GAY/LESBIAN apakah wajar ?

Started by sumana, 13 October 2009, 11:26:28 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

bond

Bagaimana vinaya yg melarang seorang gay menjadi bhikkhu?
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

itu sudah pernah dibahas bond. pandaka itu ada lima. yang dilarang adalah pandaka yang organnya ada kelainan. yang gay dan yang tukang ngintip (kalau modern, mungkin tukang nonton film porno kali yak =)) ) tidak dilarang.

tapi kalau sudah jadi Bhikkhu, tentu saja segala bentuk perbuatan seksual dilarang, entah dengan tangan sendiri, sesama jenis, mayat, lain jenis, binatang.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

pannadevi

 _/\_

salam kenal Bro Sobat Dhamma,
salam sejahtera selalu,

saya mohon dibantu bisa ga? yang jadi pertanyaan saya 2 hari yl dg salah satu rekan DC itu adalah mengenai hal ini tapi bisa meraih arahat, klo hanya ditinjau dari segi kejiwaan dan lain sebagainya, itu bagian lain lagi, yang jadi perhatian saya adalah mereka2 ini mampu meraih arahat di kehidupan mereka saat itu juga...

biasanya khan kalo udah meninggal dia dibalikin ke status awal, klo dulunya cowok dijadikan cowok lagi kayak si "Ratu Banci" (lupa namanya, sorry), mamanya bule, ayahnya orang Indonesia, klo ga salah tinggal di bandung, kasihan meninggal krn Aids...nah klo ini memang dia dijadikan cowok lagi oleh keluarganya, namun yg sy  maksud kali ini adalah karena berhasil berubah bukan operasi maupun bukan karena meninggal, tapi karena memang kekuatan kamma seperti kisah Soreyya itu, anda bisa bantu kasih referensi Bro Sobat Dhamma? thanks seblm n sesdhnya.

may all beings be happy

mettacittena,

bond

Quote from: gachapin on 13 October 2009, 03:55:46 PM
itu sudah pernah dibahas bond. pandaka itu ada lima. yang dilarang adalah pandaka yang organnya ada kelainan. yang gay dan yang tukang ngintip (kalau modern, mungkin tukang nonton film porno kali yak =)) ) tidak dilarang.

tapi kalau sudah jadi Bhikkhu, tentu saja segala bentuk perbuatan seksual dilarang, entah dengan tangan sendiri, sesama jenis, mayat, lain jenis, binatang.

Baru tau gay boleh jadi bhikkhu asal ..itunya normal  ^-^

Kalau gay cewek cemana yg gayanya kayak cewek gitu dah...bisa jadi bhikkhu juga asal anunya normal?



Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Nevada

Orientasi homoseksual hanya orientasi minat seks. Beberapa kasus karena disebabkan oleh pengaruh kadar hormon. Beberapa kasus disebabkan karena pengalaman buruk dengan lawan jenis. Beberapa kasus disebabkan karena ketertarikan sensasi hubungan.

Untuk kasus gay/lesbian karena faktor hormon, sebaiknya lingkungan tidak mediskriminasikan mereka; justru mengarahkan mereka pada orientasi seks yang lebih baik. Melalui pendekatan personal dan bimbingan, diharapkan agar mereka bisa beralih ke orientasi seks yang sehat. Untuk kasus gay/lesbian karena pengalaman buruk dengan lawan jenis, dibutuhkan dukungan ekstra dari orang-orang terdekat untuk membantunya menerima kenyataan dalam hidup mereka. Sebagian besar faktor ini dimotivasi oleh sakit hati dalam hubungan sosial antar-lawan jenis; maupun mencari pelampiasan orientasi seks pada sesama jenis. Maka dari itu, orang yang suka menyakiti perasaan pacarnya (lawan jenis), seringkali membuat pacarnya trauma dan menjadi beralih orientasi seks. Sedangkan untuk kasus gay/lesbian karena ketertarikan sensasi hubungan, hal ini disebabkan oleh sensasi hubungan intim sesama jenis yang lebih menarik daripada sensasi hubungan intim dengan lawan jenis. Kasus ini tergolong sebagai kasus perubahan pola pikir / transformasi minat. Tidak hanya orientasi seks, kasus transformasi minat ini juga hampir terjadi pada semua orang dalam aspek lain. Misalnya seseorang dulu tidak suka memakai baju merah, namun suatu hari dia menjadi suka memakai pakaian berwarna merah. Butuh penyadaran internal untuk dapat membuat mereka mengalihkan orientasi seks.

