkhu harus tinggal di bawah pohon
=> Sang Buddha membolehkan bhikkhu berdiam di tempat lain yang kondusif selama di dalam hutan (dengan beberapa syarat). Sedangkan Devadatta menilai bahwa ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab masih bisa memilih-milih tempat tinggal. Dalam pandangan-padangan petapa lain, menjalani kehidupan petapa dengan tinggal di bawah pohon adalah salah satu bentuk "sikap religius"; dan ini yang digenggam oleh Devadatta.

5) Para bhikkhu tidak boleh memakan daging atau ikan
=> Sang Buddha membolehkan bhikkhu untuk memakan daging atau ikan, dengan syarat tidak melihat proses pembunuhan, tidak mendengar suara sewaktu proses pembunuhan, dan tidak mengetahui bahwa daging dan ikan itu diolah untuknya. Devadatta menilai bahwa ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab menurutnya memakan daging adalah sama seperti mencelakai makhluk hidup lain. ..... hanya menuntut para bhikkhu untuk tidak makan daging dan ikan.


Kelima peraturan ini ditolak Sang Buddha. Namun usahanya telah membuat banyak bhikkhu lebih percaya kepada Devadatta sebagai bhikkhu benar, daripada Sang Buddha. Setelah kejadian itu, bhikkhu-bhikkhu yang memiliki pandangan berbeda jauh lebih terlihat kontras. Ketika itu, Buddhasasana bisa dikatakan memiliki 2 aliran besar; yakni "Aliran Siddhattha" dan "Aliran Devadatta".

Mengikuti instruksi dari Sang Buddha, YA. Sariputta dan YA. Maha Moggallana mengarahkan para bhikkhu pengikut Devadatta, dan kembali berhasil mengalih-yakinkan mereka untuk berpaling pada Sang Buddha. Sebagian besar pengikut Devadatta kembali kepada Sang Buddha. Di saat itu, Devadatta sakit keras dan semakin parah. Di suatu waktu ketika Devadatta ditandu untuk bertemu Sang Buddha, rombongan bersama Devadatta berhenti di dekat kolam di dekat Vihara Jetavana. Pada saat itu, Devadatta berusaha berdiri dan menginjakkan kakinya di atas tanah. Namun tiba-tiba tanah itu terjerembab dan Devadatta semakin terperosok ke dalam tanah. Sebelum kepalanya ikut terbenam, Devadatta sempat mengucapkan Tisarana ("aku berlindung pada Buddha, pada Dhamma, dan pada Sangha"). Namun akhirnya Devadatta lenyap terperosok ke dalam tanah dan kemudian terlahir di Neraka Avici. Di kemudian hari, Devadatta kelak bisa menjadi seorang Pacceka Buddha.[/i]
hmm, berarti dvdata mempengaruhi para bhku bhwa ajaran buddha adalah tidak benar.
Devadatta > ajaran sang buddha tidak benar.
Tapi menurut murid2 Sang Buddha > ajaran sang Buddha sudah benar.
Menurut kita, ajaran devadatta sudah tentu salah dan tidak benar.
Berarti menurut bro upasaka,apakah orang yg vegetarian itu ikut ajaran devadatta?

Juice_alpukat

Sepengetahuanku, tatkala devadatta mengusulkan lima peraturan tsb,sang Budha tidak menolak tpi juga tidak menerima,dan menganggap kalau ada yg sanggup boleh dilakukan.
Jadi menurutku ajaran Sang Buddha tidaklah salah dalam hal 4 peraturan tsb.
Dan devadatta terlhat extrim dan aturan tsb seperti penyiksaan diri.
Untuk point kelima,aturan tidak makan daging dan ikan belon tentu salah lho.
Karna Sang Buddha juga sudah berdialog dngan bhku kassapa mengenai makan daging, kasyapa bertanya mengapa dulu sang Buddha memperbolehkan tiga daging bersyarat, sekarang malah semua daging tidak boleh? Buddha berkata itu perlu penyesuaian dan perlahan untk meninggalkan kebiasaan.

