News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Tertarikkah anda untuk mencapai nibb?na?

Started by Peacemind, 06 November 2009, 12:44:11 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

gajeboh angek

bukannya begitu? dibilang Sotapanna telah mencicipi Nibbana?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Sumedho

nda ah. sotapanna itu cuma "melihat" aja kalo "not self".

emang cicipnya gimana? kek nibbana lalu out. trial version?
There is no place like 127.0.0.1

char101

Quote from: Sumedho on 06 November 2009, 10:17:36 PM
emang cicipnya gimana? kek nibbana lalu out. trial version?

Dengan munculnya magga dan phala citta yang memiliki nibbana sebagai objek. Kalau citta-citta yang dimiliki manusia yang bukan ariya puggala hanya tau nibbana sebatas nama dan tulisan.

Indra


Sumedho

IMO sih tidak ada namanya mencicipi nibbana *mencicipi padam tanha? patahnya 10 belenggu sementara? hilangnya lobha,dosa,moh sementara? ignorance/ketidaktahuan hilang sementara? *. Dari sepenerawangan sotapatti magga dan phala itu hanya berhubungan dengan pandangan.
There is no place like 127.0.0.1

Peacemind

Quote from: char101 on 06 November 2009, 10:07:32 PM
Quote from: Peacemind on 06 November 2009, 09:53:16 PM
Jika kita menerima fakta2 di atas, bahkan seorang sotapanna yang berada pada pencapaian nibbāna pertama kalinya yaitu pada pencapaian sotapattiphala atau pada tahap gotrabhuñāna, ia pun tidak mengenali pañcakkhandhanya.

Gotrabhunana bukankah lokuttara citta dan citta walaupun lokuttara masih sankhata dhamma, walaupun objeknya adalah nibbana? Kalau lokuttara citta yang merupakan sankhata dhamma masih muncul artinya pancakkhandha dalam hal ini vinnana masih ada.

Ini juga telah menjadi pemikiran saya sejak dulu. Dalam sutta2, dengan jelas Sang Buddha mengatakan bahwa nibbāna adalah lenyapnya vinññāna. Bahkan menurut guru2 meditasi nibbāna bisa direalisasi ketika viññāna tidak memperoleh tempat bersandar pada nāmarūpa. Analisanya, ketika citta / viññāna melihat nāmarūpa dalam kondisi selalu berubah, viññāna secara natural, tidak akan memperoleh tempat bersandar atau tempat di mana viññāna tersebut melekat. Karena viññana selalu muncul tergantung pada obyek, maka ketika viññana tersebut tidak memperoleh obyek, secara alami, viññāna itu akan lenyap. Dengan lenyapnya viññāna, secara otomatis, nāmarūpa juga lenyap. Nibbāna dikatakan sebagai lenyapnya viññāna dan nāmarūpa.Lenyapnya viññāna dan nāmarūpa juga telah dinyatakan oleh Sang Buddha dalam Ajitamanavapuccha dari Suttanipāta. Hal ini juga telah dibahas oleh seorang guru meditasi di Sri Lanka bernama Katukurunde Ñānananda dalam bukunya "The Magic of the Mind". Namun di lain pihak, Abhidhamma menjelaskan bahwa dalam magga dan phala bahkan magga dan phala seorang arahant juga masih ada citta.

Quote from: Sumedho on 06 November 2009, 10:12:23 PM
Quote from: Peacemind on 06 November 2009, 09:53:16 PM
Jika kita menerima fakta2 di atas, bahkan seorang sotapanna yang berada pada pencapaian nibbāna pertama kalinya yaitu pada pencapaian sotapattiphala atau pada tahap gotrabhuñāna, ia pun tidak mengenali pañcakkhandhanya.
pencapaian nibbāna pertama kali itu pada sotapatti phala? so confusing...

Gak usah confused   :) . Anda bisa lihat Visuddhimagga, XXII, 124-127.

"...amatogadhaṃ   nibbānaṃ   passanto   sacchikarotīti.... Paṭhamamaggakkhaṇe  pana  nibbānadassanaṃ  dassanasacchikiriyā - Seseorang yang melihat nibbāna dan terbenam (merges) ke dalam Tanpa Kematian, telah merealisasinya (nibbāna). Melihat nibbāna di saat Jalan Pertama (sotapanna) adalah perealisasian sebagai melihat".

Sebagai saran, jika ada kesempatan, sebaiknya kita tanyakn kepada guru2 meditasi yang dipercaya telah mencapai kesucian. Pendapat mereka akan menjadi sumber yang sangat berguna..