Menurut Centers for Disease Control, tingkat resiko terjangkit virus HIV/AIDS bagi seorang gay jauh lebih tinggi dari tingkat resiko bagi seorang lesbian. Orientasi homoseksual, terutama bagi kaum gay, cenderung riskan untuk terjangkit berbagai jenis penyakit kelamin.

Secara pribadi, saya tidak menyetujui pendapat Sigmund Freud yang menyatakan orientasi homoseksual tidak bisa disembuhkan. Orientasi homoseksual hanya orientasi minat seks. Melalui pandangan dan pemahaman yang baik, seseorang bisa mengalihkan orientasi seks ini; atau bahkan menanggalkan semua jenis orientasi seks.

dhammadinna

Samaneri, cerita yang seperti itu tidak ketemu. Tp kalo referensi2 seputar citta vagga, bisa lihat di sini:

http://www.aimwell.org/Books/Suttas/Dhammapada/03-Citta/03-citta.html

pannadevi

Quote from: Melia Yansil on 13 October 2009, 04:23:52 PM
Samaneri, cerita yang seperti itu tidak ketemu. Tp kalo referensi2 seputar citta vagga, bisa lihat di sini:

http://www.aimwell.org/Books/Suttas/Dhammapada/03-Citta/03-citta.html

thanks, Sis Melia...krn klo ada yg lain tidak hanya berdasar satu kisah saja khn lbh kuat, misalnya kayak gini ya, orang jahat itu pasti masuk neraka khan, nah ini ada kisah angulimala sukses mencapai arahat, ada kisah Raja Asoka sukses jadi sotapanna, semua pembunuh awalnya, Raja Asoka membunuh 99 brothers nya yg se ayah, ditambah para bhikkhu krn tdk mau menjalankan uposatha, baru berhenti setelah kakaknya (oya 99-1 yg jadi bhikkhu) menghadang di depan pedang, sebenarnya perdana mentrinya yg melakukan tapi atas nama Raja, yah sama2 kamma ditanggung bersama...jadi dg kisah ini maksud saya juga begitu dg kisah yg gay/lesbi ini...kira2 ada kisah lain ga ya?...

skali lagi thanks banget atas perhatian Sis Melia...Anumodana

mettacittena,

pannadevi

Quote from: Melia Yansil on 13 October 2009, 04:23:52 PM
Samaneri, cerita yang seperti itu tidak ketemu. Tp kalo referensi2 seputar citta vagga, bisa lihat di sini:

http://www.aimwell.org/Books/Suttas/Dhammapada/03-Citta/03-citta.html

nampaknya ada kesalahan ketik, di link ini dikisahkan Maha Kassapa, padahal yang benar Maha Kacchayana, kasihan pembaca yg tidak tahu pali text, akan membaca terjemahan ini pasti mengira Maha Kassapa.

mettacittena,

dhammadinna

Quote from: pannadevi on 13 October 2009, 04:41:22 PM
nampaknya ada kesalahan ketik, di link ini dikisahkan Maha Kassapa, padahal yang benar Maha Kacchayana, kasihan pembaca yg tidak tahu pali text, akan membaca terjemahan ini pasti mengira Maha Kassapa.

Oh iya, benar... :)

sobat-dharma

Quote from: pannadevi on 13 October 2009, 03:58:33 PM
_/\_

salam kenal Bro Sobat Dhamma,
salam sejahtera selalu,

salam kenal juga pannadevi


Quote from: pannadevi on 13 October 2009, 03:58:33 PM
saya mohon dibantu bisa ga? yang jadi pertanyaan saya 2 hari yl dg salah satu rekan DC itu adalah mengenai hal ini tapi bisa meraih arahat, klo hanya ditinjau dari segi kejiwaan dan lain sebagainya, itu bagian lain lagi, yang jadi perhatian saya adalah mereka2 ini mampu meraih arahat di kehidupan mereka saat itu juga...