Nevada

#40
Quote from: Juice_alpukat on 26 January 2010, 05:19:41 PM
hmm, berarti dvdata mempengaruhi para bhku bhwa ajaran buddha adalah tidak benar.
Devadatta > ajaran sang buddha tidak benar.
Tapi menurut murid2 Sang Buddha > ajaran sang Buddha sudah benar.
Menurut kita, ajaran devadatta sudah tentu salah dan tidak benar.
Berarti menurut bro upasaka,apakah orang yg vegetarian itu ikut ajaran devadatta?

:)

Jauh sebelum Devadatta menuntut agar bhikkhu tidak boleh makan daging dan ikan, sudah ada banyak ajaran lain menjamur yang mengajarkan pandangan vegetarian. Vegetarian bukan hanya miliki Devadatta. Pandangan vegetarian juga dianut oleh guru-guru aliran lain di zaman Sang Buddha.

Entah apakah ada orang lain yang berpendapat bahwa padangan Devadatta benar. Kalau saya pribadi menilai pandangan Devadatta adalah keliru. Menurut saya semua kembali kepada kepantasan pola pikir masing-masing. Motivasi Devadatta untuk memberlakukan hidup bervegetarian bagi para bhikkhu adalah karena keinginan merebut popularitas dari Sang Buddha. Tapi kalau melihat sekilas makna vegetarian dari Devadatta, mungkin banyak orang yang juga setuju dengannya. Devadatta menilai bahwa memakan daging dan ikan adalah turut mencelakai makhluk hidup, dan saya rasa di Forum DhammaCitta ini saja banyak sekali yang sepertinya setuju dengan pendapat ini.

Jangan lihat motivasi buruk Devadatta yang ingin menjatuhkan Sang Buddha. Tapi coba renungkan apakah Anda setuju dengan pandangan Devadatta ini?

Maka menurut kesimpulan saya, orang-orang atau umat Buddha yang bervegetarian tidak bisa dikatakan mengikuti ajaran Devadatta. Mereka adalah orang-orang yang memilih menjalani hidup dengan pandangannya sendiri. Dan bila pandangan mereka didukung dengan bukti otentik di Tripitaka (Sanskrit Kanon), maka saya akan menghargainya. Silakan saja.

Nevada

#41
Quote from: Juice_alpukat on 26 January 2010, 05:28:55 PM
Sepengetahuanku, tatkala devadatta mengusulkan lima peraturan tsb,sang Budha tidak menolak tpi juga tidak menerima,dan menganggap kalau ada yg sanggup boleh dilakukan.
Jadi menurutku ajaran Sang Buddha tidaklah salah dalam hal 4 peraturan tsb.
Dan devadatta terlhat extrim dan aturan tsb seperti penyiksaan diri.
Untuk point kelima,aturan tidak makan daging dan ikan belon tentu salah lho.
Karna Sang Buddha juga sudah berdialog dngan bhku kassapa mengenai makan daging, kasyapa bertanya mengapa dulu sang Buddha memperbolehkan tiga daging bersyarat, sekarang malah semua daging tidak boleh? Buddha berkata itu perlu penyesuaian dan perlahan untk meninggalkan kebiasaan.


Sang Buddha menolak kelima peraturan itu, makanya Vinaya di Aliran Theravada tidak mencantumkan kelima peraturan ini. Khusus untuk peraturan kelima, Sang Buddha memberikan kebebasan kepada para bhikkhu. Sang Buddha menyerahkan keputusan para bhikkhu untuk tetap bervegetarian atau tidak. Dengan kata lain, bila ada seorang bhikkhu dari Aliran Theravada yang bervegetarian, sebenarnya itu tidak masalah. :)

Yang jelas, Sang Buddha menolak memberlakukan peraturan wajib vegetarian di Vinaya.

