Menyembah Doggysattva , Birdiesattva, Margasattva, Bodhisattva???

Started by Suchamda, 19 January 2008, 04:35:42 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

FZ

Quote from: Suchamda on 19 January 2008, 01:18:01 PM
A Bodhisattva must undertake bitter practices which other people find difficult to undertake, and endure what others find hard to endure. He doesn't give up on doing those things which are not easy to do. One must always advance; one who is vigorous is a Bodhisattva. That's all there is to it. There's no other esoteric or wonderful method. If you can do the things that other people cannot do, then you are a Bodhisattva.

Kutipan dari :
http://www.dharmabliss.org/Ten%20Dharma%20Realms.html
Thanks atas linknya.

Sekarang berbalik ke kucing tadi.
Kucing tadi hanya menyelamatkan anaknya sendiri.
Makanya saya cenderung mengatakan itu naluri
Ya di samping itu saya juga setuju itu merupakan praktek metta

Sekarang pertanyaannya :
Apakah mungkin kucing tersebut menyelamatkan anak kucing lain yang bukan anaknya ? Belum ada kejadiannya bukan ?
Jika ada kejadiannya, berarti memang kucing tersebut bertindak atas dasar lebih dari naluri belaka.

Dalam hal ini karena belum ada bukti2 yang mendukung sepak terjang sang kucing dalam menyelamatkan selain anaknya, maka saya hanya bisa mengatakan kucing melakukan praktek metta yang bagus dan patut dicontoh.
 

Suchamda

But this bodhisattva appears in many different bodies, everywhere teaching this sutra for the sake of the living. Sometimes he appears as King Brahma, sometimes he appears as Indra, sometimes he appears as Ishvara or as Maha-Ishvara, or as a great general of heaven. Sometimes he appears as the king of heaven Vaishravana; or as a holy wheel-rolling king, or as a lesser king; or appears as a rich old man, or as an ordinary citizen, or as a high official, or as a brahman, or as a monk, nun, layman, or laywoman; or he appears as the wife of a rich old man or householder, or appears as the wife of a high official, or as the wife of a brahman, or as a boy or girl; or appears as a god, dragon, satyr, centaur, ashura, griffin, chimera, python, human or nonhuman being; and so on, and teaches this sutra. Those who are in the hells, or are hungry spirits or animals, and all who are in difficult circumstances can be saved. And for the sake of those in the king's harem he transforms himself into a woman and teaches this sutra.

http://www.kosei-shuppan.co.jp/english/text/mag/2006/06_456_15.html
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

FZ

Bro Suchamda..

Jawaban saya sebelumnya sudah jelas bukan..

Bahwa saya tidak berbicara mengenai ketidakpercayaan saya bahwa pada versi Mahayana, Bodhisattva bisa dilahirkan dalam wujud apapun. Jadi saya rasa cukup 1 literatur yang menyatakan Bodhisattva bisa dilahir dalam wujud apa pun ya sudah bisa diterima share Anda. Tidak perlu dibanjiri dengan banyak literatur.
Kadang kebanyakan teori kadang2 membuat prakteknya menjadi nihil. Karena yang terjadi adalah ke-AKU-an untuk membenarkan pendapat melalui literatur2 yang ada.. Terlepas dari pendapat itu benar / salah, tetapi itu telah memupuk rasa ego yang harusnya dihindari dalam praktek Buddhism.

Dan intinya saya lebih melihat ke tindakan yang dilakukan oleh "cattysatva". Apakah pantas karena menyelamatkan anaknya saja (bukan anak kucing lain) dia mendapat gelar cattysatva
 


Suchamda

Quote from: FoxRockman on 19 January 2008, 01:25:50 PM
Quote from: Suchamda on 19 January 2008, 01:18:01 PM
A Bodhisattva must undertake bitter practices which other people find difficult to undertake, and endure what others find hard to endure. He doesn't give up on doing those things which are not easy to do. One must always advance; one who is vigorous is a Bodhisattva. That's all there is to it. There's no other esoteric or wonderful method. If you can do the things that other people cannot do, then you are a Bodhisattva.