Laki-laki dan perempuan, dalam Buddhisme, keduanya bisa mencapai Kearahatan. Mengapa gay, lesbian, biseks yang sering dianggap (secara kurang tepat) "berada di percampuran antara keduanya" tidak? Saya pikir pencapaian Kearahatan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, gender ataupun orientasi seksualnya. Kalau menurut saya tidak ada alasan mengatakan gay, lesbian dan biseks tidak mencapai Kearahatan... (cmiiw)

Quote from: pannadevi on 13 October 2009, 03:58:33 PM
biasanya khan kalo udah meninggal dia dibalikin ke status awal, klo dulunya cowok dijadikan cowok lagi kayak si "Ratu Banci" (lupa namanya, sorry), mamanya bule, ayahnya orang Indonesia, klo ga salah tinggal di bandung, kasihan meninggal krn Aids...nah klo ini memang dia dijadikan cowok lagi oleh keluarganya, namun yg sy  maksud kali ini adalah karena berhasil berubah bukan operasi maupun bukan karena meninggal, tapi karena memang kekuatan kamma seperti kisah Soreyya itu, anda bisa bantu kasih referensi Bro Sobat Dhamma? thanks seblm n sesdhnya.

Mohon maaf, saya kurang mengerti pertanyaan Anda ataupun kisah tersebut. Mohon diperjelas.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

sobat-dharma

Quote from: upasaka on 13 October 2009, 04:20:32 PM
Orientasi homoseksual hanya orientasi minat seks. Beberapa kasus karena disebabkan oleh pengaruh kadar hormon. Beberapa kasus disebabkan karena pengalaman buruk dengan lawan jenis. Beberapa kasus disebabkan karena ketertarikan sensasi hubungan.

Banyak teori tentang alasan seseorang menjadi homoseks... Namun, para psikolog dan psikiater umumnya sepakat bahwa orientasi seksual seseorang tidak bisa dirubah semata-mata dengan terapi...

Quote from: upasaka on 13 October 2009, 04:20:32 PM
Untuk kasus gay/lesbian karena faktor hormon, sebaiknya lingkungan tidak mediskriminasikan mereka; justru mengarahkan mereka pada orientasi seks yang lebih baik. Melalui pendekatan personal dan bimbingan, diharapkan agar mereka bisa beralih ke orientasi seks yang sehat.

Maksudnya faktor bawaan? Teori hormon sebenarnya sudah banyak dibantah. Umumnya, hanya dikatakan penyebab homoseks adalah faktor bawaan atau genetis, bukan soal hormon (cmiiw). Dalam kasus ini, sepengalaman saya melalui beberapa penelitian dan data kebanyakan homoseks mulai merasakan sensasi ketertarikan seksualnya ada usia akil balik atau puber, sedangkan para waria merasakan dirinya sebagai perempuan yang terjebak dalam tubuh laki-laki sejak usia 4, 5 hingga 6 tahun. Hal ini bisa dijelaskan dengan teori psikologi. Ketertarikan seksual genital umumnya muncul pada usia puber sehingga orientasi seksual seseorang sebenarnya paling terasa muncul saat menginjak remaja, sedangkan identifikasi jenis kelamin seseorang muncul pada usia lebih dini yaitu sekitar 4-5 tahun. Maka, tidak heran dorongan homoseks banyak dirasakan pada usia remaja sedangkan perasaan dirinya adalah perempuan pada waria muncul pada usia 4-5 tahun. Hal ini memperkuat anggapan bahwa homseksual dan transgender dibentuk oleh faktor yang sifatnya genetis. Nah, kalau dikarenakan mereka dibentuk oleh faktor bawaan atau genetis mustahil untuk dirubah dengan pendekatan atau bimbingan kayak apapun. Sebaliknya, bimbingan dan konseling justru diarahkan untuk menerima orientasi seksual yang dirasakannya secara sehat dan wajar, apapun itu: hetero ataupun homo.

Lagipula, semua orientasi seksual sama sehatnya jika dilakukan dengan suka sama suka dan tidak berlebihan. Yang tidak sehat adalah nafsu seksual yang dipuaskan secara berlebihan (sebab mempertebal lobha) dan pelampisan seksual yang menyebabkan penderitaan makhluk lain. Bahkan untuk yang menjalankan kehidupan suci, segala bentuk kegiatan seks (apa itu hetero ataupun homo) tidak boleh diikuti.

Quote from: upasaka on 13 October 2009, 04:20:32 PM
Untuk kasus gay/lesbian karena pengalaman buruk dengan lawan jenis, dibutuhkan dukungan ekstra dari orang-orang terdekat untuk membantunya menerima kenyataan dalam hidup mereka. Sebagian besar faktor ini dimotivasi oleh sakit hati dalam hubungan sosial antar-lawan jenis; maupun mencari pelampiasan orientasi seks pada sesama jenis. Maka dari itu, orang yang suka menyakiti perasaan pacarnya (lawan jenis), seringkali membuat pacarnya trauma dan menjadi beralih orientasi seks.