Be happy.

chingik

Quote from: Indra on 06 November 2009, 09:41:43 PM
Quote from: chingik on 06 November 2009, 09:36:34 PM
Quote from: Indra on 06 November 2009, 09:28:45 PM
tapi hidup gue buktinya happy kok? apakah nibbana lebih happy dari hidup gue sekarang?

tapi gimana kalo nanti masuk neraka? siapa yg masuk neraka?

lho, nibbana itu kan kebahagiaan tertinggi . ...nibbanam paranam sukkham...

kalo merasa lebih bahagia dari nibbana, ibarat lalat yang merasa happy di atas tumpukan kotoran. hehe..



bisa share pengalaman anda mengenai kabahagiaan tertinggi bro?

tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.. ;D

chingik

Quote from: Peacemind on 06 November 2009, 11:23:45 PM
Quote from: char101 on 06 November 2009, 10:07:32 PM
Quote from: Peacemind on 06 November 2009, 09:53:16 PM
Jika kita menerima fakta2 di atas, bahkan seorang sotapanna yang berada pada pencapaian nibbāna pertama kalinya yaitu pada pencapaian sotapattiphala atau pada tahap gotrabhuñāna, ia pun tidak mengenali pañcakkhandhanya.

Gotrabhunana bukankah lokuttara citta dan citta walaupun lokuttara masih sankhata dhamma, walaupun objeknya adalah nibbana? Kalau lokuttara citta yang merupakan sankhata dhamma masih muncul artinya pancakkhandha dalam hal ini vinnana masih ada.

Ini juga telah menjadi pemikiran saya sejak dulu. Dalam sutta2, dengan jelas Sang Buddha mengatakan bahwa nibbāna adalah lenyapnya vinññāna. Bahkan menurut guru2 meditasi nibbāna bisa direalisasi ketika viññāna tidak memperoleh tempat bersandar pada nāmarūpa. Analisanya, ketika citta / viññāna melihat nāmarūpa dalam kondisi selalu berubah, viññāna secara natural, tidak akan memperoleh tempat bersandar atau tempat di mana viññāna tersebut melekat. Karena viññana selalu muncul tergantung pada obyek, maka ketika viññana tersebut tidak memperoleh obyek, secara alami, viññāna itu akan lenyap. Dengan lenyapnya viññāna, secara otomatis, nāmarūpa juga lenyap. Nibbāna dikatakan sebagai lenyapnya viññāna dan nāmarūpa.Lenyapnya viññāna dan nāmarūpa juga telah dinyatakan oleh Sang Buddha dalam Ajitamanavapuccha dari Suttanipāta. Hal ini juga telah dibahas oleh seorang guru meditasi di Sri Lanka bernama Katukurunde Ñānananda dalam bukunya "The Magic of the Mind". Namun di lain pihak, Abhidhamma menjelaskan bahwa dalam magga dan phala bahkan magga dan phala seorang arahant juga masih ada citta.

Quote from: Sumedho on 06 November 2009, 10:12:23 PM
Quote from: Peacemind on 06 November 2009, 09:53:16 PM
Jika kita menerima fakta2 di atas, bahkan seorang sotapanna yang berada pada pencapaian nibbāna pertama kalinya yaitu pada pencapaian sotapattiphala atau pada tahap gotrabhuñāna, ia pun tidak mengenali pañcakkhandhanya.
pencapaian nibbāna pertama kali itu pada sotapatti phala? so confusing...

Gak usah confused   :) . Anda bisa lihat Visuddhimagga, XXII, 124-127.

"...amatogadhaṃ   nibbānaṃ   passanto   sacchikarotīti.... Paṭhamamaggakkhaṇe  pana  nibbānadassanaṃ  dassanasacchikiriyā - Seseorang yang melihat nibbāna dan terbenam (merges) ke dalam Tanpa Kematian, telah merealisasinya (nibbāna). Melihat nibbāna di saat Jalan Pertama (sotapanna) adalah perealisasian sebagai melihat".

Sebagai saran, jika ada kesempatan, sebaiknya kita tanyakn kepada guru2 meditasi yang dipercaya telah mencapai kesucian. Pendapat mereka akan menjadi sumber yang sangat berguna..

Be happy.

Melihat nibbana bagi seorang sotapanna tidak berarti merealisasi nibbana. Ibarat orang yang melihat puncak gunung, dia masih perlu mendakinya untuk berada di atas puncak. Makanya mengapa sotapanna masih disebut sebagai sekha-->masih perlu berlatih. Orang yang merealisasi nibbana (tujuan akhir) tentu sudah disebut asekha, dan dalam hal ini hanya disematkan pada para Arahat.