Kutipan dari :
http://www.dharmabliss.org/Ten%20Dharma%20Realms.html
Thanks atas linknya.

Sekarang berbalik ke kucing tadi.
Kucing tadi hanya menyelamatkan anaknya sendiri.
Makanya saya cenderung mengatakan itu naluri
Ya di samping itu saya juga setuju itu merupakan praktek metta

Sekarang pertanyaannya :
Apakah mungkin kucing tersebut menyelamatkan anak kucing lain yang bukan anaknya ? Belum ada kejadiannya bukan ?
Jika ada kejadiannya, berarti memang kucing tersebut bertindak atas dasar lebih dari naluri belaka.

Dalam hal ini karena belum ada bukti2 yang mendukung sepak terjang sang kucing dalam menyelamatkan selain anaknya, maka saya hanya bisa mengatakan kucing melakukan praktek metta yang bagus dan patut dicontoh.
 


Anda sudah bermain dengan pikiran lagi.
Pikiran itu tajam memotong, bertepi, membatasi.
Menurut saya, ada hal-hal yang perlu ditelaah dengan pikiran, tapi ada hal-hal yang cukup diterima dengan hati. Contohnya puisi seorang pria yg jatuh cinta kemudian mengatakan wajah kekasihnya "bagaikan bulan", bibirnya ranum bagai buah strawberry, pipinya bagaikan "pinang dibelah dua". Apabila anda sebagai cewe itu, barangkali sudah anda tampar pria itu karena merasa terhina (bulan permukaannya penuh lobang-lobang meteor, demikian juga strawberry bintik2 kasar berbulu, dst..dst...)
Pesan yang ingin disampaikan ada dibalik arti harafiah kata-katanya. Disini muatan emotifnya yang memberikan pelajaran buat kita.

Belajarlah membedakan mana yg artikel analitis, dan mana yg artikel inspirative (heuristik).

Kalau anda salah cara menanganinya, memang akhirnya muncul pertanyaan2 spt yg anda lontarkan. Memang pertanyaan anda logis, tapi bukan saatnya untuk saya menjawab.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

FZ

Ok dalam hubungan percintaan.. saya sangat setuju..

Jadi mohon petunjuknya neh.
Apakah dalam menentukan seekor kucing adalah cattysatva bagaimana caranya ?
Dan darimana Anda tahu cara yang Anda katakan itu benar ?
Apakah hanya dari bersumber hati saja ?
Kalau hanya bersumber hati.. apa penilaiannya sifatnya objektif / subjektif ?

Suchamda

QuoteBahwa saya tidak berbicara mengenai ketidakpercayaan saya bahwa pada versi Mahayana, Bodhisattva bisa dilahirkan dalam wujud apapun. Jadi saya rasa cukup 1 literatur yang menyatakan Bodhisattva bisa dilahir dalam wujud apa pun ya sudah bisa diterima share Anda. Tidak perlu dibanjiri dengan banyak literatur.
Kadang kebanyakan teori kadang2 membuat prakteknya menjadi nihil. Karena yang terjadi adalah ke-AKU-an untuk membenarkan pendapat melalui literatur2 yang ada.. Terlepas dari pendapat itu benar / salah, tetapi itu telah memupuk rasa ego yang harusnya dihindari dalam praktek Buddhism.

Saya mendapat kesan bahwa saya telah membuat anda kurang enak. Sesungguhnya saya merasa tidak mengerti mengapa saya telah membuat anda bersikap seperti itu. Saya hanya sekedar ingin mengkomunikasikan sesuatu yang bermanfaat buat anda semua. Kebetulan kita sedang online pada saat bersamaan, sehingga bisa saling berbalasan. :)
Kalau yang dipersepsikan adalah sebaliknya, saya hanya bisa sekali lagi minta maaf. Dan terimakasih atas pengajaran anda, setidaknya membuat saya merefleksi diri. Saya rasa krn tidak ingin mengusik anda lebih lanjut, saya rasa cukup sampai disini saja dialog kita.