Sepengalaman saya memang ada kasus seperti itu... Namun, saya juga mengenal banyak orang yang pernah mengalami luka dalam hubungan hetero tapi toh tidak pernah memutuskan untuk beralih kepada hubungan homoseksual. Jelas, ada faktor x yang menyebabkan terjadinya perbedaan pilihan orientasi kemudian hari antara individu-individu yang pernah mengalami kekecewaan dalam relasi heteroseksual.  Kalau menurutku, individu yang akhirnya memilih menjadi homoseks setelah kecewa dengan relasi heteroseksnya pada dasarnya di dalam dirinya telah memiliki dorongan tersebut. Hanya kemudian dorongan tersebut menunggu waktunya atau kesempatan untuk teraktualkan. Pada keseharian, kita semua dididik dalam lingkungan yang menekankan keunggulan dan saklarnya menjadi heteroseksual, sehingga kemudian dalam diri kita semua setelah dewasa terbentuk kesadaran untuk merepresi semua dorongan yang bertentangan dengan hasrat heteroseksual. Dalam diri individu yang memiliki dorongan homoseksual dan heteroseksual yang cenderung berimbang di dalam dirinya, karena adanya faktor budaya, dorongan homoseksual kemudian tampak seolah-olah tidak muncul. Pada kondisi ini, ia bisa merasa yakin dirinya adalah heteroseks dan terus bertahan demikian jika tidak ada peristiwa yang menyebabkannya mempertanyakan orientasinya.

Dalam kasus ini, peristiwa pemicu tidak harus berupa kekecewaan terhadap relasi heteroseksual belaka. Saya pribadi pernah menerima pertanyaan dari seorang klien, seorang bapak berusia 40 tahunan yang sudah beristeri dan beranak, tidak ada masalah dalam hubungan rumah tangganya, namun tiba-tiba terdorong untuk melakukan hubungan homoseks setelah menonton film porno gay. Jadi pemicu seorang heteroseks yang akhirnya  menjadi homoseks tidak semuanya dikarenakan oleh peristiwa2 negatif belaka.

Quote from: upasaka on 13 October 2009, 04:20:32 PM
Sedangkan untuk kasus gay/lesbian karena ketertarikan sensasi hubungan, hal ini disebabkan oleh sensasi hubungan intim sesama jenis yang lebih menarik daripada sensasi hubungan intim dengan lawan jenis. Kasus ini tergolong sebagai kasus perubahan pola pikir / transformasi minat. Tidak hanya orientasi seks, kasus transformasi minat ini juga hampir terjadi pada semua orang dalam aspek lain. Misalnya seseorang dulu tidak suka memakai baju merah, namun suatu hari dia menjadi suka memakai pakaian berwarna merah. Butuh penyadaran internal untuk dapat membuat mereka mengalihkan orientasi seks.

Kalau gitu, apa salahnya seseorang berubah minatnya. Mengapa perlu "disadarkan".

Quote from: upasaka on 13 October 2009, 04:20:32 PM
Menurut Centers for Disease Control, tingkat resiko terjangkit virus HIV/AIDS bagi seorang gay jauh lebih tinggi dari tingkat resiko bagi seorang lesbian. Orientasi homoseksual, terutama bagi kaum gay, cenderung riskan untuk terjangkit berbagai jenis penyakit kelamin.

Perilaku gay menjadi berisiko tertular HIV dan IMS hanya terjadi jika diikuti dengan analseks (seks melalui anus), sedangkan lesbian tidak mengenal analseks. Seks melalui anus berbahaya karena meninggalkan luka-luka kecil dalam anus sehingga menyebabkan virus dan bakteri mudah menyeberang ke jaringan tubuh yang lainnya. Hal yang sama sebenarnya berlaku juga dalam seks vaginal.  Baik analseks maupun vaginal sama-sama menyisakan luka dalam alat kelamin atau anggota tubuh yang menerima penetrasi, sehingga keduanya dikatakan berisiko tinggi terinfeksi HIV dan IMS. Penyebab penularan HIV dan IMS, salah satunya, terjadi karena hubungan seks yang tidak aman (tidak menggunakan kondom) dan sering bertukar-tukar pasangan, tidak dikarenakan oleh orientasi seksual tertentu. Dalam hal ini, pasangan gay yang saling setia dengan satu pasangan resiko penularannya akan lebih kecil dibandingkan lesbian yang selalu bertukar pasangan atau heteroseksual yang suka ke lokalisasi tanpa menggunakan kondom.