Sukma Kemenyan

Aje buset...
Di thread ini seolah-olah pengertian "padam" di puter-puter...
Di definisi ulang...

padam ya padam... bijimana bisa idup lage ?
lha wong dagh ga ada bahan bakar...

aneh...

tesla

#84
Quote from: Peacemind on 06 November 2009, 02:15:38 PM
Quote from: chingik on 06 November 2009, 01:27:41 PM
Rasanya aneh sekali, menjadi pengikut Buddha tetapi tidak tertarik mencapai nibbana.
Minimal jawaban yang lebih masuk akal 'kan begini : "tertarik , cuma selalu terhalang oleh belenggu duniawi,*"

*duniawi di sini tidak semata-mata merujuk pada kehidupan manusia, tetapi meliputi Tiloka.  

Memang aneh, setelah mengaku beragama Buddha, tapi tidak tertarik untuk merealisasi nibbāna. Namun yang menjadi pertanyaan penting di sini, apakah ketertarikan ini muncul dari kesungguhan hati untuk melenyapkan dukkha, ataukah karena kita umat Buddha, maka LOGIKANYA harus demikian?  

Be happy.

ampun brothers...
jgn sampai saya membuat kalian aneh atau terganggu.

saya memandang nibbana dari sudut pandang lenyapnya tanha, bukan berdasarkan sebagai suatu tempat/state bernaung dalam kebahagiaan tertinggi. latihan saya jalankan juga adalah utk mengikis tanha yg tak lain sebenarnya adalah perwujudan dari kemelekatan thd nama-rupa. jadi dalam hidup skr, saya hanya berusaha utk setidaknya mengurangi nafsu2 saya. namun disaat tertentu, walau ada merasakan lebih bebas (lebih tepat saya deskripsikan sebagai bebas daripada bahagia), saya tidak rela melepas hal2 tertentu :)
reaksi saya sangat wajar & tidak aneh, apabila saya tidak memandang nibbana sebagai suatu yg "membahagiakan diri".

intinya: nibbana bagi saya adalah melepaskan, bukan mendapatkan.
jika ada yg mengerti yg saya maksud, mungkin akan mengerti kenapa saya 1/2 hati utk terus melangkah ke nibbana. saya tidak mengatakan nibbana adalah sesuatu yg jelek. tapi memang krn saya sudah terlampau melekat ;)
utk mendapatkan sesuatu, siapa yg menolak?
utk melepaskan sesuatu, brp banyak yg rela?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

char101

Quote from: Kemenyan on 06 November 2009, 11:53:21 PM
Aje buset...
Di thread ini seolah-olah pengertian "padam" di puter-puter...
Di definisi ulang...

padam ya padam... bijimana bisa idup lage ?
lha wong dagh ga ada bahan bakar...

Di nirodha samapatti bisa koq ;D

g.citra

Quote from: char101 on 06 November 2009, 05:38:51 PM
Kalau tidak ada pandangan salah terhadap atta maka tidak ada tanha karena tidak ada "atta" yang perlu dipuaskan keinginannya.

Lalu kalau tak ada "atta" apa yang berpandangan salah bro ? Dan juga mengapa pandangan jadi ada dan dikatakan benar/salah ?

Quote from: char101 on 06 November 2009, 05:38:51 PM
Kata saya digunakan untuk melengkapi kalimat agar bisa dimengerti dengan mudah oleh orang lain (koq saya merasa seperti orang yang sudah menghilangkan atta-ditthi aja ya :P )

Tapi kalau anda menanyakan saya di mana atau yang mana itu tidak ada jawabannya karena saya tidak bisa ditemukan di mana-mana.

Ah yang bener nih ... bukannya keberadaan itu ada karena 5 khanda itu ada, sedangkan 5 khanda itu umumnya diringkas jadi manusia (supaya bisa dimengerti) ... Nah bahasa gampang buat manusia berbicara itu kan saya, kamu, aku, dia, mereka dll, jadi apa dengan begini aku (makhluk) = khanda-khanda penyusunnya = tidak ada ?

Quote from: Lily W on 06 November 2009, 06:18:33 PM

Siapa yang mengalami dukkha ? :) --> AN ATTA


_/\_ :lotus:

Sis Lily yang baik ...
Dengan demikian, apakah AN ATTA itu ada ? :)

Quote from: Peacemind on 06 November 2009, 06:58:08 PM
Setuju.... tidak ada DIRI  yang mengalami dukkha, dan bahkan tidak ada DIRI yang mengalami nibbāna.

"Dukkhameva hi, na koci dukkhito;
kārako na, kiriyāva vijjati.
atthi nibbuti, na nibbuto pumā;
maggamatthi, gamako na vijjatī"ti.