Salam
_/\_
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

tesla

apabila masalahnya adalah kucing tsb bodhisattva atau bukan... saya tidak tau :))

mau membahas kucing tsb bodhisattva atau bukan atau pantas disebut bodhisatva atau tidak pantas saya rasa udah OOT. mau cari2 alasan dia berbuat begitu adalah krn anaknya atau apapun jg ga penting... Sang Buddha sendiri tidak dapat menyelamatkan semua mahkluk kan? lebih baik ambil nilai positif saja tindakan cuking tsb...
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

FZ

Sekali lagi bro Suchamda..

Saya tidak ada merasa tidak enak. Hanya saja saya lebih menyukai praktek dibanding teori. Saya rasa hanya perbedaan di sudut pandang saja. Bisa saja bro Suchamda memandang dari sudut A, saya memandang dari sudut B.
Jadi tolong dihindari pemikiran kesan2 yang sifatnya negatif.
Menjadi seseorang yang peka memang bagus.. tetapi terlalu peka itu malah akan merugikan diri sendiri.
Akan membawa ke arah prasangka. Dan itu bukankah menimbulkan kamma negatif dari segi pikiran.
Saya tidak bermaksud menggurui Anda. Saya hanya sekedar men-sharing apa yang saya dapatkan walau minim.
Dan walau pengetahuan Dhamma saya sangat minim, saya berusaha mengamalkannya walau belum sempurna.

Dan saya bertindak demikian karena ini ada diskusi, jadi dalam hal ini menurut saya tidak perlu menggunakan banyak artikel, cukup referensi yang penting saja kalau bisa mewakili ya sudah sangat bagus. Dan jika Anda ingin sharing artikel idealnya menurut saya adalah membuka thread baru, agar forum ini terlihat lebih rapi.

Ok. Senang diskusi dengan Anda Bro Suchamda

_/\_

Suchamda

Maaf bro, saya sambung dikit lagi untuk satu hal yg nurut saya penting, tapi rasanya untuk dijadikan thread baru kok terlalu berlebihan. Biarlah rekan2 yg membaca bisa mengikuti duduk persoalannya, oleh krn itu biarlah saya tulis disini saja.

Saya mohon kiranya bro bisa bantu saya untuk memberikan penjelasan tentang maksud bro dibawah ini:
QuoteHanya saja saya lebih menyukai praktek dibanding teori.

Terus terang saya bingung bro, kurang bisa memahami maksud anda. Mengapa?
Karena pemikiran saya begini (cmiiw) :
Karena kita sedang berdiskusi di forum yg hanya bisa berkomunikasi secara tertulis, dan kita tidak pernah saling mengenal sebelumnya apalagi melihat kenyataan hidup masing-masing; maka apa yang bisa kita lakukan dalam forum ini adalah bertukar pikiran tentang pengetahuan, pandangan, dsb. Jadi, kemungkinan kecil sekali kalau pihak lain ingin mengetahui kenyataan praktek kita.
Apakah memang perlu seseorang menceritakan praktek-praktek dharmanya, kebajikan-kebajikannya, dsb disini?
Saya rasa apa yg dinamakan praktek dharma hanya bisa diketahui oleh diri masing-masing ybs. Apa yang bisa kita lakukan disini adalah mengkomunikasikan hal-hal verbal yang tentu saja terkesan teoritis. Tetapi bukankah teori itu sendiri belum tentu muncul hanya dari sekedar membaca? Bisa saja teori itu muncul dari pengalaman praktek yang telah kita lalui bukan?

Meskipun demikian, sebaliknya juga demikian, karena yg kita urai disini semuanya adalah ungakapan verbal yang terkesan teoritis --apalagi bila sedang membicarakan sesuatu secara analitis-- sudah selayaknya apabila ada teori-teori yang salah juga dinyatakan, diinformasikan, dikritik, disalahkan. Saya sendiri dalam melihat sebuah forum diskusi bukan sebagai ajang basa-basi atau beramah-tamah. Alangkah sayangnya apabila kemudahan media informasi di jaman yg sudah ekstra modern ini tidak kita manfaatkan untuk bisa menunjang pemahaman dan praktek dharma kita.

Begitulah pemahaman saya yg terbatas ini, barangkali kalau bro bisa menjelaskan pandangan anda, mudah-mudahan bisa terjadi saling pengertian.