Quote from: upasaka on 13 October 2009, 04:20:32 PM
Secara pribadi, saya tidak menyetujui pendapat Sigmund Freud yang menyatakan orientasi homoseksual tidak bisa disembuhkan. Orientasi homoseksual hanya orientasi minat seks. Melalui pandangan dan pemahaman yang baik, seseorang bisa mengalihkan orientasi seks ini; atau bahkan menanggalkan semua jenis orientasi seks.

begitu juga heteroseksual juga hanya orientasi minat seksual.... Mudahkah bagi kita untuk menanggalkan orientasi seksual kita dan berganti dengan yang lain? Mungkinkah saya yang jelas-jelas selalu muncul "desire" ketika melihat perempuan yang sesuai selera saya  ;D kemudian berusaha menjadi homoseks dan pura-pura tidak menyukai perempuan??? Demikian juga, homoseks yang muncul "desire" di dalam dirinya ketika melihat laki-laki yang ia sukai, kemudian berpura-pura tidak lagi menyukai laki-laki...  Mungkin kita bisa mengajak atau mempersuasi seorang homoseks untuk melakukan hubungan seks dan mulai melihat lawan jenis sebagai obyek seksualnya, namun sama sekali mustahil menghilangkan minatnya pada sesama jenisnya. Jika seandainya orientasi seksual seseorang begitu mudah ditanggalkan, seperti hanya minat akan warna pakaian, dan lantas menjadi aseksual, maka seharusnya pencapaian menjadi Arahat hanya akan menjadi semudah membalik telapak tangan....  Karena membuang semua orientasi seksual sama saja membuang desire kita :)
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

sumana

Jika ada teman kita yg gay/lesbi, sebaiknya bagaimana kita menyikapi hal tersebut ?

jika awalnya teman tsb bukan gay/lesbi tetapi bertemu dgn sese-"org" (boleh jadi pria ato wanita), terus sese-org ini mengawali dgn orientasi seks nya kpd tmn kita yg sebelumnya tdk tertarik, namun pada akhirnya jd terbujuk jg utk melakukannya, hal ini tentunya merupakan suatu "paksaan" secara lembut. dalam hal ini apakah anda menyetujui/melegalkan hubungan yg demikian atau sebaliknya ?
Kelahiran telah terjadi, sukha dan dukha silih berganti. Kehidupan tidak kekal, menggapai pembebasan terakhir (nibbana).

Nevada

#27
Quote from: sobat-dharmaBanyak teori tentang alasan seseorang menjadi homoseks... Namun, para psikolog dan psikiater umumnya sepakat bahwa orientasi seksual seseorang tidak bisa dirubah semata-mata dengan terapi...

Betul, ada banyak teori penyebab seseorang berorientasi homoseks. Dan saya menyinggung tiga teori yang paling familiar. Meski memang orientasi seks ini tidak semata-mata bisa dirubah dengan terapi saja, tapi ada beberapa kasus di mana terapi berhasil mengubahnya.


Quote from: sobat-dharmaMaksudnya faktor bawaan? Teori hormon sebenarnya sudah banyak dibantah. Umumnya, hanya dikatakan penyebab homoseks adalah faktor bawaan atau genetis, bukan soal hormon (cmiiw). Dalam kasus ini, sepengalaman saya melalui beberapa penelitian dan data kebanyakan homoseks mulai merasakan sensasi ketertarikan seksualnya ada usia akil balik atau puber, sedangkan para waria merasakan dirinya sebagai perempuan yang terjebak dalam tubuh laki-laki sejak usia 4, 5 hingga 6 tahun. Hal ini bisa dijelaskan dengan teori psikologi. Ketertarikan seksual genital umumnya muncul pada usia puber sehingga orientasi seksual seseorang sebenarnya paling terasa muncul saat menginjak remaja, sedangkan identifikasi jenis kelamin seseorang muncul pada usia lebih dini yaitu sekitar 4-5 tahun. Maka, tidak heran dorongan homoseks banyak dirasakan pada usia remaja sedangkan perasaan dirinya adalah perempuan pada waria muncul pada usia 4-5 tahun. Hal ini memperkuat anggapan bahwa homseksual dan transgender dibentuk oleh faktor yang sifatnya genetis. Nah, kalau dikarenakan mereka dibentuk oleh faktor bawaan atau genetis mustahil untuk dirubah dengan pendekatan atau bimbingan kayak apapun. Sebaliknya, bimbingan dan konseling justru diarahkan untuk menerima orientasi seksual yang dirasakannya secara sehat dan wajar, apapun itu: hetero ataupun homo.