"Ada penderitaan, namun tidak ada DIRI yang menderita;
Ada perbuatan, namun tidak ada DIRI yang berbuat.
Ada nibbāna, namun tidak ada DIRI yang mengalami nibbāna;
Ada Jalan, namun tidak ada DIRI yang melewatinya".

Be happy.

Bro Peacemind ...
Gimana kalau saya tulis,
Ada penderitaan, dan khanda-khanda inilah yang menderita;
Ada perbuatan, dan khanda-khanda inilah yang berbuat.
Ada nibbāna, dan khanda-khanda inilah yang mengalami nibbāna;
Ada Jalan, dan khanda-khanda inilah yang melewatinya

bisa jugakah dibilang begitu ?

Peacemind

Quote from: chingik on 06 November 2009, 11:49:51 PM
Melihat nibbana bagi seorang sotapanna tidak berarti merealisasi nibbana. Ibarat orang yang melihat puncak gunung, dia masih perlu mendakinya untuk berada di atas puncak. Makanya mengapa sotapanna masih disebut sebagai sekha-->masih perlu berlatih. Orang yang merealisasi nibbana (tujuan akhir) tentu sudah disebut asekha, dan dalam hal ini hanya disematkan pada para Arahat.

Yap, logikanya memang demikian. Namun salah satu guru meditasi terkenal saat ini yaitu Pauk Sayadaw, mengatakan bahwa Sotapanna merealisasi nibbāna. Ini barangkali bisa menjadi pertimbangan. Dalam bukunya, "Knowing and Seeing", ketika menjelaskan kondisi seorang sotapanna, beliau mengatakan:

"After these insight-knowledges (pengetahuan2 dalam vipassana), as you continue to discern the passing-away and vanishing of each formation, with a wish for release from them, you will find that eventually all formations cease. Your mind sees directly, and is fully aware of the unformed Nibbàna as object. Then you will have attained true knowledge of the Four Noble Truths, and will for yourself have realised Nibbāna. With this realisation, your mind will have become purified and free from wrong views. If you continue this way, you will be able to attain arahantship and Parinibbāna".

Be happy.

Peacemind

Quote from: g.citra on 07 November 2009, 12:04:50 AM
Bro Peacemind ...
Gimana kalau saya tulis,
Ada penderitaan, dan khanda-khanda inilah yang menderita;
Ada perbuatan, dan khanda-khanda inilah yang berbuat.
Ada nibbāna, dan khanda-khanda inilah yang mengalami nibbāna;
Ada Jalan, dan khanda-khanda inilah yang melewatinya

bisa jugakah dibilang begitu ?


Takutnya nanti khandha-khandha juga dianggap sebagai "diri". Khan sama aja.  :)  :)

chingik

Quote from: Peacemind on 07 November 2009, 12:15:21 AM
Quote from: chingik on 06 November 2009, 11:49:51 PM
Melihat nibbana bagi seorang sotapanna tidak berarti merealisasi nibbana. Ibarat orang yang melihat puncak gunung, dia masih perlu mendakinya untuk berada di atas puncak. Makanya mengapa sotapanna masih disebut sebagai sekha-->masih perlu berlatih. Orang yang merealisasi nibbana (tujuan akhir) tentu sudah disebut asekha, dan dalam hal ini hanya disematkan pada para Arahat.

Yap, logikanya memang demikian. Namun salah satu guru meditasi terkenal saat ini yaitu Pauk Sayadaw, mengatakan bahwa Sotapanna merealisasi nibbāna. Ini barangkali bisa menjadi pertimbangan. Dalam bukunya, "Knowing and Seeing", ketika menjelaskan kondisi seorang sotapanna, beliau mengatakan:

"After these insight-knowledges (pengetahuan2 dalam vipassana), as you continue to discern the passing-away and vanishing of each formation, with a wish for release from them, you will find that eventually all formations cease. Your mind sees directly, and is fully aware of the unformed Nibbàna as object. Then you will have attained true knowledge of the Four Noble Truths, and will for yourself have realised Nibbāna. With this realisation, your mind will have become purified and free from wrong views. If you continue this way, you will be able to attain arahantship and Parinibbāna".

Be happy.
Menurut saya Pauk Sayadaw mungkin hanya menjabarkan secara prinsipil saja. Sama seperti hal nya dalam tradisi Mahayana sering menyebut sotapanna sebagai Arahat juga, tetapi dengan term yang lebih spesifik, yakni Arahat buah Pertama, sakadagami sebagai Arahat buah Kedua, Anagami sebagai Arahat buah Ketiga, dan terakhir tentu adalah buah yang baru benar-benar disebut Arahat sesungguhnya.