Salam,
Suchamda _/\_

"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

F.T

Ada 2 kutipan kata2 yang cukup bagus :

- Gunakanlah hatimu untuk mendengarkan ajaran, bukan telingamu * Ajahn Chah.

- Kesuksesan adalah 10 % inspirasi dan 90 % keringat * Thomas A Edison.


_/\_


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] [url="//yahoo.com"]yahoo.com[/url]

FZ

Quote from: Suchamda on 19 January 2008, 02:08:11 PM
Maaf bro, saya sambung dikit lagi untuk satu hal yg nurut saya penting, tapi rasanya untuk dijadikan thread baru kok terlalu berlebihan. Biarlah rekan2 yg membaca bisa mengikuti duduk persoalannya, oleh krn itu biarlah saya tulis disini saja.

Saya mohon kiranya bro bisa bantu saya untuk memberikan penjelasan tentang maksud bro dibawah ini:
QuoteHanya saja saya lebih menyukai praktek dibanding teori.

Terus terang saya bingung bro, kurang bisa memahami maksud anda. Mengapa?
Karena pemikiran saya begini (cmiiw) :
Karena kita sedang berdiskusi di forum yg hanya bisa berkomunikasi secara tertulis, dan kita tidak pernah saling mengenal sebelumnya apalagi melihat kenyataan hidup masing-masing; maka apa yang bisa kita lakukan dalam forum ini adalah bertukar pikiran tentang pengetahuan, pandangan, dsb. Jadi, kemungkinan kecil sekali kalau pihak lain ingin mengetahui kenyataan praktek kita.
Apakah memang perlu seseorang menceritakan praktek-praktek dharmanya, kebajikan-kebajikannya, dsb disini?
Saya rasa apa yg dinamakan praktek dharma hanya bisa diketahui oleh diri masing-masing ybs. Apa yang bisa kita lakukan disini adalah mengkomunikasikan hal-hal verbal yang tentu saja terkesan teoritis. Tetapi bukankah teori itu sendiri belum tentu muncul hanya dari sekedar membaca? Bisa saja teori itu muncul dari pengalaman praktek yang telah kita lalui bukan?

Meskipun demikian, sebaliknya juga demikian, karena yg kita urai disini semuanya adalah ungakapan verbal yang terkesan teoritis --apalagi bila sedang membicarakan sesuatu secara analitis-- sudah selayaknya apabila ada teori-teori yang salah juga dinyatakan, diinformasikan, dikritik, disalahkan. Saya sendiri dalam melihat sebuah forum diskusi bukan sebagai ajang basa-basi atau beramah-tamah. Alangkah sayangnya apabila kemudahan media informasi di jaman yg sudah ekstra modern ini tidak kita manfaatkan untuk bisa menunjang pemahaman dan praktek dharma kita.

Begitulah pemahaman saya yg terbatas ini, barangkali kalau bro bisa menjelaskan pandangan anda, mudah-mudahan bisa terjadi saling pengertian.

Salam,
Suchamda _/\_

Wah makin melebar deh..

Baiklah, saya jelaskan mengapa saya tidak sependapat dengan Anda mengatakan anggapan scarlet bodhisattva.

Apa tingkat kesucian Anda sehingga bisa yakin menganggap bahwa scarlet itu seekor Bodhisattva sampai harus disembah segala seperti judul pada thread Anda. Saya rasa itu sangat berlebihan. Hal itu yang hendak saya tekankan dari tadi. Tetapi sayang, Anda berputar melalui teori dan membuatnya menjadi lebih panjang.

Memang dari hal teori tersebut, saya memperoleh pengetahuan baru, yakni : Bodhisattva bisa dilahirkan dalam wujud apa saja.

Tetapi hal ini tidak bisa langsung dinyatakan anggapan bahwa seekor scarlet adalah bodhisattva. Tetapi bila dikatakan memiliki SEBAGIAN KECIL sifat bodhisattva saya sependapat dengan Anda. Yakni sifat metta yang scarlet miliki.