Lagipula, semua orientasi seksual sama sehatnya jika dilakukan dengan suka sama suka dan tidak berlebihan. Yang tidak sehat adalah nafsu seksual yang dipuaskan secara berlebihan (sebab mempertebal lobha) dan pelampisan seksual yang menyebabkan penderitaan makhluk lain. Bahkan untuk yang menjalankan kehidupan suci, segala bentuk kegiatan seks (apa itu hetero ataupun homo) tidak boleh diikuti.

Teori hormon di sini biasa dikenal dalam dua skenario. Yang pertama adalah skenario seseorang (misalnya pria) yang berperilaku dan merasa dirinya sebagai wanita; karena faktoral kandungan hormon. Karena faktor ini, secara alamiah dia tertarik pada sesama jenis. Skenario kedua adalah seseorang yang mulai tertarik pada orientasi seks ketika ia sudah memasuki masa puber. Mungkin pada awalnya dia cukup tertarik dengan lawan jenis, namun perlahan dia mulai menyukai sesama jenis.

Orientasi seks sehat yang saya maksud bukan berarti mendiskreditkan hubungan intim sesama jenis. Orientasi seks yang sehat itu dibangun atas dasar komitmen, kasih-sayang, dan tanggung jawab. Di luar itu, semua hanyalah wujud aplikasi nafsu biologis. Dan tidak semua negara melegalkan pernikahan homoseksual. Oleh karena itu, kaum homoseksual cenderung hidup dalam hubungan yang kurang sehat.


Quote from: sobat-dharmaSepengalaman saya memang ada kasus seperti itu... Namun, saya juga mengenal banyak orang yang pernah mengalami luka dalam hubungan hetero tapi toh tidak pernah memutuskan untuk beralih kepada hubungan homoseksual. Jelas, ada faktor x yang menyebabkan terjadinya perbedaan pilihan orientasi kemudian hari antara individu-individu yang pernah mengalami kekecewaan dalam relasi heteroseksual.  Kalau menurutku, individu yang akhirnya memilih menjadi homoseks setelah kecewa dengan relasi heteroseksnya pada dasarnya di dalam dirinya telah memiliki dorongan tersebut. Hanya kemudian dorongan tersebut menunggu waktunya atau kesempatan untuk teraktualkan. Pada keseharian, kita semua dididik dalam lingkungan yang menekankan keunggulan dan saklarnya menjadi heteroseksual, sehingga kemudian dalam diri kita semua setelah dewasa terbentuk kesadaran untuk merepresi semua dorongan yang bertentangan dengan hasrat heteroseksual. Dalam diri individu yang memiliki dorongan homoseksual dan heteroseksual yang cenderung berimbang di dalam dirinya, karena adanya faktor budaya, dorongan homoseksual kemudian tampak seolah-olah tidak muncul. Pada kondisi ini, ia bisa merasa yakin dirinya adalah heteroseks dan terus bertahan demikian jika tidak ada peristiwa yang menyebabkannya mempertanyakan orientasinya.

Dalam kasus ini, peristiwa pemicu tidak harus berupa kekecewaan terhadap relasi heteroseksual belaka. Saya pribadi pernah menerima pertanyaan dari seorang klien, seorang bapak berusia 40 tahunan yang sudah beristeri dan beranak, tidak ada masalah dalam hubungan rumah tangganya, namun tiba-tiba terdorong untuk melakukan hubungan homoseks setelah menonton film porno gay. Jadi pemicu seorang heteroseks yang akhirnya  menjadi homoseks tidak semuanya dikarenakan oleh peristiwa2 negatif belaka.

Betul. Faktor x itu adalah paradigma dan pola pandang internal. Seseorang yang hanya patah hati bisa saja bunuh diri daripada seseorang yang mengalami kebangkrutan super. Lalu kenapa seseorang bisa menjadi begitu lebay (berlebihan)? Itu karena akumulasi lobha-dosa-mohha yang membuatnya terus mengasihani diri sendiri dan membenci dunia hanya karena dikecewakan beberapa orang yang dianggapnya penting. Itu perbedaannya. Untuk orang yang bijak, sakit hati dikarenakan lawan jenis justru bisa membuatnya menjadi lebih dewasa dalam menghadapi hidup.