Mengenai Sang Buddha yang menjelaskan kepada Maha Kasyapa mengenai tahapan aturan memakan daging yang Beliau berlakukan, itu hanya ada di Mahaparinirvana Sutra (Sutra di Tripitaka - Mahayana). Menurut versi Theravada, tidak ada pernyataan seperti itu. Lagipula agak janggal jika seorang Buddha baru membicarakan hal itu ketika menjelang meninggal, dan parahnya baru saat itu dibeberkan. Padahal Beliau seharusnya bisa mengajarkan hal itu jauh ketika Beliau masih segar-bugar. Kronologisnya sendiri seperti tumpang-tindih ketika kita kaitkan dengan Sutra-sutra vegetarian lainnya. Di mana Maha Kasyapa baru tahu bahwa Sang Buddha sebenarnya menolak 3 daging murni, tapi di Sutra lain Sang Buddha dengan lantang mengatakan harus vegetarian kepada Para Bodhisattva. Jadi sekilas sepertinya Maha Kasyapa ketinggalan berita dibanding Para Bodhisattva.

Kalau orang luar melihatnya mungkin seperti "rahasia pamungkas Sang Buddha yang diutarakan sebelum Beliau meninggal dunia". Atau mungkin Sang Buddha memang suka membicarakan suatu hal dalam kondisi kritis. :)

Juice_alpukat

QuoteDevadatta menilai bahwa ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab menurutnya memakan daging adalah sama seperti mencelakai makhluk hidup lain. ..... hanya menuntut para bhikkhu untuk tidak makan daging dan ikan.

apakah ada sutta yg tertulis devadatta menilai makan daging dan ikan adalah kesalahan ajaran Sang Buddha?

sebab menurutnya ( devadta)memakan daging adalah sama seperti mencelakai makhluk hidup lain. ..... hanya menuntut para bhikkhu untuk tidak makan daging dan ikan. Apakah ada sutta bhwa devadatta beranggapan dmikian?

Juice_alpukat

Quote from: upasaka on 26 January 2010, 05:37:08 PM
Quote from: Juice_alpukat on 26 January 2010, 05:28:55 PM
Sepengetahuanku, tatkala devadatta mengusulkan lima peraturan tsb,sang Budha tidak menolak tpi juga tidak menerima,dan menganggap kalau ada yg sanggup boleh dilakukan.
Jadi menurutku ajaran Sang Buddha tidaklah salah dalam hal 4 peraturan tsb.
Dan devadatta terlhat extrim dan aturan tsb seperti penyiksaan diri.
Untuk point kelima,aturan tidak makan daging dan ikan belon tentu salah lho.
Karna Sang Buddha juga sudah berdialog dngan bhku kassapa mengenai makan daging, kasyapa bertanya mengapa dulu sang Buddha memperbolehkan tiga daging bersyarat, sekarang malah semua daging tidak boleh? Buddha berkata itu perlu penyesuaian dan perlahan untk meninggalkan kebiasaan.


Sang Buddha menolak kelima peraturan itu, makanya Vinaya di Aliran Theravada tidak mencantumkan kelima peraturan ini. Khusus untuk peraturan kelima, Sang Buddha memberikan kebebasan kepada para bhikkhu. Sang Buddha menyerahkan keputusan para bhikkhu untuk tetap bervegetarian atau tidak. Dengan kata lain, bila ada seorang bhikkhu dari Aliran Theravada yang bervegetarian, sebenarnya itu tidak masalah. :)

Yang jelas, Sang Buddha menolak memberlakukan peraturan wajib vegetarian di Vinaya.

Mengenai Sang Buddha yang menjelaskan kepada Maha Kasyapa mengenai tahapan aturan memakan daging yang Beliau berlakukan, itu hanya ada di Mahaparinirvana Sutra (Sutra di Tripitaka - Mahayana). Menurut versi Theravada, tidak ada pernyataan seperti itu. Lagipula agak janggal jika seorang Buddha baru membicarakan hal itu ketika menjelang meninggal, dan parahnya baru saat itu dibeberkan. Padahal Beliau seharusnya bisa mengajarkan hal itu jauh ketika Beliau masih segar-bugar. Kronologisnya sendiri seperti tumpang-tindih ketika kita kaitkan dengan Sutra-sutra vegetarian lainnya. Di mana Maha Kasyapa baru tahu bahwa Sang Buddha sebenarnya menolak 3 daging murni, tapi di Sutra lain Sang Buddha dengan lantang mengatakan harus vegetarian kepada Para Bodhisattva. Jadi sekilas sepertinya Maha Kasyapa ketinggalan berita dibanding Para Bodhisattva.