Mengapa saya berkata demikian ? Karena saya hanya manusia biasa. Tentu saya bertindak sesuai secara manusiawi dan bukan bodhisattvawi.  Kasarnya, menentukan seseorang mencapai arahat saja saya belum becus. Apalagi menentukan seekor kucing adalah Bodhisattva.
Saya tidak tahu tingkat kesucian Anda. Bisa saja Anda adalah Bodhisattva sehingga berani beranggapan seekor scarlet adalah Bodhisattva. Mohon maaf, saya tidak seberani Anda.

Itu sebabnya saya mengatakan, saya lebih menyukai praktek dibanding teori.
Karena teori2 yang Anda kemukakan tadi hanya bisa memberikan pengetahuan dan tidak menjelaskan jawaban Anda.


FZ

Quote from: Suchamda on 19 January 2008, 05:59:08 PM
Saya bahkan tidak pernah mikir kesana. :o
.....................
Wah bagi anda itu serius toh?  :o

Saya sih menulisnya dengan enteng saja, merupakan ekspresi perasaan yang dialami tadi pagi dan sedikit bercanda, kok. Take it easy bro.  :)

Wah mungkin sense of humor saya yg tidak anda pahami.  ^-^

Btw, -- sori -- saya masih belum melihat kejelasan dari uraian anda tentang pembedaan teori dan praktek. Apakah bukan apa yang anda katakan tersebut adalah teorinya (misal : harus mencapai kesucian dulu baru bisa menentukan bodhisattva), sedangkan dalam prakteknya siapa saja boleh menggunakan panggilan bodhisattva (misal : untuk sapaan canda, motivatorial, allegori, dsb) tanpa perlu harus ditanggapi secara serius?

Hm.. awalnya saya juga mengira Anda hanya beranggapan belaka, tetapi saya makin bingung ketika Anda mulai berteori ria. Ya saya pikir Anda serius.

Untuk kejelasannya.. nanti silakan tunggu atau baca post2 saya sebelumnya ya. Kan banyak candaan. Nah itulah prakteknya.   :D

Tapi terlepas dari semua itu.. Berdiskusi dengan Anda sangat menyenangkan.. Banyak yang saya pelajari juga dari Anda.  _/\_

Suchamda

Quote from: FoxRockman on 19 January 2008, 05:32:38 PM
Quote from: Suchamda on 19 January 2008, 02:08:11 PM
Maaf bro, saya sambung dikit lagi untuk satu hal yg nurut saya penting, tapi rasanya untuk dijadikan thread baru kok terlalu berlebihan. Biarlah rekan2 yg membaca bisa mengikuti duduk persoalannya, oleh krn itu biarlah saya tulis disini saja.

Saya mohon kiranya bro bisa bantu saya untuk memberikan penjelasan tentang maksud bro dibawah ini:
QuoteHanya saja saya lebih menyukai praktek dibanding teori.

Terus terang saya bingung bro, kurang bisa memahami maksud anda. Mengapa?
Karena pemikiran saya begini (cmiiw) :
Karena kita sedang berdiskusi di forum yg hanya bisa berkomunikasi secara tertulis, dan kita tidak pernah saling mengenal sebelumnya apalagi melihat kenyataan hidup masing-masing; maka apa yang bisa kita lakukan dalam forum ini adalah bertukar pikiran tentang pengetahuan, pandangan, dsb. Jadi, kemungkinan kecil sekali kalau pihak lain ingin mengetahui kenyataan praktek kita.
Apakah memang perlu seseorang menceritakan praktek-praktek dharmanya, kebajikan-kebajikannya, dsb disini?
Saya rasa apa yg dinamakan praktek dharma hanya bisa diketahui oleh diri masing-masing ybs. Apa yang bisa kita lakukan disini adalah mengkomunikasikan hal-hal verbal yang tentu saja terkesan teoritis. Tetapi bukankah teori itu sendiri belum tentu muncul hanya dari sekedar membaca? Bisa saja teori itu muncul dari pengalaman praktek yang telah kita lalui bukan?