Untuk kasus seorang bapak yang beralih orientasi menjadi homoseksual setelah menonton film porno gay, itu sudah saya jelaskan di postingan sebelumnya. Itu termasuk pada kasus teori transformasi minat seks.


Quote from: sobat-dharmaKalau gitu, apa salahnya seseorang berubah minatnya. Mengapa perlu "disadarkan".

Bagi saya pribadi, saya menghargai hak asasi bagi semua makhluk untuk hidup dalam kebebasannya. Homoseksual bukanlah hal yang perlu ditabukan dan dikucilkan.

Ada beberapa hal yang perlu ditekankan sebelum mengambil keputusan untuk berorientasi homoseks. Pertama, perilaku homoseksual cenderung perilaku seks yang tidak sehat. Hal itu sudah saya uraikan sedikit di atas. Kedua, perilaku homoseksual adalah perilaku yang melenceng bagi fungsi biologis genital; reproduksi. Ketiga, perilaku homoseksual adalah wajar bagi nilai hak asasi manusia. Tapi perilaku ini merupakan penyimpangan interaksi seksual.

Buddhisme tidak menentang ataupun menyetujui perilaku ini. Karena perilaku seks seperti apapun dalam pandangan Buddhisme adalah sama; lobha. Saya sendiri menghargai seseorang yang tegar menjalani hidupnya sebagai kaum homoseks. Tapi saya harap mereka bisa memahami tiga poin ini. Bila mereka sudah berani mengambil konsekuensi, maka silakan...


Quote from: sobat-dharmaPerilaku gay menjadi berisiko tertular HIV dan IMS hanya terjadi jika diikuti dengan analseks (seks melalui anus), sedangkan lesbian tidak mengenal analseks. Seks melalui anus berbahaya karena meninggalkan luka-luka kecil dalam anus sehingga menyebabkan virus dan bakteri mudah menyeberang ke jaringan tubuh yang lainnya. Hal yang sama sebenarnya berlaku juga dalam seks vaginal.  Baik analseks maupun vaginal sama-sama menyisakan luka dalam alat kelamin atau anggota tubuh yang menerima penetrasi, sehingga keduanya dikatakan berisiko tinggi terinfeksi HIV dan IMS. Penyebab penularan HIV dan IMS, salah satunya, terjadi karena hubungan seks yang tidak aman (tidak menggunakan kondom) dan sering bertukar-tukar pasangan, tidak dikarenakan oleh orientasi seksual tertentu. Dalam hal ini, pasangan gay yang saling setia dengan satu pasangan resiko penularannya akan lebih kecil dibandingkan lesbian yang selalu bertukar pasangan atau heteroseksual yang suka ke lokalisasi tanpa menggunakan kondom.

Itulah sebabnya kaum gay lebih riskan tertular HIV/AIDS.


Quote from: sobat-dharmabegitu juga heteroseksual juga hanya orientasi minat seksual.... Mudahkah bagi kita untuk menanggalkan orientasi seksual kita dan berganti dengan yang lain? Mungkinkah saya yang jelas-jelas selalu muncul "desire" ketika melihat perempuan yang sesuai selera saya  ;D kemudian berusaha menjadi homoseks dan pura-pura tidak menyukai perempuan??? Demikian juga, homoseks yang muncul "desire" di dalam dirinya ketika melihat laki-laki yang ia sukai, kemudian berpura-pura tidak lagi menyukai laki-laki...  Mungkin kita bisa mengajak atau mempersuasi seorang homoseks untuk melakukan hubungan seks dan mulai melihat lawan jenis sebagai obyek seksualnya, namun sama sekali mustahil menghilangkan minatnya pada sesama jenisnya. Jika seandainya orientasi seksual seseorang begitu mudah ditanggalkan, seperti hanya minat akan warna pakaian, dan lantas menjadi aseksual, maka seharusnya pencapaian menjadi Arahat hanya akan menjadi semudah membalik telapak tangan....  Karena membuang semua orientasi seksual sama saja membuang desire kita :)