Kalau orang luar melihatnya mungkin seperti "rahasia pamungkas Sang Buddha yang diutarakan sebelum Beliau meninggal dunia". Atau mungkin Sang Buddha memang suka membicarakan suatu hal dalam kondisi kritis. :)
darimana tahu sang Buddha membabarkan vegetarian setelah hampir ajal?
Sutra percakapan Mahaksyapa itu dari Nirvana sutra,bukan Mahaparinirvana.
Aq tidak mengajak para bhku vegetarian atau tidak,tapi mengajak upasaka dan upasika,bila upasaka sika vegetarian otomatis Bhikkhunya vegetarian, kalau upasakasika tidak vegetarian,otomatis bhikkhunya tetap dikasih daging. Bhikkhu tak punya pilihan.


Nevada

Quote from: Juice_alpukat on 26 January 2010, 05:44:58 PM
QuoteDevadatta menilai bahwa ini adalah kesalahan Ajaran Sang Buddha, sebab menurutnya memakan daging adalah sama seperti mencelakai makhluk hidup lain. ..... hanya menuntut para bhikkhu untuk tidak makan daging dan ikan.

apakah ada sutta yg tertulis devadatta menilai makan daging dan ikan adalah kesalahan ajaran Sang Buddha?

sebab menurutnya ( devadta)memakan daging adalah sama seperti mencelakai makhluk hidup lain. ..... hanya menuntut para bhikkhu untuk tidak makan daging dan ikan. Apakah ada sutta bhwa devadatta beranggapan dmikian?

Tidak ada Sutta yang menjelaskan hal mengenai itu. Semua Sutta berisi mengenai khotbah Sang Buddha, tidak mengandung cerita atau pernyataan yang bersifat menyerang figur maupun aliran lain.

Pernyataan bernada di atas beredar dari komentar-komentar. Menurut tradisi kepercayaan India di zaman Sang Buddha, hewan yang dapat dimakan adalah hewan berbulu dan ikan. Hewan berbulu adalah kelompok hewan ternak; baik hewan berkaki empat maupun unggas, termasuk pula burung. Sedangkan ikan adalah kelompok hewan tak berbulu yang hidup di air. Dalam hal ini, kerang, udang, belut, dan sebagainya juga termasuk di dalamnya. Di luar dari kedua kategori ini, sepertinya tidak disinggung oleh Devadatta. Tapi dalam kebiasaan lingual di zaman itu, makna "daging dan ikan" ini sudah jelas merujuk semua tubuh makhluk hidup.

Ada pula komentar lain yang mengatakan bahwa daging dihasilkan dari pertemuan cairan jantan (sperma) dan telur (ovum). Sedangkan ikan dihasilkan dari pertemuan sperma dengan darah.

Di Tipitala (Pali Kanon), Sang Buddha mengizinkan para bhikkhu memakan daging dengan 3 syarat. Sang Buddha juga memberi pemahaman bahwa kesucian tidak dikontaminasi oleh makanan. Sedangkan Devadatta menilai bahwa Ajaran Sang Buddha itu tidak memenuhi aspek moralitas. Pernyataan ini juga beredar dari komentar-komentar. Dari pihak Mahayanis sendiri, mereka melontarkan komentar bahwa Devadatta menganjurkan wajib vegetarian untuk menunjukkan dirinya lebih suci dari Sang Buddha. Frase "lebih suci" ini juga sebenarnya menguatkan argumentasi bahwa Devadatta sebenarnya menggenggam pandangan bahwa "vegetarian adalah wujud moralitas". Dengan kata lain, Devadatta memang hendak menunjukkan bahwa ia dan pengikutnya lebih memiliki cinta-kasih kepada makhluk lain.