Meskipun demikian, sebaliknya juga demikian, karena yg kita urai disini semuanya adalah ungakapan verbal yang terkesan teoritis --apalagi bila sedang membicarakan sesuatu secara analitis-- sudah selayaknya apabila ada teori-teori yang salah juga dinyatakan, diinformasikan, dikritik, disalahkan. Saya sendiri dalam melihat sebuah forum diskusi bukan sebagai ajang basa-basi atau beramah-tamah. Alangkah sayangnya apabila kemudahan media informasi di jaman yg sudah ekstra modern ini tidak kita manfaatkan untuk bisa menunjang pemahaman dan praktek dharma kita.

Begitulah pemahaman saya yg terbatas ini, barangkali kalau bro bisa menjelaskan pandangan anda, mudah-mudahan bisa terjadi saling pengertian.

Salam,
Suchamda _/\_

Wah makin melebar deh..

Baiklah, saya jelaskan mengapa saya tidak sependapat dengan Anda mengatakan anggapan scarlet bodhisattva.

Apa tingkat kesucian Anda sehingga bisa yakin menganggap bahwa scarlet itu seekor Bodhisattva sampai harus disembah segala seperti judul pada thread Anda. Saya rasa itu sangat berlebihan. Hal itu yang hendak saya tekankan dari tadi. Tetapi sayang, Anda berputar melalui teori dan membuatnya menjadi lebih panjang.

Memang dari hal teori tersebut, saya memperoleh pengetahuan baru, yakni : Bodhisattva bisa dilahirkan dalam wujud apa saja.

Tetapi hal ini tidak bisa langsung dinyatakan anggapan bahwa seekor scarlet adalah bodhisattva. Tetapi bila dikatakan memiliki SEBAGIAN KECIL sifat bodhisattva saya sependapat dengan Anda. Yakni sifat metta yang scarlet miliki.

Mengapa saya berkata demikian ? Karena saya hanya manusia biasa. Tentu saya bertindak sesuai secara manusiawi dan bukan bodhisattvawi.  Kasarnya, menentukan seseorang mencapai arahat saja saya belum becus. Apalagi menentukan seekor kucing adalah Bodhisattva.
Saya tidak tahu tingkat kesucian Anda. Bisa saja Anda adalah Bodhisattva sehingga berani beranggapan seekor scarlet adalah Bodhisattva. Mohon maaf, saya tidak seberani Anda.

Itu sebabnya saya mengatakan, saya lebih menyukai praktek dibanding teori.
Karena teori2 yang Anda kemukakan tadi hanya bisa memberikan pengetahuan dan tidak menjelaskan jawaban Anda.




Saya bahkan tidak pernah mikir kesana. :o
.....................
Wah bagi anda itu serius toh?  :o

Saya sih menulisnya dengan enteng saja, merupakan ekspresi perasaan yang dialami tadi pagi dan sedikit bercanda, kok. Take it easy bro.  :)

Wah mungkin sense of humor saya yg tidak anda pahami.  ^-^

Btw, -- sori -- saya masih belum melihat kejelasan dari uraian anda tentang pembedaan teori dan praktek. Apakah bukan apa yang anda katakan tersebut adalah teorinya (misal : harus mencapai kesucian dulu baru bisa menentukan bodhisattva), sedangkan dalam prakteknya siapa saja boleh menggunakan panggilan bodhisattva (misal : untuk sapaan canda, motivatorial, allegori, dsb) tanpa perlu harus ditanggapi secara serius?

Bro, dari awal sudah saya katakan untuk menggunakan hati, alih-alih pikiran. Jangan terlalu serius gitu donk.  :)

Oke lah bro. Mudah-mudahan sampai disini saja. Saya rasa pesan2 kita sudah tersampaikan semuanya dan bisa dijadikan bahan pembelajaran buat kita maupun yg lainnya. Terimakasih atas waktunya.

_/\_

Note : Melebar tidak masalah bro, krn kita sedang mengejar 'bug' yg ada diantara dialog kita. Dan ternyata masalahnya cuman terletak diperbedaan tipe personality kita. (ingat? anda type thinking-judging dan saya lebih dekat ke arah type feeling - perceiving).
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

FZ

Sip bro.. Thanks.. sama2 atas waktu nya..
Banyak belajar juga dari Anda..  _/\_

ryu

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))