Ada banyak kasus seseorang bisa bertransformasi minat seks dari heteroseks ke homoseks. Faktor penyebab itu semua sudah kita singgung sedikit di atas. Lalu kenapa tidak mungkin ada kasus seseorang kembali bertransformasi minat seks dari homoseks ke heteroseks? :D

Saya tidak menyinggung seberapa mudahnya mencapai tingkat Arahat. Yang saya nyatakan adalah saya tidak menyetujui pendapat bahwa orientasi seks homoseks tidak bisa disembuhkan. Karena segala sesuatu ada dikarenakan suatu sebab, dan ada sebab lain yang bisa untuk meniadakannya. Tidak hanya orientasi homoseks; orientasi heteroseks, pedofilia seks, animalia seks, dsb. juga bisa disembuhkan dan ditanggalkan. :)

johan3000

wuuu mantep benar penjelasan bro Upasaka ... spt mengikutin kuliah gitu...

gini aja dibuat Lesbian Town, dan Gay Town,...
biar mereka bisa hidup dgn tenteram disana
spt China Town gitu...

dan kapan2 kita bisa jalan2 kesana..
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

pannadevi

Quote from: sobat-dharma on 14 October 2009, 01:20:33 AM
Quote from: pannadevi on 13 October 2009, 03:58:33 PM
_/\_

salam kenal Bro Sobat Dhamma,
salam sejahtera selalu,

salam kenal juga pannadevi


Quote from: pannadevi on 13 October 2009, 03:58:33 PM
saya mohon dibantu bisa ga? yang jadi pertanyaan saya 2 hari yl dg salah satu rekan DC itu adalah mengenai hal ini tapi bisa meraih arahat, klo hanya ditinjau dari segi kejiwaan dan lain sebagainya, itu bagian lain lagi, yang jadi perhatian saya adalah mereka2 ini mampu meraih arahat di kehidupan mereka saat itu juga...

Laki-laki dan perempuan, dalam Buddhisme, keduanya bisa mencapai Kearahatan. Mengapa gay, lesbian, biseks yang sering dianggap (secara kurang tepat) "berada di percampuran antara keduanya" tidak? Saya pikir pencapaian Kearahatan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, gender ataupun orientasi seksualnya. Kalau menurut saya tidak ada alasan mengatakan gay, lesbian dan biseks tidak mencapai Kearahatan... (cmiiw)

Anda benar, tidak tergantung dan tidak ada diskriminasi seseorang mencapai arahat, itu dari pria ato perempuan sama2 memiliki kesempatan yang sama mencapai keArahatan. maksud saya yang dg kasus beda ini, contoh dari kisah Soreyya, adakah kisah lain dg yg mirip kasus tsb, bhw seseorang yg mengalami transgenital mampu meraih arahat selain kisah Soreyya? jika ada dpt dijadikan bahan refensi tugas paper (gitu maksud saya)

Quote from: pannadevi on 13 October 2009, 03:58:33 PM
biasanya khan kalo udah meninggal dia dibalikin ke status awal, klo dulunya cowok dijadikan cowok lagi kayak si "Ratu Banci" (lupa namanya, sorry), mamanya bule, ayahnya orang Indonesia, klo ga salah tinggal di bandung, kasihan meninggal krn Aids...nah klo ini memang dia dijadikan cowok lagi oleh keluarganya, namun yg sy  maksud kali ini adalah karena berhasil berubah bukan operasi maupun bukan karena meninggal, tapi karena memang kekuatan kamma seperti kisah Soreyya itu, anda bisa bantu kasih referensi Bro Sobat Dhamma? thanks seblm n sesdhnya.

Mohon maaf, saya kurang mengerti pertanyaan Anda ataupun kisah tersebut. Mohon diperjelas.

bgini, jika dlm KTP dia pria, maka pd saat meninggal surat kematian dia disebutkan Gender sbg pria (ini yg sy maksud dg dikembalikan ke status awal, sesuai KTP), selanjutnya pertanyaan saya adalah sy minta bantuan utk mendptkan lagi referensi lain yg memiliki kisah sama, seseorang mengalami transgenital tapi mampu meraih arahat. jadi bukan ttg teori yg dikatakan para ahli, tapi ini benar2 nyata telah terekam dlm atthakatha ato tika dan yg sejenis...karena klo menulis paper kita hrs mendptkan beberapa referensi...smg penjelasan sy dpt diterima dg jelas...seblm n sesdhnya diucapkan terima ksh atas perhatian dan bantuannya

may all beings be happy

mettacittena,